Lompat ke isi

Bumi Resources: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dani1603 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Dani1603 (bicara | kontrib)
Baris 31: Baris 31:


===Bumi Resources===
===Bumi Resources===
Pada Oktober 2001, Bakrie kembali mengejutkan banyak pihak dengan perusahaan miliknya ini. Mereka lalu mengakuisisi PT [[Arutmin Indonesia]] yang bergerak di bisnis pertambangan [[batu bara]] seharga US$ 185 juta, yang membuat asetnya melonjak mencapai Rp 3 triliun. Akuisisi itu dilakukan terhadap 80% <ref>[https://books.google.co.id/books?id=M4wQAQAAMAAJ&q=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjs6K_e2ZH4AhUtRmwGHQzMBc0Q6AF6BAgCEAI Petrominer: Petroleum, Mining & Energy, Volume 33,Masalah 7-12]</ref> kepemilikan raksasa tambang internasional, [[BHP Biliton]] di Arutmin.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=0KitFGuGOjkC&pg=PA63&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjs6K_e2ZH4AhUtRmwGHQzMBc0Q6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=BUMI%20RESOURCES%20ARUTMIN%202001&f=false indonesia harga selangit]</ref> Sisa 20% saham lainnya kemudian dibeli dari PT Ekakarsa Yasakarya Indonesia di bulan April 2004.<ref name=sa/> Layaknya akuisisi atas Gallo, transaksi ini pun menuai polemik dan diwarnai tuduhan kongkalikong Bakrie dengan pihak tertentu, jika melihat misalnya [[Bank Mandiri]] yang mau mengucurkan kredit US$ 103 juta, dari [[Gabungan Koperasi Batik Indonesia]] (melalui PT Rifan Financindo Asset Management) senilai US$ 47 juta, dan Jamsostek yang membeli ''medium term notes'' senilai Rp 470 miliar yang diterbitkan perusahaan ini.<ref name=gat/> Kejutan belum berhenti sampai disitu, dimana ketika di bulan Oktober 2003, PT Bumi Resources Tbk "melahap" perusahaan tambang batu bara besar lainnya, PT [[Kaltim Prima Coal]] sebanyak 100% sahamnya dari [[Rio Tinto]] dan [[British Petroleum|BP]]<ref>[https://books.google.co.id/books?id=Ymb2AwAAQBAJ&pg=PT101&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjpzJyH25H4AhUymeYKHVRLDsg4ChDoAXoECAUQAg#v=onepage&q=BUMI%20RESOURCES%20ARUTMIN%202001&f=false Demokrasi: Indonesia in the 21st Century]</ref> dalam transaksi bernilai US$ 400 juta.<ref name=sa>[https://books.google.co.id/books?id=n-FMDwAAQBAJ&pg=PA61&dq=ARUTMIN+KPC+2003&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiCkoKC3JH4AhU973MBHclXDPoQ6AF6BAgIEAI#v=onepage&q=ARUTMIN%20KPC%202003&f=false Berinvestasi di Bursa Saham]</ref> Dengan akuisisi itu, maka Bumi Resources mengendalikan 28% produksi batu bara di Indonesia saat itu.<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=f38QAQAAMAAJ&dq=BUMIMODERN+PT&focus=searchwithinvolume&q=KPC Petrominer: Petroleum, Mining & Energy, Volume 30,Masalah 7-12]</ref> Sebelumnya, baik Arutmin dan KPC merupakan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia, di urutan keempat dan kedua.<ref name=ske>[https://books.google.co.id/books?id=TJvFDwAAQBAJ&pg=PA449&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjs6K_e2ZH4AhUtRmwGHQzMBc0Q6AF6BAgEEAI#v=onepage&q=BUMI%20RESOURCES%20ARUTMIN%202001&f=false Manajemen Keuangan Fundamental]</ref> Di tahun 2004, PT Bumi Resources Tbk mulai mencetak laba US$ 119 juta yang didapat dari produksinya yang mencapai 62 juta metrik ton.<ref name=temao/>
Pada Oktober 2001, Bakrie kembali mengejutkan banyak pihak dengan perusahaan miliknya ini. Mereka lalu mengakuisisi PT [[Arutmin Indonesia]] yang bergerak di bisnis pertambangan [[batu bara]] seharga US$ 185 juta, yang membuat asetnya melonjak mencapai Rp 3 triliun. Akuisisi itu dilakukan terhadap 80% <ref>[https://books.google.co.id/books?id=M4wQAQAAMAAJ&q=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjs6K_e2ZH4AhUtRmwGHQzMBc0Q6AF6BAgCEAI Petrominer: Petroleum, Mining & Energy, Volume 33,Masalah 7-12]</ref> kepemilikan raksasa tambang internasional, [[BHP Billiton]] di Arutmin.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=0KitFGuGOjkC&pg=PA63&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjs6K_e2ZH4AhUtRmwGHQzMBc0Q6AF6BAgJEAI#v=onepage&q=BUMI%20RESOURCES%20ARUTMIN%202001&f=false indonesia harga selangit]</ref> Sisa 20% saham lainnya kemudian dibeli dari PT Ekakarsa Yasakarya Indonesia di bulan April 2004.<ref name=sa/> Layaknya akuisisi atas Gallo, transaksi ini pun menuai polemik dan diwarnai tuduhan kongkalikong Bakrie dengan pihak tertentu, jika melihat misalnya [[Bank Mandiri]] yang mau mengucurkan kredit US$ 103 juta, dari [[Gabungan Koperasi Batik Indonesia]] (melalui PT Rifan Financindo Asset Management) senilai US$ 47 juta, dan Jamsostek yang membeli ''medium term notes'' senilai Rp 470 miliar yang diterbitkan perusahaan ini.<ref name=gat/> Kejutan belum berhenti sampai disitu, dimana ketika di bulan Oktober 2003, PT Bumi Resources Tbk "melahap" perusahaan tambang batu bara besar lainnya, PT [[Kaltim Prima Coal]] sebanyak 100% sahamnya dari [[Rio Tinto]] dan [[British Petroleum|BP]]<ref>[https://books.google.co.id/books?id=Ymb2AwAAQBAJ&pg=PT101&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjpzJyH25H4AhUymeYKHVRLDsg4ChDoAXoECAUQAg#v=onepage&q=BUMI%20RESOURCES%20ARUTMIN%202001&f=false Demokrasi: Indonesia in the 21st Century]</ref> dalam transaksi bernilai US$ 400 juta.<ref name=sa>[https://books.google.co.id/books?id=n-FMDwAAQBAJ&pg=PA61&dq=ARUTMIN+KPC+2003&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiCkoKC3JH4AhU973MBHclXDPoQ6AF6BAgIEAI#v=onepage&q=ARUTMIN%20KPC%202003&f=false Berinvestasi di Bursa Saham]</ref> Dengan akuisisi itu, maka Bumi Resources mengendalikan 28% produksi batu bara di Indonesia saat itu.<ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=f38QAQAAMAAJ&dq=BUMIMODERN+PT&focus=searchwithinvolume&q=KPC Petrominer: Petroleum, Mining & Energy, Volume 30,Masalah 7-12]</ref> Sebelumnya, baik Arutmin dan KPC merupakan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia, di urutan keempat dan kedua.<ref name=ske>[https://books.google.co.id/books?id=TJvFDwAAQBAJ&pg=PA449&dq=BUMI+RESOURCES+ARUTMIN+2001&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjs6K_e2ZH4AhUtRmwGHQzMBc0Q6AF6BAgEEAI#v=onepage&q=BUMI%20RESOURCES%20ARUTMIN%202001&f=false Manajemen Keuangan Fundamental]</ref> Di tahun 2004, PT Bumi Resources Tbk mulai mencetak laba US$ 119 juta yang didapat dari produksinya yang mencapai 62 juta metrik ton.<ref name=temao/>


