Lompat ke isi

Determinisme nominatif: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hrara (bicara | kontrib)
Dibuat dengan menerjemahkan halaman "Nominative determinism"
Hrara (bicara | kontrib)
Edit
Baris 6: Baris 6:


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
Dahulu kala, banyak orang yang dinamai berdasarkan bidang pekerjaan tertentu.{{Sfn|Weekley|1914|p=2}} Seiring waktu, cara penamaan orang mulai berubah.{{Sfn|Fowler|2012|p=11}} Pada masa pra-perkotaan, seseorang hanya memiliki nama tunggal. Contohnya saja, nama "Beornheard" untuk seseorang yang mendiami Anglo-Saxon.{{Sfn|Weekley|1914|p=68}} {{Efn-ua|Even the Romans, whose [[Roman naming conventions|naming system]] is generally assumed to have used three names, started out with a single name, e.g., Romulus. Over the course of fourteen centuries this then first evolved to two names, to three names (e.g., [[Marcus Tullius Cicero]], where Marcus is the [[praenomen]], Tullius the [[nomen gentilicium]], and Cicero the [[cognomen]]), back to two names, and finally one name again.{{sfn|Salway|1994|p=124–126}}}} Nama tunggal dipilih karena arti yang dikandungnya ataupun diperuntukkan sebagai [[Nama julukan|nama panggilan]].{{Sfn|Weekley|1914|p=68}} {{Sfn|Weekley|1914|p=71}} Nama keluarga baru disematkan setelah peristiwa [[Penaklukan Inggris oleh Norman|penaklukan Norman]],{{Sfn|McKinley|1990|pp=25–34}} contohnya adalah [[Edmund II|Edmund Ironside]].{{Sfn|Weekley|1914|p=68}} Nama keluarga dibuat agar sesuai dengan orang yang hendak dinamai. Nama tersebut sebagian besarnya tergolong [[Patronimik|patronim]] (misal: John yang merupakan putra William menjadi John Williamson), mendeskripsikan pekerjaan (misal: John Carpenter), berupa karakter atau sifat (misal" John Long), atau merujuk pada lokasitertentu (misal: John dari Acton menjadi John Acton).{{Sfn|Weekley|1914|p=2}} Pada awalnya, nama-nama tersebut tidak diwariskan, tetapi semenjak pertengahan abad ke-14 nama-nama tersebut menjadi milik generasi di bawahnya.{{Sfn|Weekley|1914|p=viii}} Nama keluarga yang berkaitan dengan perdagangan atau kerajinan menjadi pelopor pewarisan nama secara turun-menurun. Hal ini disebabkan karena kerajinan merupakan bidang yang biasanya bertahan dalam keluarga selama beberapa generasi.{{Sfn|Weekley|1914|p=143}} {{Efn-ua|Ancient Roman fathers passed on their cognomen to their children as well.{{sfn|Salway|1994|p=127}} According to Gaius Plinius Secundus, better known as [[Pliny the Elder]], cognomina derived from occupations were initially taken from agriculture – for example, Cicero means chickpea. Ergo, Marcus Tullius Cicero, the orator, was a descendant of a grower of chickpeas,{{sfn|Wilson|2003|p=10}} although it is also said the cognomen was given for the shape of the nose being similar to that of a chickpea.{{sfn|McKeown|2010|p=22}}}} Pewarisan nama sehubungan dengan jenis pekerjaan tertentu mengalami penurunan dikarenakan iklim dagang yang membuat seorang saudagar tak mengikuti jejak pekerjaan ayahnya.{{Sfn|Fowler|2012|p=11}} Contohnya, sebuah nama pada abad ke-14 yakni "Roger Carpenter" yang berprofesi sebagai pedagang rempah-rempah.{{Sfn|Weekley|1914|p=143}}
Dahulu kala, banyak orang yang dinamai berdasarkan bidang pekerjaan tertentu.{{Sfn|Weekley|1914|p=2}} Seiring waktu, cara penamaan orang mulai berubah.{{Sfn|Fowler|2012|p=11}} Pada masa pra-perkotaan, seseorang hanya memiliki nama tunggal. Contohnya saja, nama "Beornheard" untuk seseorang yang mendiami Anglo-Saxon.{{Sfn|Weekley|1914|p=68}} {{Efn-ua|Orang Romawi diasumsikan menggunakan tiga nama dalam penamaannya. Misalnya, Marcus Tullius Cicero, di mana, Marcus sebagai praenomen, Tullius sebagai nomen gentilicium, dan Cicero sebagai cognomen. {{sfn|Salway|1994|p=124–126}}}} Nama tunggal dipilih karena arti yang dikandungnya ataupun diperuntukkan sebagai [[Nama julukan|nama panggilan]].{{Sfn|Weekley|1914|p=68}} {{Sfn|Weekley|1914|p=71}} Nama keluarga baru disematkan setelah peristiwa [[Penaklukan Inggris oleh Norman|penaklukan Norman]],{{Sfn|McKinley|1990|pp=25–34}} contohnya adalah [[Edmund II|Edmund Ironside]].{{Sfn|Weekley|1914|p=68}} Nama keluarga dibuat agar sesuai dengan orang yang hendak dinamai. Nama tersebut sebagian besarnya tergolong [[Patronimik|patronim]] (misal: John yang merupakan putra William menjadi John Williamson), mendeskripsikan pekerjaan (misal: John Carpenter), berupa karakter atau sifat (misal" John Long), atau merujuk pada lokasitertentu (misal: John dari Acton menjadi John Acton).{{Sfn|Weekley|1914|p=2}} Pada awalnya, nama-nama tersebut tidak diwariskan, tetapi semenjak pertengahan abad ke-14 nama-nama tersebut menjadi milik generasi di bawahnya.{{Sfn|Weekley|1914|p=viii}} Nama keluarga yang berkaitan dengan perdagangan atau kerajinan menjadi pelopor pewarisan nama secara turun-menurun. Hal ini disebabkan karena kerajinan merupakan bidang yang biasanya bertahan dalam keluarga selama beberapa generasi.{{Sfn|Weekley|1914|p=143}} {{Efn-ua|Ayah Romawi kuno juga mewariskan cognomen ke anak-anak mereka.{{sfn|Salway|1994|p=127}} Menurut Gaius Plinius Secundus, cognomen yang berasal dari pekerjaan awalnya diambil dari pertanian. Sebagai contoh, Cicero yang berarti buncis. Ergo, Marcus Tullius Cicero adalah keturunan seorang petani buncis,{{sfn|Wilson|2003|p=10}} meskipun dikatakan juga bahwa cognomennya itu diberikan karena bentuk hidungnya yang mirip kacang arab.{{sfn|McKeown|2010|p=22}}}} Pewarisan nama sehubungan dengan jenis pekerjaan tertentu mengalami penurunan dikarenakan iklim dagang yang membuat seorang saudagar tak mengikuti jejak pekerjaan ayahnya.{{Sfn|Fowler|2012|p=11}} Contohnya, sebuah nama pada abad ke-14 yakni "Roger Carpenter" yang berprofesi sebagai pedagang rempah-rempah.{{Sfn|Weekley|1914|p=143}}


Aspek lain yang diperhatikan berkaitan dengan penamaan adalah menyangkut makna yang terkandung dalam sebuah nama. Pada abad ke-17 dI Inggris, penamaan dilakukan secara hati-hati dan anak-anak dianjurkan menjalani hidup sesuai dengan arti nama mereka.{{Sfn|Smith-Bannister|1997|p=11}} William Jenkyn, seorang pendeta Inggris, pada tahun 1652 berpendapat bahwa nama depan sebaiknya menjadi pengingat seseorang akan perannya di dunia ini.{{Sfn|Jenkyn|1652|p=7}} Ketika nama-nama [[Puritan]] seperti Faith, Fortitude dan Grace muncul pada tahun 1623, William Camden selaku sejarawan Inggris menganjurkan pemilihan nama didasarkan pada "makna yang baik dan berbudi luhur". Hal ini dikarenakan nama tersebut dapat menginspirasi pemiliknya untuk melakukan indakan yang baik.{{Sfn|Camden|1984|p=43}} {{Sfn|Fowler|2012|p=14}} Semenjak kemunculan Kerajaan Inggris, sistem penamaan Bahasa Inggris dan nama keluarga Inggris tersebar di banyak wilayah di dunia.{{Sfn|American Council of Learned Societies|1998|p=180}}
Aspek lain yang diperhatikan berkaitan dengan penamaan adalah menyangkut makna yang terkandung dalam sebuah nama. Pada abad ke-17 dI Inggris, penamaan dilakukan secara hati-hati dan anak-anak dianjurkan menjalani hidup sesuai dengan arti nama mereka.{{Sfn|Smith-Bannister|1997|p=11}} William Jenkyn, seorang pendeta Inggris, pada tahun 1652 berpendapat bahwa nama depan sebaiknya menjadi pengingat seseorang akan perannya di dunia ini.{{Sfn|Jenkyn|1652|p=7}} Ketika nama-nama [[Puritan]] seperti Faith, Fortitude dan Grace muncul pada tahun 1623, William Camden selaku sejarawan Inggris menganjurkan pemilihan nama didasarkan pada "makna yang baik dan berbudi luhur". Hal ini dikarenakan nama tersebut dapat menginspirasi pemiliknya untuk melakukan indakan yang baik.{{Sfn|Camden|1984|p=43}} {{Sfn|Fowler|2012|p=14}} Semenjak kemunculan Kerajaan Inggris, sistem penamaan Bahasa Inggris dan nama keluarga Inggris tersebar di banyak wilayah di dunia.{{Sfn|American Council of Learned Societies|1998|p=180}}


