Setelah tercatat di bursa efek sejak 2000 (resminya sejak 1990), PT Bentoel Internasional Investama Tbk memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup (''go private''), yang dimulai sejak suspensi saham perusahaan di BEI pada 5 Agustus 2021.<Ref>[https://www.cnbcindonesia.com/market/20210806101922-17-266569/pengumuman-bentoel-ajukan-delisting-sahamnya-disuspensi Pengumuman! Bentoel Ajukan Delisting, Sahamnya Disuspensi]</ref> Usulan ''delisting'' sukarela ini telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 28 September 2021.<ref>[https://www.inews.id/finance/bisnis/disetujui-rupslb-bentoel-akan-delisting-dari-bursa-efek-indonesia. Disetujui RUPSLB, Bentoel Akan Delisting dari Bursa Efek Indonesia]</ref> Dalam rencana ini, Bentoel akan membeli sisa saham publik/''tender offer'' (7,52%) di level Rp 1.000/saham, lebih mahal 226,8% dibanding harga sebelum disuspensi pada 5 Agustus 2021, yaitu Rp 306/saham.<ref>[https://katadata.co.id/lavinda/finansial/6154388d5a7e6/beragam-aksi-korporasi-bentoel-selama-31-tahun-di-bursa-saham Beragam Aksi Korporasi Bentoel Selama 31 Tahun di Bursa Saham]</ref> Alasan yang disampaikan dalam proses ''go private'' ini, seperti pergerakan saham yang tidak likuid dan kondisi keuangan yang terus merugi sejak 2012 yang memengaruhi dividen dan harga sahamnya.<ref>[https://kampungpasarmodal.com/article/detail/564/rmba-resmi-delisting-demi-go-private-kenapa RMBA : RESMI DELISTING DEMI GO PRIVATE, KENAPA?]</ref> Sampai saat ini, prosesnya masih berlangsung.<ref>[https://emitenupdate.com/2022/01/06/bentoel-international-investama-tbk-rmba-go-private-ada-apa/ Bentoel International Investama Tbk (RMBA) Go Private, Ada Apa?]</ref>
Setelah tercatat di bursa efek sejak 2000 (resminya sejak 1990), PT Bentoel Internasional Investama Tbk memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup (''go private''), yang dimulai sejak suspensi saham perusahaan di BEI pada 5 Agustus 2021.<Ref>[https://www.cnbcindonesia.com/market/20210806101922-17-266569/pengumuman-bentoel-ajukan-delisting-sahamnya-disuspensi Pengumuman! Bentoel Ajukan Delisting, Sahamnya Disuspensi]</ref> Usulan ''delisting'' sukarela ini telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 28 September 2021.<ref>[https://www.inews.id/finance/bisnis/disetujui-rupslb-bentoel-akan-delisting-dari-bursa-efek-indonesia. Disetujui RUPSLB, Bentoel Akan Delisting dari Bursa Efek Indonesia]</ref> Dalam rencana ini, Bentoel akan membeli sisa saham publik/''tender offer'' (7,52%) di level Rp 1.000/saham, lebih mahal 226,8% dibanding harga sebelum disuspensi pada 5 Agustus 2021, yaitu Rp 306/saham.<ref>[https://katadata.co.id/lavinda/finansial/6154388d5a7e6/beragam-aksi-korporasi-bentoel-selama-31-tahun-di-bursa-saham Beragam Aksi Korporasi Bentoel Selama 31 Tahun di Bursa Saham]</ref> Alasan yang disampaikan dalam proses ''go private'' ini, seperti pergerakan saham yang tidak likuid dan kondisi keuangan yang terus merugi sejak 2012 yang memengaruhi dividen dan harga sahamnya.<ref>[https://kampungpasarmodal.com/article/detail/564/rmba-resmi-delisting-demi-go-private-kenapa RMBA : RESMI DELISTING DEMI GO PRIVATE, KENAPA?]</ref> Sampai saat ini, prosesnya masih berlangsung.<ref>[https://emitenupdate.com/2022/01/06/bentoel-international-investama-tbk-rmba-go-private-ada-apa/ Bentoel International Investama Tbk (RMBA) Go Private, Ada Apa?]</ref>
==Operasional==
===Manajemen===
* Komisaris Utama: Hendro Martowardojo
* Komisaris Independen: Eddy Abdurrachman
* Komisaris Independen: Silmy Karim<ref>[https://www.bentoelgroup.com/group/sites/BAT_A5EEYP.nsf/vwPagesWebLive/DO9T5KHH?opendocument Dewan Komisaris]</ref>
* Presiden Direktur: Steven Gerald Pore
* Direktur: Shahid Afzal
* Direktur: Martin Arthur Guest
* Direktur: Mercy Francisca Sinaga
* Direktur: Widyo Rulyantoko<ref>[https://www.bentoelgroup.com/group/sites/BAT_A5EEYP.nsf/vwPagesWebLive/DOA4ZJJG?opendocument Board of Directors]</ref>
===Perusahaan patungan===
PT Bentoel sendiri memiliki beberapa kerjasama dalam bentuk [[perusahaan patungan]]. Salah satunya adalah dengan PT Eratel Prima (yang awalnya beroperasi sebagai penyedia layanan komunikasi) dan PR Sejahtera Abadi (produsen rokok "Ares Mild"). Keduanya memiliki kerjasama dengan Bentoel dalam bentuk PT Adhitama Sejahtera Abadi dan PT Adhitama Sejahtera Alami. PT Raja Salatiga Ambarawa yang ikut memproduksi rokok merek Bentoel. Di bidang distribusi, Eratel menjalin kerjsama dengan PT First World Indonesia.