Belum selesai dengan akuisisi dua raksasa batu bara, pada tahun 2005, Bakrie kembali menjajaki rencana merger Bumi Resources dengan perusahaan migas miliknya, PT [[Energi Mega Persada]] Tbk.<ref>[https://market.bisnis.com/read/20220203/192/1496267/historia-bisnis-bursa-pelototi-rencana-merger-bumi-enrg Historia Bisnis : Bursa ‘Pelototi’ Rencana Merger BUMI & ENRG]</ref> Pada saat itu, kedua-duanya merupakan perusahaan top di bidangnya: dimana Bumi Resources adalah salah satu eksportir terbesar batu bara, sedangkan Energi Mega Persada merupakan salah satu produsen migas terbesar di Indonesia. Merger senilai Rp 20 triliun ini diumumkan kemudian pada 14 Juni 2006. Pada saat yang sama, Bumi Resources Tbk juga akan menjual Arutmin, KPC dan Indocoal Resources Ltd. kepada perusahaan PT [[Borneo Lumbung Energi dan Metal]] (milik [[Samin Tan]], berkongsi dengan sejumlah pihak seperti [[Marubeni]]) yang sudah disepakati juga pada 14 Maret 2006 senilai US$ 3,2 miliar.<Ref>[https://books.google.co.id/books?id=SIq4swaCd9YC&pg=PA127&dq=merger+bumi+dan+energ+mega&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiElKSCj5P4AhX0X3wKHchDBhIQ6AF6BAgKEAI#v=onepage&q=merger%20bumi%20dan%20energ%20mega&f=false Energynomics: ideologi baru dunia]</ref><Ref>[https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-560612/bumi-resources-lepas-arutmin-kpc-indocoal-senilai-us-32-m Bumi Resources Lepas Arutmin, KPC, Indocoal Senilai US$ 3,2 M]</ref> Dalam transaksi ini, konon juga terjadi "perebutan" dengan pemerintah [[Kutai Timur]] dan David Salim yang saat itu hendak membeli saham KPC.<Ref>[https://books.google.co.id/books?newbks=1&newbks_redir=0&hl=id&id=Ge8TAQAAMAAJ&dq=Bumi+Resources+Lepas+Arutmin%2C+KPC%2C+Indocoal&focus=searchwithinvolume&q=DAVID+Salim Tempo, Volume 35,Masalah 7-12]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=r74TAQAAMAAJ&q=kutai+timur+kpc&dq=kutai+timur+kpc&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwipvr2RkZP4AhUVgOYKHfUQANMQ6AF6BAgIEAI Gatra, Volume 12,Masalah 20-24]</ref> (Sebenarnya, pemerintah Kutai Timur sudah menginginkan saham di KPC sejak awal 2000-an, saat itu dari pemilik lama (Rio Tinto dan BP), walaupun akhirnya tersalip Bakrie).<ref>[https://books.google.co.id/books?id=k_dADwAAQBAJ&pg=PT94&dq=ARUTMIN+KPC+2003&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwip16Le3pH4AhXGRmwGHdUuB1w4ChDoAXoECAcQAg#v=onepage&q=ARUTMIN%20KPC%202003&f=false Mining Environmental Policy: Comparing Indonesia and the USA]</ref> Namun, kemudian transaksi itu dibatalkan. Rencana penjualan tiga anak usahanya ke Borneo Lumbung batal pada Agustus 2006 karena alasan yang kurang jelas,<ref>[https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-661865/penjualan-anak-usaha-batal-merger-bumi-energi-jalan-terus Penjualan Anak Usaha Batal, Merger Bumi-Energi Jalan Terus]</ref> sedangkan merger Energi Mega Persada dan Bumi Resources juga batal terhitung pada 14 November 2006 akibat tersangkutnya anak usaha Energi Mega Persada, [[Lapindo Brantas]] Inc. dalam kasus [[Lumpur Lapindo]].<Ref>[https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-707995/merger-bumi-energi-resmi-batal Merger Bumi-Energi Resmi Batal]</ref>
Meskipun demikian, transaksi itu dibiayai oleh hutang yang besar dan berbunga tinggi dari bank yang dibebankan kepada KPC dan Arutmin (skema ''leveraged buyout''),<ref name=ske/> perjalanan Bumi Resources masih agak terhambat.<ref name=sa/>