Pada awal abad ke-20, Smith dan Taylor menjadi dua dari tiga nama keluarga populer di Inggris. Keduanya merupakan nama berbasiskan pekerjaan, walau profesi pandai besi dan penjahit sudah sangat sedikit.{{Sfn|Weekley|1914|p=43–44}} {{Efn-ua|Over time many surnames in patrilineal systems go extinct, sometimes leaving a few to dominate, depending on factors such as number of male children, immigration and merging women's surnames with their spouses upon marriage. A [[Korean surnames|Korean surname]] has a 43% chance of being either Kim, Lee or Park. The [[Galton–Watson process]] models mathematically how much chance a surname has to survive. Under constant assumptions of 1 in 3 chance of 0, 1 or 2 sons, there is a 67% chance that by the fourth generation the surname has died out.{{sfn|Ratzan|2004|p=120–122}}}} Temuan nama dan pekerjaan yang saling berhubungan perlu diselidiki. Majalah ''Kentish Note Book'' edisi 1888 menyuguhkan relasi nama, seperti beberapa tukang antar bernama Carter; ''hosier'' (istilah untuk menyebut penjual stoking) bernama Hosegood, juru lelang bernama Sales, dan pedagang kain bernama Cuff.{{Sfn|Feedback|2000}} Semenjak itu, mulai bermunculan istilah untuk menyebut konsep hubungan erat antara nama dan pekerjaan. Istilah ''[[aptronim]]'' diperkirakan telah diciptakan oleh kolumnis surat kabar Amerika bernama Franklin P. Adams pada awal abad ke-20.{{Sfn|Safire|2004|p=18}} Frank Nuessel sebagai ahli bahasa juga menciptakan ''"aptonym"'', tanpa 'r', pada tahun 1992.{{Sfn|Nuessel|1992}} Beberapa sinonim lainnya, seperti ''<nowiki/>'euonym',''{{Sfn|Room|1996|p=40}} ''<nowiki/>'Perfect Fit Last Name' (PFLN),''{{Sfn|Levey|1985}} dan ''<nowiki/>'namephreak'.''{{Sfn|Conrad|1999|p=16}} Sementara dalam [[Kritik sastra|ilmu sastra]], nama yang sangat sesuai dengan karakternya disebut dengan ''<nowiki/>'charactonym'.''{{Sfn|Merriam-Webster|1995|p=229}} ''Charactonym'' kerap digunakan penulis terkenal seperti [[Charles Dickens]] (Mr. Gradgrind sebagai nama kepala sekolah yang lalim){{Sfn|Lederer|2010|p=67}} dan [[William Shakespeare]] (Perdita sebagai bayi yang hilang di ''[[The Winter's Tale]]'').{{Sfn|Cavill|2016|p=365}} ''Charactonym'' juga terkadang dijadikan bahan candaan, seperti karakter fiksi "Major Major Major Major" dalam ''[[Catch-22]]'' karya Joseph Heller. "Major Major Major Major" sendiri merupakan panggilan candaan yang diberikan oleh ayah Heller kepadanya dan seiring waktu bertransformasi menjadi humor "major" yang dipromosikan mesin [[IBM]].{{Sfn|Heller|1961|p=85}} Berbeda dengan determinisme nominatif, konsep apronim dan beberapa sinonimnya tidak menyoroti aspek kausalitas, seperti mengapa nama itu cocok.{{Sfn|Michalos|2009|p=16}}
Pada awal abad ke-20, Smith dan Taylor menjadi dua dari tiga nama keluarga populer di Inggris. Keduanya merupakan nama berbasiskan pekerjaan, walau profesi pandai besi dan penjahit sudah sangat sedikit.{{Sfn|Weekley|1914|p=43–44}} {{Efn-ua|Seiring waktu banyak nama keluarga dalam sistem patrilineal yang punah. Atau bila masih disematkan, biasanya tergantung pada faktor-faktor seperti jumlah anak laki-laki, imigrasi, dan penggabungan nama keluarga perempuan dengan pasangan mereka setelah menikah. Ada peluang sebesar 43% bagi seseorang memiliki nama keluarga Korea berupa Kim, Lee atau Park. Galton–Watson memodelkan secara matematis berapa banyak peluang nama keluarga untuk bertahan. Ia menyimpulkan bahwa di bawah asumsi konstan 1 dalam 3 kemungkinan 0, 1 atau 2 anak laki-laki, ada kemungkinan 67% bahwa pada generasi keempat nama keluarga tersebut akan punah. {{sfn|Ratzan|2004|p=120–122}}}} Temuan nama dan pekerjaan yang saling berhubungan perlu diselidiki. Majalah ''Kentish Note Book'' edisi 1888 menyuguhkan relasi nama, seperti beberapa tukang antar bernama Carter; ''hosier'' (istilah untuk menyebut penjual stoking) bernama Hosegood, juru lelang bernama Sales, dan pedagang kain bernama Cuff.{{Sfn|Feedback|2000}} Semenjak itu, mulai bermunculan istilah untuk menyebut konsep hubungan erat antara nama dan pekerjaan. Istilah ''[[aptronim]]'' diperkirakan telah diciptakan oleh kolumnis surat kabar Amerika bernama Franklin P. Adams pada awal abad ke-20.{{Sfn|Safire|2004|p=18}} Frank Nuessel sebagai ahli bahasa juga menciptakan ''"aptonym"'', tanpa 'r', pada tahun 1992.{{Sfn|Nuessel|1992}} Beberapa sinonim lainnya, seperti ''<nowiki/>'euonym',''{{Sfn|Room|1996|p=40}} ''<nowiki/>'Perfect Fit Last Name' (PFLN),''{{Sfn|Levey|1985}} dan ''<nowiki/>'namephreak'.''{{Sfn|Conrad|1999|p=16}} Sementara dalam [[Kritik sastra|ilmu sastra]], nama yang sangat sesuai dengan karakternya disebut dengan ''<nowiki/>'charactonym'.''{{Sfn|Merriam-Webster|1995|p=229}} ''Charactonym'' kerap digunakan penulis terkenal seperti [[Charles Dickens]] (Mr. Gradgrind sebagai nama kepala sekolah yang lalim){{Sfn|Lederer|2010|p=67}} dan [[William Shakespeare]] (Perdita sebagai bayi yang hilang di ''[[The Winter's Tale]]'').{{Sfn|Cavill|2016|p=365}} ''Charactonym'' juga terkadang dijadikan bahan candaan, seperti karakter fiksi "Major Major Major Major" dalam ''[[Catch-22]]'' karya Joseph Heller. ''"Major Major Major Major"'' sendiri merupakan panggilan candaan yang diberikan oleh ayah Heller kepadanya dan seiring waktu bertransformasi menjadi humor "major" yang dipromosikan mesin [[IBM]].{{Sfn|Heller|1961|p=85}} Berbeda dengan determinisme nominatif, konsep apronim dan beberapa sinonimnya tidak menyoroti aspek kausalitas, seperti mengapa nama itu cocok.{{Sfn|Michalos|2009|p=16}}


Mengingat potensi jenaka dari [[aptronim]], sejumlah surat kabar menghimpun nama-nama tersebut. Herb Caen selaku kolumnis ''[[San Francisco Chronicle]]'' mencatat nama-nama unik kiriman pembaca, di antaranya: guru pengganti bernama Mr. Fillin, guru piano bernama Patience Scales, dan juru bicara [[Takhta Suci|Vatikan]] untuk melawan musik rock 'n roll yakni Cardinal Rapsong.{{Sfn|Conrad|1999|p=16–17}} Hal serupa juga dilakukan oleh jurnalis Bob Levey dalam ''[[The Washington Post]],'' di antaranya: seorang konsultan industri makanan bernama Faith Popcorn, seorang letnan bernama Sergeant, dan seorang akuntan pajak bernama Shelby Goldgrab.{{Sfn|Levey|1985}} {{Sfn|Levey|2000}} Selain itu, surat kabar Belanda ''[[Het Parool]]'' juga memiliki kolom ''"Nomen est omen"'' {{Efn-ua|{{lang|la|[[:wikt:nomen est omen|Nomen est omen]]}} is a Latin phrase meaning "the name is the sign". It is attributed to the Roman playwright [[Plautus]].{{sfn|Michalos|2009|p=3}}}} untuk menampilkan apronim dengan nama-nama berbahasa Belanda.{{Sfn|Hoekstra|2011|p=45}} Kolektor nama juga telah menerbitkan buku apronim.{{Sfn|Dickson|1996}} {{Sfn|Hoekstra|2001}} Cendekiawan [[Onomastika]] bernama RM Rennick menyerukan verifikasi dari apronim yang muncul di kolom surat kabar dan buku.{{Sfn|Rennick|1982|p=193}} Sementara daftar apronim dalam bidang sains, kedokteran, dan hukum dinilai lebih dapat dipercaya terkait karena bersumber dari sesuatu yang mudah diverifikasi.{{Sfn|Keaney|Groarke|Galvin|McGorrian|2013}} {{Sfn|Bennett|1992}}
Mengingat potensi jenaka dari [[aptronim]], sejumlah surat kabar menghimpun nama-nama tersebut. Herb Caen selaku kolumnis ''[[San Francisco Chronicle]]'' mencatat nama-nama unik kiriman pembaca, di antaranya: guru pengganti bernama Mr. Fillin, guru piano bernama Patience Scales, dan juru bicara [[Takhta Suci|Vatikan]] untuk melawan musik rock 'n roll yakni Cardinal Rapsong.{{Sfn|Conrad|1999|p=16–17}} Hal serupa juga dilakukan oleh jurnalis Bob Levey dalam ''[[The Washington Post]],'' di antaranya: seorang konsultan industri makanan bernama Faith Popcorn, seorang letnan bernama Sergeant, dan seorang akuntan pajak bernama Shelby Goldgrab.{{Sfn|Levey|1985}} {{Sfn|Levey|2000}} Selain itu, surat kabar Belanda ''[[Het Parool]]'' juga memiliki kolom ''"Nomen est omen"'' {{Efn-ua|Nomen est omen adalah frase Latin yang berarti "nama adalah tanda". Hal ini dikaitkan dengan dramawan Romawi Plautus.{{sfn|Michalos|2009|p=3}}}} untuk menampilkan apronim dengan nama-nama berbahasa Belanda.{{Sfn|Hoekstra|2011|p=45}} Kolektor nama juga telah menerbitkan buku apronim.{{Sfn|Dickson|1996}} {{Sfn|Hoekstra|2001}} Cendekiawan [[Onomastika]] bernama RM Rennick menyerukan verifikasi dari apronim yang muncul di kolom surat kabar dan buku.{{Sfn|Rennick|1982|p=193}} Sementara daftar apronim dalam bidang sains, kedokteran, dan hukum dinilai lebih dapat dipercaya terkait karena bersumber dari sesuatu yang mudah diverifikasi.{{Sfn|Keaney|Groarke|Galvin|McGorrian|2013}} {{Sfn|Bennett|1992}}


== Definisi ==
== Definisi ==
Baris 22: Baris 22:


Kami merasa inilah waktu yang tepat untuk membahas isu ini secara mendalam. Anda diundang untuk mengirimkan contoh-contoh fenomena ini di bidang sains dan teknologi (dengan referensi) bersama dengan hipotesis yang anda miliki tentang bagaimana hal itu terjadi.{{sfn|Feedback|1994a}}}}
Kami merasa inilah waktu yang tepat untuk membahas isu ini secara mendalam. Anda diundang untuk mengirimkan contoh-contoh fenomena ini di bidang sains dan teknologi (dengan referensi) bersama dengan hipotesis yang anda miliki tentang bagaimana hal itu terjadi.{{sfn|Feedback|1994a}}}}



