Lampung: Perbedaan antara revisi
[revisi tidak terperiksa] | [revisi tidak terperiksa] |
Baris 191: | Baris 191: | ||
==Sejarah== |
==Sejarah== |
||
Lampung,modal daerah buat Republik Indonesia*) |
|||
Oleh : Firdaus Augustian. |
|||
Peminat sejarah |
|||
Revolusi Indonesia juga berakar pada ide dan konsep-konsep yang lahir pada zaman pergerakan nasional (1908- 1942/1945). Cita-cita budaya, sosial, ekonomi, kedaulatan rakyat dan akhirnya konsepsi bangsa serta kemerdekaan mendasarinya. Cita-cita nasional yang mulai muncul itu merupakan suatu kesadaran baru yang berbeda dengan kesadaran dinastikal dalam kerajaan-kerajaan traditional.Kesadaran baru itu mulai membayangkan adanya suatu kesatuan politik yang lebih luas dalam pengertian modern yaitu suatu nation-state yang meliputi wilayah jajahan Hindia Belanda. Konsep Nasionalisme dan anti kolonialisme mengangkat peristiwa-peristiwa disekitar kekosongan kekuasaan yang timbul pada pertengahan Agustus 1945 menjadi suatu revolusi yang berakibat baik nasional maupun internasional.Kekuatan-kekuatan sosial primordial(traditional) yang ikut bangkit dan bergolak pada nasionalisme dan tuntutan kemerdekaan.(Onghokham, Ph.D,Yale University 1975,Ahli Peneliti Utama LIPI,Tempo No.8/1985) Analisis text book Politik boleh menginterpretasikan bagaimana Proklamasi 17 Agustus 1945 itu dirancang. Karena dilatarbelakangi fakta Dokuritsu Zyoonbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia),yang diketuai oleh Dr.Radjiman Wedyoningrat dengan 60 0rang anggotanya,termasuk Bung Karno, Bung Hatta, Moh.Yamin,Wahid Hasyim,Abdul Qahar Muzakir, AM Dasaad merupakan badan bentukan Pemerintah Jepang. Tanggal 14 Agustus 1945 Dr.Radjiman Wedyoningrat,Ir.Sukarno dan Drs.Moh.Hatta di panggil ke Dalat kota kecil dekat Saigon Pusat Komando Angkatan Darat Jepang wilayah Asia Selatan. Panggilan ini untuk menghadap Marsekal Terauchi Komandan Komando Angkatan Darat Jepang Wilayah Asia Selatan,menerima briefing kemerdekaan Indonesia. Tanggal 16 Agustus 1945 malam hari dibawah jaminan keamanan Laksamana Muda Tadashi Maeda, Bung Karno, Bung Hatta, Sayuti Melik, Mr. Ahmad Soebarjo, Prof.Supomo, Sukarni, pada suasana bulan suci Ramadhan, dipersiapkan naskah Proklamasi untuk dibacakan tanggal 17 Agustus 1945. (Ahmad Subardjo Djojoadisuryo,1978). |
|||
Selanjutnya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu, yang dilakukan dalam semangat radikalisme, semua fihak dalam romantisme sejarahnya dapat menceritakan episode peran masing-masing dalam perjuangan itu. Biarlah itu merupakan dramatisasi perjuangan penuh romantisme yang amat subjektif sifatnya. Karena bagaimanapun juga sejarah selamanya akan melahirkan mithos dan legenda, yang saat ini banyak kita temui pada biography-biography tertentu. |
|||
Anti klimaks dari perjuangan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah Penandatanganan Penyerahan Kedaulatan dari Pemerintah Belanda,yang diwakili oleh Perdana Menteri Dr.Willem Drees dan Menteri Seberang Lautan Mr.A.M.J.A.Sassen dengan disaksikan oleh Baginda Ratu Juliana kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) yang diwakili oleh Drs.Moh.Hatta, pada tanggal 27 Desember 1949. Penyerahan Kedaulatan ini merupakan follow up dari rangkaian diplomasi tingkat tinggi dibawah payung Perserikatan Bangsa-Bangsa, proses panjang dimulai sejak Perjanjian Linggar Jati 25 Maret 1947. |
|||
Membuka secara transparan tentang Konprensi Meja Bundar dibawah payung PBB ini, harus dicermati secara hati-hati karena begitu sensitif. Republik Indonesia sebagai satu Pihak yang berunding posisinya sejajar dengan Negara-Negara boneka yang dibentuk oleh Dr.van Mook Wakil Gubernur Jenderal Nederlands Indie yang tergabung dalam BFO ( Bijeenkomst voor Federal Overleg) yang diketuai oleh Sultan Hamid II (Kepala Negara Borneo Barat). KMB diikuti oleh Indonesia bersama dengan para fihak Negara-Negara Boneka bentukan Belanda ini menghadapi Pemerintah Belanda,terpaksa diikuti,karena Pemerintah Belanda tidak mau berunding dengan Republik Indonesia sendiri. Dengan demikian dalam perundingan tersebut,tripartiet,yang berkedudukan sama Pemerintah Belanda,Pemerintah Republik Indonesia dan BFO dibawah payung PBB. |
|||
ACEH sebagai Daerah Modal |
|||
Sejarah mencatat selama perjuangan kemerdekaan Aceh telah memberikan kontribusi besar pada Republik Indonesia,secara politis perannya sangat berarti, dalam suasana revolusi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Pertempuran di Aceh terjadi sejak awal kemerdekaan pada saat tentara Sekutu mengirimkan pasukannya untuk membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu yang ditawan Jepang. Tentara sekutu ini Divisi India ke 26 dibawah Mayor Jenderal H.M.Chamber dan Brigjen T.E.D Kelly yang dihadapi oleh Rakyat dan Angkatan Pemuda Indonesia dibawah pimpinan Residen Teuku Nyak Arief. Dengan diplomasi dan serangkaian profokasi, tentara Gurkha ini ditarik mundur dari Aceh. Kita tidak melihat bagaimana perjuangan bersenjata sesudah itu, Aceh tidak pernah secara keseluruhan jatuh ke tangan Belanda selama perjuangan kemerdekaan. Hanya Daerah-daerah kota yang diduduki,tetapi di pedalaman Pemerintahan Republik berjalan sebagaimana mestinya dan memberikan dukungan kepada Presiden Sukarno di Jokjakarta. |
|||
Tetapi ada yang paling monumental adalah partisipasi masyarakat Aceh untuk mengumpulkan modal atas permintaan Presiden Sukarno, untuk membuktikan secara politis didunia Internasional bahwa Pemerintah Indonesia masih eksist. Modal ini akan digunakan untuk membeli sebuah Dakota yang akan digunakan modal airlines yang akan menghubungkan kota-kota di Indonesia. Dengan kesadaran tinggi,seluruh masyarakat dan pedagang dan tokoh-tokoh masyarakat Aceh dikumpulkan pada tanggal 16 Juni 1948 di Kotaraja dihimbau untuk mengumpulkan modal pembelian satu Dakota.Secara spontan sekitar dua hari terkumpul Sing.$.130,000.- dan 20 kg emas dan inilah yang menjadi modal untuk pembelian RI 001 – SEULAWAH. Sejarah memcatat dalam tinta emas Aceh merupakan Daerah Modal untuk perjuangan Republik Indonesia. |
|||
Lampung Modal Daerah buat Republik Indonesia |
|||
Tanpa mengecilkan arti perjuangan bersenjata selama ini,kenyataannya anti klimaks perjuangan adalah diplomasi dengan campurtangan dunia Internasional, mulai dari Perjanjian Linggar Jati 25 Maret 1947, Perjanjian Renvile di atas kapal US Navy “USS Renville” yang ditandatangani oleh Mr.Amir Syafifuddin (mewakili Republik Indonesia) dan R.Abdulkadir Widjojoatmojo (mewakili Kerajaan Belanda/asli orang Indonesia),17 Januari 1948. Persetujuan Roem Royen, 7 Mei 1949, Indonesia diketuai oleh Mr.Moh.Roem dan Belanda diketuai oleh Dr.van Royen dan terakhir Konprensi Meja Bundar di Den Haag. |
|||
Dari satu perundingan ke perundingan lain wilayah Republik Indonesia yang diakui defakto oleh Belanda semakin menciut, sementara Wakil Gubernur Jenderal Nederlands Indie,Dr.H.J.van Mook, dengan usaha sistematis membentuk negara-negara bonekanya yang tersebar dari Sumatera Timur sampai Indonesia Timur. Kemudian melalui aksi polisionalnya (yang kita katakan militernya) satu tersatu kota-kota strategis didudukinya. Untuk diketahui sampai 30 Desember 1948 wilayah Republik Indonesia yang tetap utuh adalah Jogjakarta (jatuh ketangan Belanda 19 Desember 1948), dan Aceh |