Pada saat yang sama, transaksi pembelian tambang batu bara KPC dan Arutmin dibiayai oleh hutang yang besar dan berbunga tinggi dari bank yang dibebankan kepada KPC dan Arutmin (skema ''leveraged buyout''),<ref name=ske/> sehingga perjalanan Bumi Resources masih agak terhambat.<ref name=sa/> Untuk mengurangi beban tersebut, Bakrie kemudian menjual sebagian sahamnya di anak usaha PT Bumi Resources Tbk, PT Arutmin dan PT KPC kepada raksasa energi [[India]], [[Tata Power]] dengan total US$ 1,3 miliar di tanggal 2 April 2007, suatu angka yang jauh lebih tinggi dari biaya pembelian keduanya dahulu yang hanya ratusan juta dolar. Tata menyingkirkan para pesaing seperti CVRD ([[Brasil]]), BHP Billiton (Australia), [[Glencore]] International AG ([[Irlandia]]), dan Marubeni ([[Jepang]]).<ref>[https://bisnis.tempo.co/read/91410/enam-investor-asing-berebut-beli-kpc-dan-arutmin Enam Investor Asing Berebut Beli KPC dan Arutmin]</ref> Tata sendiri berniat menggunakan batu bara itu untuk kepentingan pembangkit listrik di India. Pada tahun tersebut, Bumi Resources mengekspor sekitar 95% produksi batu baranya, dari produksi 95 metrik ton di tahun 2006.<ref>[https://www.antaranews.com/berita/57761/bumi-jual-30-saham-perusahaan-ke-tata-power BUMI Jual 30 % Saham Perusahaan ke Tata Power]</ref><ref name=sa/> Akibat perbaikan itu, respon publik di pasar modal pun menjadi sangat positif. Saham Bumi Resources berubah menjadi saham ''blue chip'' dengan harganya mencapai Rp 8.550/lembar pada 12 Juni 2007. Sayangnya, kejayaan harga saham itu hanya berlangsung sesaat. Diterjang arus [[krisis ekonomi 2008]] yang melanda dunia, Bumi Resources masih menyimpan utang ''repurchase agreement'' US$ 1,12 miliar. Layaknya banyak nasib perusahaan publik milik keluarga Bakrie lainnya, saham Bumi Resources pun anjlok hingga Rp 2.175/lembar yang menyebabkan perdagangannya sempat disuspensi di tanggal 7 Oktober 2008.<ref name=temao/>