===Ekspor===
PT Bentoel International Investama Tbk juga sering melakukan ekspor produknya ke berbagai negara, dengan perkiraan pada 2020 sebesar Rp 2,9 triliun ke 23 negara di [[Asia Pasifik]] dan [[Timur Tengah]] dalam berbagai merek yang berkualitas tinggi. Jumlah negara tujuan ekspor perusahaan ini telah naik dari tahun sebelumnya sebanyak 20 tahun.
===Lainnya===
Pihak Bentoel, atas nama perusahaan induknya BAT, juga mulai mengedarkan produk alternatif rokok, seperti Velo yang merupakan kantong nikotin; Glo yang merupakan pemanas tembakau; dan Vuse, [[rokok elektrik]] di Indonesia. Selain itu, Bentoel juga mengklaim mereka telah memberikan kontribusi kepada berbagai bidang dalam penanganan dampak pandemi COVID-19.
Revisi per 4 Juli 2022 12.44
Halaman ini berisi artikel tentang perusahaan pabrik rokok. Untuk salah satu produknya, lihat Bentoel.
Artikel bermasalah
Ini adalah artikel yang memenuhi kriteria penghapusan cepat, tetapi tidak ada alasan yang diberikan untuk memenuhinya.Pastikan bahwa alasan Anda telah memenuhi salah satu syarat KPC. Ganti tag dengan {{db|1=alasan Anda}}. NA
Jika artikel ini tidak memenuhi syarat KPC, atau Anda ingin memperbaikinya, silakan hapus pemberitahuan ini, tetapi tidak dibenarkan menghapus pemberitahuan ini dari halaman yang Anda buat sendiri. Jika Anda membuat halaman ini tetapi Anda tidak setuju, Anda boleh mengeklik tombol di bawah ini dan menjelaskan mengapa Anda tidak setuju halaman itu dihapus. Silakan kunjungi halaman pembicaraan untuk memeriksa jika sudah menerima tanggapan pesan Anda.
Ingat bahwa artikel ini dapat dihapus kapan saja jika sudah tidak diragukan lagi memenuhi kriteria penghapusan cepat, atau penjelasan dikirim ke halaman pembicaraan Anda tidak cukup meyakinkan kami.
{{subst:db-reason-notice|Lucky Strike|header=1|tidak ada alasan yang diberikan}} ~~~~
pada halaman pembicaraan pembuat/pengunggah.
Catatan untuk pembuat halaman: Anda belum membuat atau menyunting article halaman pembicaraan. Jika Anda mengajukan keberatan atas penghapusan, mengeklik tombol di atas akan membawa Anda untuk meninggalkan pesan untuk menjelaskan mengapa Anda tidak setuju artikel ini dihapus. Jika Anda sudah ke halaman pembicaraannya, tetapi pesan ini masih muncul, coba hapus singgahan (cache).
PT Bentoel Internasional Investama Tbk atau Bentoel Group adalah salah satu perusahaanrokok terbesar di Indonesia. Perusahaan ini berpusat di Jakarta, dengan mayoritas operasionalnya berada di Malang, dan dimiliki oleh raksasa rokok internasional British American Tobacco.