John Hoyland dan Mike Holderness selaku editor ''Feedback'' kemudian mengadopsi istilah 'determinisme nominatif' seperti yang disarankan oleh pembaca CR Cavonius. Istilah tersebut muncul perdana pada edisi 17 Desember.{{Sfn|Alter|2013|p=230}} Meski majalah tersebut berusaha mencegah topik tersebut sepanjang beberapa dekade,{{Sfn|Feedback|2015}} tetapi pembaca tetap mengirimkan contoh nama-nama yang aneh. Misalnya saja, salah satujuru bicara Angkatan Laut AS yang disiapkan untuk menjawab pertanyaan wartawan tentang [[Kamp Tahanan Teluk Guantánamo|kamp penahanan Teluk Guantanamo]] bernama Lieutenant Mike Kafka;{{Sfn|Feedback|2004}} penulis buku ''The Imperial Animal'' bernama Lionel Tiger dan Robin Fox;{{Sfn|Feedback|2005}} dan juru bicara Asosiasi Kepala Polisi Inggris ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: ''Association of Chief Police Officers'') untuk senjata tajam bernama Alfred Hitchcock.{{Sfn|Feedback|2007}}
John Hoyland dan Mike Holderness selaku editor ''Feedback'' kemudian mengadopsi istilah 'determinisme nominatif' seperti yang disarankan oleh pembaca CR Cavonius. Istilah tersebut muncul perdana pada edisi 17 Desember.{{Sfn|Alter|2013|p=230}} Meski majalah tersebut berusaha mencegah topik tersebut sepanjang beberapa dekade,{{Sfn|Feedback|2015}} tetapi pembaca tetap mengirimkan contoh nama-nama yang aneh. Misalnya saja, salah satujuru bicara Angkatan Laut AS yang disiapkan untuk menjawab pertanyaan wartawan tentang [[Kamp Tahanan Teluk Guantánamo|kamp penahanan Teluk Guantanamo]] bernama Lieutenant Mike Kafka;{{Sfn|Feedback|2004}} penulis buku ''The Imperial Animal'' bernama Lionel Tiger dan Robin Fox;{{Sfn|Feedback|2005}} dan juru bicara Asosiasi Kepala Polisi Inggris ([[Bahasa Inggris|Inggris]]: ''Association of Chief Police Officers'') untuk senjata tajam bernama Alfred Hitchcock.{{Sfn|Feedback|2007}}


Seperti ''New Scientist'', istilah determinisme nominatif hanya berlaku untuk sebuah pekerjaan.{{Sfn|Feedback|1994a}} {{Sfn|Feedback|1994b}} {{Sfn|Feedback|2000}} {{Sfn|Feedback|2015}} Penulis ''New Scientist'' menggunakan istilah ini pada kontribusi lainnya, kecuali editor Roger Highfield dalam kolom ''[[London Evening Standard|Evening Standard]]'' yang menuliskan istilah ini sebagai "inti kehidupan".{{Sfn|Highfield|2011}} {{Sfn|Colls|2011}} {{Sfn|Telegraph staff|2011}} {{Efn-ua|Others have extended the area of influence; for example researchers Keaney ''et al.'' entitled their study into the relationship between people called Brady and those who had pacemakers inserted for [[bradycardia]] "The Brady Bunch? New evidence for nominative determinism in patients' health".{{sfn| Keaney|Groarke|Galvin|McGorrian|2013}}}}
Seperti ''New Scientist'', istilah determinisme nominatif hanya berlaku untuk sebuah pekerjaan.{{Sfn|Feedback|1994a}} {{Sfn|Feedback|1994b}} {{Sfn|Feedback|2000}} {{Sfn|Feedback|2015}} Penulis ''New Scientist'' menggunakan istilah ini pada kontribusi lainnya, kecuali editor Roger Highfield dalam kolom ''[[London Evening Standard|Evening Standard]]'' yang menuliskan istilah ini sebagai "inti kehidupan".{{Sfn|Highfield|2011}} {{Sfn|Colls|2011}} {{Sfn|Telegraph staff|2011}} {{Efn-ua|Misalnya, peneliti Keaney dkk yang melakukan studi tentang hubungan antara orang yang disebut Brady dan mereka yang memasang alat pacu jantung untuk bradikardia "The Brady Bunch? New evidence for nominative determinism in patients' health".{{sfn| Keaney|Groarke|Galvin|McGorrian|2013}}}}


Istilah lain untuk menyebut efek psikologis kecenderungan nama ini telah digunakan secara sporadis sebelum tahun 1994. Roberta Frank menggunakan istilah 'determinisme onomastika' pada awal tahun 1970.{{Sfn|Frank|1970|p=25}} Psikolog Jerman Wilhelm Stekel berbicara tentang ''{{Lang|de|"Die Verpflichtung des Namens"}}'' (arti: kewajiban untuk nama) pada tahun 1911.{{Sfn|Stekel|1911|p=110}} Di luar sains, Tom Stoppard sebagai penulis naskah menggunakan istilah ''<nowiki/>'cognomen syndrome''' dalam drama ''Jumpers'' tahun 1972.{{Sfn|Stoppard|1972|p=52}} Dalam [[Romawi Kuno|Roma Kuno]], kekuatan prediksi nama seseorang terdapat pada pepatah Latin ''{{Lang|la|"nomen est omen"}}'' , yang berarti 'nama adalah tanda'.{{Sfn|Michalos|2009|p=17}} Pepatah ini masih digunakan sampai sekarang dalam Bahasa Inggris{{Sfn|Michalos|2009|p=17}} dan bahasa lain seperti Prancis,{{Sfn|Fibbi|Kaya|Piguet|2003|p=0}} Jerman,{{Sfn|Schaffer-Suchomel|2009|p=1}} Italia,{{Sfn|Gerber|2006|p=0}} Belanda,{{Sfn|Hoekstra|2001|p=1}} dan Slovenia.{{Sfn|Duša|Kenda|2011|p=0}}
Istilah lain untuk menyebut efek psikologis kecenderungan nama ini telah digunakan secara sporadis sebelum tahun 1994. Roberta Frank menggunakan istilah 'determinisme onomastika' pada awal tahun 1970.{{Sfn|Frank|1970|p=25}} Psikolog Jerman Wilhelm Stekel berbicara tentang ''{{Lang|de|"Die Verpflichtung des Namens"}}'' (arti: kewajiban untuk nama) pada tahun 1911.{{Sfn|Stekel|1911|p=110}} Di luar sains, Tom Stoppard sebagai penulis naskah menggunakan istilah ''<nowiki/>'cognomen syndrome''' dalam drama ''Jumpers'' tahun 1972.{{Sfn|Stoppard|1972|p=52}} Dalam [[Romawi Kuno|Roma Kuno]], kekuatan prediksi nama seseorang terdapat pada pepatah Latin ''{{Lang|la|"nomen est omen"}}'' , yang berarti 'nama adalah tanda'.{{Sfn|Michalos|2009|p=17}} Pepatah ini masih digunakan sampai sekarang dalam Bahasa Inggris{{Sfn|Michalos|2009|p=17}} dan bahasa lain seperti Prancis,{{Sfn|Fibbi|Kaya|Piguet|2003|p=0}} Jerman,{{Sfn|Schaffer-Suchomel|2009|p=1}} Italia,{{Sfn|Gerber|2006|p=0}} Belanda,{{Sfn|Hoekstra|2001|p=1}} dan Slovenia.{{Sfn|Duša|Kenda|2011|p=0}}


''New Scientist'' menciptakan istilah 'kontradeterminisme nominatif' untuk menyebut individu yang berkontradiksi antara nama dan pekerjaannya. Contohnya seperti: praktisi anggur bernama Andrew Waterhouse,{{Sfn|Feedback|2014b}} calon dokter bernama Thomas Edward Kill, yang kemudian mengubah namanya menjadi Jirgensohn,{{Sfn|Slovenko|1983|p=227}} dan Uskup Agung Manila bernama [[Jaime Sin|Cardinal Sin]]. {{Sfn|Feedback|1996}} {{Efn-ua|Over the years ''New Scientist'' has reported on other variations on the theme, including 'onomatopoeic nominative determinism' (e.g., [[European Space Agency]] chief mission scientist Bernard Foing),{{sfn|Feedback|2006}} 'nominative indeterminism' (to explain the existence of hundreds of scientific articles whose authors include a Wong and a Wright),{{sfn|Feedback|2014a}} and 'occupational preferentialism' (the hypothesis that one's work influences one's taste, for example policemen liking [[John Constable|Constable]]'s paintings).{{sfn|Feedback|1999}}}} Sementara itu, sinonim determinisme nominatif seperti 'inaptronim' juga terkadang digunakan.{{Sfn|Nunn|2014}}
''New Scientist'' menciptakan istilah 'kontradeterminisme nominatif' untuk menyebut individu yang berkontradiksi antara nama dan pekerjaannya. Contohnya seperti: praktisi anggur bernama Andrew Waterhouse,{{Sfn|Feedback|2014b}} calon dokter bernama Thomas Edward Kill, yang kemudian mengubah namanya menjadi Jirgensohn,{{Sfn|Slovenko|1983|p=227}} dan Uskup Agung Manila bernama [[Jaime Sin|Cardinal Sin]]. {{Sfn|Feedback|1996}} {{Efn-ua|Selama bertahun-tahun, ''New Scientist'' telah melaporkan ragam topik terkait determinsme nominatif. Misalnya saja, ada 'determinisme nomatopoeic nominative' (misalnya, ilmuwan misi kepala Badan Antariksa Eropa Bernard Foing),{{sfn|Feedback|2006}} 'indeterminisme nominatif' (untuk menjelaskan keberadaan ratusan artikel ilmiah yang pengarangnya termasuk Wong dan Wright),{{sfn|Feedback|2014a}} dan 'preferensialisme pekerjaan' (hipotesis bahwa pekerjaan seseorang memengaruhi selera seseorang, misalnya polisi menyukai lukisan karya John Constable).{{sfn|Feedback|1999}}}} Sementara itu, sinonim determinisme nominatif seperti 'inaptronim' juga terkadang digunakan.{{Sfn|Nunn|2014}}


== Riset ==
== Riset ==
Baris 41: Baris 40:
Psikolog Lawrence Casler pada tahun 1975 menyerukan penelitian empiris untuk menyelidiki kemungkinan efek di tempat kerja atau hanya pengaruh [[Fortuna|Lady Luck]] dalam kecocokan karier seseorang dengan namanya. Ia kemudian mengemukakan tiga kemungkinan alasan determinisme nominatif, yakni citra diri dan ekspektasi diri individu dipengaruhi secara internal oleh nama seseorang; nama berperan sebagai stimulus sosial yang menciptakan ekspektasi pada orang lain dan mengundang komunikasi; dan terkait pengaruh genetika yang diturunkan dari generasi ke generas.{{Sfn|Casler|1975|p=472}}
Psikolog Lawrence Casler pada tahun 1975 menyerukan penelitian empiris untuk menyelidiki kemungkinan efek di tempat kerja atau hanya pengaruh [[Fortuna|Lady Luck]] dalam kecocokan karier seseorang dengan namanya. Ia kemudian mengemukakan tiga kemungkinan alasan determinisme nominatif, yakni citra diri dan ekspektasi diri individu dipengaruhi secara internal oleh nama seseorang; nama berperan sebagai stimulus sosial yang menciptakan ekspektasi pada orang lain dan mengundang komunikasi; dan terkait pengaruh genetika yang diturunkan dari generasi ke generas.{{Sfn|Casler|1975|p=472}}