Pada tahun 2013, perusahaan ini mengalami sejumlah masalah, antara lain ditemukannya ketidakwajaran keuangan sebesar US$201 juta, serta adanya masalah dengan regulator.<ref>{{Cite news|title=Bumi chief looks to 'a fresh start' as name change and Bakrie split near|last=Leftly|first=Mark|date=8 November 2013|work=[[London Evening Standard]]|page=59}}</ref>
Pada tahun 2013, perusahaan ini mengalami sejumlah masalah, antara lain ditemukannya ketidakwajaran keuangan sebesar US$201 juta, serta adanya masalah dengan regulator.<ref>{{Cite news|title=Bumi chief looks to 'a fresh start' as name change and Bakrie split near|last=Leftly|first=Mark|date=8 November 2013|work=[[London Evening Standard]]|page=59}}</ref>

Revisi per 4 Juni 2022 06.20

PT Bumi Resources Tbk.
Publik
Kode emitenIDX: BUMI
IndustriPertambangan
Didirikan1973
Kantor pusatJakarta, Indonesia
Tokoh kunci
Nalinkant A. Rathod (Presiden Komisioner),[1] Saptari Hoedaja (Presiden Direktur)[2]
ProdukBatu bara, CBM
PendapatanPenurunan US$ 4,653 milyar (2019)
Penurunan US$ 103,1 juta (2019)
Total asetPenurunan US$ 4,470 milyar (2019)
Total ekuitasPenurunan US$ 723,8 juta (2019)
Karyawan
Penurunan 67 (2019)
Situs webwww.bumiresources.com

PT Bumi Resources Tbk atau Bumi Resources adalah salah satu perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia. Perusahaan ini bertindak sebagai induk untuk sejumlah anak usaha.[3] Pada daftar Forbes Global 2000 tahun 2012, Bumi Resources menempati peringkat ke-1898.[4] Perusahaan ini dianggap sebagai produsen batu bara termal terbesar di Indonesia dan mayoritas sahamnya dimiliki oleh Bakrie Group.[5]

Sejarah

Bumi Modern

Perusahaan awalnya didirikan pada tanggal 26 Juni 1973 dengan nama PT Bumi Modern.[6] Usaha awal dari perusahaan ini adalah mendirikan dan menjadi pengelola Hotel Bumi Hyatt Surabaya (kini Hotel Bumi Surabaya) yang merupakan hotel bintang lima pertama di Jawa Timur, yang dibangun sejak Agustus 1976 dan diresmikan operasionalnya di tanggal 16 Desember 1979, awalnya menggandeng Hyatt.[7] Bumi Modern awalnya merupakan perusahaan milik asuransi Bumiputera 1912[8] berpatungan dengan Peter Sondakh (pendiri Rajawali Corpora). Peter sendiri tercatat mulai berkongsi dengan Bumiputera di perusahaan ini pada 6 April 1976. Bumiputera tercatat memegang saham mayoritasnya, sedangkan Peter hanya memiliki kurang dari 10% saham.[9][10] Belakangan, Peter dan seorang pengusaha lain yang memiliki saham di PT Bumi Modern bernama H.A. Latief Thoyeb, menjual sahamnya kepada Bumiputera 1912, menjadikan perusahaan asuransi tersebut menguasai 100% kepemilikan[11] sejak 15 April 1985.[12]

