Lompat ke isi

Pembingkaian: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Riski Yolanda (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
k +
Baris 1: Baris 1:
{{Sedang ditulis}}
{{Sedang ditulis}}
{{Translating}}

Dalam [[ilmu sosial]], ''framing'' atau "pembingkaian" terdiri atas serangkaian sudut pandang konsep dan teoretis tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi masyarakat melihat dan menyampaikan [[kenyataan]].
Dalam [[ilmu sosial]], ''framing'' atau "pembingkaian" terdiri atas serangkaian sudut pandang konsep dan teoretis tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi masyarakat melihat dan menyampaikan [[kenyataan]].



Revisi per 7 Desember 2021 05.34

Dalam ilmu sosial, framing atau "pembingkaian" terdiri atas serangkaian sudut pandang konsep dan teoretis tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi masyarakat melihat dan menyampaikan kenyataan.

Framing dapat terwujud dalam komunikasi atau pikiran antarpribadi. Frame-frame dalam pikiran terdiri atas penggambaran, interpretasi, dan penyederhanaan kenyataan. Frame-frame dalam komunikasi terdiri atas penyampaian rancangan di antara para pelaku yang berbeda.[1] Framing adalah komponen kunci sosiologi, kajian tentang interaksi sosial di antara para manusia. Framing adalah bagian utuh dari pemrosesan dan penyampaian data dalam keseharian. Teknik-teknik sukses framing dapat digunakan untuk mengurangi ambiguitas topik-topik yang tidak dapat dipahami dengan menghubungkan informasi sedemikian rupa sehingga para penerimanya dapat terhubung dengan apa yang sudah mereka ketahui.

Dalam teori sosial, framing adalah skema interpretasi, sekumpulan anekdot dan stereotipe yang diandalkan oleh para individu untuk memahami dan merespons sebuah peristiwa.[2] Dengan kata lain, orang-orang membangun "filter-filter" serangkaian kejiwaan melalui pengaruh kebudayaan dan biologis. Kemudian, mereka menggunakan filter-filter ini untuk memahami dunia. Pilihan-pilihan yang kemudian mereka buat dipengaruhi oleh penciptaan frame mereka.

Framing melibatkan konstruksi sosial dari fenomena sosial – oleh sumber-sumber media massa, pergerakan-pergerakan sosial atau politik, para pemimpin politik, atau organisasi dan para pelaku lainnya. Keterlibatan dalam komunitas bahasa tentunya memengaruhi persepsi individu mengenai makna yang dikaitkan dengan kata atau frasa. Secara politik, komunitas-komunitas bahasa periklanan, agama, dan media massa banyak diperebutkan, sedangkan framing dalam komunitas bahasa yang kurang dipertahankan mungkin berkembang[butuh rujukan]tanpa terasa dan secara alami melalui kerangka-kerangka waktu kultural, dengan lebih sedikit bentuk-bentuk perdebatan terbuka.

Seseorang dapat memandang framing dalam komunikasi sebagai hal positif atau negatif tergantung pada hadirin dan jenis informasi yang disajikan. Framing dapat berada dalam bentuk emphasis frames, di mana dua atau lebih alternatif ekuivalen secara logis digambarkan dalam cara-cara (lihat framing effect) atau emphasis frames berbeda yang menyederhanakan kenyataan dengan berfokus pada himpunan bagian aspek-aspek relevan dari suatu situasi atau permasalahan.[1] Dalam kasus equivalence frames, informasi yang dihadirkan berdasarkan fakta-fakta yang sama, tetapi kerangka yang tempat ia disajikan berubah sehingga menciptakan persepsi yang bergantung pada referensi.

Dampak framing dapat terlihat dalam jurnalisme: "frame" yang mengelilingi permasalahan dapat mengubah persepsi pembaca tanpa perlu mengubah fakta sebenarnya karena informasi yang sama digunakan sebagai dasarnya. Ini dilakukan melalui pilihan gambar-gambar dan kata-kata tertentu media untuk menutupi sebuah cerita (misalnya penggunaan kata fetus vs. kata bayi).[3] Dalam konteks politik atau komunikasi media-massa, frame menjelaskan pengemasan elemen retorik sedemikian rupa seperti untuk mendorong tafsiran tertentu dan untuk mengecilkan hati orang lain. Untuk tujuan politik, framing sering menyajikan fakta-fakta sedemikian rupa yang mengimplikasikan masalah yang memerlukan solusi. Para anggota partai politik berupaya untuk membingkai permasalahan sedemikian rupa sehingga membuat solusi untuk mendukung kecenderungan politik mereka sebagai tindakan yang paling tepat untuk situasi yang dihadapi.[4]