Pelham, Mirenberg, dan Jones (2002) menyelidiki lebih jauh alasan pertama Casler terkait fenomena ini. Alasan tersebut menekankan bahwa seseorang memiliki keinginan dasar untuk merasa baik tentang diri mereka sendiri dan berperilaku sesuai dengan keinginan itu. Hubungan positif otomatis ini akan memengaruhi perasaan tentang hampir seluruh perkara yang menyangkut diri pribadi. Mengacu pada ''"mere ownership effect"'' yang menyatakan bahwa kecenderungan orang untuk menyukai sesuatu jika ia memilikinya, para peneliti berasumsi bahwa seseorang akan mengembangkan kasih sayang terhadap objek dan konsep yang diasosiasikan dengan diri, seperti halnya nama.{{Efn-ua|Studies have shown that most people like the name given to them.{{sfn|Joubert|1985|p=983}} Extensive research also has found a strong effect called the [[name-letter effect]]: when given the choice between letters, people significantly prefer the ones from their own name.{{sfn|Nuttin|1985|p=353}}}} Mereka menyebut fenomena di bawah alam sadar ini sebagai "egoisme implisit".{{Sfn|Pelham|Mirenberg|Jones|2002|p=479}} Uri Simonsohn menyatakan bahwa egoisme implisit hanya berlaku ketika orang tidak lagi menaruh perhatian terhadap sebuah pilihan dan karena itulah keputusan besar seperti jalur karier seseorang tidak terjadi karena efek tersebut.{{Sfn|Simonsohn|2011|p=46}} Raymond Smeets mengatakan bahwa jika egoisme implisit berasal dari evaluasi positif diri, maka orang dengan penghargaan diri yang rendah tidak akan tertarik pada pilihan yang terkait dengan diri mereka, sehingga mereka mungkin menjauh dari pilihan tersebut. Sebuah percobaan laboratorium telah mengonfirmasi hal ini.{{Sfn|Smeets|2009|p=11}}
Pelham, Mirenberg, dan Jones (2002) menyelidiki lebih jauh alasan pertama Casler terkait fenomena ini. Alasan tersebut menekankan bahwa seseorang memiliki keinginan dasar untuk merasa baik tentang diri mereka sendiri dan berperilaku sesuai dengan keinginan itu. Hubungan positif otomatis ini akan memengaruhi perasaan tentang hampir seluruh perkara yang menyangkut diri pribadi. Mengacu pada ''"mere ownership effect"'' yang menyatakan bahwa kecenderungan orang untuk menyukai sesuatu jika ia memilikinya, para peneliti berasumsi bahwa seseorang akan mengembangkan kasih sayang terhadap objek dan konsep yang diasosiasikan dengan diri, seperti halnya nama.{{Efn-ua|Penelitian telah menunjukkan bahwa kebanyakan orang menyukai nama yang diberikan kepada mereka.{{sfn|Joubert|1985|p=983}} Penelitian lebih lanjut juga telah menemukan efek kuat yang disebut "name-letter effect":ketika diberi pilihan huruf, maka orang secara signifikan akan cenderung lebih memilih huruf yang menyusun nama mereka.{{sfn|Nuttin|1985|p=353}}}} Mereka menyebut fenomena di bawah alam sadar ini sebagai "egoisme implisit".{{Sfn|Pelham|Mirenberg|Jones|2002|p=479}} Uri Simonsohn menyatakan bahwa egoisme implisit hanya berlaku ketika orang tidak lagi menaruh perhatian terhadap sebuah pilihan dan karena itulah keputusan besar seperti jalur karier seseorang tidak terjadi karena efek tersebut.{{Sfn|Simonsohn|2011|p=46}} Raymond Smeets mengatakan bahwa jika egoisme implisit berasal dari evaluasi positif diri, maka orang dengan penghargaan diri yang rendah tidak akan tertarik pada pilihan yang terkait dengan diri mereka, sehingga mereka mungkin menjauh dari pilihan tersebut. Sebuah percobaan laboratorium telah mengonfirmasi hal ini.{{Sfn|Smeets|2009|p=11}}


=== Bukti empiris ===
=== Bukti empiris ===
Baris 47: Baris 46:
Mereka yang memiliki kesesuaian nama dengan kariernya memaparkan alasan berbeda tentang fenomena ini. Igor Judge, mantan Ketua Hakim Agung Inggris dan Wales, mengatakan bahwa ia tidak mengingat siapapun yang berkomentar mengenai profesi yang ditakdirkan kepadanya semasa kecil. Ia menambahkan bahwa hal itu diyakininya sebagai kebetulan belaka. Sedangkan, James Counsell yang memilih karier di bidang hukum seperti ayahnya, saudara kandungnya, dan dua kerabat jauhnya, mengatakan bahwa dirinya telah terpapar karier itu sejak dini dan melihat karier tersebut sebagai pilihan terbaiknya.{{Sfn|Michalos|2009|p=18}} Sementara, Sue Yoo, seorang pengacara Amerika, mengatakan bahwa ketika ia masih belia, orang-orang mendesaknya untuk menjadi seorang pengacara karena namanya.{{Sfn|Silverman|Light|2011}} Storm Field yang bekerja sebagai reporter cuaca tidak begitu yakin tentang pengaruh namanya. Field mengatakan bahwa kemungkinan ia terinspirasi oleh sang ayah, Dr. Frank Field, yang juga berprofesi sebagai reporter cuaca.{{Sfn|Nelson}} Seorang profesor psikologi bernama Lewis Lipsitt, yang juga kolektor apronim, {{Sfn|Cole|2001}} sedang mengajar tentang determinisme nominatif di kelas ketika seorang siswa menyadari bahwa nama "Lipsitt" sendiri merupakan efek yang mempelajari efek perilaku mengisap pada ayi. Prof. Lipsitt kemudian mengatakan bahwa hal itu tak pernah terpikirkan olehnya. {{Sfn|Nevid|Rathus|2009|p=202}} Pendeta [[Gereja Inggris]] Michael Vickers, menolak untuk meyakini relasi nama dengan keputusannya menjadi vikaris. Sebaliknya, ia justru menyatakan bahwa mungkin dalam beberapa kasus individu justru ingin memilih karier terlepas dari nama mereka daripada selaras dengan nama yang ditakdirkannya.{{Sfn|Colls|2011}}
Mereka yang memiliki kesesuaian nama dengan kariernya memaparkan alasan berbeda tentang fenomena ini. Igor Judge, mantan Ketua Hakim Agung Inggris dan Wales, mengatakan bahwa ia tidak mengingat siapapun yang berkomentar mengenai profesi yang ditakdirkan kepadanya semasa kecil. Ia menambahkan bahwa hal itu diyakininya sebagai kebetulan belaka. Sedangkan, James Counsell yang memilih karier di bidang hukum seperti ayahnya, saudara kandungnya, dan dua kerabat jauhnya, mengatakan bahwa dirinya telah terpapar karier itu sejak dini dan melihat karier tersebut sebagai pilihan terbaiknya.{{Sfn|Michalos|2009|p=18}} Sementara, Sue Yoo, seorang pengacara Amerika, mengatakan bahwa ketika ia masih belia, orang-orang mendesaknya untuk menjadi seorang pengacara karena namanya.{{Sfn|Silverman|Light|2011}} Storm Field yang bekerja sebagai reporter cuaca tidak begitu yakin tentang pengaruh namanya. Field mengatakan bahwa kemungkinan ia terinspirasi oleh sang ayah, Dr. Frank Field, yang juga berprofesi sebagai reporter cuaca.{{Sfn|Nelson}} Seorang profesor psikologi bernama Lewis Lipsitt, yang juga kolektor apronim, {{Sfn|Cole|2001}} sedang mengajar tentang determinisme nominatif di kelas ketika seorang siswa menyadari bahwa nama "Lipsitt" sendiri merupakan efek yang mempelajari efek perilaku mengisap pada ayi. Prof. Lipsitt kemudian mengatakan bahwa hal itu tak pernah terpikirkan olehnya. {{Sfn|Nevid|Rathus|2009|p=202}} Pendeta [[Gereja Inggris]] Michael Vickers, menolak untuk meyakini relasi nama dengan keputusannya menjadi vikaris. Sebaliknya, ia justru menyatakan bahwa mungkin dalam beberapa kasus individu justru ingin memilih karier terlepas dari nama mereka daripada selaras dengan nama yang ditakdirkannya.{{Sfn|Colls|2011}}
{{Quote box|width=35em|align=left|quote=Saya ingat sewaktu belia dulu saya berkata pada diri sendiri, "Tentu saja kau akan menjadi pengacara karena namamu". Berapa banyak yang terinternalisasi di alam bawah sadar sulit untuk dikatakan, tetapi fakta bahwa nama anda mirip bisa jadi merupakan alasan untuk menunjukkan lebih banyak minat pada suatu profesi daripada yang mungkin anda lakukan. Hal ini mungkin tampak sepele di mata orang dewasa, tetapi bagi seseorang terutama di tahun-tahun pencarian jati diri mereka, hal tersebut mungkin saja berpengaruh.|source={{mdash}} James Counsell, pengacara{{sfn|Michalos|2009|p=18}}}}
{{Quote box|width=35em|align=left|quote=Saya ingat sewaktu belia dulu saya berkata pada diri sendiri, "Tentu saja kau akan menjadi pengacara karena namamu". Berapa banyak yang terinternalisasi di alam bawah sadar sulit untuk dikatakan, tetapi fakta bahwa nama anda mirip bisa jadi merupakan alasan untuk menunjukkan lebih banyak minat pada suatu profesi daripada yang mungkin anda lakukan. Hal ini mungkin tampak sepele di mata orang dewasa, tetapi bagi seseorang terutama di tahun-tahun pencarian jati diri mereka, hal tersebut mungkin saja berpengaruh.|source={{mdash}} James Counsell, pengacara{{sfn|Michalos|2009|p=18}}}}
Mengingat fenomena kesesuaian nama dengan pilihan karier seorang menjadi isu menarik, sejumlah ilmuwan seperti Michalos dan Smeets, mempertanyakan apakah determinisme nominatif benar-benar berefek nyata.{{Sfn|Michalos|2009|p=18}} {{Sfn|Smeets|2009|p=14}}Sebaliknya, mereka berargumen bahwa klaim bahwa nama mempengaruhi keputusan hidup seseorang merupakan fenomena yang tak biasa, sehingga memerlukan pembuktian ekstra.{{Sfn|Danesi|2012|p=84}} Yang terjadi saat ini adalah hanya sejumlah kasus yang tampaknya mewakili determinisme nominatif ditampilkan, sementara yang bertenangan diabaikan. Oleh sebab itu, diperlukan analisis masif pada sebagian besar nama-nama tersebut.{{Sfn|Bateson|Martin|2001|p=124}} Pelham, Mirenberg, dan Jones pada tahun 2002 menganalisis berbagai ''database'' yang berisi nama depan, nama keluarga, pekerjaan, kota dan negara. Pelham dkk (2002) menyimpulkan bahwa orang bernama Dennis tertarik pada kedokteran gigi. Hal itu mereka peroleh setelah menghimpun jumlah dokter gigi bernama Dennis (482) dari database dokter gigi AS. Selanjutnya, mereka menggunakan Sensus 1990 dan memperoleh nama Walter sebagai nama yang paling populer setelah Dennis. Mereka merinci probabilitas laki-laki AS dipanggil Dennis dan Walter berturut-turut ialah 0,415% dan 0,416%. Para peneliti kemudian menghimpun jumalh dokter gigi bernama Walter (257). Selanjutnya membandingkan frekuensi relatif Dennis dengan Walter, yang membawa kesimpulan bahwa nama Dennis paling mewakili bidang kedokteran gigi.{{Sfn|Pelham|Mirenberg|Jones|2002|p=479–480}} Melalui makalah ilmiah tahun 2011, Uri Simonsohn mengkritik gagasan Pelham dkk (2002) terkait tidak adanya pertimbangan atas faktor pembaur dan juga menyoroti bahwa nama Dennis dan Walter telah menjadi nama populer dalam beberapa dekade terakhir. Simonsohn lebih jauh mengatakan bahwa Walter di sini tergolong nama kuno sehingga lebih mungkin bagi Pelham dkk (2002) untuk menemukan orang bernama Dennis dalam pekerjaan apapun, bukan hanya dokter gigi, sementara orang bernama Walter dalam usia pensiun. Simonsohn membuktikannya dengan data bahwa jumlah pengacara bernama Dennis jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengacara bernama Walter.{{Sfn|Simonsohn|2011|p=23}} {{Efn-ua|Confounding variables have also played a role in research into ''monogrammic determinism'': in 1999 Christenfeld, Phillips, and Glynn concluded that people who have positive monograms (e.g., ACE or VIP) live significantly longer than those with negative initials (e.g., PIG or DIE). This conclusion was based on analysis of thousands of California death certificates between 1969 and 1995.{{sfn|Christenfeld|Phillips|Glynn|1999}} Morrison & Smith subsequently pointed out that this was an artifact of grouping data by age at death. Frequency of initials changing over time could be a confounding variable. Indeed when grouping the same data by birth year, they found no statistically significant relationship between initials and longevity.{{sfn|Morrison|Smith|2005}}}}
Mengingat fenomena kesesuaian nama dengan pilihan karier seorang menjadi isu menarik, sejumlah ilmuwan seperti Michalos dan Smeets, mempertanyakan apakah determinisme nominatif benar-benar berefek nyata.{{Sfn|Michalos|2009|p=18}} {{Sfn|Smeets|2009|p=14}}Sebaliknya, mereka berargumen bahwa klaim bahwa nama mempengaruhi keputusan hidup seseorang merupakan fenomena yang tak biasa, sehingga memerlukan pembuktian ekstra.{{Sfn|Danesi|2012|p=84}} Yang terjadi saat ini adalah hanya sejumlah kasus yang tampaknya mewakili determinisme nominatif ditampilkan, sementara yang bertenangan diabaikan. Oleh sebab itu, diperlukan analisis masif pada sebagian besar nama-nama tersebut.{{Sfn|Bateson|Martin|2001|p=124}} Pelham, Mirenberg, dan Jones pada tahun 2002 menganalisis berbagai ''database'' yang berisi nama depan, nama keluarga, pekerjaan, kota dan negara. Pelham dkk (2002) menyimpulkan bahwa orang bernama Dennis tertarik pada kedokteran gigi. Hal itu mereka peroleh setelah menghimpun jumlah dokter gigi bernama Dennis (482) dari database dokter gigi AS. Selanjutnya, mereka menggunakan Sensus 1990 dan memperoleh nama Walter sebagai nama yang paling populer setelah Dennis. Mereka merinci probabilitas laki-laki AS dipanggil Dennis dan Walter berturut-turut ialah 0,415% dan 0,416%. Para peneliti kemudian menghimpun jumalh dokter gigi bernama Walter (257). Selanjutnya membandingkan frekuensi relatif Dennis dengan Walter, yang membawa kesimpulan bahwa nama Dennis paling mewakili bidang kedokteran gigi.{{Sfn|Pelham|Mirenberg|Jones|2002|p=479–480}} Melalui makalah ilmiah tahun 2011, Uri Simonsohn mengkritik gagasan Pelham dkk (2002) terkait tidak adanya pertimbangan atas faktor pembaur dan juga menyoroti bahwa nama Dennis dan Walter telah menjadi nama populer dalam beberapa dekade terakhir. Simonsohn lebih jauh mengatakan bahwa Walter di sini tergolong nama kuno sehingga lebih mungkin bagi Pelham dkk (2002) untuk menemukan orang bernama Dennis dalam pekerjaan apapun, bukan hanya dokter gigi, sementara orang bernama Walter dalam usia pensiun. Simonsohn membuktikannya dengan data bahwa jumlah pengacara bernama Dennis jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengacara bernama Walter.{{Sfn|Simonsohn|2011|p=23}} {{Efn-ua|Variabel pengganggu juga berperan dalam penelitian tentang ''determinisme monogram''. Pada tahun 1999, Christenfeld, Phillips, dan Glynn menyimpulkan bahwa orang yang memiliki monogram positif (misalnya, ACE atau VIP) hidup secara signifikan lebih lama daripada mereka yang memiliki inisial negatif (misalnya, PIG atau DIE). Kesimpulan ini didasarkan pada analisis ribuan surat kematian California antara tahun 1969 dan 1995.{{sfn|Christenfeld|Phillips|Glynn|1999}} Morrison & Smith kemudian menunjukkan bahwa ini adalah artefak pengelompokan data berdasarkan usia saat kematian. Frekuensi perubahan inisial dari waktu ke waktu bisa menjadi variabel pengganggu. Memang ketika mengelompokkan data yang sama berdasarkan tahun lahir, mereka tidak menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara inisial dan panjangnya umur seseorang..{{sfn|Morrison|Smith|2005}}}}