|||
Jakarta sudah sejak 4 Januari 1946 dibawah kekuasaan Belanda |
|||
Jawa Barat sejak 4 Mei 1947 menjadi Negara Pasundan, Wali Negaranya R.Suria Kertalegawa dan wilayah lain diduduki Belanda,pasukan Siliwangi harus hijrah ke Jogjakarta |
|||
Jawa Tengah,terbentuk Negara Boneka Jawa Tengah sementara sebagian Jawa Tengah diduduki Belanda |
|||
Kalimantan Barat,terbentuk Negara Boneka Borneo Barat 9 Mei 1947 dengan Wali Negara Sultan Abdul Hamid II,dan wilayah lainnya diduduki Belanda |
|||
Dayak Besar,Daerah Banjar,Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur,Riau, Bangka-Belitung merupakan satuan negara yang berdiri sendiri bentukan H.J.van Mook. |
|||
Sumatera Selatan,terbentuk Negara boneka Sumatera Selatan dengan Wali Negaranya Abdul Malik dan kota-kota besar Sumatera Selatan diduduki oleh Belanda |
|||
Sumatera Timur,terbentuk Negara Sumatera Timur,24 Maret 1948 dengan Wali Negaranya Dr. Teuku Mansyur dan kota-kota besarnya sudah diduduki Belanda. |
|||
Jawa Timur,terbentuk Negara Jawa Timur, 3 Desember 1948 dengan Wali Negaranya R.T.P Ahmad Kusumonegoro, sebagian Jawa Timur diduduki Belanda. |
|||
Indonesia Timur,termasuk Bali dan Nusa Tenggara,terbentuk Negara Indonesia Timur,24 Desember 1946 dengan Presidennya Dr.Sukawati. |
|||
Bengkulu, Jambi dan Riau sebagian diduduki Belanda. |
|||
Daerah Sulawesi seluruhnya jatuh ketangan Belanda terlihat secara jelas pelaksanaan eksekusi terhadap pahlawan Nasional R.W.Monginsidi dilaksanakan melalui proses hukum di Makasar tanggal 5 September 1949. Pelaksanaan ekseku-si melalui peradilan,tentunya membuktikan bahwa jelas daerah ini diduduki oleh Belanda. |
|||
Dengan demikian melihat daerah-daerah ini yang tidak menjadi Negara Boneka bentukan van Mook (mereka ini exist) dan tidak diduduki Belanda, maka wilayah Republik Indonesia hanyalah Jokjakarta, Aceh dan Keresidenan Lampung secara utuh. Pemerintahan Keresidenan Lampung berjalan dalam semangat dan dinamika revolusi. Residen Lampung waktu itu Mr.A.Abbas, yang dipaksa melepaskan jabatannya melalui petisi rakyat,yang digerakkan oleh Panitia Perbaikan Masyarakat (PPM), tgl 9 September 1946. dr.Baderil Munir menjadi Residen Lampung menggantikan Mr.A.Abbas, jabatan ini dipangku sampai tanggal 29 Nopember 1947 dan penggantinya R.M Rukadi Wiriahardja. Seluruh Residen Lampung ini langsung berada dibawah Presiden Sukarno di Jogjakarta. Ketika itu Negara Indonesia terbagi atas 8 (delapan) Propinsi, Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, Kalimantan. Pasukan Kapten Alamsyah yang menjadi Komandan Sub Territorium Palembang berdasarkan Perjanjian Linggar Jati harus menarik diri pasukannya dari Palembang yang telah dikuasai oleh Belanda dan hijrah ke daerah Republik Indonesia yaitu ke Lampung. Pemerintahan Keresidenan Lampung terbentuk sejak 26 Agustus 1945 sampai dengan 30 Desember 1948, melaksanakan seluruh tugas-tugas pemerintahan secara normal, perdagangan eksport dan import berjalan normal melalui Pelabuhan Oost Haven (Panjang). Pembangunan Pendidikan di Lampung terlihat sekali,pada saat itu telah didirikan SMP Islam di Telokbetong, dan SMP Pemerintah yang untuk pertama kali menumpang di Sekolah Rakyat Xaverius Penengahan Tanjungkarang. Bagi Keresidenan Lampung SMP Islam dan SMP Pemerintah ini merupakan sejarah baru, karena selama ini sekolah di Lampung sampai tahun 1945 hanyalah sebatas Sekolah Rakyat. Pada saat zaman kolonial Belanda Lampung memiliki 1 sekolah ELS di Tanjung Karang dan 2 sekolah HIS di Telokbetong dan Menggala dan Sekolah-sekolah Melayu Vervolk School dan Volk School serta sekolah-sekolah Partikulir lain yang ada di kota-kota dalam keresidenan Lampung,termasuk HIS Ardjoena dan HIS Xaverius di Tandjoeng Karang. Semua sekolah itu tingkatannya adalah Sekolah Dasar (primary school). Agresi militer Belanda ke Lampung dilaksanakan pada 30 Desember 1948, masuk dari pantai Kunyit Telok Betong, tanggal 31 Desember 1948 Telukbetung jatuh, 1 Januari 1949 Kota Tanjungkarang jatuh ke tangan Belanda dan sebelumnya terjadi proses bumi hangus. Mr.Gele Haroen (salah seorang Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang) saat itu mengambil over pemerintahan Keresidenan Lampung membentuk Pemerintahan Darurat berkedudukan di Kota Agung,selanjutnya menyatakan diri sebagai Residen Lampung. Dan tugas-tugas Pemerintahan didaerah pendudukan Belanda Tanjungkarang-Telokbetong, dilaksanakan oleh sebagian pejabat Keresidenan yang bertahan dibawah supervisi Belanda,pemerintahan itu kita kenal sebagai Tijdlijk Bestuur Aangelegenheid (TBA). Untuk selanjutnya menyongsong KMB sekitar Juli 1949 terjadi perintah cease fire antara Tentara Belanda dan Indonesia. Untuk lebih melengkapi sampai penyerahan kedaulatan 29 Desember 1949,Bukit Kemuning, Way Kanan sampai Lampung Barat samasekali tidak pernah diduduki Belanda |
|||
Kata Akhir |
|||
Propinsi Aceh sebagai Daerah Modal dengan RI 001 Seulawahnya,begitu populer dalam ceritera revolusi. Tetapi yang tidak terfikir bahwa Lampung merupakan modal daerah buat Republik Indonesia. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana Republik Indonesia akan berunding dengan Belanda mulai dari Linggar Jati, Renville, Roem Royen sampai KMB apabila daerah Republik hanyalah Jogjakarta saja. Semua daerah di Indonesia,kecuali sebagian Aceh dan Sumatera Barat semuanya telah diduduki oleh Belanda atau menjadi Negara Boneka bentukan H.J.Van Mook termasuk Jawa Barat bumi Siliwangi. Sumatera Selatan sudah lama sebagian diduduki oleh Belanda dan disana ada Negara Sumatera Selatan. |
|||
Kita bersukur bahwa Lampung dari awal kemerdekaan sampai sekarang tidak bergeming tetap dalam negara kesatuan Republik Indonesia,dan tidak berfikir separatis membentuk negara bagian seperti daerah-daerah lain,termasuk Bangka-Belitung dan Sumatera Timur. |
|||
*) tulisan ini dimuat di Harian Radar Lampung 10 Maret 2006 |
|||
==Lihat pula== |
==Lihat pula== |
Revisi per 9 April 2006 08.22
Lampung | |
---|---|
Motto: "Sang Bumi Ruwa Jurai" ([Bahasa Lampung]: ...) | |
Negara | Indonesia |
Tanggal | 18 Maret 1964 (hari jadi) |
Ibu kota | Bandar Lampung |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Gubernur | Sjachroedin ZP |
Luas | |
• Total | 35,376 km2 km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi | |
• Total | 8,000,000 (+/-) |
Demografi | |
• Agama | Islam (92%), Protestan (1,8%), Katolik (1,8%), Buddha (1,7%), Lain-lain (2,7%) |
• Bahasa | Bahasa Lampung, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Bali |
Kode Kemendagri | 18 |
Kode BPS | 18 |
Lagu daerah | Gambus dan Kulintang Lampung |
Situs web | [http://www.lampung.go.id] |
Lampung adalah sebuah provinsi yang paling selatan di Pulau Sumatra. Di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatra Selatan.