Pada tanggal 30 Juli 1990, Bumiputera membawa perusahaan hotel miliknya ini go public dengan melepas 10 juta sahamnya di Bursa Efek Surabaya dan Bursa Efek Jakarta.[13] Sekitar 29% saham dipegang publik, sisanya milik Bumiputera.[11] Setelah IPO tersebut, perusahaan ini mulai melakukan ekspansi usahanya. Pada November 1991-November 1993, Hotel Bumi Hyatt diperluas menjadi 511 kamar, ditambah pembangunan sebuah gedung berlantai 7 bernama Graha Bumi Modern.[7] Tidak hanya itu, ada rencana membangun gedung berlantai 26 yang diisi hotel dan apartemen mewah, yang direncanakan akan dibangun dengan investasi US$ 65 juta. Pada saat itu, nama perusahaan juga sudah berganti menjadi PT Bumi Modern Hyatt sesuai bisnis utamanya.[14] Masuk juga kemudian pemodal baru dari PT Taspen, PT Astek, Pelican Holding Ltd. dan PT Jan Darmadi Corporation (perusahaan milik pebisnis properti Jan Darmadi) di tahun 1994, walaupun Bumiputera tetap bertahan sebagai pemegang saham mayoritas,[15] dimana di akhir 1994 memegang 58,39% sahamnya.[12]

Sayangnya, perlahan-lahan, kinerja PT Bumi Modern Hyatt mulai tertekan ketika di Surabaya, muncul hotel-hotel mewah serupa hotel miliknya, Hyatt Bumi Surabaya walaupun diklaim masih menjadi market leader hotel bintang lima di kota tersebut (34%).[16] Tekanan pun bermunculan dari proyek pembangunan gedung yang memakan biaya dan membebani perusahaan ini[7] yang menggunakan kredit sindikasi dari sejumlah bank. Program-program seperti dividen yang teratur ikut membebani keuangannya karena harus berhutang juga. Hal ini diperparah dengan kinerja Bumi Modern yang sejak 1994 mulai merugi, awalnya Rp 11,52 miliar, yang kemudian menjadi Rp 25,21 miliar di tahun 1996.[17] Belakangan, mulai muncul beberapa peminat yang hendak mengakuisisi PT Bumi Modern. PT Jan Darmadi Corp., misalnya hingga 1996 sudah memiliki 12,89%,[15] sedangkan di tahun 1997, Bumiputera berhasil menandatangani kesepakatan dengan Bakrie Group (via PT Bakrie Capital Indonesia) untuk mengakuisisi 25% sahamnya seharga Rp 27,8 miliar[18] di tanggal 25 Juli 1997. Akhirnya, Bakrie keluar sebagai "pemenang", dimana dengan tender offer, sahamnya menjadi 58,15%, yang kemudian naik lagi menjadi 58,9%.[11] Belakangan, saham Bakrie menjadi 52%, sisanya Taspen 13,33%, PT Jan Darmadi Corp. 12,89%, PT Jamsostek 8,89% dan sisanya publik. Awalnya, Bakrie masih mempertahankan bisnis Bumi Modern sebagai perusahaan properti dan perhotelan. Salah satunya adalah dengan rights issue di Desember 1997 senilai Rp 297 miliar yang direncanakan akan digunakan bagi akuisisi hotel milik Bakrie yang ada di Tashkent, Uzbekistan bernama "Le Meridien Tashkent".[17]

