Lompat ke isi

Suku Rampi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 6: Baris 6:
Secara [[sosiologi|sosiologis]] masyarakat suku Rampi masih dapat digolongkan dalam kehidupan yang [[homogen]]. Ikatan kekerabatan antar desa tetangga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi. Secara ekonomi mata pencaharian masyarakat Rampi dominan [[petani|bertani]].
Secara [[sosiologi|sosiologis]] masyarakat suku Rampi masih dapat digolongkan dalam kehidupan yang [[homogen]]. Ikatan kekerabatan antar desa tetangga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi. Secara ekonomi mata pencaharian masyarakat Rampi dominan [[petani|bertani]].


==Hukum sosial==
===Hukum sosial===
Peran Lembaga Adat yang dipimpin oleh ''Tokei Tongko Rampi'' masih dipegang teguh oleh masyarakat Rampi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Mereka memberlakukan aturan adat berkaitan dengan kehidupan sosial seperti melakukan perzinahan di denda 3 ekor [[kerbau]] dipotong lalu di makan bersama lalu dilakukan ''powahe lori'' yakni potong 1 ekor dari 3 ekor kerbau lalu dimakan bersama, kemudian dilakukan mencuci aib atau cuci tanah, lalu dilakukan kembali ''pehilu'' atau disebut ''garing'' untuk pengikat tangan yang dimaksudkan agar pelaku pelanggaran sosial tidak mengulangi lagi perbuatannya. Pelanggaran adat lainnya disebut ''peruhe'' atau ''pebamba'' yakni dicakar atau merampas suami atau istri orang akan didenda 1 ekor kerbau pada orang yang suami atau istrinya direbut.
Peran Lembaga Adat yang dipimpin oleh ''Tokei Tongko Rampi'' masih dipegang teguh oleh masyarakat Rampi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Mereka memberlakukan aturan adat berkaitan dengan kehidupan sosial seperti melakukan perzinahan di denda 3 ekor [[kerbau]] dipotong lalu di makan bersama lalu dilakukan ''powahe lori'' yakni potong 1 ekor dari 3 ekor kerbau lalu dimakan bersama, kemudian dilakukan mencuci aib atau cuci tanah, lalu dilakukan kembali ''pehilu'' atau disebut ''garing'' untuk pengikat tangan yang dimaksudkan agar pelaku pelanggaran sosial tidak mengulangi lagi perbuatannya. Pelanggaran adat lainnya disebut ''peruhe'' atau ''pebamba'' yakni dicakar atau merampas suami atau istri orang akan didenda 1 ekor kerbau pada orang yang suami atau istrinya direbut.


Hal ini bisa menimpa seseorang apabila melakukan kelalaian atau pelanggaran adat, hukuman ini merupakan peringatan untuk menyadarkan seseorang atas kesalahan yang dilakukannya sesuai dengan pelanggarannya. Aturan di atas berlaku kepada seluruh masyarakat adat Rampi dengan maksud tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut dengan istilah ''powahe lori'' harus bicara dulu atau mendapatkan ijin, segala yang akan dipakai atau dimakan harus bersih dari segala hal, dan harus bisa menyampaikan apa adanya.
Hal ini bisa menimpa seseorang apabila melakukan kelalaian atau pelanggaran adat, hukuman ini merupakan peringatan untuk menyadarkan seseorang atas kesalahan yang dilakukannya sesuai dengan pelanggarannya. Aturan di atas berlaku kepada seluruh masyarakat adat Rampi dengan maksud tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut dengan istilah ''powahe lori'' harus bicara dulu atau mendapatkan ijin, segala yang akan dipakai atau dimakan harus bersih dari segala hal, dan harus bisa menyampaikan apa adanya.