Sejarah
Sesungguhnya, perusahaan yang pada saat ini bernama PT Bentoel Internasional Investama Tbk, bukan merupakan perusahaan Bentoel asli. Awalnya, perusahaan ini bernama PT Rimba Niaga Idola ketika didirikan pada tahun 1987. PT Bentoel Internasional Investama sendiri baru bisa bermain dalam industri rokok ketika mengakuisisi perusahaan rokok Bentoel "sesungguhnya", yaitu PT Bentoel Prima (yang merupakan penerus dari Bentoel yang asli sejak 1930) pada tahun 2000. Bentoel Prima kemudian menjadi anak usaha PT Bentoel Internasional Investama. Saat ini, PT Bentoel Internasional Investama menjadi perusahaan induk dari Bentoel Prima dan Bentoel Distribusi Utama.[1]
PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel dan PT Bentoel Prima
PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel
Perusahaan ini bermula dari pabrik rokok kecil bernama “Strootjes Fabriek Ong Hok Liong”, yang didirikan oleh Ong Hok Liong di Malang pada 10 September 1930. Pada tahun 1951 perusahaan ini menjadi NV Pertjetakan Hien An (atau Hien An Kongsie),[2] dan pada 1954 pabrik rokok tersebut berubah nama menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel.[3] Dibantu oleh tetangganya, Tjoa Sio Bian, Ong merintis perusahaan rokoknya sebagai industri rumahan yang dikerjakan pembuatannya dengan tangan dan dijajakan sendiri.[4] Sebelum memproduksi merek Bentoel, Ong dengan pabriknya sudah merintis banyak merek, seperti Gendang, Kelabang, Lampu, Turki, dan Djeruk Manis namun semuanya gagal dan tidak sukses. Namun, ketika pada 1935 ia berziarah di Gunung Kawi, ia seperti diberi saran oleh juru kunci makam keramat yang sering ia ziarahi, makam Mbah Djoego (EYD: Jugo). Juru kunci itu menyatakan bahwa Ong yang saat itu sering bermimpi bentul (talas belitung), artinya adalah jika nama perusahaan dan mereknya diubah menjadi bentul (ejaan lama: Bentoel) maka ia akan sukses. Entah percaya atau tidak, namun nyatanya bisnis Ong kemudian sukses dan otomatis merek Bentoel tetap dipertahankan, sejak 1935.[5][6]
Sempat berhenti pasca masuknya Jepang ke Indonesia,[7] belakangan bisnis Ong ini pun meluas, pada 1950 ia memiliki 3.000 karyawan dan meluaskan pabriknya di Blitar. Pada akhir tahun 1960-an, akibat masalah ketenagakerjaan, Bentoel Group menjadi perusahaan pertama di Indonesia untuk memproduksi rokok kretek filter buatan mesin dan membungkus kotak rokoknya dengan plastik. Inovasi-inovasi ini kemudian menjadi standar pada industri tembakau nasional. Pada 1970-an Bentoel sudah menancapkan kukunya sebagai salah satu pemain besar di industri rokok nasional, dengan berada posisi ke-3. Perusahaan ini pun berusaha ekspansif dengan membangun sarana, anak usaha dan meminjam dana dari berbagai bank.[8] Saham PR Tjap Bentoel pada masa ini, tersebar pada sejumlah keluarga dan keturunan Ong.[9]