Menyadari kritik Simonsohn terhadap metode mereka sebelumnya, Pelham dan Mauricio mempublikasikan sebuah studi baru pada tahun 2015 untuk menyampaikan bahwa mereka sekarang telah mengendalikan faktor gender, etnis, dan pendidikan.{{Efn-ua|Initially Pelham and colleagues defended their methods in a rebuttal Simonsohn assessed as also lacking in diligence.{{sfn|Pelham|Carvallo|2011|p=25}}{{sfn|Simonsohn|2011b|p=31}}}} Dalam sebuah penelitian, Pelham dan Mauricio menggunakan data sensus dan menemukan bahwa laki-laki secara tidak proporsional bekerja di 11 pekerjaan yang gelarnya sesuai dengan nama keluarga mereka. Misalnya, tukang roti, tukang kayu, dan petani.{{Sfn|Pelham|Mauricio|2015|p=692}}
Menyadari kritik Simonsohn terhadap metode mereka sebelumnya, Pelham dan Mauricio mempublikasikan sebuah studi baru pada tahun 2015 untuk menyampaikan bahwa mereka sekarang telah mengendalikan faktor gender, etnis, dan pendidikan.{{Efn-ua|Pelham dan rekan-rekannya awalnya membela metode mereka terkait adanya kritik dari Simonsohn.{{sfn|Pelham|Carvallo|2011|p=25}}{{sfn|Simonsohn|2011b|p=31}}}} Dalam sebuah penelitian, Pelham dan Mauricio menggunakan data sensus dan menemukan bahwa laki-laki secara tidak proporsional bekerja di 11 pekerjaan yang gelarnya sesuai dengan nama keluarga mereka. Misalnya, tukang roti, tukang kayu, dan petani.{{Sfn|Pelham|Mauricio|2015|p=692}}


Michalos (2009) menyelidiki jumlah individu dengan nama keluarga Counsell yang terdaftar sebagai pengacara independen di Inggris dan Wales dibandingkan nama orang keseluruhan di Inggris dan Wales. Mengingat frekuensi nama yang rendah di Inggris dan Wales, Michalos berharap tidak menemukan seorang pun yang terdaftar. Namun, ternyata ia menemukan tiga pengacara bernama Counsell.{{Sfn|Michalos|2009|p=17}}
Michalos (2009) menyelidiki jumlah individu dengan nama keluarga Counsell yang terdaftar sebagai pengacara independen di Inggris dan Wales dibandingkan nama orang keseluruhan di Inggris dan Wales. Mengingat frekuensi nama yang rendah di Inggris dan Wales, Michalos berharap tidak menemukan seorang pun yang terdaftar. Namun, ternyata ia menemukan tiga pengacara bernama Counsell.{{Sfn|Michalos|2009|p=17}}

Revisi per 26 Maret 2022 06.00

Sprinter Jamaika bernama Usain Bolt [1]

Determinisme nominatif adalah sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa individu cenderung tertarik pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan nama individu tersebut. Istilah ini pertama kali muncul di majalah New Scientist tahun 1994, ketika kolom "Feedback" membahas sejumlah studi tentang kecocokan bidang pekerjaan dengan nama keluarga seseorang. Contohnya meliputi buku karangan Daniel Snowman yang membahas penjelajahan kutub (polar exploration) dan sebuah artikel tentang urologi yang ditulis oleh dua peneliti bernama Splatt dan Weedon.[2] Contoh-contoh tersebut lantas menimbulkan sedikit spekulasi terkait adanya efek psikologis tertentu. Sejak kemunculah determinisme nominatif, istilah tersebut telah dibahas berulang di New Scientist. Determinisme nominatif berbeda dari konsep aptronim maupun sinonimnya (aptonym, namephreak, dan Perfect Fit Last Name [Latin: nomen est omen, arti: nama adalah tanda]) terkait kausalitasnya. Hal ini dikarenakan aptronim merupakan sebuah kebetulan nama yang cocok dengan bidangnya, tanpa mengatakan apa pun tentang mengapa nama itu cocok.

Kecenderungan individu untuk merasa cocok dengan profesi yang sesuai dengan namanya digagas oleh Carl Jung, mengutip dari Sigmund Freud yang menyelidiki hubungan antara kegembiraan dengan nama keluarga sesorang yang berarti suka cita (joy). Beberapa studi empiris belakangan ini menunjukkan bahwa profesi tertentu diemban oleh orang-orang dengan nama keluarga yang sesuai, meskipun metode studi ini telah ditentang. Salah satu penjelasan mengenai determinisme nominatif dapat dikaitkan oleh adanya egoisme implisit, yang menyatakan bahwa manusia memiliki preferensi bawah sadar untuk hal-hal yang mereka kaitkan dengan diri mereka sendiri.