Kondisi dan sumber daya alam
Kondisi alam
Keanekaragaman Hayati
Sumber daya alam
Potensi daerah
Pariwisata dan Kebudayaan
Sosial kemasyarakatan
Suku bangsa
Bahasa
Agama
Pendidikan
Permasalahan sosial
Pemerintahan
Kabupaten dan Kota
Daftar Gubernur
No. | Periode | Nama Gubernur | Keterangan |
1 | 1964 - 1966 | Kusno Danupoyo | |
2 | 1966 - 1973 | Zainal Abidin Pagaralam | |
3 | 1973 - 1978 | R. Sutiyoso | |
4 | 1978 - 1988 | Yasir Hadibroto | |
5 | 1988 - 1993 | Poedjono Pranyoto | |
6 | 1993 - 1998 | Poedjono Pranyoto | |
7 | 1998 - 2004 | Oemarsono | |
8 | 2004 - 2009 | Sjachroedin ZP |
HUBUNGAN GUBERNUR LAMPUNG DAN DPRDNYA*)
Firdaus Augustian Praktisi Pemerintahan
Horizon publik daerah Lampung, sejak 15 Juli 2005 disesaki oleh wacana dan pembicaraan mengenai konflik politik tingkat tinggi antara Gubernur Lampung berhadapan dengan DPRD Propinsi Lampung. Semua bermula pada Keputusan DPRD Propinsi Lampung,No. 15 tahun 2005, tentang Pernyataan Pendapat DPRD Propinsi Lampung terhadap putusan Mahkamah Agung RI Reg. No. 437 K/TUN/2004. Substansi yang mendasar dari Pernyataan Pendapat DPRD Propinsi Lampung sejak saat itu tidak lagi mengakui eksistensi Drs.Sjachroedin ZP dan Drs.Syamsuria Ryacudu sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung. Apakah sesudah terbitnya Keputusan DPRD No. 15 tahun 2005, terjadi kekosongan hukum dan stagnasi Pemerintahan Daerah. Tidak juga, praktek pemerintahan tetap berjalan sebagaimana mestinya, Drs.Sjachroedin ZP tetap melaksanakan tugas-tugas beliau selaku Gubernur Lampung, termasuk Otorisator dan Ordonator Keuangan, yang merupakan persyaratan mendasar untuk melaksanakan fungsi pemerintahan dan pembangunan dan tugas kemasyarakatan lainnya. Meskipun jalannya pemerintahan tidak seelok dan selazim jalannya Pemerintahan Daerah yang seyogyanya mampu menciptakan kondisi rustig en ordelijk, baik untuk pelaksanaan tugas Pemerintahan maupun untuk kepentingan public. Kenyataan yang ada sejak munculnya konflik tersebut, semua fihak termobilisasi dan “dimobilisasi” untuk mendeklarasikan kebenaran-kebenaran pada fihak masing-masing. Dan masing-masing fihak menafikan dan menutup kebenaran fihak lain. Pernyataan pendapat dan opini untuk kepentingan Gubernur Lampung maupun DPRD Propinsi terjadi dimana-mana, semua sudah ikut bicara, mulai dari KORPRI se Propinsi Lampung, para Bupati/Walikota, Forum Rektor, Profesor ini, Profesor itu, termasuk Prof.Dr.Muladi, Prof.Kadri Husin, tentunya di awali serta diakhiri oleh Prof.Dr.Bagir Manan sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Surat Ketua Mahkamah Agung yang terakhir yang disampaikan kepada Ketua DPRD Propinsi Lampung No. KMA/043/II/2006, surat ini merupakan jawaban atas surat Ketua DPRD Propinsi Lampung,No.100/037/II.1/2006, tanggal 23 Januari 2006,tentang Mohon Penjelasan Putusan MA Nomor 437 K/TUN/2004. Surat Ketua Mahkamah Agung No. KMA/043/II/2006 ini sudah dianalisis secara cerdas, runtun dan lugas oleh Yuswanto (Dosen Bagian HAN Fakultas Hukum Unila) dalam tulisannya “Sikap MA terhadap Konflik Lampung” ( Lampung Post, 1 Maret 2006). Kesimpulan tulisan Yuswanto, konkrit serta signifikan atas dasar azas rechtmatigheid dan doelmatigheid, Presiden dapat dipastikan tidak akan mencabut atau membatalkan Keputusan Presiden No.71/M tahun 2004, tentang pengangkatan Drs. Sjachroedin ZP dan Drs.Syamsurya Ryacudu sebagai Gubernur Lampung dan Wakil Gubernur Lampung. Apabila Presiden mencabut Keppres a quo, berarti Presiden telah melakukan perbuatan melampaui kewenangannya (detournement de pouvoir) dan melakukan perbuatan sewenang-wenang (willekeur). Semua ini merupakan pendapat Yuswanto, enak dibaca, memperluas cakrawala berfikir mereka yang awam hukum. Sementara kita tahu ada fenomena dalam discource (wacana) hukum, apabila ada 2 orang ahli hukum melakukan perdebatan hukum, maka bukan hanya akan terformula 2 pendapat hukum, akan muncul dinamika dan kreatifitas pemikiran hukum melampaui wacana awal. Dengan demikian tentunya pendapat Yuswanto ini, pada waktunya akan dikritisi oleh Ahli Hukum lainnya, yang kompetensi dan kredibilitasnya tidak diragukan, mungkin memperkuat argument Yuswanto, atau barangkali menolak pendapat Yuswanto. Tetapi satu hal semua kita harus berprasangka baik, bahwa wacana dan pergumulan pemikiran akademis ini, benar-benar lahir dari sikap profesional dan tanggung jawab akademis, bukan atas dasar pesanan, apalagi pelacuran intelektual. Bagi kita yang awam hukum pemikiran dan wacana akademis ini merupakan tambahan informasi, untuk bagaimana mencermati dan mengantisipasi, serta memposisikan diri dalam melihat konflik yang berkepanjangan tak berujung semacam ini. Dengan demikian kita akan tahu posisi masing-masing, sehingga pada waktunya apabila ada para fihak yang yang ingin memobilisasi pemikiran dan aspirasi, secara cerdas kita dapat mempermainkan posisi tawar menawar masing-masing. Dari pengalaman selama ini pada setiap proses konflik yang terjadi, para fihak memanfaatkan massa secara vulgar untuk mendukung kepentingan masing-masing, dengan sama sekali tidak memahami substansi apa yang menjadi latar belakang perbedaan kepentingan. Tentunya bagi Ahli Hukum yang melakukan wacana dan pergumulan pemikiran, semua ini merupakan latihan berfikir dalam proses mencari nilai-nilai kebenaran akademis yang universal sifatnya. Tetapi tentunya semua kita menyadari bahwa praktek kenegaraan, praktek penyelenggaraan pemerintahan, tidak semata-mata urusan Hukum, pada dasrnya merupakan keputusan Politik, melalui pendekatan Sosiologis, pendekatan Kultural, Ekonomi dan sebagainya. Pendekatan Hukum bukan satu-satunya kacamata analisis di dalam melihat praktek Pemerintahan, ada pendekatan-pendekatan lain yang tidak sejalan dengan logika hukum. Tetapi sesungguhnya dengan adanya analisis dan tinjauan kritis para Ahli Hukum didalam melihat konflik berkepanjangan antara Gubernur Lampung dan DPRD Propinsi Lampung, akan menciptakan situasi “tidak kondusif”, memberikan tambahan amunisi pada masing-masing fihak, untuk melakukan konsolidasi siap melakukan pertempuran baru. Seharusnya