Pada akhir 1980-an, PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel menghadapi masalah ketika pabrik kretek ini tidak mampu membayar pinjamannya ke BRI dan Bank Bumi Daya senilai US$ 170 juta.[10] Masalah ini baru terungkap ke publik pada September 1991 dan menjadi pemberitaan berbagai media massa.[11] Memasuki tahun tersebut, hutang Bentoel, termasuk ke kreditor asing sudah menggelembung menjadi US$ 350 juta dan perusahaan ini terikat krisis likuiditas.[12][13] Ada yang menganggap masalah ini merupakan efek dari devaluasi mata uang oleh pemerintah, ada juga yang menganggap bahwa ini merupakan akibat dari pertikaian keluarga pemilik, namun ada juga yang menganggap Presiden Direktur Bentoel pada saat itu, Budhiwijaya Kusumanegara (yang merupakan generasi ketiga keturunan Ong Hok Liong)[14] tidak bagus dalam mengelola salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia ini. Budhiwijaya dituduh telah menyelewengkan pinjaman itu untuk kepentingannya sendiri.[15][16][17]
Keluarga pendiri kemudian memutuskan untuk menawarkan 70% sahamnya dan sepanjang Juni-Oktober 1991 sejumlah pengusaha, termasuk putra PresidenSoeharto, Hutomo Mandala Putra berusaha untuk membelinya walaupun gagal. Pada akhirnya, yang mendapatkan PR Bentoel adalah Peter Sondakh dan Rajawali Wira Bhakti Utama-nya. Dalam kesepakatan keduanya, tidak ada bayaran yang diberikan Peter kecuali bahwa pemilik lama tidak akan dituntut akan hutangnya tersebut, dan pada 5 November 1991 70% saham Bentoel beralih kepada Rajawali.[18][16] Butuh waktu beberapa tahun agar Peter mampu menyehatkan perusahaan rokok ini (misalnya dengan menempatkan manajemen baru), karena banyak kreditor bank asing tersebut bahkan hampir menuntut agar Bentoel segera dilikuidasi. Walaupun demikian, kemudian pengadilan tidak menyetujui tuntutan para kreditor itu. Pada akhirnya, restrukturisasi Bentoel tuntas pada tahun 1997 dengan asetnya diserahkan pada perusahaan baru bernama PT Bentoel Prima, sedangkan PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel ditutup.[19]
PT Bentoel Prima
Pendirian PT Bentoel Prima merupakan wujud dari upaya Rajawali untuk memprofesionalisasikan manajemen perusahaan yang sebelumnya dikelola keluarga Ong selama 60 tahun tersebut. PT Bentoel Prima didirikan pada tahun 1997, dan sebagai modal awalnya adalah aset PT PR Tjap Bentoel yang diserahkan pada perusahaan ini. Untuk memuluskan rencananya, Peter secara langsung melakukan negosiasi dengan para kreditor agar perusahaan ini bisa berjalan dan berusaha mengatasi 21 masalah/akar kerugian yang menimpa Bentoel. Hasil baiknya, sejak 24 Maret 1997, PT Bentoel Prima sudah terlepas dari aneka hutang lamanya, tanpa melakukan PHK dan di tahun 1999 perusahaan ini sudah bisa mendapatkan untung.[20][3][21]
Hingga tahun 2000, Bentoel Prima merupakan perusahaan non-publik/tertutup, ketika pada tahun itu lewat mekanisme backdoor listing PT Bentoel Prima bisa masuk ke bursa saham. Akibat hal tersebut, struktur kepemilikan Bentoel Prima berubah, dari yang awalnya dimiliki langsung oleh PT Rajawali Corporation kemudian menjadi di bawah perusahaan lain bernama PT Transindo Multi Prima Tbk (yang selanjutnya pada tahun 2000 berganti nama menjadi PT Bentoel Internasional Investama Tbk), sampai sekarang. Namun, peristiwa ini tidak terlalu mengubah kepemilikan perusahaan ini karena hingga 2009, Rajawali (Peter Sondakh) tetap menjadi pemegang saham utama di perusahaan induk PT Bentoel Prima tersebut, dan selanjutnya oleh British American Tobacco. Artinya, kepemilikan yang berubah adalah dari perusahaan induknya, bukan kepemilikan atas pabriknya secara langsung.
