Lompat ke isi

John Dewey: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Saiful Arvandy (bicara | kontrib)
Saiful Arvandy (bicara | kontrib)
Baris 26: Baris 26:


Dewey meyakini bahwa tujuan pendidikan di sekolah adalah untuk membentuk watak dan budi pekerti.<ref>{{Cite journal|last=Ainissyifa|first=Hilda|date=2014|title=Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam|url=https://pps.uniga.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/Pendidikan-Karakter-dalam-Perspektif-Pendidikan-Islam.pdf|journal=Jurnal Pendidikan Universitas Garut|publisher=Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan, Universitas Garut|volume=8|issue=1|pages=1}}</ref> Dewey menolak pendidikan yang pembelajarannya dilakukan dengan prinsip "belajar dengan menghafal". Ia meyakini bahwa pendidikan dengan pembelajaran yang aktif dapat dicapai dengan prinsip "belajar dengan melakukan". [[Peserta didik]] harus terlibat aktif dan spontan dalam proses belajar. Keaktifan ini ditentukan oleh tingkat keingintahuan terhadap sesuatu yang belum diketahui.<ref>{{Cite book|last=Yuberti|date=2014|url=http://repository.radenintan.ac.id/5799/1/teori%20pembelajaran.pdf|title=Teori Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar dalam Pendidikan|location=Bandar Lampung|publisher=Anugrah Utama Raharja|isbn=978-602-1297-26-1|pages=129|url-status=live}}</ref> Pendidikan harus mampu menghasilkan kecakapan fundamental yang ditujukan kepada alam dan hubungan sesama manusia. Kecapakan ini harus bersifat intelektual dan emosional.<ref>{{Cite book|last=Hidayat, R., dan Abdillah|date=2019|url=http://repository.uinsu.ac.id/8064/1/Buku%20Ilmu%20Pendidikan%20Rahmat%20Hidayat%20%26%20Abdillah.pdf|title=Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori dan Aplikasinya|publisher=Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia|isbn=978-623-90653-8-6|editor-last=Wijaya, C., dan Amiruddim|pages=24|url-status=live}}</ref> Tujuan dari kecapakan ini adalah mencapai efisiensi sosial sehingga pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan bersama dapat tercapai dengan hasil maksimal dan bersifat bebas.<ref>{{Cite book|last=Thabrani|first=Abdul Muis|date=2015|url=http://digilib.iain-jember.ac.id/424/1/9.%20Buku%3B%20Filsafat%20Dalam%20Pendidikan.pdf|title=Filsafat dalam Pendidikan|location=Jember|publisher=IAIN Jember Press|isbn=978-602-414-018-2|editor-last=Rafik|editor-first=Ainur|pages=119|url-status=live}}</ref>
Dewey meyakini bahwa tujuan pendidikan di sekolah adalah untuk membentuk watak dan budi pekerti.<ref>{{Cite journal|last=Ainissyifa|first=Hilda|date=2014|title=Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam|url=https://pps.uniga.ac.id/wp-content/uploads/2018/07/Pendidikan-Karakter-dalam-Perspektif-Pendidikan-Islam.pdf|journal=Jurnal Pendidikan Universitas Garut|publisher=Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan, Universitas Garut|volume=8|issue=1|pages=1}}</ref> Dewey menolak pendidikan yang pembelajarannya dilakukan dengan prinsip "belajar dengan menghafal". Ia meyakini bahwa pendidikan dengan pembelajaran yang aktif dapat dicapai dengan prinsip "belajar dengan melakukan". [[Peserta didik]] harus terlibat aktif dan spontan dalam proses belajar. Keaktifan ini ditentukan oleh tingkat keingintahuan terhadap sesuatu yang belum diketahui.<ref>{{Cite book|last=Yuberti|date=2014|url=http://repository.radenintan.ac.id/5799/1/teori%20pembelajaran.pdf|title=Teori Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar dalam Pendidikan|location=Bandar Lampung|publisher=Anugrah Utama Raharja|isbn=978-602-1297-26-1|pages=129|url-status=live}}</ref> Pendidikan harus mampu menghasilkan kecakapan fundamental yang ditujukan kepada alam dan hubungan sesama manusia. Kecapakan ini harus bersifat intelektual dan emosional.<ref>{{Cite book|last=Hidayat, R., dan Abdillah|date=2019|url=http://repository.uinsu.ac.id/8064/1/Buku%20Ilmu%20Pendidikan%20Rahmat%20Hidayat%20%26%20Abdillah.pdf|title=Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori dan Aplikasinya|publisher=Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia|isbn=978-623-90653-8-6|editor-last=Wijaya, C., dan Amiruddim|pages=24|url-status=live}}</ref> Tujuan dari kecapakan ini adalah mencapai efisiensi sosial sehingga pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan bersama dapat tercapai dengan hasil maksimal dan bersifat bebas.<ref>{{Cite book|last=Thabrani|first=Abdul Muis|date=2015|url=http://digilib.iain-jember.ac.id/424/1/9.%20Buku%3B%20Filsafat%20Dalam%20Pendidikan.pdf|title=Filsafat dalam Pendidikan|location=Jember|publisher=IAIN Jember Press|isbn=978-602-414-018-2|editor-last=Rafik|editor-first=Ainur|pages=119|url-status=live}}</ref>