kita semua mengingatkan baik kepada Gubernur Lampung dan DPRD Propinsi Lampung, bahwa selama ini kita semua telah melakukan langkah-langkah yang amat kontra produktif. Kita semua disini, termasuk kelompok masyarakat,Tokoh Adat, LSM, Organisasi, Pers, Akademisi dan fihak lain di luar Gubernur Lampung dan DPRD Propinsi Lampung yang tidak hirau, bahkan memblow up konflik. Dengan menempatkan diri berfihak pada salah satu fihak, mengatasnamakan masyarakat dan daerah Lampung, yang sesungguhnya untuk kepentingan praktis dan sesaat. Seharusnya secara jernih dan cerdas kita perlu mengingatkan semua fihak bahwa pada setiap konflik yang terjadi, tidak mungkin terjadi karena bertepuk sebelah tangan, masing-masing fihak ada plus-minusnya, harus terbuka di dalam menerima kebenaran fihak lain. Konflik ini jangan dikesankan sebagai kesalahan mutlak Gubernur Lampung atau sebaliknya kesalahan mutlak DPRD Lampung. Selanjutnya jangan kita memberikan stigma bahwa DPRD Propinsi Lampung telah mengkhianati rakyat Lampung, telah bekerja bukan untuk kepentingan rakyat Lampung tetapi untuk kepentingan dirinya sendiri. Mereka berkonflik dan melakukan pergulatan pemikiran dan sikap atas dasar tanggung jawab dan kesadaran hukum serta keyakinan politik dan semuanya untuk kepentingan masyarakat dan daerah Lampung. Dengan demikian proses konflik itu akan terselesaikan secara elegan, egaliter dan bermartabat, konflik itu bukan harus diredam, tetapi harus diselesaikan. Konflik yang berkepanjangan ini amat melelahkan dan menguras energi semua fihak, termasuk jajaran eksekutif staf Gubernur Lampung. Kita lihat kenyataan yang ada Gubernur Lampung dalam menyusun staf jajarannya, seolah tertatih, belum memanfaatkan semua sumber daya manusia yang ada. Penempatan personil amat mencengangkan, sehingga ketika Gubernur Lampung dipanggil Presiden untuk membahas berjangkitnya avian influenza (flu burung), beliau tidak mengajak Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung, tetapi membawa Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Lampung. Bagaimana mau mengajak Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, sementara yang bersangkutan baru melaksanakan tugas belum beradaptasi, basis pendidikannya Sarjana Hukum, tentunya pada saat itu baru dapat membedakan secara signifikan kambing jantan dan kambing betina. Pada gonjang-ganjing konflik semacam ini terlihat sekali ketidak puasan Gubernur Lampung dalam menilai kinerja staf sehingga dapat dikatakan setiap tiga bulan sekali dilakukan rolling pejabat atas dasar pertimbangan yang amat prerogative Gubernur. Lebih ironis sekali di antaranya ada Kepala Dinas yang tengah menjalani cuti kebagian rolling dan dibebaskan dari jabatan Kepala Dinas. Semua ini tentunya berakibat menimbulkan ketegangan dan rasa ketidak pastian dalam pembinaan karier kepegawaian pada pejabat yang ada. Seharusnya pembinaan dan pengembangan kepegawaian yang menjadi tanggung jawab Sekretaris Propinsi Lampung, sangat sederhana sekali diselesaikan untuk kepentingan dinas dan pengembangan karier, sepanjang menggunakan prinsip-prinsip profesionalisme, dengan menghindarkan segala bentuk KKN. Kenyataan yang kita lihat semua fihak merasa tidak puas terhadap kebijaksanaan Gubernur Lampung, termasuk Gubernur Lampung itu sendiri. Dan semuanya ini berpengaruh terhadap suasana kondusif dalam membangun komunikasi internal eksekutif, dalam menghadapi konflik yang berkepanjangan. Terakhir konflik ini memberikan ekses hubungan yang saling melecehkan antara Sekretaris Propinsi Rachmat Abdullah dengan anggota DPRD Propinsi Lampung dan seluruh anggota Fraksi Golkar DPRD Propinsi Lampung. Rachmat Abdullah secara eksplisit menilai Mega Putri Tarmizi sebagai Politisi Penjilat dan sebagai mantan anggota MPR Mega Putri Tarmizi sama sekali tidak pernah berbuat apa-apa. Tentunya pernyataan semacam ini jelas merupakan perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik terhadap Mega Putri Tarmizi. Wajar saja kalau Mega Putri Tarmizi beserta seluruh anggota Fraksi Golkar yang juga ikut dinilai oleh Rachmat Abdullah pada kesempatan pertama melaporkan perbuatan pidana ini ke Polda Lampung. Fenomena ini dikemukakan untuk menunjukkan betapa konflik berkepanjangan ini akan menimbulkan snowball effect apabila tidak dihentikan, bersifat kontra produktif, merusak sinergi kebersamaan Bagaimana kalau DPRD Propinsi Lampung yang dibekukan? Kita belum pernah sampai saat ini membaca analisis dari Pakar Hukum atau Praktisi yang memberikan tinjauan kemungkinan pembubaran DPRD Propinsi Lampung. Sepertinya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menutup kemungkinan terjadinya pembubaran atau pembekuan DPRD Propinsi/Kabupaten/Kota yang ada. Kalau juga ada pemikiran atau pendapat lain dari para Ahli Hukum atau Ilmu Politik yang berpendapat lain, tentunya akan kita cermati sebagai bentuk latihan berfikir pada wacana akademis. Kemungkinan selanjutnya, bagaimana melakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap anggota DPRD Propinsi Lampung, sehingga diharapkan mayoritas anggota DPRD Propinsi Lampung, nantinya akan melakukan reevaluasi terhadap Keputusan DPRD Propinsi Lampung No. 15 tahun 2005. Proses PAW ini akan mudah dilaksanakan pada era Undang-Undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, yang amat sentralistik, dimana peran Pemerintah Pusat begitu mendominasi Pemerintah Daerah. Dengan meminjam pendapat Yuswanto ( Lampung Post, 1 Maret 2006), yang menyatakan betapa tidak mungkinnya Presiden mencabut atau membatalkan Keputusan Presiden No. 71/M tahun 2004, sementara kedudukan DPRD Propinsi Lampung begitu kuat dan tidak dapat digoyahkan maka pilihan satu-satunya adalah rekonsiliasi / perdamaian yang harmonis antara Gubernur Lampung dan DPRD Propinsi Lampung. Ke depan melalui hubungan yang harmonis, elegan dan egaliter antara Gubernur Lampung dan DPRD Propinsi Lampung akan terjadi sinergi yang positip dan dapat membawa Daerah dan Rakyat Lampung ke arah yang sejahtera dan mandiri sesuai dengan visi dan misi Lampung. Pendapat Yuswanto ini kita kedepankan, bukan berarti