Kertajaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 10: Baris 10:
|birth_place = [[Jawa Timur]]
|birth_place = [[Jawa Timur]]
|death_date = [[1222]]
|death_date = [[1222]]
|death_place = [[Gugur]] Ganter
|death_place = Gugur Desa Ganter
|place of burial = [[Pertempuran Ganter]], Kediri Timur, Kabupaten Kediri, Jawa Timur
|place of burial = [[Pertempuran Ganter]], Kediri Timur, Kabupaten Kediri, Jawa Timur
|royal house = [[Wangsa Isyana|Isyana]]
|royal house = [[Wangsa Isyana|Isyana]]

Revisi per 12 April 2022 07.21

Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1194 - 1222. Pada akhir pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah sebagai dewa. Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok dari Tumapel atau Singhasari, yang menandai berakhirnya masa Kerajaan Kadiri.

Kertajaya
Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa
Sri Maharaja Kertajaya Kadiri
Prabu Dandhang Gendis
Raja Kerajaan Kadiri
Berkuasa1194-1222
Informasi pribadi
KelahiranDaha Kerajaan Kadiri
Jawa Timur
Kematian1222
Gugur Desa Ganter
Pemakaman
Pertempuran Ganter, Kediri Timur, Kabupaten Kediri, Jawa Timur
WangsaIsyana
Anak
  • Jayasabha
AgamaHindu

Sejarah

Nama Kertajaya terdapat dalam Kitab Nagarakretagama (1365) karya Mpu Prapanca yang dibuat pada masa Majapahit ratusan tahun setelah zaman Kadiri.

Bukti sejarah keberadaan tokoh Kertajaya adalah dengan ditemukannya Prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Biri, dan Prasasti Lawadan (1205).

Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama gelar abhiseka Kertajaya adalah Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.

Pertempuran Ganter

Dalam Pararaton Maharaja Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan di akhir masa pemerintahannya kestabilan Kerajaan Kadiri mulai menurun. Kondisi ini karena raja bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu menyatakan ingin disembah sebagai dewa. Permintaan Prabu Dandhang Gendis ini tentunya mendapatkan perlawanan dari para pendeta dan kaum Brahmana Hindu maupun Buddha. Meskipun Prabu Dandhang Gendis unjuk kesaktiannya dengan cara duduk bersila di atas sebatang tombak tajam yang berdiri. Beberapa orang yang tak mengakui kedewaan Kertajaya terpaksa disiksa dengan kejam hingga akhirnya mati. Sementara bagi yang mengakui kedewaannya akan dibebaskan dari segala hukuman dan diberikan kedudukan terhormat.

Kaum Brahmana dan para pendeta yang ketakutan mereka memilih melarikan diri, dan oleh sebab etika dan keserakahannya itu membuat Kertajaya terus mendapat penolakan dari para kaum Brahmana. Para kaum Brahmana memilih meninggalkan ibu Kota Kerajaan Kadiri. Mereka menyingkir sambil terus berdakwah akan kesesatan Kertajaya, kepada seluruh rakyat kerajaan yang ditemuinya. Kaum Brahmana dan para pendeta meminta perlindungan dari wilayah Tumapel (Malang) dibawah kepemimpinan Ken Arok. mereka memilih berlindung kepada Ken Arok, bawahan Dandhang Gendis yang menjadi akuwu saat ini jabatan setingkat camat di wilayah Tumapel. Ken Arok lalu mengangkat dirinya menjadi raja dan menyatakan wilayah Tumapel sebagai kerajaan merdeka, lepas dari Kadiri.

Mengetahui hal ini, Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh Siwa. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Guru (nama lain Siwa) dan bergerak memimpin pasukan untuk menyerang Kadiri. Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kadiri. Kedua pasukan itu telah bertemu di dekat Ganter

Perang antara Tumapel dan Kadiri terjadi begitu sengit di dekat wilayah desa Ganter. Para panglima perang Kadiri yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik menuju kahyangan.

Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam dewalaya (alam tempat dewa).

Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus akhirat

Keturunan Kertajaya

Sejak tahun 1222 Kadiri menjadi daerah bawahan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, putra Kertajaya yang bernama Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya yang bernama Jayakatwang. Pada tahun 1292 Jayakatwang memberontak dan mengakhiri riwayat Tumapel.

Menurut keterangan yang didapat di dalam Prasasti Mula Malurung (1255), menyebutkan kalau penguasa Kadiri setelah Kertajaya adalah Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Sementara Jayakatwang menurut Prasasti Penanggungan adalah bupati Gelang-Gelang, yang kemudian menjadi raja Kadiri setelah menghancurkan Tumapel atau Singhasari tahun 1292.

Referensi

Catatan kaki

Bahan bacaan

  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Didahului oleh:
Sri Kameswara
Raja Kadiri
1185—1222
Diteruskan oleh:
Jayakatwang