Sebagai contoh: Saat kita ingin menjelaskan suatu peristiwa, pemahaman kita sering berdasarkan pada tafsiran (frame). Jika seseorang membuka dan menutup mata dengan cepat, kita menanggapi secara berbeda tergantung pada apakah kita menafsirkannya sebagai "physical frame" (mereka mengerjapkan mata) atau "social frame" (mereka berkedip). Mereka mengerjapkan mata mungkin karena butiran debu (menghasilkan ketidaksengajaan dan bukan reaksi berarti lainnya). Mereka berkedip mungkin dapat berarti tindakan sengaja dan penuh arti (misalnya untuk menyampaikan humor hingga persekongkolan).

Para pengamat akan membaca peristiwa-peristiwa yang dilihat sebagai murni fisik atau dalam bingkai "alam" berbeda dari yang dilihat terjadi dengan frame-frame sosial. Namun, kita tidak melihat sebuah peristiwa dan menerapkan frame kepada peristiwa tersebut. Sebaliknya, para individu terus-menerus memproyeksikan frame interpretatif ke dunia sekitar mereka yang memungkinkan mereka untuk memahaminya; kita hanya menggeser frame-frame (atau menyadari kalau kita telah menerapkan frame secara kebiasaan) saat keganjilan membutuhkan pergeseran frame. Dengan kata lain, kita hanya menyadari frame-frame yang telah kita gunakan saat sesuatu memaksa kita untuk mengganti suatu frame dengan frame lainnya.[5][6]

Meskipun beberapa menganggap framing sama dengan agenda setting, para ilmuwan lain menyatakan adanya perbedaan. Menurut artikel yang ditulis Donald H. Weaver, framing menyeleksi aspek-aspek tertentu dari permasalahan dan membuatnya lebih menonjol untuk memperoleh interpretasi tertentu dan penilaian-penilaian masalah, sedangkan agenda setting mengenalkan topik masalah untuk meningkatkan arti penting dan keterkaitannya.[7]

Efek-efek framing dalam penelitian komunikasi

Dalam komunikasi, framing menggambarkan bagaimana media berita membentuk opini publik.

Tulisan Richard E. Vatz tentang penciptaan makna retoris secara langsung mengarah kepada framing, walaupun beliau hanya merujuknya sedikit. Intinya, pengaruh-pengaruh framing mengacu pada strategi-strategi sikap atau perilaku dan/untuk hasil yang ada tergantung bagaimana potongan informasi yang diberikan dibingkai dalam wacana publik. Dewasa ini, banyak volume jurnal-jurnal komunikasi ternama berisi naskah-naskah tentang frame media dan pengaruh-pengaruh framing.[8] Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam naskah-naskah tersebut secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: kajian framing sebagai variabel bebas dan kajian framing sebagai variabel terikat.[9] Awalnya biasanya berurusan dengan frame building (yaitu bagaimana frame-frame menciptakan wacana masyarakat mengenai sebuah masalah dan bagaimana frame-frame yang berbeda diangkat oleh para jurnalis) dan kemudian mengulas frame setting (yaitu bagaimana media framing memengaruhi pemirsa).

Frame building

Penelitian frame-building biasanya mengenali setidaknya tiga rangkaian utama pengaruh yang dapat memengaruhi cara jurnalis membingkai suatu masalah:

  • Sistemik (misalnya karakteristik media atau sistem politik dalam latar studi tertentu).
  • Organisatoris (misalnya fitur organisasi media seperti orientasi politik, rutinitas profesional, hubungan dengan pemerintah dan para elit, dan sebagainya).
  • Temporal-kontekstual (misalnya berlalunya waktu setelah peristiwa menggemparkan).[10]

Erving Goffman menekankan peran konteks budaya sebagai pembentuk frame-frame saat beliau mengemukakan bahwa maksud frame mengandung akar-akar budaya.[2]Ketergantungan konteks frame-frame media ini telah digambarkan sebagai 'resonansi budaya'[11] atau 'kesetiaan naratif'.[12] Sebagai contoh, kebanyakan orang mungkin tidak menyadari frame dalam kisah-kisah tentang pemisahan gereja dan negara karena umumnya media tidak membingkai kisah-kisah tersebut dari sudut pandang agama.[13]