menyatakan analisisnya bersifat aplikabel, kita tahu pendapatnya hanyalah sebatas wacana untuk latihan berfikir dan yang pasti bersifat debatable yang dapat kita nikmati secara khusus. Tetapi mungkinkah akan terjadi rekonsiliasi dan perdamaian yang harmonis ? Mengapa tidak, signal ini telah diberikan oleh Wakil Gubernur Lampung, Drs.Syamsuria Ryacudu (Lampung Post, 4 Maret 2006), yang secara terbuka menyatakan, komunikasi politik dengan DPRD harus sudah dibangun sejak awal memimpin daerah ini. Sehingga konflik tidak melebar seperti sekarang. “Saya yakin konflik tidak akan mengembang, jika kami dapat membangun komunikasi itu” Semua fihak harus berani menilai kesalahan masing-masing. Sebagai pemimpin, saya harus berani akui kesalahan memanajemen pemerintahan daerah. Dengan kata lain,Gubernur dan Wakil Gubernur harus bertanggung jawab atas konflik ini. Kita jangan sekedar menyalahkan DPRD Propinsi Lampung dengan tidak diterimanya RAPBD 2006 oleh Menteri Dalam Negeri. Pengakuan secara terbuka semacam ini yang dilakukan oleh Wakil Gubernur Lampung, merupakan wujud sikap kenegarawanan yang matang dan dewasa tentunya diharapkan mampu menciptakan suasana yang lebih kondusif. Meskipun publik mencatat secara jelas dan terbuka betapa Gubernur Lampung pada tiga kali kesempatan, mendapat perlakuan yang amat khusus dan sama sekali diluar dari tatakrama dan fatsoen politik. 1. pada tanggal 16 Agustus 2006, pada sidang paripurna istimewa mendengarkan Pidato Kenegaraan Presiden , dimana kehadiran Gubernur Lampung di acara tersebut berdasarkan undangan yang bukan ditandatangani oleh Ketua DPRD Propinsi Lampung, tetapi oleh Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung Nurhasanah,SH. Pada acara tersebut Gubernur Lampung duduk disebelah kanan Ketua DPRD Propinsi Lampung. Selama acara sidang paripurna tersebut, Gubernur Lampung sama sekali tidak ditoleh, tak ada “say hello” dari Ketua DPRD Propinsi Lampung dan sampai akhir acara tidak ada shake hand antara tiga pimpinan DPRD Propinsi Lampung dan Gubernur Lampung. 2. pada tanggal 17 Agustus 2006, pada peringatan detik-detik proklamasi tingkat Propinsi Lampung, tidak dihadiri oleh Ketua DPRD Propinsi Lampung dan Wakil-Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung. Acara tersebut hanya dihadiri oleh Nurhasanah,SH Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung dan beberapa orang anggota DPRD Propinsi Lampung. 3. pada tanggal 3 Nopember 2005, bertepatan dengan 1 Syawal 1426 H, Gubernur Lampung melakukan open house peringatan hari raya Idul Fitri, Gubernur Lampung, Wakil Gubernur Lampung hanya didampingi oleh Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung Nurhasanah,SH dan Muspida Propinsi Lampung lainnya, tanpa didampingi oleh Ketua DPRD Propinsi Lampung dan dua orang Wakil Ketua DPRD Propinsi Lampung lainnya. Tentunya perlakuan yang diterima oleh Gubernur Lampung ini, merupakan refleksi penghargaan dan appresiasi terbuka yang ada pada DPRD Propinsi Lampung terhadap Gubernur Lampung, dan ini semata-mata merupakan reaksi balik dari DPRD Propinsi Lampung atas sikap dan penilaian yang diberikan oleh Gubernur Lampung terhadap DPRD Propinsi Lampung. Sementara kita mengetahui juga pada beberapa kesempatan secara terbuka Gubernur Lampung memberikan penilaian dan kecaman yang jauh dari nilai-nilai fatsoen terhadap DPRD Propinsi Lampung. Walaupun akumulasinya kita ketahui untuk mengajak DPRD Propinsi Lampung melakukan pembahasan RAPBD Propinsi Lampung 2006, Gubernur Lampung siap minta maaf dan mencium tangan anggota DPRD Propinsi Lampung (apa benar demikian?,penulis). Dengan meminjam pernyataan Syamsuria Ryacudu Wakil Gubernur Lampung, inilah refleksi kegagalan Pemimpin dalam melakukan komunikasi politik dengan DPRD Propinsi Lampung sejak awal. Dalam konstruksi appresiasi dan komunikasi yang terganggu semacam ini tentunya untuk terjadinya rekonsiliasi yang elegan, egaliter memerlukan kesiapan emosi dan mental yang luarbiasa. Atau apakah kita tetap berharap Presiden sesuai dengan kewenangannya berdasarkan undang-undang dengan mempertimbangkan keputusan Kasasi Mahkamah Agung No. 437 K/TUN/2004, untuk mencabut dan membatalkan Keputusan Presiden No.71/M tahun 2004 sebagaimana dinyatakan dalam surat terakhir Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. KMA/043/II/2006.
- ) tulisan ini dimuat di "Lampung Post, 6 Maret 2006"
Perekonomian
Tenaga kerja
Pertanian & perkebunan
Hutan & ikan
Industri
Jasa
Energi
Pertambangan
Transportasi
Komunikasi
Ekspor & impor
Keuangan & perbankan
Seni dan budaya
Sastra
Lampung menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan sastra, baik sastra (berbahasa) Indonesia maupun sastra (berbahasa) Lampung.
Teater
Musik
Sebagaimana sebuah daerah, Lampung memiliki beraneka ragam jenis musik, mulai dari jenis tradisional hingga modern (musik modern yang mengadopsi kebudayaan musik global.red). Adapun jenis musik yang masih bertahan hingga sekarang adalah: Klasik Lampung, jenis musik ini biasanya diiringi oleh alat musik gambus dan gitar akustik. Mungkin jenis musik ini merupakan perpaduan budaya Islam dan budaya asli itu sendiri. Beberapa kegiatan festival diadakan dengan tujuan untuk mengembangkan budaya musik tradisional tanpa harus khawatir akan kehilangan jati diri. Festival Krakatau contohnya, adalah sebuah Festival yang diadakan oleh Pemda Lampung yang bertujuan untuk mengenalkan Lampung kepada dunia luar dan sekaligus menjadi ajang promosi pariwisata.
Tari
Ada berbagai jenis tarian yang merupakan aset budaya Provinsi Lampung. Salah satu jenis tarian yang terkenal adalah Tari Sembah. Ritual tari sembah biasanya diadakan oleh masyarakat lampung untuk menyambut dan memberikan penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang, mungkin bolehlah dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan. Selain sebagai ritual penyambutan, tari sembah pun kerap kali dilaksanakan dalam upacara adat pernikahan masyarakan Lampung.
Film
Rupa
===Literatur===KEBUDAYAAN LOKAL DALAM GLOBALISASI, MILIK SIAPA ?
Oleh : Firdaus Augustian Peminat masalah kebudayaan.