==Pesta adat==
==Pesta adat==
Masyarkat Rampi mempunyai sebuah pesta adat yang disebut ''mogombo'' atau disebut musyawarah adat warga Rampi yang dianggap begitu sakral tentang penetapan pengesahan aturan adat masyarakat kecamatan Rampi. Hajatan warga di kawasan wilayah pegunungan Luwu Utara ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan ritus sakral ini dilakukan oleh masyarakat Rampi sekali dalam setahun.
Masyarkat Rampi mempunyai sebuah pesta adat yang disebut ''mogombo'' atau disebut musyawarah adat warga Rampi yang dianggap begitu sakral tentang penetapan pengesahan aturan adat masyarakat kecamatan Rampi. Hajatan warga di kawasan wilayah pegunungan Luwu Utara ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan ritus sakral ini dilakukan oleh masyarakat Rampi sekali dalam setahun.

Revisi per 4 April 2022 16.40

Suku Rampi (bahasa Rampi: To Rampi) adalah sebuah kelompok etnis yang mendiami daerah pegunungan di kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Daerah yang didiami oleh suku Rampi merupakan daerah terisolir yakni di pegunungan Kambuno yang terletak di bagian utara dari Sulawesi Selatan.[1]

Kebudayaan

Tradisi berburu

Suku Rampi mempunyai tradisi berburu yakni berburu hewan Anoa yang merupakan salah satu konsumsi utama warga yang mendiami pegunungan bagian tengah dari pulau Sulawesi.[2]

Sosiologis

Secara sosiologis masyarakat suku Rampi masih dapat digolongkan dalam kehidupan yang homogen. Ikatan kekerabatan antar desa tetangga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi. Secara ekonomi mata pencaharian masyarakat Rampi dominan bertani.

Hukum sosial

Peran Lembaga Adat yang dipimpin oleh Tokei Tongko Rampi masih dipegang teguh oleh masyarakat Rampi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Mereka memberlakukan aturan adat berkaitan dengan kehidupan sosial seperti melakukan perzinahan di denda 3 ekor kerbau dipotong lalu di makan bersama lalu dilakukan powahe lori yakni potong 1 ekor dari 3 ekor kerbau lalu dimakan bersama, kemudian dilakukan mencuci aib atau cuci tanah, lalu dilakukan kembali pehilu atau disebut garing untuk pengikat tangan yang dimaksudkan agar pelaku pelanggaran sosial tidak mengulangi lagi perbuatannya. Pelanggaran adat lainnya disebut peruhe atau pebamba yakni dicakar atau merampas suami atau istri orang akan didenda 1 ekor kerbau pada orang yang suami atau istrinya direbut.

Hal ini bisa menimpa seseorang apabila melakukan kelalaian atau pelanggaran adat, hukuman ini merupakan peringatan untuk menyadarkan seseorang atas kesalahan yang dilakukannya sesuai dengan pelanggarannya. Aturan di atas berlaku kepada seluruh masyarakat adat Rampi dengan maksud tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut dengan istilah powahe lori harus bicara dulu atau mendapatkan ijin, segala yang akan dipakai atau dimakan harus bersih dari segala hal, dan harus bisa menyampaikan apa adanya.

Pesta adat

Masyarkat Rampi mempunyai sebuah pesta adat yang disebut mogombo atau disebut musyawarah adat warga Rampi yang dianggap begitu sakral tentang penetapan pengesahan aturan adat masyarakat kecamatan Rampi. Hajatan warga di kawasan wilayah pegunungan Luwu Utara ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan ritus sakral ini dilakukan oleh masyarakat Rampi sekali dalam setahun.

Ketua panitia kegiatan mogombo ada’, Rampi Albert Lumeno menjelaskan acara ini juga secara perlahan dan pasti mulai diterima bukan saja warga Rampi, tetapi sebagai bagian budaya masyarakat adat Tana Luwu. Dalam memeriahkan acara adat ini masyarakat adat Rampi menyiapkan berbagai kesenian dan tarian adatnya. Termasuk, juga mempersiapkan sebanyak delapan ekor kerbau untuk disembelih.

Referensi

  1. ^ Alwin Feraro (24 Oktober 2020). "Mengunjungi Suku Rampi, Suku Terpencil di Luwu Utara yang Terancam Punah". www.ewarta.co. Diakses tanggal 4 April 2022. 
  2. ^ "Suku Rampi, Suku Pemburu Anoa Dari Pegunungan Luwu Utara". www.datatempo.co. Diakses tanggal 4 April 2022.