Latar belakang

Dahulu kala, banyak orang yang dinamai berdasarkan bidang pekerjaan tertentu.[3] Seiring waktu, cara penamaan orang mulai berubah.[4] Pada masa pra-perkotaan, seseorang hanya memiliki nama tunggal. Contohnya saja, nama "Beornheard" untuk seseorang yang mendiami Anglo-Saxon.[5] [A] Nama tunggal dipilih karena arti yang dikandungnya ataupun diperuntukkan sebagai nama panggilan.[5] [7] Nama keluarga baru disematkan setelah peristiwa penaklukan Norman,[8] contohnya adalah Edmund Ironside.[5] Nama keluarga dibuat agar sesuai dengan orang yang hendak dinamai. Nama tersebut sebagian besarnya tergolong patronim (misal: John yang merupakan putra William menjadi John Williamson), mendeskripsikan pekerjaan (misal: John Carpenter), berupa karakter atau sifat (misal" John Long), atau merujuk pada lokasitertentu (misal: John dari Acton menjadi John Acton).[3] Pada awalnya, nama-nama tersebut tidak diwariskan, tetapi semenjak pertengahan abad ke-14 nama-nama tersebut menjadi milik generasi di bawahnya.[9] Nama keluarga yang berkaitan dengan perdagangan atau kerajinan menjadi pelopor pewarisan nama secara turun-menurun. Hal ini disebabkan karena kerajinan merupakan bidang yang biasanya bertahan dalam keluarga selama beberapa generasi.[10] [B] Pewarisan nama sehubungan dengan jenis pekerjaan tertentu mengalami penurunan dikarenakan iklim dagang yang membuat seorang saudagar tak mengikuti jejak pekerjaan ayahnya.[4] Contohnya, sebuah nama pada abad ke-14 yakni "Roger Carpenter" yang berprofesi sebagai pedagang rempah-rempah.[10]

Aspek lain yang diperhatikan berkaitan dengan penamaan adalah menyangkut makna yang terkandung dalam sebuah nama. Pada abad ke-17 dI Inggris, penamaan dilakukan secara hati-hati dan anak-anak dianjurkan menjalani hidup sesuai dengan arti nama mereka.[14] William Jenkyn, seorang pendeta Inggris, pada tahun 1652 berpendapat bahwa nama depan sebaiknya menjadi pengingat seseorang akan perannya di dunia ini.[15] Ketika nama-nama Puritan seperti Faith, Fortitude dan Grace muncul pada tahun 1623, William Camden selaku sejarawan Inggris menganjurkan pemilihan nama didasarkan pada "makna yang baik dan berbudi luhur". Hal ini dikarenakan nama tersebut dapat menginspirasi pemiliknya untuk melakukan indakan yang baik.[16] [17] Semenjak kemunculan Kerajaan Inggris, sistem penamaan Bahasa Inggris dan nama keluarga Inggris tersebar di banyak wilayah di dunia.[18]

Pada awal abad ke-20, Smith dan Taylor menjadi dua dari tiga nama keluarga populer di Inggris. Keduanya merupakan nama berbasiskan pekerjaan, walau profesi pandai besi dan penjahit sudah sangat sedikit.[19] [C] Temuan nama dan pekerjaan yang saling berhubungan perlu diselidiki. Majalah Kentish Note Book edisi 1888 menyuguhkan relasi nama, seperti beberapa tukang antar bernama Carter; hosier (istilah untuk menyebut penjual stoking) bernama Hosegood, juru lelang bernama Sales, dan pedagang kain bernama Cuff.[21] Semenjak itu, mulai bermunculan istilah untuk menyebut konsep hubungan erat antara nama dan pekerjaan. Istilah aptronim diperkirakan telah diciptakan oleh kolumnis surat kabar Amerika bernama Franklin P. Adams pada awal abad ke-20.[22] Frank Nuessel sebagai ahli bahasa juga menciptakan "aptonym", tanpa 'r', pada tahun 1992.[23] Beberapa sinonim lainnya, seperti 'euonym',[24] 'Perfect Fit Last Name' (PFLN),[25] dan 'namephreak'.[26] Sementara dalam ilmu sastra, nama yang sangat sesuai dengan karakternya disebut dengan 'charactonym'.[27] Charactonym kerap digunakan penulis terkenal seperti Charles Dickens (Mr. Gradgrind sebagai nama kepala sekolah yang lalim)[28] dan William Shakespeare (Perdita sebagai bayi yang hilang di The Winter's Tale).[29] Charactonym juga terkadang dijadikan bahan candaan, seperti karakter fiksi "Major Major Major Major" dalam Catch-22 karya Joseph Heller. "Major Major Major Major" sendiri merupakan panggilan candaan yang diberikan oleh ayah Heller kepadanya dan seiring waktu bertransformasi menjadi humor "major" yang dipromosikan mesin IBM.[30] Berbeda dengan determinisme nominatif, konsep apronim dan beberapa sinonimnya tidak menyoroti aspek kausalitas, seperti mengapa nama itu cocok.[31]

Mengingat potensi jenaka dari aptronim, sejumlah surat kabar menghimpun nama-nama tersebut. Herb Caen selaku kolumnis San Francisco Chronicle mencatat nama-nama unik kiriman pembaca, di antaranya: guru pengganti bernama Mr. Fillin, guru piano bernama Patience Scales, dan juru bicara Vatikan untuk melawan musik rock 'n roll yakni Cardinal Rapsong.[32] Hal serupa juga dilakukan oleh jurnalis Bob Levey dalam The Washington Post, di antaranya: seorang konsultan industri makanan bernama Faith Popcorn, seorang letnan bernama Sergeant, dan seorang akuntan pajak bernama Shelby Goldgrab.[25] [33] Selain itu, surat kabar Belanda Het Parool juga memiliki kolom "Nomen est omen" [D] untuk menampilkan apronim dengan nama-nama berbahasa Belanda.[35] Kolektor nama juga telah menerbitkan buku apronim.[36] [37] Cendekiawan Onomastika bernama RM Rennick menyerukan verifikasi dari apronim yang muncul di kolom surat kabar dan buku.[38] Sementara daftar apronim dalam bidang sains, kedokteran, dan hukum dinilai lebih dapat dipercaya terkait karena bersumber dari sesuatu yang mudah diverifikasi.[39] [40]

Definisi

Determinisme nominatif secara harfiah berarti "nama yang mendorong sebuah hasil",[41] didefinisikan sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa individu cenderung tertarik pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan nama individu tersebut. Nama itu dianggap cocok karena individu secara tidak sadar membuat diri mereka cocok dengan nama tersebut. Determinisme nominatif berbeda dari konsep apronim karena berfokus pada kausalitas.[31]

Istilah ini pertama kali muncul di kolom "Feedback" majalah New Scientist tahun 1994. Sejumlah peristiwa memancing kecurigaan terhadap editor John Hoyland yang menulis di edisi 5 November.:

Kami baru-baru ini menemukan sebuah buku baru berjudul Pole Positions—The Polar Regions and the Future of the Planet yang ditulis oleh Daniel Snowman.[42] Beberapa minggu kemudian, kami menerima salinan London Under London—A Subterranean Guide, yang salah satu penulisnya bernama Richard Trench.[43] Sehingga, sangat menarik untuk melihat Jen Hunt dari Universitas Manchester dalam edisi Oktober The Psychologist berkata, "Para penulis tertarik pada bidang penelitian yang sesuai dengan nama keluarga mereka."[44] Sebagai contoh, artikel inkontinensia di British Journal of Urology yang ditulis oleh AJ Splatt dan D. Weedon.[45] Kami merasa inilah waktu yang tepat untuk membahas isu ini secara mendalam. Anda diundang untuk mengirimkan contoh-contoh fenomena ini di bidang sains dan teknologi (dengan referensi) bersama dengan hipotesis yang anda miliki tentang bagaimana hal itu terjadi.[46]

John Hoyland dan Mike Holderness selaku editor Feedback kemudian mengadopsi istilah 'determinisme nominatif' seperti yang disarankan oleh pembaca CR Cavonius. Istilah tersebut muncul perdana pada edisi 17 Desember.[47] Meski majalah tersebut berusaha mencegah topik tersebut sepanjang beberapa dekade,[48] tetapi pembaca tetap mengirimkan contoh nama-nama yang aneh. Misalnya saja, salah satujuru bicara Angkatan Laut AS yang disiapkan untuk menjawab pertanyaan wartawan tentang kamp penahanan Teluk Guantanamo bernama Lieutenant Mike Kafka;[49] penulis buku The Imperial Animal bernama Lionel Tiger dan Robin Fox;[50] dan juru bicara Asosiasi Kepala Polisi Inggris (Inggris: Association of Chief Police Officers) untuk senjata tajam bernama Alfred Hitchcock.[51]

Seperti New Scientist, istilah determinisme nominatif hanya berlaku untuk sebuah pekerjaan.[46] [52] [21] [48] Penulis New Scientist menggunakan istilah ini pada kontribusi lainnya, kecuali editor Roger Highfield dalam kolom Evening Standard yang menuliskan istilah ini sebagai "inti kehidupan".[53] [54] [55] [E]

Istilah lain untuk menyebut efek psikologis kecenderungan nama ini telah digunakan secara sporadis sebelum tahun 1994. Roberta Frank menggunakan istilah 'determinisme onomastika' pada awal tahun 1970.[56] Psikolog Jerman Wilhelm Stekel berbicara tentang "Die Verpflichtung des Namens" (arti: kewajiban untuk nama) pada tahun 1911.[57] Di luar sains, Tom Stoppard sebagai penulis naskah menggunakan istilah 'cognomen syndrome' dalam drama Jumpers tahun 1972.[58] Dalam Roma Kuno, kekuatan prediksi nama seseorang terdapat pada pepatah Latin "nomen est omen" , yang berarti 'nama adalah tanda'.[59] Pepatah ini masih digunakan sampai sekarang dalam Bahasa Inggris[59] dan bahasa lain seperti Prancis,[60] Jerman,[61] Italia,[62] Belanda,[63] dan Slovenia.[64]

New Scientist menciptakan istilah 'kontradeterminisme nominatif' untuk menyebut individu yang berkontradiksi antara nama dan pekerjaannya. Contohnya seperti: praktisi anggur bernama Andrew Waterhouse,[65] calon dokter bernama Thomas Edward Kill, yang kemudian mengubah namanya menjadi Jirgensohn,[66] dan Uskup Agung Manila bernama Cardinal Sin. [67] [F] Sementara itu, sinonim determinisme nominatif seperti 'inaptronim' juga terkadang digunakan.[71]