Kadang terfikir dalam era globalisasi, dimana kita menjadi warga dunia, faktor geografis telah tidak memisahkan antara komunitas satu dengan yang lain, batas-batas negara dan fisik geografis telah terjembatani, apakah diskursus tentang nasionalisme, kebudayaan nasional dan kebudayaan lokal masih relevan? Kita masih ingat bencana tsunami yang menghancurkan sebagian Propinsi Nanggro Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, 26 Desember 2004, yang pertama kali memberikan bantuan resque dan emergency secara intens, ternyata bukan saudara-saudara kita dari Sumatera Barat atau Sumatera Selatan, atau dari Jakarta. Pada tanggal 27 Desember 2005 dan minggu pertama setelah terjadinya bencana alam ini, yang paling berperan membantu saudara-saudara kita di Aceh dan Sumatera Utara adalah Relawan terlatih dan Tentara dari berbagai belahan dunia, Amerika Serikat, Malaysia,Singapura,Pakistan,Jepang, Spanyol,Inggris, Australia dan banyak negara lainnya. Begitu juga LSM dari berbagai Negara dan Organisasi Internasional lainnya, seperti UNHCR, IOM, Mercy Corps, Green Peace,WFP, USAID, Save the Children, Apheda adalah nama Organisasi Internasional/LSM Internasional yang perannya amat besar dari hari pertama bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Utara. Mereka berdatangan dengan bantuan konkrit pembuatan Rumah Sakit Darurat, pengadaan dapur umum, perbaikan prasarana fisik, dan menyalurkan bantuan yang bernilai ratusan juta US Dollar, termasuk obat-obatan, makanan, beras, tenda yang amat diperlukan oleh korban bencana. Begitu juga peralatan yang mereka bawa amat spektakuler, dari sarana telekomunikasi, pesawat angkut militer C-130, Helikopter, sampai kapal induk yang dimodifikasi menjadi Rumah Sakit Darurat yang begitu lengkap. Mereka bekerja dengan penuh kecermatan semata-mata untuk kemanusiaan jauh melampaui tanggung jawabnya sebagai warga negara Asing di NAD dan Sumatera Utara. Dari fenomena semacam ini tampaknya nilai-nilai kemanusiaan, yang dihantarkan oleh informasi global telah jauh mengalahkan semangat nasionalisme yang selama ini menjadi slogan dan jargon pada Negara-negara yang sedang berkembang. Sementara di beberapa Daerah mempersiapkan penggalangan dana oleh Pemerintah dan masyarakat, kemudian upacara penyerahan bantuan yang diliput secara luas oleh media cetak dan elektronika, dan relawan asing termasuk kekuatan militer asing bekerja tanpa pamrih di medan bencana, baik di NAD maupun Sumatera Utara jauh dari publikasi. Dengan melihat kenyataan semacam ini tampak jelas sekali bahwa telah terjadi pergeseran ikatan solidaritas, sebagai pengaruh informasi global dan nilai-nilai kemanusiaan, dari Komunitas Nation bergeser ke Komunitas Global. Saat ini kita telah menjadi warga dari Komunitas Global, emosi dan sentimen primordial yang terasa selama ini menjadi tidak bermakna dibandingkan denga emosi dan sentimen global. Secara akumulatif mulai terasa apresiasi kita terhadap Kebudayaan Lokal, Kebudayaan Nasional, yang pada waktunya akan terdiferensiasi dalam Kebudayaan Global. N.Driyarkara (Mencari Kepribadian Nasional,1960) menegaskan, baik untuk Pembangunan Bangsa, maupun Pembangunan Pribadi pengaruh Kebudayaan luar adalah syarat mutlak. Menolak Kebudayaan luar, berarti matinya kebudayaan nasional. Kebudayaan Nasional bukanlah entitas empirik yang terlepas dari subjek. “Dalam pembudayaan,” kata Driyarkara, ada diferensiasi yang menimbulkan Kebudayaan Nasional. Dengan kata lain diferensiasi adalah prinsip yang melahirkan kebudayaan. Kebudayaan Nasional adalah hasil pembudayaandi mana “nasionalisme” menjadi prinsip diferensiasi. Dengan demikian Kebudayaan pertama-tama harus dilihat sebagai proses diferensiasi bukan konfrontasi. Sebagai keadaan yang taken for granted kita hanya bisa mengatakan bahwa kita terlahir sebagai anak bangsa yang mendiami bumi pertiwi yang terhampar antara Sabang di NAD dan Merauke di Papua Barat sana. Ini bersifat ascribed. Hubungan darah, kesamaan asal usul, bahasa ibu, atau warna kulit, tempat dimana kita lahir. Seorang menjadi Jawa, menjadi Batak, Cina, ini bukan karena pilihannya tetapi semata-mata karena ascribed. Selanjutnya mewujudkan nation, ke Indonesiaan, dan Integrasi Nasional adalah pemikiran, perasaan, perjuangan yang penuh kesadaran dan pilihan, merupakan sebuah achievement. Hal ini diuraikan secara jelas oleh Ignas Kleden (Nasionalisme dan Kebudayaan, 2002) , keterlibatan seseorang atau sekelompok orang dalam Nation dan Integrasi Nasional dianggap mengharuskan adanya pengorbanan terhadap hal-hal yang bersifat primordial. Dengan demikian menjadi sebuah kewajaran apabila timbul pemikiran bahwa rasa kedaerahan (primordialisme) yang berkelebihan dianggap membahayakan integrasi Nasional. Tetapi satu hal yang kurang kita sadari, bahwa sesungguhnya pada saat ini kita dalam proses meng “Indonesia”, kapan terwujudnya ? Ini merupakan perjalanan panjang, sebab sampai hari ini yang exist adalah budaya lokal dengan segala pernak-perniknya, termasuk sentimen primordialnya. Dalam kaitan ini istilah Kebudayaan Nasional menjadi istilah kontroversi dan ketidak jelasan. Selain bahasa nasional, sastra Indonesia, seni lukis Indonesia,seni tari dengan koreografi baru yang non traditional, teater modern Indonesia, pendidikan dan pengajaran, serta media massa Indonesia, sulit bagi kita menunjukkan secara empiris apa saja yang menjadi unsur-unsur Kebudayaan Nasional. Menurut pengalaman selama ini Kebudayaan Nasional merupakan gagasan ( atau bahkan retorika) politik, daripada suatu konsep yang dapat diuraikan secara ilmiah. Dengan mudah suatu tindakan pada masa lalu dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kebudayaan Nasional, tetapi tidak pernah dijelaskan nilai-nilai mana saja yang dapat diterima sebagai sistem nilai Kebudayaan Nasional. Seperti biasanya, istilah politik lebih mudah berfungsi sebagai anti konsep, yang dapat diterapkan secara abritrer apabila dibutuhkan secara politik, daripada suatu kerangka konseptual yang jelas batas-batasnya dan dapat dideskripsikan unsur-unsurnya. Apakah ada upacara perkawinan Nasional, apakah ada jenis makanan Nasional, apakah ada pencak silat Nasional? Hal-hal terakhir ini lebih mudah diidentifikasikan sebagai produk budaya suatu daerah, lokal sifatnya, atau suatu kelompok etnis tertentu. Pergumulan pemikiran Ignas Kleden ini merupakan elaborasi lebih jauh dari gugatan Sutan Takdir Alisyahbana tentang Indonesia dan Prae Indonesia, sebuah polemik kebudayaan yang monumental di tahun 1930 an. Dan tentunya akan lebih menarik lagi apabila kita mencermati pemikiran Mochtar Lubis (1977) dalam Manusia Indonesia. Kita akan begitu terperangah ketika Mochtar Lubis membedah secara lugas dan transparan tentang Manusia Indonesia. Apa yang bisa dibanggakan? Dalam korelasi Global di mana terjadi saling interaksi kuat, inter dependensi jelas, saling ketergantungan dan saling keterpengaruhan masihkah ada warna nasional, apalagi warna global ? Selama ini kebudayaan lokal disibuki oleh pernak-pernik dan basa basi tradisional sesuai dengan tantangan peradaban dimana kebudayaan itu dilahirkan, belum ada teknologi digital, belum mengenal sinar laser, belum tahu ada senjata genggam dengan peluru karet peluru tajam, ada pesawat concorde. Tantangan peradaban yang melahirkan Kebudayaan Lokal itu belum akrab dengan istilah effisiensi, produktivitas, sinergi, appraisal project, break event point dan sebagainya.