Dalam pandangan Dewey, peran pendidik dalam pembelajaran praktis adalah membentuk peserta didik agar dapat siap menjadi anggota [[masyarakat]]. Pendidik tidak berperan sebagai pembentuk kebiasaan tertentu bagi peserta didik. Selain itu, pendidik juga tidak memaksakan kehendaknya kepada peserta didik. Kesiapan peserta didik sebagai anggota masyarakat wajib atas kesadarannya sendiri. Konsep "belajar dengan melakukan" kemudian berkembang menjadi salah satu jenis pmebelajaran, yaitu pembelajaran berbasis penyelesaian masalah.<ref>{{Cite book|last=Sujak|first=Abi|date=2020|url=https://pustaka-digital.kemdikbud.go.id/slims/index.php?p=fstream-pdf&fid=3145&bid=2977|title=Mengajar Generasi Z|location=Sleman|publisher=PT Pustaka Insan Mandiri|isbn=978-979-026-534-9|pages=41|url-status=live}}</ref>


== Karya tulis ==
== Karya tulis ==

Revisi per 31 Desember 2021 10.49

Wajah John Dewey dalam prangko

John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat yang menjadi salah satu perintis pemikiran pragmatisme. Ia dikenal sebagai kritikus sosial tentang pendidikan yang kemudian merintis dasar keilmuan di bidang psikologi pendidikan. Ia lahir di Burlington pada tahun 1859 dan menempuh pendidikan di Baltimore. Semasa hidupnya, ia bekerja sebagai profesor di bidang filsafat dan pendidikan di beberapa universitas. Dewey menghasilkan karya tulis sebanyak 40 buku dan artikel yang sedikitnya berjumlah 700 artikel. Pengaruhnya yang terpenting adalah pemikiran untuk menggunakan psikologi dalam kehidupan praktis. Di Amerika Serikat, ia menjadi pendiri dari laboratorium psikologi pendidikan pertama di Universitas Chicago dan juga yang kedua di Universitas Columbia.[1]

Kehidupan pribadi

John Dewey dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermont. Nama orang tuanya adalah Archibald Sprague Dewey dan Lucina Artemesia Kaya. Ia merupakan anak ketiga dan memiliki tiga saudara. Keluarga besar dari John Dewey berasal dari New England.[2] Dewey banyak menulis tentang psikologi dan filsafat.[2] Ia mengembangkan jenis logika yang tidak termasuk logika formal maupun logika kebenaran. Jenis logika ini yaitu logika proses atau logika perantara yang umumnya disebut instrumentalisme. Logika ini dibuatnya untuk mengakaji kebenaran inheren dalam susunan benda- benda. Pada tahun 1884, ia meraih gelar doktor dan kemudian bekerja sebagai instruktur di Universitas Michigan. Ia juga menjadi profesor di Universitas Minnesota dan mengajar di universitas tersebut pada tahun 1888 dan 1889. Kemudian, pada tahun 1889, Dewey kembali ke Michigan untuk menjabat sebagai Kepala Departemen Filsafat Universitas Michigan hingga tahun 1894. Selama menjabat, ia banyak mengkaji tentang logika, psikologi dan etika.[2]

Pada tahun 1894, Dewey mengusulkan pedagogi dimasukkan sebagai pedagogi sebagai salah satu program studi dalam Departemen Filsafat dan Psikologi. Alasannya ialah ia ingin mempelajari proses belajar yang berkaitan dengan psikologi dan pendidikan. Universitas Chicago menerima usulan Dewey. Sekolah laboratorium yang setingkat sekolah dasar kemudian didirikan pada tahun 1896 dengan menggabungkan disiplin ilmiah pedagogi, filsafat dan psikologi.[3]