Riset

Kerangka teoritis

Ilmuwan pertama yang membahas efek nama terhadap penentuan karier individu adalah psikolog Jerman awal abad ke-20.[72] Wilhelm Stekel menyebutnya sebagai "kewajiban nama" dalam konteks perilaku kompulsif dan pilihan pekerjaan;[57] sementara Karl Abraham mengatakan bahwa penentuan nama seseorang bisa saja disebabkan oleh pewarisan sifat atau karakter dari nenek moyangnya. Abraham lantas menduga bahwa kemungkinan keluarga dengan nama yang cocok mencoba untuk menghayati nama mereka dengan cara tertentu.[73] Pada tahun 1952, Carl Jung merujuk pada karya Stekel mengaitkan hal tersebut dengan teori sinkronisitas (peristiwa tanpa hubungan sebab akibat yang tampaknya terkait):[74]

Kami menjadi kebingungan ketika harus mengambil keputusan tentang fenomena yang disebut Stekel sebagai "paksaan atas nama". Apa yang dia maksud mungkin saja merupakan kebetulan belaka antara nama seseorang dan karakter uniknya atau profesinya. Misalnya ... Herr Feist (Mr. Stout) adalah menteri makanan, Herr Rosstäuscher (Mr. Horsetrader) adalah seorang pengacara, Herr Kalberer (Mr. Calver) adalah seorang dokter kandungan ... Apakah ini kebetulan atau efek sugestif dari nama tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Stekel, atau apakah itu "kebetulan yang penuh arti"?[75]

Jung merinci temuannya dan beberapa pskolog lainnya terkait fenomena tersebut, di antaranya  Herr Freud (Joy) memperjuangkan prinsip kegembiraan, Herr Adler (Eagle) keinginan untuk berkuasa, Herr Jung (Young) gagasan tentang kelahiran kembali.[75]

Psikolog Lawrence Casler pada tahun 1975 menyerukan penelitian empiris untuk menyelidiki kemungkinan efek di tempat kerja atau hanya pengaruh Lady Luck dalam kecocokan karier seseorang dengan namanya. Ia kemudian mengemukakan tiga kemungkinan alasan determinisme nominatif, yakni citra diri dan ekspektasi diri individu dipengaruhi secara internal oleh nama seseorang; nama berperan sebagai stimulus sosial yang menciptakan ekspektasi pada orang lain dan mengundang komunikasi; dan terkait pengaruh genetika yang diturunkan dari generasi ke generas.[76]

Pelham, Mirenberg, dan Jones (2002) menyelidiki lebih jauh alasan pertama Casler terkait fenomena ini. Alasan tersebut menekankan bahwa seseorang memiliki keinginan dasar untuk merasa baik tentang diri mereka sendiri dan berperilaku sesuai dengan keinginan itu. Hubungan positif otomatis ini akan memengaruhi perasaan tentang hampir seluruh perkara yang menyangkut diri pribadi. Mengacu pada "mere ownership effect" yang menyatakan bahwa kecenderungan orang untuk menyukai sesuatu jika ia memilikinya, para peneliti berasumsi bahwa seseorang akan mengembangkan kasih sayang terhadap objek dan konsep yang diasosiasikan dengan diri, seperti halnya nama.[G] Mereka menyebut fenomena di bawah alam sadar ini sebagai "egoisme implisit".[79] Uri Simonsohn menyatakan bahwa egoisme implisit hanya berlaku ketika orang tidak lagi menaruh perhatian terhadap sebuah pilihan dan karena itulah keputusan besar seperti jalur karier seseorang tidak terjadi karena efek tersebut.[80] Raymond Smeets mengatakan bahwa jika egoisme implisit berasal dari evaluasi positif diri, maka orang dengan penghargaan diri yang rendah tidak akan tertarik pada pilihan yang terkait dengan diri mereka, sehingga mereka mungkin menjauh dari pilihan tersebut. Sebuah percobaan laboratorium telah mengonfirmasi hal ini.[81]

Bukti empiris

Portrait of a man in a business suit
Igor Judge, seorang pensiunan hakim

Mereka yang memiliki kesesuaian nama dengan kariernya memaparkan alasan berbeda tentang fenomena ini. Igor Judge, mantan Ketua Hakim Agung Inggris dan Wales, mengatakan bahwa ia tidak mengingat siapapun yang berkomentar mengenai profesi yang ditakdirkan kepadanya semasa kecil. Ia menambahkan bahwa hal itu diyakininya sebagai kebetulan belaka. Sedangkan, James Counsell yang memilih karier di bidang hukum seperti ayahnya, saudara kandungnya, dan dua kerabat jauhnya, mengatakan bahwa dirinya telah terpapar karier itu sejak dini dan melihat karier tersebut sebagai pilihan terbaiknya.[82] Sementara, Sue Yoo, seorang pengacara Amerika, mengatakan bahwa ketika ia masih belia, orang-orang mendesaknya untuk menjadi seorang pengacara karena namanya.[83] Storm Field yang bekerja sebagai reporter cuaca tidak begitu yakin tentang pengaruh namanya. Field mengatakan bahwa kemungkinan ia terinspirasi oleh sang ayah, Dr. Frank Field, yang juga berprofesi sebagai reporter cuaca.[84] Seorang profesor psikologi bernama Lewis Lipsitt, yang juga kolektor apronim, [85] sedang mengajar tentang determinisme nominatif di kelas ketika seorang siswa menyadari bahwa nama "Lipsitt" sendiri merupakan efek yang mempelajari efek perilaku mengisap pada ayi. Prof. Lipsitt kemudian mengatakan bahwa hal itu tak pernah terpikirkan olehnya. [86] Pendeta Gereja Inggris Michael Vickers, menolak untuk meyakini relasi nama dengan keputusannya menjadi vikaris. Sebaliknya, ia justru menyatakan bahwa mungkin dalam beberapa kasus individu justru ingin memilih karier terlepas dari nama mereka daripada selaras dengan nama yang ditakdirkannya.[54]

Saya ingat sewaktu belia dulu saya berkata pada diri sendiri, "Tentu saja kau akan menjadi pengacara karena namamu". Berapa banyak yang terinternalisasi di alam bawah sadar sulit untuk dikatakan, tetapi fakta bahwa nama anda mirip bisa jadi merupakan alasan untuk menunjukkan lebih banyak minat pada suatu profesi daripada yang mungkin anda lakukan. Hal ini mungkin tampak sepele di mata orang dewasa, tetapi bagi seseorang terutama di tahun-tahun pencarian jati diri mereka, hal tersebut mungkin saja berpengaruh.

 — James Counsell, pengacara[82]

Mengingat fenomena kesesuaian nama dengan pilihan karier seorang menjadi isu menarik, sejumlah ilmuwan seperti Michalos dan Smeets, mempertanyakan apakah determinisme nominatif benar-benar berefek nyata.[82] [87]Sebaliknya, mereka berargumen bahwa klaim bahwa nama mempengaruhi keputusan hidup seseorang merupakan fenomena yang tak biasa, sehingga memerlukan pembuktian ekstra.[88] Yang terjadi saat ini adalah hanya sejumlah kasus yang tampaknya mewakili determinisme nominatif ditampilkan, sementara yang bertenangan diabaikan. Oleh sebab itu, diperlukan analisis masif pada sebagian besar nama-nama tersebut.[89] Pelham, Mirenberg, dan Jones pada tahun 2002 menganalisis berbagai database yang berisi nama depan, nama keluarga, pekerjaan, kota dan negara. Pelham dkk (2002) menyimpulkan bahwa orang bernama Dennis tertarik pada kedokteran gigi. Hal itu mereka peroleh setelah menghimpun jumlah dokter gigi bernama Dennis (482) dari database dokter gigi AS. Selanjutnya, mereka menggunakan Sensus 1990 dan memperoleh nama Walter sebagai nama yang paling populer setelah Dennis. Mereka merinci probabilitas laki-laki AS dipanggil Dennis dan Walter berturut-turut ialah 0,415% dan 0,416%. Para peneliti kemudian menghimpun jumalh dokter gigi bernama Walter (257). Selanjutnya membandingkan frekuensi relatif Dennis dengan Walter, yang membawa kesimpulan bahwa nama Dennis paling mewakili bidang kedokteran gigi.[90] Melalui makalah ilmiah tahun 2011, Uri Simonsohn mengkritik gagasan Pelham dkk (2002) terkait tidak adanya pertimbangan atas faktor pembaur dan juga menyoroti bahwa nama Dennis dan Walter telah menjadi nama populer dalam beberapa dekade terakhir. Simonsohn lebih jauh mengatakan bahwa Walter di sini tergolong nama kuno sehingga lebih mungkin bagi Pelham dkk (2002) untuk menemukan orang bernama Dennis dalam pekerjaan apapun, bukan hanya dokter gigi, sementara orang bernama Walter dalam usia pensiun. Simonsohn membuktikannya dengan data bahwa jumlah pengacara bernama Dennis jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengacara bernama Walter.[91] [H]

Menyadari kritik Simonsohn terhadap metode mereka sebelumnya, Pelham dan Mauricio mempublikasikan sebuah studi baru pada tahun 2015 untuk menyampaikan bahwa mereka sekarang telah mengendalikan faktor gender, etnis, dan pendidikan.[I] Dalam sebuah penelitian, Pelham dan Mauricio menggunakan data sensus dan menemukan bahwa laki-laki secara tidak proporsional bekerja di 11 pekerjaan yang gelarnya sesuai dengan nama keluarga mereka. Misalnya, tukang roti, tukang kayu, dan petani.[96]

Michalos (2009) menyelidiki jumlah individu dengan nama keluarga Counsell yang terdaftar sebagai pengacara independen di Inggris dan Wales dibandingkan nama orang keseluruhan di Inggris dan Wales. Mengingat frekuensi nama yang rendah di Inggris dan Wales, Michalos berharap tidak menemukan seorang pun yang terdaftar. Namun, ternyata ia menemukan tiga pengacara bernama Counsell.[59]

Limb, Limb, Limb dan Limb pada tahun 2015 menerbitkan makalah ilmiah yang mempelajari efek nama keluarga terhada[ spesialisasi medis. Mereka melihat 313.445 entri dalam daftar medis dari General Medical Council dan mengidentifikasi nama keluarga yang cocok untuk spesialisasi tersebut. Sebagai contoh, Limb untuk ahli bedah ortopedi dan Doctor untuk kedokteran secara umum. Mereka menemukan bahwa frekuensi nama yang relevan dengan kedokteran dan subspesialisasi jauh lebih besar dari yang diharapkan secara kebetulan. Proporsi terbesarnya adalah nama yang dalam bahasa Inggris memilih berbagai istilah alternatif untuk bagian anatomi yang dimaksud (atau merujuk pada fungsinya). Contohnya, individu dengan nama keluarga Hardwick dan Woodcock dalam kedokteran genitourinari dan individu dengan nama keluarga Burns, Cox, dan Ball dalam urologi. Ahli saraf memiliki nama yang relevan dengan kedokteran secara umum, tetapi jauh lebih sedikit yang memiliki nama yang secara langsung relevan dengan spesialisasi mereka (1 dari setiap 302 orang). Dalam studi ini, Limb, Limb, Limb, dan Limb tidak memperhitungkan faktor pembaur.[97] Pada tahun 2010 Abel menyimpulkan hal yang serupa. Dalam penelitiannya, ia membandingkan dokter dan pengacara yang nama depan atau belakangnya dimulai dengan kombinasi tiga huruf yang mewakili profesi mereka, misalnya "doc", "law", dan juga menemukan hubungan yang signifikan antara nama dan profesi. Abel juga menemukan bahwa huruf awal nama belakang dokter secara signifikan terkait dengan subspesialisasi mereka. Misalnya, Raymonds lebih cenderung menjadi ahli radiologi daripada dokter kulit.[98]