Sejarah
Lampung,modal daerah buat Republik Indonesia*)
Oleh : Firdaus Augustian. Peminat sejarah
Revolusi Indonesia juga berakar pada ide dan konsep-konsep yang lahir pada zaman pergerakan nasional (1908- 1942/1945). Cita-cita budaya, sosial, ekonomi, kedaulatan rakyat dan akhirnya konsepsi bangsa serta kemerdekaan mendasarinya. Cita-cita nasional yang mulai muncul itu merupakan suatu kesadaran baru yang berbeda dengan kesadaran dinastikal dalam kerajaan-kerajaan traditional.Kesadaran baru itu mulai membayangkan adanya suatu kesatuan politik yang lebih luas dalam pengertian modern yaitu suatu nation-state yang meliputi wilayah jajahan Hindia Belanda. Konsep Nasionalisme dan anti kolonialisme mengangkat peristiwa-peristiwa disekitar kekosongan kekuasaan yang timbul pada pertengahan Agustus 1945 menjadi suatu revolusi yang berakibat baik nasional maupun internasional.Kekuatan-kekuatan sosial primordial(traditional) yang ikut bangkit dan bergolak pada nasionalisme dan tuntutan kemerdekaan.(Onghokham, Ph.D,Yale University 1975,Ahli Peneliti Utama LIPI,Tempo No.8/1985) Analisis text book Politik boleh menginterpretasikan bagaimana Proklamasi 17 Agustus 1945 itu dirancang. Karena dilatarbelakangi fakta Dokuritsu Zyoonbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia),yang diketuai oleh Dr.Radjiman Wedyoningrat dengan 60 0rang anggotanya,termasuk Bung Karno, Bung Hatta, Moh.Yamin,Wahid Hasyim,Abdul Qahar Muzakir, AM Dasaad merupakan badan bentukan Pemerintah Jepang. Tanggal 14 Agustus 1945 Dr.Radjiman Wedyoningrat,Ir.Sukarno dan Drs.Moh.Hatta di panggil ke Dalat kota kecil dekat Saigon Pusat Komando Angkatan Darat Jepang wilayah Asia Selatan. Panggilan ini untuk menghadap Marsekal Terauchi Komandan Komando Angkatan Darat Jepang Wilayah Asia Selatan,menerima briefing kemerdekaan Indonesia. Tanggal 16 Agustus 1945 malam hari dibawah jaminan keamanan Laksamana Muda Tadashi Maeda, Bung Karno, Bung Hatta, Sayuti Melik, Mr. Ahmad Soebarjo, Prof.Supomo, Sukarni, pada suasana bulan suci Ramadhan, dipersiapkan naskah Proklamasi untuk dibacakan tanggal 17 Agustus 1945. (Ahmad Subardjo Djojoadisuryo,1978). Selanjutnya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945 itu, yang dilakukan dalam semangat radikalisme, semua fihak dalam romantisme sejarahnya dapat menceritakan episode peran masing-masing dalam perjuangan itu. Biarlah itu merupakan dramatisasi perjuangan penuh romantisme yang amat subjektif sifatnya. Karena bagaimanapun juga sejarah selamanya akan melahirkan mithos dan legenda, yang saat ini banyak kita temui pada biography-biography tertentu. Anti klimaks dari perjuangan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah Penandatanganan Penyerahan Kedaulatan dari Pemerintah Belanda,yang diwakili oleh Perdana Menteri Dr.Willem Drees dan Menteri Seberang Lautan Mr.A.M.J.A.Sassen dengan disaksikan oleh Baginda Ratu Juliana kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) yang diwakili oleh Drs.Moh.Hatta, pada tanggal 27 Desember 1949. Penyerahan Kedaulatan ini merupakan follow up dari rangkaian diplomasi tingkat tinggi dibawah payung Perserikatan Bangsa-Bangsa, proses panjang dimulai sejak Perjanjian Linggar Jati 25 Maret 1947. Membuka secara transparan tentang Konprensi Meja Bundar dibawah payung PBB ini, harus dicermati secara hati-hati karena begitu sensitif. Republik Indonesia sebagai satu Pihak yang berunding posisinya sejajar dengan Negara-Negara boneka yang dibentuk oleh Dr.van Mook Wakil Gubernur Jenderal Nederlands Indie yang tergabung dalam BFO ( Bijeenkomst voor Federal Overleg) yang diketuai oleh Sultan Hamid II (Kepala Negara Borneo Barat). KMB diikuti oleh Indonesia bersama dengan para fihak Negara-Negara Boneka bentukan Belanda ini menghadapi Pemerintah Belanda,terpaksa diikuti,karena Pemerintah Belanda tidak mau berunding dengan Republik Indonesia sendiri. Dengan demikian dalam perundingan tersebut,tripartiet,yang berkedudukan sama Pemerintah Belanda,Pemerintah Republik Indonesia dan BFO dibawah payung PBB.
ACEH sebagai Daerah Modal
Sejarah mencatat selama perjuangan kemerdekaan Aceh telah memberikan kontribusi besar pada Republik Indonesia,secara politis perannya sangat berarti, dalam suasana revolusi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Pertempuran di Aceh terjadi sejak awal kemerdekaan pada saat tentara Sekutu mengirimkan pasukannya untuk membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu yang ditawan Jepang. Tentara sekutu ini Divisi India ke 26 dibawah Mayor Jenderal H.M.Chamber dan Brigjen T.E.D Kelly yang dihadapi oleh Rakyat dan Angkatan Pemuda Indonesia dibawah pimpinan Residen Teuku Nyak Arief. Dengan diplomasi dan serangkaian profokasi, tentara Gurkha ini ditarik mundur dari Aceh. Kita tidak melihat bagaimana perjuangan bersenjata sesudah itu, Aceh tidak pernah secara keseluruhan jatuh ke tangan Belanda selama perjuangan kemerdekaan. Hanya Daerah-daerah kota yang diduduki,tetapi di pedalaman Pemerintahan Republik berjalan sebagaimana mestinya dan memberikan dukungan kepada Presiden Sukarno di Jokjakarta. Tetapi ada yang paling monumental adalah partisipasi masyarakat Aceh untuk mengumpulkan modal atas permintaan Presiden Sukarno, untuk membuktikan secara politis didunia Internasional bahwa Pemerintah Indonesia masih eksist. Modal ini akan digunakan untuk membeli sebuah Dakota yang akan digunakan modal airlines yang akan menghubungkan kota-kota di Indonesia. Dengan kesadaran tinggi,seluruh masyarakat dan pedagang dan tokoh-tokoh masyarakat Aceh dikumpulkan pada tanggal 16 Juni 1948 di Kotaraja dihimbau untuk mengumpulkan modal pembelian satu Dakota.Secara spontan sekitar dua hari terkumpul Sing.$.130,000.- dan 20 kg emas dan inilah yang menjadi modal untuk pembelian RI 001 – SEULAWAH. Sejarah memcatat dalam tinta emas Aceh merupakan Daerah Modal untuk perjuangan Republik Indonesia.