Pemikiran

Berpikir kritis

Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan kegiatan untuk mempertimbangkan secara cermat, aktif dan gigih mengenai suatu keyakinan atau bentuk pengetahuan apapun. Setiap hal harus dipandang dengan berbagai pernyataan yang dapat mendukungnya. Setelah itu, barulah diperoleh kesimpulan dari pernyataan tersebut. Ia meyakini bahwa berpikir kritis merupakan cara berpikir yang benar bagi anak-anak, sehingga perlu diajarkan di sekolah.[4]

Kenyataan

Pada awalnya, Dewey meyakini idealisme yang dikemukakan oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel. Setelah pemikirannya berfokus ke biologi evolusioner dan psikologi, ia tidak lagi berminat pada idealisme Hegel. Ia mengemukakan teorinya sendiri mengenai kenyataan. Dewey memandang alam sebagai kenyataan akhir. selain itu, ia menganggap manusia sebagai hasil alam yang telah menemukan makna dan tujuan keberadaannya di dalam alam.[3]

Dewey juga meyakini bahwa dunia merupakan suatu gerak yang terjadi secara terus-menerus dengan sifat pergerakan yang konstan. Pandangannya mengutamakan konsep evolusi, relativitas dan proses waktu. Iamenganggap dunia masih belum selesai diciptakan dan masih dalam proses penciptaan. Pemikirannya ini bertentangan dengan pandangan mengenai dunia yang dikemukakan oleh para pemikir yang hidup pada masa Yunani Kuno dan Abad Pertengahan.[5]

Kecerdasan

Dewey menerbitkan dua buku yang membahas tentang kecerdasan, yaitu Outline of a Critical Theory of Etichs (1891) dan The Study of Ethics: a Syllabus (1894). Outline of a Critical Theory of Etichs berisi pemikiran Dewey mengenai pengaruh kecerdasan dalam menentukan perilaku manusia secara individu maupun sosial. Buku ini juga membandingkan kecerdasan dengan tindakan aka budi yang dikemukakan oleh idealisme rasionalistik. Kecerdasan yang mempengaruhi perilaku dibandingkan dengan tindakan akal budi yang membentuk skema pengertian tentang benda-benda. Sedangkan The Study of Ethics: a Syllabus berisi gagasan tentang kecerdasan sebagai perantara terhadap hasil pemikirannya. Gagasan ini termasuk dalam pemikiran pragmatisme yang tidak bersesuaian dengan pemakaian akal budi idealistik yang konstitutif.[3]

Pendidikan

Dewey memiliki beberapa pandangan mengenai pendidikan bagi anak. Ia meyakini bahwa anak merupakan pembelajar yang aktif. Karenanya, pendidikan seharusnya diutamakan pada pembelajaran kepada anak secara menyeluruh serta memberikan kemampuan adaptasi lingkungan kepada anak. Ia juga meyakini bahwa anak-anak harus memperoleh cara berpikir yang berbeda dengan cara berpikir akademik di sekolah. Dewey meyakini pendidikan yang layak merupakan hak dari semua anak. Pendapatnya ini mengacu kepada kondisi pendidikan pada masa hidupnya yang hanya menjadi hak bagi anak dari kaum borjuis.[1]

Dalam pemikiran Dewey mengenai subjek pendidikan, anak berperan sebagai subjek utama dalam pengembangan kurikulum.[6] Dalam bukunya yang berjudul Democracy dan Education, ia memberikan landasan pengadaan pendidikan inkuiri yang sesuai dengan paham yang dianutnya dalam pendidikan yaitu konstruktivisme. Ia mempersiapkan pendidikan yang menghasilkan alumni yang dapat bekerja, menjadi warga negara dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat secara bebas. Ia mengemukakan bahwa pendidikan bukanlah sekadar proses perolehan pengetahuan, melainkan sebuah proses kreatif yang disertai penyelidikan.[7]

Dewey meyakini bahwa tujuan pendidikan di sekolah adalah untuk membentuk watak dan budi pekerti.[8] Dewey menolak pendidikan yang pembelajarannya dilakukan dengan prinsip "belajar dengan menghafal". Ia meyakini bahwa pendidikan dengan pembelajaran yang aktif dapat dicapai dengan prinsip "belajar dengan melakukan". Peserta didik harus terlibat aktif dan spontan dalam proses belajar. Keaktifan ini ditentukan oleh tingkat keingintahuan terhadap sesuatu yang belum diketahui.[9] Pendidikan harus mampu menghasilkan kecakapan fundamental yang ditujukan kepada alam dan hubungan sesama manusia. Kecapakan ini harus bersifat intelektual dan emosional.[10] Tujuan dari kecapakan ini adalah mencapai efisiensi sosial sehingga pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan bersama dapat tercapai dengan hasil maksimal dan bersifat bebas.[11]