Sampai saat ini, Bentoel Prima masih beroperasi sebagai anak usaha utama dalam PT Bentoel Internasional Investama Tbk yang memproduksi rokok.[22] Awalnya, Bentoel Prima memiliki beberapa perusahaan anak, namun pada 2017-2019, PT Bentoel Prima melakukan penyederhanaan usaha dengan menggabungkan berbagai anak usahanya ke induknya ini dengan PT Bentoel Prima sebagai perusahaan penerima pengabungan (surviving company). Perusahaan-perusahaan yang merger, yaitu:
Pada 20 Desember 2017 dimerger dengan PT Lestariputra Wirasejati (berdiri 1995), PT Java Tobacco (berdiri 2007, dahulu milik BAT Indonesia sebelum merger), PT Pantura Tobacco dan PT Cipta Pesona Bintang (belum beroperasi). Anak-anak usaha dari perusahaan-perusahaan ini, yaitu PT Bintang Boladunia dan PT Bintang Jagat Sejati (masing-masing beroperasi pada 2011 dan 2010, milik PT Lestariputra Wirasejati) dan PT Amiseta (berdiri 1957, milik PT Perusahaan Dagang Suburaman, anak usaha Bentoel Prima yang lain) juga digabungkan dalam merger dengan Bentoel Prima sebagai perusahaan penerima penggabungan.[23]
Pada 17 Desember 2018 dimerger dengan PT Perusahaan Dagang Suburaman (didirikan 1993).[24]
Pada 17 Desember 2019 dimerger dengan PT Perusahaan Dagang dan Industri Tresno (didirikan 1955).[25]
PT Bentoel Internasional Investama
PT Bentoel Internasional Investama sesungguhnya hanyalah perusahaan induk dari Bentoel Prima dan tidak memproduksi rokok secara langsung. Bentoel Internasional didirikan pada 11 April 1987 dengan nama PT Rimba Niaga Idola dan mulai beroperasi pada tahun 1989. Sebelum menjadi PT, bentuk usahanya adalah CV bernama CV Rimba Niaga yang sudah berdiri sejak 19 Januari 1979[26][27][28] dengan bisnis awalnya adalah mengumpulkan, mengolah dan memproses rotan mentah untuk kebutuhan industri maupun ekspor[29] di Samarinda, Kalimantan Timur. Kemudian, setelah bentuk usahanya berubah dari CV menjadi PT serta menyandang nama baru, kantor pusatnya pindah ke Jakarta dan usahanya diperluas dengan memproduksi furnitur dari rotan maupun kayu yang sebagian untuk ekspor.[28][30] Setelah tiga tahun berdiri, pada 5 Maret 1990 PT Rimba resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dengan harga Rp 3.800/saham. Kode sahamnya adalah RMBA, yang masih digunakan sampai sekarang oleh PT Bentoel Internasional Investama.[27]
Perusahaan ini kemudian memiliki pabrik furnitur di Tangerang dan Purwakarta, namun selanjutnya pada 1994 merencanakan beralih usaha ke bidang produksi tekstil karena mengalami kesulitan bahan baku.[28][31][32] Beberapa waktu kemudian, PT Rimba resmi meninggalkan bisnis rotan dan menjadi industri tekstil, dalam hal ini memiliki pabrik percetakan dan pewarnaan tekstil.[33] Belakangan, di tanggal 27 Desember 1996,[26] PT Rimba Niaga Idola Tbk mengubah namanya menjadi PT Transindo Multi Prima Tbk. Manajemen baru Transindo kemudian memperluas bisnisnya ke bidang perdagangan umum, termasuk distribusi rokok Bentoel.[34][35] Walaupun demikian, Transindo pada saat itu tidak memiliki prospek atau bisnis yang besar. Asetnya pada 1999 hanya mencapai Rp 6,8 miliar.[36]
Di tahun 2000, PT Bentoel Prima mengalami masalah karena terjerat hutang ke BPPN senilai Rp 281 miliar. Hadirlah pada saat itu orang lain, yaitu Bhakti Investama (milik Hary Tanoesoedibjo). Dengan bantuan dana dari George Soros (ada rumor yang menyatakan bahwa sebenarnya Soros-lah yang ingin mengakuisisi perusahaan rokok ini), Bhakti berniat untuk mengakuisisi PT Bentoel Prima. Caranya adalah, Bhakti mengakuisisi saham PT Transindo dahulu lewat skema rights issue, dimana pada Februari 2000 Hary Tanoe sudah menjadi Presiden Komisaris PT Transindo. Sebelum akuisisi ini, 65% saham Transindo sebenarnya sudah dimiliki Rajawali (lewat PT Amanat Surya Kudus dan PT Rajawali Corporation) sehingga kemungkinan Peter Sondakh juga menyetujui transaksi ini (karena rupanya PT Amanat juga terjerat hutang senilai Rp 8 miliar).[37][38][39] Lalu, pada Maret 2000, PT Transindo yang sudah dibawah kendali Bhakti kemudian mengakuisisi 75% saham Bentoel Prima dari tangan Rajawali (dan 75% PT Lestariputra Wirasejati, yang memproduksi rokok Star Mild) dengan total transaksi Rp 349 miliar. Sejak saat itu, praktis saham mayoritas PT Bentoel Prima dimiliki oleh PT Transindo Multi Prima dengan sisanya dimiliki langsung oleh Rajawali dan pihak lain.[37][40][41][42] Artinya, bisa dikatakan bahwa PT Bentoel Prima kini bisa masuk ke bursa saham dengan metode backdoor listing.[35][36] Seiring proses ini, pada 11 Februari 2000,[26] PT Transindo Multi Prima resmi berganti nama menjadi PT Bentoel Internasional Investama Tbk, yang menjadi perusahaan induk dari dua pabrik rokok yang sudah diakuisisinya tersebut.[43]