Belakangan, dengan alasan krisis ekonomi di akhir 1990-an dan penurunan kinerja bisnisnya, Bakrie mengalihkan seluruh bisnis properti perusahaan ini ke perusahaan lain,[19] salah satunya ke perusahaan saudaranya, PT Bakrieland Development Tbk.[20] Awalnya, Bakrie sempat menjajaki peluang menyerahkan perusahaan ini kepada BPPN untuk membayar hutang BLBI Bank Nusa Nasional miliknya.[21] Belakangan, Bakrie lalu mengubah usaha perusahaan ini ke bidang pertambangan. Rencana ini kemudian direalisasikan pada tahun 2000, ketika dilakukan proses rights issue kembali senilai Rp 1,9 triliun di awal tahun 2000.[22] Awalnya, usaha pertambangan yang dimaksud adalah minyak dan gas bumi, dimana 99,36% dana rights issue itu akan digunakan bagi mengakuisisi sebuah perusahaan migas yang memliki konsesi di Yaman dan berbasis di Jersey, Britania Raya[22] bernama Gallo Oil Ltd. sebanyak 97,5% dari sahamnya.[23] Dari rights issue itu, masuk dua pemegang saham baru, Minarak Labuan dan Long Haul Holdings Ltd[24] masing-masing 73% dan 22,15%,[25] dimana keduanya adalah pemilik Gallo sebelumnya, dan Minarak juga dikuasai Bakrie.[26] Sesungguhnya, transaksi rights issue itu masih menuai kontroversi, dengan adanya dugaan Bakrie hendak menggunakan dana triliunan (diperkirakan Rp 9,3 triliun) dari proses tersebut untuk membayar utang ke negara dan kreditornya,[27][26] apalagi bisnis Bumi Modern tidak sebesar nilai transaksi tersebut.[23] Beberapa bulan setelah proses ini selesai, pada 22 Desember 2000, nama PT Bumi Modern Tbk resmi berganti menjadi PT Bumi Resources Tbk.[19]

Bumi Resources

Pada Oktober 2001, Bakrie kembali mengejutkan banyak pihak dengan perusahaan miliknya ini. Mereka lalu mengakuisisi PT Arutmin Indonesia yang bergerak di bisnis pertambangan batu bara seharga US$ 185 juta, yang membuat asetnya melonjak mencapai Rp 3 triliun. Akuisisi itu dilakukan terhadap 80% [28] kepemilikan raksasa tambang internasional, BHP Billiton di Arutmin.[29] Sisa 20% saham lainnya kemudian dibeli dari PT Ekakarsa Yasakarya Indonesia di bulan April 2004.[30] Layaknya akuisisi atas Gallo, transaksi ini pun menuai polemik dan diwarnai tuduhan kongkalikong Bakrie dengan pihak tertentu, jika melihat misalnya Bank Mandiri yang mau mengucurkan kredit US$ 103 juta, dari Gabungan Koperasi Batik Indonesia (melalui PT Rifan Financindo Asset Management) senilai US$ 47 juta, dan Jamsostek yang membeli medium term notes senilai Rp 470 miliar yang diterbitkan perusahaan ini.[25] Kejutan belum berhenti sampai disitu, dimana ketika di bulan Oktober 2003, PT Bumi Resources Tbk "melahap" perusahaan tambang batu bara besar lainnya, PT Kaltim Prima Coal sebanyak 100% sahamnya dari Rio Tinto dan BP[31] dalam transaksi bernilai US$ 400 juta.[30] Dengan akuisisi itu, maka Bumi Resources mengendalikan 28% produksi batu bara di Indonesia saat itu.[32] Sebelumnya, baik Arutmin dan KPC merupakan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia, di urutan keempat dan kedua.[33] Di tahun 2004, PT Bumi Resources Tbk mulai mencetak laba US$ 119 juta yang didapat dari produksinya yang mencapai 62 juta metrik ton.[26]

Belum selesai dengan akuisisi dua raksasa batu bara, pada tahun 2005, Bakrie kembali menjajaki rencana merger Bumi Resources dengan perusahaan migas miliknya, PT Energi Mega Persada Tbk.[34] Pada saat itu, kedua-duanya merupakan perusahaan top di bidangnya: dimana Bumi Resources adalah salah satu eksportir terbesar batu bara, sedangkan Energi Mega Persada merupakan salah satu produsen migas terbesar di Indonesia. Merger senilai Rp 20 triliun ini diumumkan kemudian pada 14 Juni 2006. Pada saat yang sama, Bumi Resources Tbk juga akan menjual Arutmin, KPC dan Indocoal Resources Ltd. kepada perusahaan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (milik Samin Tan, berkongsi dengan sejumlah pihak seperti Marubeni) yang sudah disepakati juga pada 14 Maret 2006 senilai US$ 3,2 miliar.[35][36] Dalam transaksi ini, konon juga terjadi "perebutan" dengan pemerintah Kutai Timur dan David Salim yang saat itu hendak membeli saham KPC.[37][38] (Sebenarnya, pemerintah Kutai Timur sudah menginginkan saham di KPC sejak awal 2000-an, saat itu dari pemilik lama (Rio Tinto dan BP), walaupun akhirnya tersalip Bakrie).[39] Namun, kemudian transaksi itu dibatalkan. Rencana penjualan tiga anak usahanya ke Borneo Lumbung batal pada Agustus 2006 karena alasan yang kurang jelas,[40] sedangkan merger Energi Mega Persada dan Bumi Resources juga batal terhitung pada 14 November 2006 akibat tersangkutnya anak usaha Energi Mega Persada, Lapindo Brantas Inc. dalam kasus Lumpur Lapindo.[41]