Frame setting

Saat masyarakat dihadapkan pada bingkai berita baru, mereka akan menerima konstruksi yang dibuat berlaku untuk sebuah masalah, tetapi secara signifikan mereka lebih mungkin untuk melakukannya saat mereka memiliki skema yang ada untuk konstruksi tersebut. Inilah yang disebut efek penerapan. Artinya, ketika frame-frame baru mengundang orang untuk menerapkan skema yang ada pada masalah, implikasi dari penerapan itu sebagian bergantung pada apa yang ada di dalam skema tersebut. Oleh karena itu, secara umum, lebih banyak pendengar mengetahui tentang permasalahan, lebih efektif frame-frame tersebut.

Terdapat sejumlah level dan tipe pengaruh framing yang telah diteliti. Contohnya, para ilmuwan berfokus pada perubahan sikap dan tindakan, derajat kepentingan masalah yang dirasakan, keputusan pemungutan suara, dan pembentukan opini. Para ilmuwan lain tertarik pada proses-proses psikologis daripada penerapan. Misalnya, Iyengar[14] mengungkapkan bahwa berita tentang permasalahan sosial dapat memengaruhi tanggung jawab atribusi kausal dan pengobatan, pengaruh yang diamati dalam penilaian-penilaian dan respons kognitif pemimpin politik, atau ilmuwan lain melihat kepada efek framing terhadap gaya pemrosesan penilaian dan kompleksitas pikiran anggota pendengar mengenai permasalahan. Kajian-kajian frame setting juga membahas bagaimana frame-frame dapat memengaruhi bagaimana seseorang berpikir tentang masalah (kognitif) atau merasakan masalah (afektif).[15]

Dalam penelitian komunikasi massa

Media berita membingkai semua butir berita dengan menekankan nilai-nilai tertentu, fakta-fakta, dan pertimbangan lainnya dan memberikan mereka dengan penerapan nyata yang lebih besar untuk membuat keputusan-keputusan terkait. Media berita mendukung definisi, tafsiran, evaluasi, dan rekomendasi khusus.[16][17]

Landasan dalam penelitian komunikasi

Anthropologis Gregory Bateson pertama kali mendefinisikan framing sebagai "ikatan spasial dan temporal dari serangkaian pesan-pesan interaktif" (A Theory of Play and Fantasy, 1954, diproduksi kembali dalam bukunya Steps to an Ecology of Mind pada tahun 1972).[18]

Sumber sosiologis penelitian media framing

Penelitian media framing mempunyai akar psikologis dan sosiologis. Framing sosiologis berfokus pada "kata-kata, gambar-gambar, frasa-frasa, dan gaya presentasi" yang digunakan para komunikator saat menyampaikan informasi kepada penerima.[1] Penelitian frame-frame dalam penelitian media yang digerakkan secara sosiologis umumnya meneliti pengaruh "norma-norma dan nilai-nilai sosial, kendala-kendala dan tekanan-tekanan organisatoris, tekanan kelompok-kelompok kepentingan, rutinitas jurnalistik, dan orientasi-orientasi ideologis atau politis jurnalis" dalam frame-frame yang berada dalam konten media.[19]

Todd Gitlin, dalam analisisnya tentang cara media berita meremehkan gerakan New Left siswa pada tahun 1960-an termasuk yang pertama meneliti frame-frame dari sudut pandang sosiologis. Gitlin menulis, frame-frame adalah "pola-pola tetap kognisi, tafsiran-tafsiran, dan presentasi pilihan [dan] menekankan ... [bahwa] sebagian besar tidak diucapkan dan diakui ... [dan] mengatur dunia bagi para jurnalis [serta] kami yang membaca pemberitaan mereka".[20]