Dalam pandangan Dewey, peran pendidik dalam pembelajaran praktis adalah membentuk peserta didik agar dapat siap menjadi anggota masyarakat. Pendidik tidak berperan sebagai pembentuk kebiasaan tertentu bagi peserta didik. Selain itu, pendidik juga tidak memaksakan kehendaknya kepada peserta didik. Kesiapan peserta didik sebagai anggota masyarakat wajib atas kesadarannya sendiri. Konsep "belajar dengan melakukan" kemudian berkembang menjadi salah satu jenis pmebelajaran, yaitu pembelajaran berbasis penyelesaian masalah.[12]

Karya tulis

Psychology

Psychology merupakan buku pertama yang ditulis oleh Dewey yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1887. Gagasan utama di dalam bukunya ini mengenai sebuah sistem filsafat tunggal. Sistem tersebut didasarkan pada hubungan antara studi ilmiah psikologi dan filsafat idealis Jerman. Pemikiran-pemikiran di dalam buku ini diterima oleh beberapa sarjana dan kemudian oleh beberapa universitas diadopsi sebagai buku teks. Kritik atas buku ini hanya diberikan oleh Granville Stanley Hall dan William James.[2]

Pengaruh pemikiran

Pendidikan progresif

Pendidikan progresif menggunakan progresivisme sebagai landasan pemikirannya. Progresivisme berkaitan dengan pembaharuan-pembaharuan di dalam bidang kehidupan manusia dengan menilai kembali doktrin tradisional dari agama maupun filsafat. Gagasan utama dari progresivisme ini ialah bahwa komitmen terhadap perbaikan kehidupan manusia dimiliki oleh semua jenis lembaga sosial. Gagasan ini dkemukakan oleh John Dewey dan Francis Wayland Parker.[13]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Hidayah, N., dkk. (2017). Psikologi Pendidikan (PDF). Malang: Universitas Negeri Malanng. hlm. 19. ISBN 978-979-495-934-3.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama ":0" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ a b c d Asrori 2020, hlm. 10.
  3. ^ a b c Asrori 2020, hlm. 11.
  4. ^ Asrori 2020, hlm. 76.
  5. ^ Zubaedi (2007). Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn (PDF). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. hlm. 139. ISBN 979-25-4441-0. 
  6. ^ Idris, Saifullah (2013). Muluk, Safrul, ed. Kurikulum dan Perubahan Sosial: Analisis-Sintesis Konseptual atas Pemikiran Ibnu Khaldun dan John Dewey (PDF). Banda Aceh: Naskah Aceh dan Ar-Raniry Press. hlm. 95. ISBN 978-602-7837-58-4. 
  7. ^ Nurdyansyah dan Fahyuni, E. F. (2016). Inovasi Model Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013 (PDF). Sidoarjo: Nizamia Learning Center. hlm. 154–155. ISBN 978-602-6937-21-6. 
  8. ^ Ainissyifa, Hilda (2014). "Pendidikan Karakter dalam Perspektif Pendidikan Islam" (PDF). Jurnal Pendidikan Universitas Garut. Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan, Universitas Garut. 8 (1): 1. 
  9. ^ Yuberti (2014). Teori Pembelajaran dan Pengembangan Bahan Ajar dalam Pendidikan (PDF). Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja. hlm. 129. ISBN 978-602-1297-26-1. 
  10. ^ Hidayat, R., dan Abdillah (2019). Wijaya, C., dan Amiruddim, ed. Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori dan Aplikasinya (PDF). Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 24. ISBN 978-623-90653-8-6. 
  11. ^ Thabrani, Abdul Muis (2015). Rafik, Ainur, ed. Filsafat dalam Pendidikan (PDF). Jember: IAIN Jember Press. hlm. 119. ISBN 978-602-414-018-2. 
  12. ^ Sujak, Abi (2020). Mengajar Generasi Z. Sleman: PT Pustaka Insan Mandiri. hlm. 41. ISBN 978-979-026-534-9. 
  13. ^ Kristiawan, Muhammad (2016). Hendri, L., dan Juharmen, ed. Filsafat Pendidikan: The Choice Is Yours (PDF). Yogyakarta: Penerbit Valia Pustaka Jogjakarta. hlm. 123. ISBN 978-602-71540-8-7. 

Daftar pustaka