Pada saat yang sama, transaksi pembelian tambang batu bara KPC dan Arutmin dibiayai oleh hutang yang besar dan berbunga tinggi dari bank yang dibebankan kepada KPC dan Arutmin (skema leveraged buyout),[33] sehingga perjalanan Bumi Resources masih agak terhambat.[30] Untuk mengurangi beban tersebut, Bakrie kemudian menjual sebagian sahamnya di anak usaha PT Bumi Resources Tbk, PT Arutmin dan PT KPC kepada raksasa energi India, Tata Power dengan total US$ 1,3 miliar di tanggal 2 April 2007, suatu angka yang jauh lebih tinggi dari biaya pembelian keduanya dahulu yang hanya ratusan juta dolar. Tata menyingkirkan para pesaing seperti CVRD (Brasil), BHP Billiton (Australia), Glencore International AG (Irlandia), dan Marubeni (Jepang).[42] Tata sendiri berniat menggunakan batu bara itu untuk kepentingan pembangkit listrik di India. Pada tahun tersebut, Bumi Resources mengekspor sekitar 95% produksi batu baranya, dari produksi 95 metrik ton di tahun 2006.[43][30] Akibat perbaikan itu, respon publik di pasar modal pun menjadi sangat positif. Saham Bumi Resources berubah menjadi saham blue chip dengan harganya mencapai Rp 8.550/lembar pada 12 Juni 2007. Sayangnya, kejayaan harga saham itu hanya berlangsung sesaat. Diterjang arus krisis ekonomi 2008 yang melanda dunia, Bumi Resources masih menyimpan utang repurchase agreement US$ 1,12 miliar. Layaknya banyak nasib perusahaan publik milik keluarga Bakrie lainnya, saham Bumi Resources pun anjlok hingga Rp 2.175/lembar yang menyebabkan perdagangannya sempat disuspensi di tanggal 7 Oktober 2008.[26]

Pada tahun 2013, perusahaan ini mengalami sejumlah masalah, antara lain ditemukannya ketidakwajaran keuangan sebesar US$201 juta, serta adanya masalah dengan regulator.[44]

Anak perusahaan

  • PT Kaltim Prima Coal (KPC): mengoperasikan sekitar 90.000 hektar konsesi tambang batu bara di Kalimantan Timur.
  • PT Arutmin Indonesia: mengoperasikan sekitar 70.000 hektar konsesi tambang batu bara di Kalimantan Selatan.
  • PT Fajar Bumi Sakti: mengelola area konsesi seluas 8.250,5 hektar di Kalimantan Timur.
  • PT Pendopo Energi Batubara: memiliki area konsesi seluas 17.840 hektar di Sumatera Selatan.
  • PT Bumi Resources Minerals Tbk: mengoperasikan aset pertambangan lainnya (non-batu bara).
  • Kalimantan Coal Limited.
  • Bumi Investment Pte. Ltd.
  • Herald Resources Pty. Ltd.
  • Bumi Capital Pte. Ltd.
  • Indocoal Resources (Cayman) Ltd.
  • PT Kaltim Prima Cbm .
  • PT Pendopo Energi Nusantara.
  • PT Bumi Resources Investment.
  • PT MBH Minera Resources.
  • PT Bumi Resources Minerals.
  • Calipso Investment Pte. Ltd.
  • Forerunner International Pte. Ltd.
  • Enercorp Ltd.
  • Knightley Business Resources Pte. Ltd.
  • Sangatta Holdings Limited.
  • Bumi Holdings Sas.
  • PT Manaor Sihotang
  • PT Mitra Bisnis Harvest.
  • PT Sitrade Coal.
  • PT Seamgas Indonesia.
  • PT Cipta Prima Sejati.
  • PT Arutmin CBM.
  • PT Indocoal Kalsel Resources.
  • Enercoal Resources Pte. Ltd.
  • Zurich Assets International, Ltd.
  • PT Lumbung Capital.
  • PT IndoCoal Kaltim Resources.
  • PT Buana minera Harvest.
  • Bumi Netherlands B.V.
  • PT MBH mining Resource.
  • PT Arutmin Indonesia.
  • IndoCoal KPC Resources (Cayman) Limited.
  • PT Alphard Resources.
  • Bumi Mauritania Sa.