Menyoroti alasan ketiga Casler tentang determinisme nominatif terkait genetika, para peneliti yakni Voracek, Rieder, Stieger, dan Swami menemukan bukti yang mendukung hal tersebut pada tahun 2015. Mereka mengemukakan bahwa individu dengan nama Smiths cenderung mewarisi kemampuan fisik nenek moyang mereka yang berprofesi sebagai pandai besi. Hal ini dibuktikan oleh data yang menunjukkan kemampuan di atas rata-rata untuk aktivitas yang berhubungan dengan kekuatan. Sementara itu, individu dengan nama keluarga Tailor atau ejaan serupa, ditemukan memiliki kemampuan dalam hal keterampilan, meski haslinya tidak signifikan secara statistik. Voracek, Rieder, Stieger, dan Swami mengatakan bahwa hipotesis genetik-sosial tampak lebih cocok menjadi alasan determinisme nominatif dibandingkan hipotesis efek egoisme implisit.[99]

Catatan kaki

  1. ^ Orang Romawi diasumsikan menggunakan tiga nama dalam penamaannya. Misalnya, Marcus Tullius Cicero, di mana, Marcus sebagai praenomen, Tullius sebagai nomen gentilicium, dan Cicero sebagai cognomen. [6]
  2. ^ Ayah Romawi kuno juga mewariskan cognomen ke anak-anak mereka.[11] Menurut Gaius Plinius Secundus, cognomen yang berasal dari pekerjaan awalnya diambil dari pertanian. Sebagai contoh, Cicero yang berarti buncis. Ergo, Marcus Tullius Cicero adalah keturunan seorang petani buncis,[12] meskipun dikatakan juga bahwa cognomennya itu diberikan karena bentuk hidungnya yang mirip kacang arab.[13]
  3. ^ Seiring waktu banyak nama keluarga dalam sistem patrilineal yang punah. Atau bila masih disematkan, biasanya tergantung pada faktor-faktor seperti jumlah anak laki-laki, imigrasi, dan penggabungan nama keluarga perempuan dengan pasangan mereka setelah menikah. Ada peluang sebesar 43% bagi seseorang memiliki nama keluarga Korea berupa Kim, Lee atau Park. Galton–Watson memodelkan secara matematis berapa banyak peluang nama keluarga untuk bertahan. Ia menyimpulkan bahwa di bawah asumsi konstan 1 dalam 3 kemungkinan 0, 1 atau 2 anak laki-laki, ada kemungkinan 67% bahwa pada generasi keempat nama keluarga tersebut akan punah. [20]
  4. ^ Nomen est omen adalah frase Latin yang berarti "nama adalah tanda". Hal ini dikaitkan dengan dramawan Romawi Plautus.[34]
  5. ^ Misalnya, peneliti Keaney dkk yang melakukan studi tentang hubungan antara orang yang disebut Brady dan mereka yang memasang alat pacu jantung untuk bradikardia "The Brady Bunch? New evidence for nominative determinism in patients' health".[39]
  6. ^ Selama bertahun-tahun, New Scientist telah melaporkan ragam topik terkait determinsme nominatif. Misalnya saja, ada 'determinisme nomatopoeic nominative' (misalnya, ilmuwan misi kepala Badan Antariksa Eropa Bernard Foing),[68] 'indeterminisme nominatif' (untuk menjelaskan keberadaan ratusan artikel ilmiah yang pengarangnya termasuk Wong dan Wright),[69] dan 'preferensialisme pekerjaan' (hipotesis bahwa pekerjaan seseorang memengaruhi selera seseorang, misalnya polisi menyukai lukisan karya John Constable).[70]
  7. ^ Penelitian telah menunjukkan bahwa kebanyakan orang menyukai nama yang diberikan kepada mereka.[77] Penelitian lebih lanjut juga telah menemukan efek kuat yang disebut "name-letter effect":ketika diberi pilihan huruf, maka orang secara signifikan akan cenderung lebih memilih huruf yang menyusun nama mereka.[78]
  8. ^ Variabel pengganggu juga berperan dalam penelitian tentang determinisme monogram. Pada tahun 1999, Christenfeld, Phillips, dan Glynn menyimpulkan bahwa orang yang memiliki monogram positif (misalnya, ACE atau VIP) hidup secara signifikan lebih lama daripada mereka yang memiliki inisial negatif (misalnya, PIG atau DIE). Kesimpulan ini didasarkan pada analisis ribuan surat kematian California antara tahun 1969 dan 1995.[92] Morrison & Smith kemudian menunjukkan bahwa ini adalah artefak pengelompokan data berdasarkan usia saat kematian. Frekuensi perubahan inisial dari waktu ke waktu bisa menjadi variabel pengganggu. Memang ketika mengelompokkan data yang sama berdasarkan tahun lahir, mereka tidak menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara inisial dan panjangnya umur seseorang..[93]
  9. ^ Pelham dan rekan-rekannya awalnya membela metode mereka terkait adanya kritik dari Simonsohn.[94][95]

Referensi

  1. ^ Carter, Kate (2018-05-02). "Nominative determinism: who has the best name in running?". The Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-06. 
  2. ^ https://espace.library.uq.edu.au/view/UQ:389112
  3. ^ a b Weekley 1914, hlm. 2.
  4. ^ a b Fowler 2012, hlm. 11.
  5. ^ a b c Weekley 1914, hlm. 68.
  6. ^ Salway 1994, hlm. 124–126.
  7. ^ Weekley 1914, hlm. 71.
  8. ^ McKinley 1990, hlm. 25–34.
  9. ^ Weekley 1914, hlm. viii.
  10. ^ a b Weekley 1914, hlm. 143.
  11. ^ Salway 1994, hlm. 127.
  12. ^ Wilson 2003, hlm. 10.
  13. ^ McKeown 2010, hlm. 22.
  14. ^ Smith-Bannister 1997, hlm. 11.
  15. ^ Jenkyn 1652, hlm. 7.
  16. ^ Camden 1984, hlm. 43.
  17. ^ Fowler 2012, hlm. 14.
  18. ^ American Council of Learned Societies 1998, hlm. 180.
  19. ^ Weekley 1914, hlm. 43–44.
  20. ^ Ratzan 2004, hlm. 120–122.
  21. ^ a b Feedback 2000.
  22. ^ Safire 2004, hlm. 18.
  23. ^ Nuessel 1992.
  24. ^ Room 1996, hlm. 40.
  25. ^ a b Levey 1985.
  26. ^ Conrad 1999, hlm. 16.
  27. ^ Merriam-Webster 1995, hlm. 229.
  28. ^ Lederer 2010, hlm. 67.
  29. ^ Cavill 2016, hlm. 365.
  30. ^ Heller 1961, hlm. 85.
  31. ^ a b Michalos 2009, hlm. 16.
  32. ^ Conrad 1999, hlm. 16–17.
  33. ^ Levey 2000.
  34. ^ Michalos 2009, hlm. 3.
  35. ^ Hoekstra 2011, hlm. 45.
  36. ^ Dickson 1996.
  37. ^ Hoekstra 2001.
  38. ^ Rennick 1982, hlm. 193.
  39. ^ a b Keaney et al. 2013.
  40. ^ Bennett 1992.
  41. ^ Alter 2013, hlm. 7.
  42. ^ Snowman 1993.
  43. ^ Trench 1993.
  44. ^ Hunt 1994, hlm. 480.
  45. ^ Splatt & Weedon 1977.
  46. ^ a b Feedback 1994a.
  47. ^ Alter 2013, hlm. 230.
  48. ^ a b Feedback 2015.
  49. ^ Feedback 2004.
  50. ^ Feedback 2005.
  51. ^ Feedback 2007.
  52. ^ Feedback 1994b.
  53. ^ Highfield 2011.
  54. ^ a b Colls 2011.
  55. ^ Telegraph staff 2011.
  56. ^ Frank 1970, hlm. 25.
  57. ^ a b Stekel 1911, hlm. 110.
  58. ^ Stoppard 1972, hlm. 52.
  59. ^ a b c Michalos 2009, hlm. 17.
  60. ^ Fibbi, Kaya & Piguet 2003, hlm. 0.
  61. ^ Schaffer-Suchomel 2009, hlm. 1.
  62. ^ Gerber 2006, hlm. 0.
  63. ^ Hoekstra 2001, hlm. 1.
  64. ^ Duša & Kenda 2011, hlm. 0.
  65. ^ Feedback 2014b.
  66. ^ Slovenko 1983, hlm. 227.
  67. ^ Feedback 1996.
  68. ^ Feedback 2006.
  69. ^ Feedback 2014a.
  70. ^ Feedback 1999.
  71. ^ Nunn 2014.
  72. ^ Flugel 1930, hlm. 208.
  73. ^ Abraham 1979, hlm. 31.
  74. ^ Jung 1972, hlm. 27.
  75. ^ a b Jung 1972, hlm. 15.
  76. ^ Casler 1975, hlm. 472.
  77. ^ Joubert 1985, hlm. 983.
  78. ^ Nuttin 1985, hlm. 353.
  79. ^ Pelham, Mirenberg & Jones 2002, hlm. 479.
  80. ^ Simonsohn 2011, hlm. 46.
  81. ^ Smeets 2009, hlm. 11.
  82. ^ a b c Michalos 2009, hlm. 18.
  83. ^ Silverman & Light 2011.
  84. ^ Nelson.
  85. ^ Cole 2001.
  86. ^ Nevid & Rathus 2009, hlm. 202.
  87. ^ Smeets 2009, hlm. 14.
  88. ^ Danesi 2012, hlm. 84.
  89. ^ Bateson & Martin 2001, hlm. 124.
  90. ^ Pelham, Mirenberg & Jones 2002, hlm. 479–480.
  91. ^ Simonsohn 2011, hlm. 23.
  92. ^ Christenfeld, Phillips & Glynn 1999.
  93. ^ Morrison & Smith 2005.
  94. ^ Pelham & Carvallo 2011, hlm. 25.
  95. ^ Simonsohn 2011b, hlm. 31.
  96. ^ Pelham & Mauricio 2015, hlm. 692.
  97. ^ Limb et al. 2015, hlm. 24–26.
  98. ^ Abel 2010, hlm. 65.
  99. ^ Voracek et al. 2015.

Bibliografi

Pranala luar