Namun, kepemilikan Bhakti hanya berusia pendek, jelas tampaknya bahwa Hary Tanoe hanya sekedar investasi dan "numpang lewat" di perusahaan ini. Pada Maret 2001, Bhakti melepas 75% saham mereka (bisa dibilang menjual kembali) di PT Bentoel Internasional Investama ke pemilik aslinya, yaitu Rajawali Corporation.[44] Konon, pelepasan saham ini dilakukan karena adanya pergesekan antara Bhakti dan Rajawali Corpora dalam pengelolaan perusahaan.[45][46] Sejak saat itu, PT Bentoel Internasional Investama Tbk, kembali dikuasai oleh Rajawali Corpora kembali. Kemudian pada tanggal 17 Juni2009, Rajawali akhirnya melepaskan sahamnya (56%) di perusahaan induk ini kepada British American Tobacco dengan harga total US$ 494 juta.[47] British American Tobacco kemudian menaikkan kepemilikannya menjadi 85%[48] dan selanjutnya 99,74% pada 25 Agustus 2009.[49]
PT Bentoel Internasional Investama Tbk kemudian bergabung dengan PT BAT Indonesia Tbk efektif sejak tanggal 4 Desember2009[26] dengan tetap mempertahankan nama Bentoel di mana PT Bentoel Internasional Investama Tbk menjadi entitas yang menerima penggabungan. Namun, pada 7 September2011, BAT resmi menjual 13% saham Bentoel ke pihak UBS cabang London.[50] Saat ini, PT Bentoel Internasional Investama memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Bentoel Prima yang memproduksi rokok dan PT Bentoel Distribusi Utama yang berperan dalam distribusi produk Bentoel.
Sejarah perusahaan lainnya yang berkaitan
PT BAT Indonesia Tbk
Bisnis British American Tobacco di Indonesia dimulai ketika pada 7 Agustus 1917, ketika Indonesia masih dalam penjajahan dan bernama Hindia Belanda ketika didirikan NV Indo-Egyptian Cigarette Company. Perusahaan ini mulai memproduksi rokok dengan mengakuisisi perusahaan Belanda bernama Mishell NV di Cirebon.[51] Lalu, pada 1923 namanya diubah menjadi British American Tobacco (Java) Co. Ltd, dan pada 1949 menjadi British American Tobacco Manufacturers (Indonesia) Ltd. Pada tahun 1955-1958, BAT Manufacturers melakukan penggabungan usaha dengan sejumlah anak usahanya.[52][53] Pada 23 September 1979, perusahaan ini didirikan kembali dengan nama baru: PT BAT Indonesia (PT British American Tobacco Indonesia), dan pada 20 Desember 1979 BAT Indonesia melepas 30% sahamnya ke publik di Bursa Efek Jakarta.[54] PT BAT Indonesia bergerak langsung dalam industri rokok dan berbagai produk tembakau, dan merupakan produsen rokok putih terbesar dalam negeri.[55][56] BAT Indonesia sendiri dikenal dengan berbagai produk rokoknya, seperti Ardath, Mascot, Commodore, Lucky Strike, Dunhill, Kent, State Express 555, Player's Gold Leaf dan lain-lainnya.[57][58] Perusahaan ini sempat mendapatkan masalah seiring penurunan pasar rokok putih, sehingga sempat menutup pabriknya di Semarang pada 1 Juni 1989.[59]
Pada tahun 1999, seiring dengan akuisisi induknya, British American Tobacco pada perusahaan rokok Rothmans International, pada 12 Januari 2000 PT BAT Indonesia Tbk resmi mengakuisisi anak usaha Rothmans, PT Rothmans of Pall Mall Indonesia.[60] PT Rothmans of Pall Mall awalnya bernama NV tot Exploitatie Van Sigarettenfabrieken Faroka (NV Faroka) yang merupakan salah satu pabrik rokok legendaris di Malang, Jawa Timur[61] dan awalnya didirikan pada 13 Juni 1931 dengan dimiliki oleh NV TobacofinaBelgia. Selanjutnya, perusahaan ini sempat dimiliki oleh pemerintah pendudukan Jepang (1942-1945) dan pemerintah Indonesia (1945-1949, 1965-1967) sebelum dikembalikan ke pemilik asalnya yang menyederhanakan namanya menjadi PT Faroka saja. Pada 16 September 1987 perusahaan ini berganti nama menjadi PT Rothmans of Pall Mall Indonesia setelah Rothmans International mengakuisisi seluruh saham perusahaan ini dari NV Tobacofina. Produk-produk PT Rothmans (dan Faroka sebelumnya) meliputi rokok merek Kansas, Monaco, Aida, Pall Mall, Virginia Gold, White Horse dan rokok ekspor.[62][63][64][65] Selanjutnya, pada 2005, PT Rothmans kemudian dimerger dengan induknya, PT BAT Indonesia[66][55] sehingga merek-merek PT Rothmans kini juga beralih ke PT BAT Indonesia Tbk.