Sumber psikologis penelitian media framing

Research on frames in psychologically driven media research generally examines the effects of media frames on those who receive them. For example, Iyengar explored the impact of episodic and thematic news frames on viewers' attributions of responsibility for political issues including crime, terrorism, poverty, unemployment, and racial inequality.[21] According to Iyengar, an episodic news frame "takes the form of a case study or event-oriented report and depicts public issues in terms of concrete instances", in other words focusing on specific place in a specific time Thematic news frame "places public issues in some more general abstract context ... directed at general outcomes or conditions", for example exploring commonality that happens in several place and time.[16][21] Iyengar found that the majority of television news coverage of poverty, for example, was episodic.[21] In fact, in a content analysis of six years of television news, Iyengar found that the typical news viewer would have been twice as likely to encounter episodic rather than thematic television news about poverty.[21]

Further, experimental results indicate participants who watched episodic news coverage of poverty were more than twice as likely as those who watched thematic news coverage of poverty to attribute responsibility of poverty to the poor themselves rather than society.[21] Given the predominance of episodic framing of poverty, Iyengar argues that television news shifts responsibility of poverty from government and society to the poor themselves.[21] After examining content analysis and experimental data on poverty and other political issues, Iyengar concludes that episodic news frames divert citizens' attributions of political responsibility away from society and political elites, making them less likely to support government efforts to address those issue and obscuring the connections between those issues and their elected officials' actions or lack thereof.[21]

Visual Framing

Visual framing refers to the process of using images to portray certain parts of reality.[22]

Visuals can be used to manifest meaning alongside textual framing. Text and visuals function best simultaneously.[23] Advancement in print and screen-based technologies has resulted in merging of the two modes in information dissemination. Since each mode has its limitations, they are best used together and are interlinked in forming meaning.

Images are more preferable than text since they are less intrusive than words and require less cognitive load.[22] From a psychological perspective, images activate nerve cells in the eyes in order to send information to the brain. Images can also generate a stronger emotional appeal and have high attraction value. Within the framing context, images can obscure issues and facts in effort to frame information. Visuals consist of rhetorical tools such as metaphors, depiction and symbols to portray the context of an event or scene graphically in an attempt to help us better understand the world around us. Images can have a one-to-one correspondence between what is captured on camera and its representation in the real world.

Along with increasing understanding, visuals can also elevate retention rates, making information easier to remember and recall. Due to the comparable nature of images, grammar rules do not apply.

According to researchers,[22] framing is reflected within a four-tiered model, which identifies and analyzes visual frames as follows: visuals as denotative systems, visuals as stylistic-semiotic systems, visuals as connotative systems and visuals as ideological representations.

Researchers caution against relying only on images to understand information. Since they hold more power than text and are more relatable to reality, we may overlook potential manipulations and staging and mistake this as evidence.

Images can be representative of ideologies by ascertaining underlying principles that constitute our basic attributes by combining symbols and stylistic features of an image into a process of coherent interpretation.

One study indicates visual framing is prominent in news coverage, especially in relation to politics.[24] Emotionally charged images are seen as a prominent tool for framing political messages. Visual framing can be effective by putting emphasis on a specific aspect of an issue, a tactic commonly used in portrayal of war and conflict news known as empathy framing. Visual framing that has emotional appeal can be considered more salient.

This type of framing can be applied to other contexts, including athletics in relation to athletic disability.[25] Visual framing in this context can reinterpret the perspective on athletic and physical incompetence, a formerly established media stereotype.

Clarifying and distinguishing a "fractured paradigm"

Perhaps because of their use across the social sciences, frames have been defined and used in many disparate ways. Entman called framing "a scattered conceptualization" and "a fractured paradigm" that "is often defined casually, with much left to an assumed tacit understanding of the reader".[16] In an effort to provide more conceptual clarity, Entman suggested that frames "select some aspects of a perceived reality and make them more salient in a communicating text, in such a way as to promote a particular problem definition, causal interpretation, moral evaluation, and/or treatment recommendation for the item described".[16] Entman's[16] conceptualization of framing, which suggests frames work by elevating particular pieces of information in salience, is in line with much early research on the psychological underpinnings of framing effects (see also Iyengar,[21] who argues that accessibility is the primary psychological explanation for the existence of framing effects). Wyer and Srull[26] explain the construct of accessibility thus:

  1. People store related pieces of information in "referent bins" in their long-term memory.[26]
  2. People organize "referent bins" such that more frequently and recently used pieces of information are stored at the top of the bins and are therefore more accessible.[26]
  3. Because people tend to retrieve only a small portion of information from long-term memory when making judgments, they tend to retrieve the most accessible pieces of information to use for making those judgments.[26]