Lampung Modal Daerah buat Republik Indonesia
Tanpa mengecilkan arti perjuangan bersenjata selama ini,kenyataannya anti klimaks perjuangan adalah diplomasi dengan campurtangan dunia Internasional, mulai dari Perjanjian Linggar Jati 25 Maret 1947, Perjanjian Renvile di atas kapal US Navy “USS Renville” yang ditandatangani oleh Mr.Amir Syafifuddin (mewakili Republik Indonesia) dan R.Abdulkadir Widjojoatmojo (mewakili Kerajaan Belanda/asli orang Indonesia),17 Januari 1948. Persetujuan Roem Royen, 7 Mei 1949, Indonesia diketuai oleh Mr.Moh.Roem dan Belanda diketuai oleh Dr.van Royen dan terakhir Konprensi Meja Bundar di Den Haag. Dari satu perundingan ke perundingan lain wilayah Republik Indonesia yang diakui defakto oleh Belanda semakin menciut, sementara Wakil Gubernur Jenderal Nederlands Indie,Dr.H.J.van Mook, dengan usaha sistematis membentuk negara-negara bonekanya yang tersebar dari Sumatera Timur sampai Indonesia Timur. Kemudian melalui aksi polisionalnya (yang kita katakan militernya) satu tersatu kota-kota strategis didudukinya. Untuk diketahui sampai 30 Desember 1948 wilayah Republik Indonesia yang tetap utuh adalah Jogjakarta (jatuh ketangan Belanda 19 Desember 1948), dan Aceh
Jakarta sudah sejak 4 Januari 1946 dibawah kekuasaan Belanda Jawa Barat sejak 4 Mei 1947 menjadi Negara Pasundan, Wali Negaranya R.Suria Kertalegawa dan wilayah lain diduduki Belanda,pasukan Siliwangi harus hijrah ke Jogjakarta Jawa Tengah,terbentuk Negara Boneka Jawa Tengah sementara sebagian Jawa Tengah diduduki Belanda Kalimantan Barat,terbentuk Negara Boneka Borneo Barat 9 Mei 1947 dengan Wali Negara Sultan Abdul Hamid II,dan wilayah lainnya diduduki Belanda Dayak Besar,Daerah Banjar,Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur,Riau, Bangka-Belitung merupakan satuan negara yang berdiri sendiri bentukan H.J.van Mook. Sumatera Selatan,terbentuk Negara boneka Sumatera Selatan dengan Wali Negaranya Abdul Malik dan kota-kota besar Sumatera Selatan diduduki oleh Belanda Sumatera Timur,terbentuk Negara Sumatera Timur,24 Maret 1948 dengan Wali Negaranya Dr. Teuku Mansyur dan kota-kota besarnya sudah diduduki Belanda. Jawa Timur,terbentuk Negara Jawa Timur, 3 Desember 1948 dengan Wali Negaranya R.T.P Ahmad Kusumonegoro, sebagian Jawa Timur diduduki Belanda. Indonesia Timur,termasuk Bali dan Nusa Tenggara,terbentuk Negara Indonesia Timur,24 Desember 1946 dengan Presidennya Dr.Sukawati. Bengkulu, Jambi dan Riau sebagian diduduki Belanda. Daerah Sulawesi seluruhnya jatuh ketangan Belanda terlihat secara jelas pelaksanaan eksekusi terhadap pahlawan Nasional R.W.Monginsidi dilaksanakan melalui proses hukum di Makasar tanggal 5 September 1949. Pelaksanaan ekseku-si melalui peradilan,tentunya membuktikan bahwa jelas daerah ini diduduki oleh Belanda. Dengan demikian melihat daerah-daerah ini yang tidak menjadi Negara Boneka bentukan van Mook (mereka ini exist) dan tidak diduduki Belanda, maka wilayah Republik Indonesia hanyalah Jokjakarta, Aceh dan Keresidenan Lampung secara utuh. Pemerintahan Keresidenan Lampung berjalan dalam semangat dan dinamika revolusi. Residen Lampung waktu itu Mr.A.Abbas, yang dipaksa melepaskan jabatannya melalui petisi rakyat,yang digerakkan oleh Panitia Perbaikan Masyarakat (PPM), tgl 9 September 1946. dr.Baderil Munir menjadi Residen Lampung menggantikan Mr.A.Abbas, jabatan ini dipangku sampai tanggal 29 Nopember 1947 dan penggantinya R.M Rukadi Wiriahardja. Seluruh Residen Lampung ini langsung berada dibawah Presiden Sukarno di Jogjakarta. Ketika itu Negara Indonesia terbagi atas 8 (delapan) Propinsi, Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Sulawesi, Kalimantan. Pasukan Kapten Alamsyah yang menjadi Komandan Sub Territorium Palembang berdasarkan Perjanjian Linggar Jati harus menarik diri pasukannya dari Palembang yang telah dikuasai oleh Belanda dan hijrah ke daerah Republik Indonesia yaitu ke Lampung. Pemerintahan Keresidenan Lampung terbentuk sejak 26 Agustus 1945 sampai dengan 30 Desember 1948, melaksanakan seluruh tugas-tugas pemerintahan secara normal, perdagangan eksport dan import berjalan normal melalui Pelabuhan Oost Haven (Panjang). Pembangunan Pendidikan di Lampung terlihat sekali,pada saat itu telah didirikan SMP Islam di Telokbetong, dan SMP Pemerintah yang untuk pertama kali menumpang di Sekolah Rakyat Xaverius Penengahan Tanjungkarang. Bagi Keresidenan Lampung SMP Islam dan SMP Pemerintah ini merupakan sejarah baru, karena selama ini sekolah di Lampung sampai tahun 1945 hanyalah sebatas Sekolah Rakyat. Pada saat zaman kolonial Belanda Lampung memiliki 1 sekolah ELS di Tanjung Karang dan 2 sekolah HIS di Telokbetong dan Menggala dan Sekolah-sekolah Melayu Vervolk School dan Volk School serta sekolah-sekolah Partikulir lain yang ada di kota-kota dalam keresidenan Lampung,termasuk HIS Ardjoena dan HIS Xaverius di Tandjoeng Karang. Semua sekolah itu tingkatannya adalah Sekolah Dasar (primary school). Agresi militer Belanda ke Lampung dilaksanakan pada 30 Desember 1948, masuk dari pantai Kunyit Telok Betong, tanggal 31 Desember 1948 Telukbetung jatuh, 1 Januari 1949 Kota Tanjungkarang jatuh ke tangan Belanda dan sebelumnya terjadi proses bumi hangus. Mr.Gele Haroen (salah seorang Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang) saat itu mengambil over pemerintahan Keresidenan Lampung membentuk Pemerintahan Darurat berkedudukan di Kota Agung,selanjutnya menyatakan diri sebagai Residen Lampung. Dan tugas-tugas Pemerintahan didaerah pendudukan Belanda Tanjungkarang-Telokbetong, dilaksanakan oleh sebagian pejabat Keresidenan yang bertahan dibawah supervisi Belanda,pemerintahan itu kita kenal sebagai Tijdlijk Bestuur Aangelegenheid (TBA). Untuk selanjutnya menyongsong KMB sekitar Juli 1949 terjadi perintah cease fire antara Tentara Belanda dan Indonesia. Untuk lebih melengkapi sampai penyerahan kedaulatan 29 Desember 1949,Bukit Kemuning, Way Kanan sampai Lampung Barat samasekali tidak pernah diduduki Belanda
Kata Akhir
Propinsi Aceh sebagai Daerah Modal dengan RI 001 Seulawahnya,begitu populer dalam ceritera revolusi. Tetapi yang tidak terfikir bahwa Lampung merupakan modal daerah buat Republik Indonesia. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana Republik Indonesia akan berunding dengan Belanda mulai dari Linggar Jati, Renville, Roem Royen sampai KMB apabila daerah Republik hanyalah Jogjakarta saja. Semua daerah di Indonesia,kecuali sebagian Aceh dan Sumatera Barat semuanya telah diduduki oleh Belanda atau menjadi Negara Boneka bentukan H.J.Van Mook termasuk Jawa Barat bumi Siliwangi. Sumatera Selatan sudah lama sebagian diduduki oleh Belanda dan disana ada Negara Sumatera Selatan. Kita bersukur bahwa Lampung dari awal kemerdekaan sampai sekarang tidak bergeming tetap dalam negara kesatuan Republik Indonesia,dan tidak berfikir separatis membentuk negara bagian seperti daerah-daerah lain,termasuk Bangka-Belitung dan Sumatera Timur.
- ) tulisan ini dimuat di Harian Radar Lampung 10 Maret 2006
Lihat pula
- ^ "Nama Ibukota Kabupaten Kota dan Jarak Ke Ibukota Provinsi Menurut Kabupaten Kota Tahun 2014". lampung.bps.go.id. Diakses tanggal 16 Oktober 2021.
- ^ a b "Hasil Sensus Penduduk BPS Lampung 2020". www.lampung.bps.go.id/ (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-16. Diakses tanggal 2022-11-16.