Pada tahun 2009, induk PT BAT Indonesia, British American Tobacco resmi mengakuisisi Bentoel Internasional Investama. Lalu, pada 20 Oktober 2009 kedua perusahaan yang satu induk ini menandatangani kesepakatan untuk merger. Saham BAT akan ditukar menjadi 7,29 saham Bentoel dan Bentoel Internasional Investama akan menjadi surviving company yang menerima penggabungan.[67] Aset Bentoel akan menjadi Rp 4,9 T pasca merger, dan merger dilakukan demi memperkuat bisnis rokok British American Tobacco di Indonesia.[68] Pada 4 Desember 2009,[26] merger kedua perusahaan telah resmi dituntaskan, dan saham BAT Indonesia yang berkode BATI resmi dihapuskan dari Bursa Efek Indonesia mulai 4 Januari 2010. Aset PT BAT Indonesia kemudian beralih ke PT Bentoel Internasional Investama.[69]
PT Tresno
PT Perusahaan Dagang dan Industri Tresno (disingkat PT Tresno atau PDIT) didirikan pada 26 Mei 1955 dengan nama NV Perusahaan Dagang dan Industri Tresno dan berpusat di Kabupaten Malang. Perusahaan ini memproduksi rokok, seperti induknya terutama rokok putih. PT Bentoel Internasional Investama Tbk, lewat anak usahanya PT Bentoel Prima memiliki 99% saham di PT Tresno.[70] Awalnya, perusahaan ini diberi lisensi oleh Philip Morris untuk memproduksi dan mendistribusikan merek rokok putih internasional, Marlboro.[71] Kerjasama ini masih bertahan hingga 1990-an dengan kapasitas 6 milyar batang.[72] Namun, perlahan-lahan Philip Morris juga membangun pabriknya sendiri, sehingga produksi rokok PT Tresno mulai menurun, walaupun masih dipertahankan oleh Philip Morris sebagai distributor eksklusif produk-produknya. Untuk menyiasatinya, PT Tresno kemudian meluncurkan rokok putih bermerek Country sejak 1994 dengan target awal pasar ekspor, yang 5 tahun kemudian juga mulai dipasarkan di dalam negeri.[73] Hubungan Tresno (dan Bentoel) dengan Philip Morris akhirnya dihentikan pada 2005, setelah Philip Morris menggandeng PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas yang dimiliki HM Sampoerna untuk mendistribusikan secara eksklusif produk-produknya.[74] PT Tresno kemudian tetap bertahan sebagai pabrik rokok putih di bawah Bentoel, dan setelah diakusisi oleh British American Tobacco juga memproduksi merek rokok asing (kembali) seperti Dunhill. Pada 17 Desember 2019, PT Tresno resmi digabungkan dengan induk usahanya, PT Bentoel Prima.[75]
PT Lestariputra Wirasejati
PT Lestariputra didirikan pada tahun 1995 dan berpusat di Malang. Perusahaan ini memproduksi rokok bermerek Star Mild dan Pesona.[76][77] Pada awalnya perusahaan ini tidak tercatat sebagai milik Bentoel Prima, hingga pada 2000 lewat aksi korporasi yang dilakukan oleh Bhakti Investama maka perusahaan ini diakuisisi seharga Rp 35 miliar. Perusahaan ini kemudian menjadi anak usaha induk Bentoel, PT Transindo Multi Prima (kemudian menjadi Bentoel Internasional Investama), lalu dijadikan anak usaha dari anak perusahaan Bentoel Internasional Investama yaitu Bentoel Prima. Pada 2017, perusahaan ini akhirnya merger dengan induknya Bentoel Prima.