The argument supporting accessibility as the psychological process underlying framing can therefore be summarized thus: Because people rely heavily on news media for public affairs information, the most accessible information about public affairs often comes from the public affairs news they consume. This argument has also been cited as support in the debate over whether framing should be subsumed by agenda-setting theory as part of the second level of agenda setting. McCombs and other agenda-setting scholars generally agree that framing should be incorporated, along with priming, under the umbrella of agenda setting as a complex model of media effects that links media production, content, and audience effects.[27][28][29] Indeed, McCombs, Llamas, Lopez-Escobar, and Rey justified their attempt to combine framing and agenda-setting research on the assumption of parsimony.[29]

Scheufele, however, argues that, unlike agenda setting and priming, framing does not rely primarily on accessibility, making it inappropriate to combine framing with agenda setting and priming for the sake of parsimony.[19] Empirical evidence seems to vindicate Scheufele's claim. For example, Nelson, Clawson, and Oxley empirically demonstrated that applicability, rather than their salience, is key.[17] Measuring accessibility in terms of response latency of respondent answers, where more accessible information results in faster response times, Nelson, Clawson, and Oxley demonstrated that accessibility accounted for only a minor proportion of the variance in framing effects while applicability accounted for the major proportion of variance.[17] Therefore, according to Nelson and colleagues, "frames influence opinions by stressing specific values, facts, and other considerations, endowing them with greater apparent relevance to the issue than they might appear to have under an alternative frame."[17]

In other words, while early research suggested that by highlighting particular aspects of issues, frames make certain considerations more accessible and therefore more likely to be used in the judgment process,[16][21] more recent research suggests that frames work by making particular considerations more applicable and therefore more relevant to the judgment process.[17][19]


