Lompat ke isi

Pulau Ligitan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 5: Baris 5:
Malaysia, dalam sengketa ini memberikan bukti-bukti: pertama, hak dari kedua pulau tersebut didasarkan pada beberapa transaksi dari [[Sultan Sulu]] hingga [[Inggris]] dan terakhir Malaysia. Kedua, Malaysia mengklaim bahwa Inggris kemudian Malaysia telah melakukan penguasaan damai secara berkesinambungan sejak tahun 1878. Sementara itu, [[Belanda]], kemudian Indonesia, telah lama menelantarkan kedua pulau tersebut. Dalam hukum internasional memang hak atas wilayah dapat diperoleh pihak ketiga apabila wilayah tersebut ditelantarkan untuk kurun waktu tertentu oleh pemilik aslinya. Perolehan wilayah semacam ini disebut daluwarsa atau ''prescription''. <ref>O.C. Kaligis & Associates, ''Sengketa Sipadan-Ligitan Mengapa Kita Kalah'', 2003 ISBN 979-96592-7-2</ref>
Malaysia, dalam sengketa ini memberikan bukti-bukti: pertama, hak dari kedua pulau tersebut didasarkan pada beberapa transaksi dari [[Sultan Sulu]] hingga [[Inggris]] dan terakhir Malaysia. Kedua, Malaysia mengklaim bahwa Inggris kemudian Malaysia telah melakukan penguasaan damai secara berkesinambungan sejak tahun 1878. Sementara itu, [[Belanda]], kemudian Indonesia, telah lama menelantarkan kedua pulau tersebut. Dalam hukum internasional memang hak atas wilayah dapat diperoleh pihak ketiga apabila wilayah tersebut ditelantarkan untuk kurun waktu tertentu oleh pemilik aslinya. Perolehan wilayah semacam ini disebut daluwarsa atau ''prescription''. <ref>O.C. Kaligis & Associates, ''Sengketa Sipadan-Ligitan Mengapa Kita Kalah'', 2003 ISBN 979-96592-7-2</ref>


Akhirnya, dengan pertimbangan ''effectivities'' Malaysia dianggap lebih dominan daripada Indonesia dalam mengelola pulau ini dengan baik sehingga pulau ini diserahkan pada [[Malaysia]] akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di [[selat Makassar]]. <ref name="HARVARD">[http://www.asiaquarterly.com/content/view/160/ Energy Security and Southeast Asia: The Impact on Maritime Boundary and Territorial Disputes]. Harvard Asia Quarterly. Fall 2005.</ref><ref>http://www.icj-cij.org/docket/files/102/7700.pdf Judgment of 23 October 2001 </ref> <ref>http://www.icj-cij.org/docket/files/102/10570.pdf Judgment of 17 December 2002 </ref> dan menjadi terkenal karena keindahan alamnya. Selain itu di pulau ini juga masih sering ditemui [[penyu|penyu-penyu]] meletakkan telurnya.
Akhirnya, dengan pertimbangan ''effectivities'' Malaysia dianggap lebih dominan daripada Indonesia dalam mengelola pulau ini dengan baik sehingga pulau ini diserahkan pada [[Malaysia]] akan tetapi ICJ gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di [[selat Makassar]]. <ref name="HARVARD">[http://www.asiaquarterly.com/content/view/160/ Energy Security and Southeast Asia: The Impact on Maritime Boundary and Territorial Disputes]. Harvard Asia Quarterly. Fall 2005.</ref><ref>http://www.icj-cij.org/docket/files/102/7700.pdf Judgment of 23 October 2001 </ref> <ref>http://www.icj-cij.org/docket/files/102/10570.pdf Judgment of 17 December 2002 </ref> dan menjadi terkenal karena keindahan alamnya. Selain itu di pulau ini juga masih sering ditemui [[penyu|penyu-penyu]] meletakkan telurnya.


==Lihat pula==
==Lihat pula==

Revisi per 14 Maret 2009 13.14

Ligitan adalah sebuah pulau di negara bagian Sabah, Malaysia. Pulau yang terletak 21 mil (34 km) dari pantai daratan Sabah dan 57,6 mil (93 km) dari pantai Pulau Sebatik diujung timur laut pulau Kalimantan / Borneo ini luasnya 7,9 Ha.

Pulai ini dari sejarahnya merupakan wilayah kesatuan Republik Indonesia dan menjadi sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia. Namun, karena lemahnya argumentasi hukum Indonesia, pulau ini beserta Pulau Sipadan diputuskan menjadi wilayah Malaysia pada tanggal 17 Desember 2002 oleh Mahkamah Internasional.

Malaysia, dalam sengketa ini memberikan bukti-bukti: pertama, hak dari kedua pulau tersebut didasarkan pada beberapa transaksi dari Sultan Sulu hingga Inggris dan terakhir Malaysia. Kedua, Malaysia mengklaim bahwa Inggris kemudian Malaysia telah melakukan penguasaan damai secara berkesinambungan sejak tahun 1878. Sementara itu, Belanda, kemudian Indonesia, telah lama menelantarkan kedua pulau tersebut. Dalam hukum internasional memang hak atas wilayah dapat diperoleh pihak ketiga apabila wilayah tersebut ditelantarkan untuk kurun waktu tertentu oleh pemilik aslinya. Perolehan wilayah semacam ini disebut daluwarsa atau prescription. [1]

Akhirnya, dengan pertimbangan effectivities Malaysia dianggap lebih dominan daripada Indonesia dalam mengelola pulau ini dengan baik sehingga pulau ini diserahkan pada Malaysia akan tetapi ICJ gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. [2][3] [4] dan menjadi terkenal karena keindahan alamnya. Selain itu di pulau ini juga masih sering ditemui penyu-penyu meletakkan telurnya.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ O.C. Kaligis & Associates, Sengketa Sipadan-Ligitan Mengapa Kita Kalah, 2003 ISBN 979-96592-7-2
  2. ^ Energy Security and Southeast Asia: The Impact on Maritime Boundary and Territorial Disputes. Harvard Asia Quarterly. Fall 2005.
  3. ^ http://www.icj-cij.org/docket/files/102/7700.pdf Judgment of 23 October 2001
  4. ^ http://www.icj-cij.org/docket/files/102/10570.pdf Judgment of 17 December 2002

Pranala luar