Referensi

  1. ^ "Board of Commissioners". bumiresources.com. Diakses tanggal 14 January 2020. 
  2. ^ "Board of Directors". bumiresources.com. Diakses tanggal 14 January 2020. 
  3. ^ "Indonesia-Investments.com:Bumi Resources company profile". April 1, 2014. 
  4. ^ "Forbes Global 2000". Diakses tanggal 31 October 2020. 
  5. ^ Latul, Janeman (October 9, 2012). "Bumi Resources talks to Indonesia group on coal stake sale-sources". Reuters. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-27. Diakses tanggal 10 October 2012. 
  6. ^ Lap Tahunan BUMI 2021
  7. ^ a b c Hotel Bumi Surabaya
  8. ^ Komunikasi ekaprasetia pancakarsa, Volume 51-65
  9. ^ Sejarah dan perkembangan Bumiputera 1912, 1912-1982: tujuh puluh tahun menyertai perjuangan bangsa Indonesia
  10. ^ Informasi, Volume 16,Masalah 183-186
  11. ^ a b c 31 Tahun IPO BUMI, Dari Properti Hingga Beyond Coal
  12. ^ a b Moody's International Manual, Volume 4
  13. ^ Sejarah dan Profil Singkat BUMI (Bumi Resources Tbk)
  14. ^ Emiten pasar modal Indonesia
  15. ^ a b Berusia 29 tahun di pasar modal...
  16. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 8,Masalah 7-8
  17. ^ a b Modern to raise Rp 297b from right issue
  18. ^ Panji masyarakat
  19. ^ a b MASIH MENARIKKAH SAHAM BUMI RESOURCES?
  20. ^ Gatra, Volume 12,Masalah 42-45
  21. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 15,Masalah 11-12
  22. ^ a b Indonesian Business: The Year in Review
  23. ^ a b Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 18,Masalah 21-26
  24. ^ Tempo, Volume 37,Masalah 36-40
  25. ^ a b Gamma, Volume 3,Masalah 42-50
  26. ^ a b c d Jusuf Kalla dan Suspensi Saham Abrurizal Bakrie
  27. ^ Dunia EKUIN dan PERBANKAN, Volume 13,Masalah 3-4
  28. ^ Petrominer: Petroleum, Mining & Energy, Volume 33,Masalah 7-12
  29. ^ indonesia harga selangit
  30. ^ a b c d Berinvestasi di Bursa Saham
  31. ^ Demokrasi: Indonesia in the 21st Century
  32. ^ Petrominer: Petroleum, Mining & Energy, Volume 30,Masalah 7-12
  33. ^ a b Manajemen Keuangan Fundamental
  34. ^ Historia Bisnis : Bursa ‘Pelototi’ Rencana Merger BUMI & ENRG
  35. ^ Energynomics: ideologi baru dunia
  36. ^ Bumi Resources Lepas Arutmin, KPC, Indocoal Senilai US$ 3,2 M
  37. ^ Tempo, Volume 35,Masalah 7-12
  38. ^ Gatra, Volume 12,Masalah 20-24
  39. ^ Mining Environmental Policy: Comparing Indonesia and the USA
  40. ^ Penjualan Anak Usaha Batal, Merger Bumi-Energi Jalan Terus
  41. ^ Merger Bumi-Energi Resmi Batal
  42. ^ Enam Investor Asing Berebut Beli KPC dan Arutmin
  43. ^ BUMI Jual 30 % Saham Perusahaan ke Tata Power
  44. ^ Leftly, Mark (8 November 2013). "Bumi chief looks to 'a fresh start' as name change and Bakrie split near". London Evening Standard. hlm. 59. 

Pranala luar