PT Perusahaan Dagang Suburaman
PT PD Suburaman didirikan pada 1993 dan memproduksi rokok bermerek Neo Mild. Pada tahun 2018, perusahaan ini dimerger dengan induknya, Bentoel Prima dan mereknya kemudian dijual ke British American Tobacco.[78][79]
Perkembangan mutakhir
Untuk diketahui, dalam periode 24-28 Agustus2020, saham Bentoel naik 136 persen.[80] Sejak awal tahun, saham RMBA juga naik 78,79 persen atau berkebalikan dengan kondisi umum yang mana indeks harga saham gabungan (IHSG) masih mencetak return negatif dalam periode tahun berjalan.[81] Bentoel sendiri sempat terdampak operasionalnya dengan pandemi COVID-19. Perseroan sudah melakukan pengaturan jam kerja dan skema bekerja dari rumah untuk beberapa karyawan, namun menjanjikan tidak ada pemotongan gaji dan PHK terhadap karyawan. Namun, secara umum pendapatan perseroan diperkirakan turun 25-50%.
Guna menjaga keberlangsungan usaha, Bentoel memastikan stok rokok tersedia cukup di pasar. Anak usaha British American Tobacco itu juga melakukan upaya efisiensi sambil mempertahankan kualitas. Sebelumnya, Direktur Legal & External Affairs Bentoel Mercy Francisca Sinaga mengatakan perseroan mencetak keuntungan pada 2019 setelah tujuh tahun menderita kerugian. Bentoel juga sukses memasarkan produknya ke 20 negara di Asia Pasifik dan Timur Tengah. Negara tujuan ekspor perusahaan telah mengalami peningkatan yang pesat dari sebelumnya yang hanya berjumlah 8 negara pada 2016.
Penghapusan pencatatan di bursa saham
Setelah tercatat di bursa efek sejak 2000 (resminya sejak 1990), PT Bentoel Internasional Investama Tbk memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup (go private), yang dimulai sejak suspensi saham perusahaan di BEI pada 5 Agustus 2021.[82] Usulan delisting sukarela ini telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada 28 September 2021.[83] Dalam rencana ini, Bentoel akan membeli sisa saham publik/tender offer (7,52%) di level Rp 1.000/saham, lebih mahal 226,8% dibanding harga sebelum disuspensi pada 5 Agustus 2021, yaitu Rp 306/saham.[84] Alasan yang disampaikan dalam proses go private ini, seperti pergerakan saham yang tidak likuid dan kondisi keuangan yang terus merugi sejak 2012 yang memengaruhi dividen dan harga sahamnya.[85] Sampai saat ini, prosesnya masih berlangsung.[86]
PT Bentoel sendiri memiliki beberapa kerjasama dalam bentuk perusahaan patungan. Salah satunya adalah dengan PT Eratel Prima (yang awalnya beroperasi sebagai penyedia layanan komunikasi) dan PR Sejahtera Abadi (produsen rokok "Ares Mild"). Keduanya memiliki kerjasama dengan Bentoel dalam bentuk PT Adhitama Sejahtera Abadi dan PT Adhitama Sejahtera Alami. PT Raja Salatiga Ambarawa yang ikut memproduksi rokok merek Bentoel. Di bidang distribusi, Eratel menjalin kerjsama dengan PT First World Indonesia.
Ekspor
PT Bentoel International Investama Tbk juga sering melakukan ekspor produknya ke berbagai negara, dengan perkiraan pada 2020 sebesar Rp 2,9 triliun ke 23 negara di Asia Pasifik dan Timur Tengah dalam berbagai merek yang berkualitas tinggi. Jumlah negara tujuan ekspor perusahaan ini telah naik dari tahun sebelumnya sebanyak 20 tahun.
Lainnya
Pihak Bentoel, atas nama perusahaan induknya BAT, juga mulai mengedarkan produk alternatif rokok, seperti Velo yang merupakan kantong nikotin; Glo yang merupakan pemanas tembakau; dan Vuse, rokok elektrik di Indonesia. Selain itu, Bentoel juga mengklaim mereka telah memberikan kontribusi kepada berbagai bidang dalam penanganan dampak pandemi COVID-19.