  1. ^ a b c Druckman, J.N. (2001). "The Implications of Framing Effects for Citizen Competence". Political Behavior. 23 (3): 225–56. doi:10.1023/A:1015006907312. 
  2. ^ a b Goffman, E. (1974). Frame analysis: An essay on the organization of experience. Cambridge, MA: Harvard University Press.
  3. ^ Bryant, J., Thompson, S., & Finklea, B. W. (2013) (May 3, 2012). Fundamentals of media effects. Waveland Press, Inc. ISBN 9781478608196. 
  4. ^ van der Pas, D. (2014). "Making Hay While the Sun Shines: Do Parties Only Respond to Media Attention When The Framing is Right?". Journal of Press/Politics. 19 (1): 42–65. doi:10.1177/1940161213508207. 
  5. ^ This example borrowed from Clifford Geertz: Local Knowledge: Further Essays in Interpretive Anthropology (1983), Basic Books 2000 paperback: ISBN 0-465-04162-0
  6. ^ Goffman offers the example of the woman bidding on a mirror at an auction who first examines the frame and surface for imperfections, and then "checks" herself in the mirror and adjusts her hat. See Goffman, Erving. Frame Analysis: An essay on the organization of experience. Boston: Northeastern University Press, 1986. ISBN 0-930350-91-X, p. 39. In each case the mirror represents more than simply a physical object.
  7. ^ Weaver, David H. (2007). "Thoughts on Agenda Setting, Framing, and Priming". Journal of Communication. 57: 142. doi:10.1111/j.1460-2466.2006.00333.x. 
  8. ^ Scheufele, Dietram A.; Iyengar, Shanto (2014). "The State of Framing Research: A Call for New Directions". Dalam Kenski, Kate; Jamieson, Kathleen Hall. The Oxford Handbook of Political Communication (edisi ke-Online). Oxford University Press. doi:10.1093/oxfordhb/9780199793471.013.47. 
  9. ^ Scheufele, Dietram A.; Tewksbury, David H. (2009). "News framing theory and research". Dalam Bryant, Jennings; Oliver, Mary Beth. Media Effects: Advances in Theory and Research (edisi ke-3rd). Erlbaum. hlm. 17–33. ISBN 9780203877111. 
  10. ^ Rodelo, F. V. (2020). "Antecedents of strategic game and issue framing of local electoral campaigns in the Mexican context". Comunicación y Sociedad. 14 (1): 1. doi:10.32870/cys.v2020.7643. 
  11. ^ Gamson, W. A.; Modigliani, A. (1987). "The changing culture of affirmative action". Dalam Braungart, Richard G.; Braungart, Margaret M. Research in Political Sociology (dalam bahasa Inggris). 3. Greenwich, Conn.; London: JAI Press. hlm. 137–77. ISBN 978-0-89232-752-2. OCLC 495235993. 
  12. ^ Snow, D. A., & Benford, R. D. (1988). Ideology, frame resonance, and participant mobilization. In B. Klandermans, H. Kriesi, & S. Tarrow (Eds.), International social movement research. Vol. 1, From structure on action: Comparing social movement research across cultures (pp. 197–217). Greenwich, CT: JAI Press.
  13. ^ Bryant, J., Thompson, S., & Finklea, B. W. (May 3, 2012). Fundamentals of media effects. Waveland Press, Inc. ISBN 9781478608196. 
  14. ^ Iyengar, S. (1991). Is anyone responsible? How television frames political issues. Chicago: University of Chicago Press.
  15. ^ Bryant, J., Thompson, S., & Finklea, B. W. (May 3, 2012). Fundamentals of media effects. Waveland Press, Inc. ISBN 9781478608196. 
  16. ^ a b c d e f Entman, R.M. (1993). "Framing: Toward clarification of a fractured paradigm" (PDF). Journal of Communication. 43 (4): 51–58. CiteSeerX 10.1.1.495.2893alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1111/j.1460-2466.1993.tb01304.x. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-07-16. 
  17. ^ a b c d e Nelson, T.E.; Clawson, R.A.; Oxley, Z.M. (1997). "Media framing of a civil liberties conflict and its effect on tolerance". American Political Science Review. 91 (3): 567–83. doi:10.2307/2952075. JSTOR 2952075. 
  18. ^ Bateson, G. (1972). Steps to an Ecology of Mind. New York: Ballantine Books. 
  19. ^ a b c Scheufele, D.A. (2000). "Agenda-setting, priming, and framing revisited: Another look at cognitive effects of political communication". Mass Communication & Society. 3 (2&3): 297–316. doi:10.1207/S15327825MCS0323_07. 
  20. ^ Gitlin, T. (1980). The Whole World is Watching: Mass Media in the Making and Unmaking of the New Left. Berkeley, CA: University of California Press. 
  21. ^ a b c d e f g h i Iyengar, S. (1991). Is Anyone Responsible? How Television Frames Political Issues. Chicago: University of Chicago Press. 
  22. ^ a b c Rodriguez, Lulu; Dimitrova, Daniela V. (2011-01-01). "The levels of visual framing". Journal of Visual Literacy. 30 (1): 48–65. doi:10.1080/23796529.2011.11674684. ISSN 1051-144X. 
  23. ^ "Reading Images: A Grammar of Visual Design | Request PDF". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-28. 
  24. ^ Powell, Thomas; Boomgaarden, Hajo; Swert, Knut; Vreese, Claes (November 2015). "A Clearer Picture: The Contribution of Visuals and Text to Framing Effects". Journal of Communication. 65 (6): 997–1017. doi:10.1111/jcom.12184 – via ResearchGate. 
  25. ^ Sikorski, Christian; Schierl, Thomas; Möller, Carsten (March 2012). "Visual News Framing and Effects on Recipients' Attitudes Toward Athletes With Physical Disabilities". International Journal of Sport Communication – via ResearchGate. 
  26. ^ a b c d Wyer Jr., R.S.; Srull, T.K. (1984). "Category Accessibility: Some theoretic and empirical issues concerning the processing of social stimulus information". Dalam E.T. Higgins; N.A. Kuiper; M.P Zanna. Social Cognition: The Ontario Symposium. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. 
  27. ^ Kosicki, G.M. (1993). "Problems and opportunities in Agenda-setting research". Journal of Communication. 43 (2): 100–27. doi:10.1111/j.1460-2466.1993.tb01265.x. 
  28. ^ McCombs, M.E.; Shaw, D.L. (1993). "The evolution of agenda-setting research: Twenty-five years in the marketplace of ideas". Journal of Communication. 43 (2): 58–67. doi:10.1111/j.1460-2466.1993.tb01262.x. 
  29. ^ a b McCombs, M.F.; Llamas, J.P.; Lopez-Escobar, E.; Rey, F. (1997). "Candidate images in Spanish elections: Second-level agenda-setting effects". Journalism & Mass Communication Quarterly. 74 (4): 703–17. doi:10.1177/107769909707400404.