Lompat ke isi

Ali Yafie: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 12: Baris 12:
|term_start1 = 1998
|term_start1 = 1998
|term_end1 = 2000
|term_end1 = 2000
|predecessor1 = [[Hasan Basri]]
|predecessor1 = [[Hasan Basri (ulama)|Hasan Basri]]
|successor1 = [[Sahal Mahfudz]]
|successor1 = [[Sahal Mahfudz]]
|office2 = [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Rais 'Aam Nahdlatul Ulama]]
|office2 = [[Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama|Rais 'Aam Nahdlatul Ulama]]

Revisi per 26 Februari 2023 04.22

Ali Yafie
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
Masa jabatan
1998–2000
Sebelum
Pendahulu
Hasan Basri
Pengganti
Sahal Mahfudz
Sebelum
Rais 'Aam Nahdlatul Ulama
Masa jabatan
1991–1992
Sebelum
Pendahulu
Ahmad Shiddiq
Pengganti
Ilyas Ruhiat
Sebelum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Masa jabatan
1 Oktober 1971 – 1 Oktober 1987
Daerah pemilihanSulawesi Selatan (1971–1982)
Kalimantan Selatan (1982–1987)
Informasi pribadi
Lahir
Muhammad Ali

(1926-09-01)1 September 1926
Wani, Donggala, Sulawesi Tengah, Hindia Belanda
Meninggal25 Februari 2023(2023-02-25) (umur 96)
Rumah Sakit Premier Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia
KewarganegaraanIndonesia
Partai politikNahdlatul Ulama (sebelum 1973)
Partai Persatuan Pembangunan (sesudah 1973)
Suami/istri
Hj. Aisyah
(m. 1945; meninggal 2020)
[1]
Anak4
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Prof. AG. H. Muhammad Ali Yafie (1 September 1926 – 25 Februari 2023) adalah ulama fikih/hukum Islam, profesor, politikus, hakim, birokrat, dosen, akademisi, dan guru Indonesia yang pernah menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia sejak 1998 hingga 2000.[2] Ia juga pernah menjabat sebagai Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada 1991-1992, yakni jabatan tertinggi di dalam organisasi NU. Hingga wafatnya, ia merupakan pengasuh Pondok Pesantren Darud Da'wah wal Irsyad, Pare-Pare, Sulawesi Selatan yang didirikannya pada 1947, serta sebagai anggota dewan penasehat untuk Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Latar belakang dan pendidikan

Muhammad Ali Yafie dilahirkan di Desa Wani, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada 1 September 1926.[3] Ayahhya bernama Muhammad Yafie, seorang ulama dari Sulawesi Selatan, sedangkan ibunya bernama Imacayya, seorang putri raja kerajaan di Ternate.[4] Muhammad Yafie merupakan putra Syekh Abdul Hafidz Bugis, ulama yang menjadi guru di Masjidil Haram.[5][6]

Ali Yafie menamatkan pendidikan di Vervolgschool Parepare pada 1940. Sejak 1941 hingga 1949, ia mengaji di Pesantren Rappang. Pada 1942, ia belajar di Madrasah Aunarrafiq Rappang. Pada 1951, ia belajar di Madrasah Aliyah Darud Da'wah wal Irsyad Parepare.[7]

Karier

Pada 1942, Ali Yafie memulai karier sebagai guru agama di Rappang hingga 1944 dan Wakil Qadhi Jampue, Pinrang hingga 1947. Pada 1952, ia diangkat sebagai Kepala Bagian Sekretaris Kantor Urusan Agama Kabupaten Parepare. Setahun kemudian ia juga mulai mengajar sebagai guru agama di SMA Negeri Parepare hingga 1955. Pada 1955, ia dipromosikan menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Parepare dan menjabat hingga 1959.[7]

Spesialisasinya adalah pada ilmu fiqh dan dikenal luas sebagai seorang ahli dalam bidang ini.[butuh rujukan] Ia diangkat sebagai hakim anggota di Pengadilan Agama Tinggi Ujung Pandang sejak 1959 sampai 1962, kemudian Kepala Inspektorat Peradilan Agama Indonesia bagian Timur (1962-1965).[7] [8]

Ali Yafie sebagai Anggota DPR, 1982

Sejak 1965 hingga 1971, ia menjadi dekan di fakultas Ushuluddin IAIN Ujung Pandang, dan aktif di NU tingkat provinsi.[9]

Ia mulai aktif di tingkat nasional pada 1971.[butuh rujukan] Pada Muktamar Nahdlatul Ulama 1971 di Surabaya ia terpilih menjadi Rais Syuriyah. Pada pemilu 1971 ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan.[10] Kemudian ia tetap menjadi anggota DPR sampai 1987, ketika Djaelani Naro, tidak lagi memasukkannya dalam daftar calon.[butuh rujukan]

Sejak itu, Ali Yafie mengajar di berbagai lembaga pendidikan tinggi Islam di Jakarta, dan semakin aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI).[butuh rujukan] Pada Muktamar NU di Semarang 1979 dan Situbondo 1984, ia terpilih kembali sehagai Rais, dan di Muktamar Krapyak 1989 sebagai wakil Rais Aam.[butuh rujukan] Karena Kiai Achmad Siddiq meninggal dunia pada 1991, maka sebagai Wakil Rais Aam ia kemudian bertindak menjalankan tugas, tanggung jawab, hak dan wewenang sebagai pejabat sementara Rais Aam.[butuh rujukan] Setelah terlibat konflik dengan Abdurrahman Wahid mengenai penerimaan bantuan dari Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial untuk NU, Ali Yafie menarik diri dari PBNU.[8]

Meski sudah mengundurkan diri, ia tetap menjadi ulama yang berafiliasi dengan NU dan tidak keluar dari NU. Dua tahun setelah pengunduran dirinya sebagai ketua NU, pada 1994, ia menghadiri Rapat Umum NU di Cipasung, Tasikmalaya. Hubungannya dengan Abdurrahman Wahid masih terjaga hingga Wahid wafat. Dalam banyak kesempatan setelah pengunduran diri Yafie, Wahid kadang-kadang menyalahkan media atas kontribusi mereka untuk mengobarkan dan membuat marah Wahid dan Yafie karena membuat publisitas yang buruk.[8] Seperti di tahun 2021, ia masih aktif secara fisik dan masih menjadi ahli Fikih baik NU maupun Darul Dakwah wal Irsyad (DDI).[11][12]

Wafat

Ali Yafie meninggal dunia di Rumah Sakit Premier Bintaro, Tangerang Selatan, pada 25 Februari 2023 pukul 22.13 WIB.[13]

Referensi

Pranala luar

Jabatan organisasi Islam
Didahului oleh:
Hasan Basri
Ketua MUI
1990–2000
Diteruskan oleh:
M. Ahmad Sahal Mahfudz
Didahului oleh:
K.H. Ahmad Shiddiq
Rais Am Syuriah PB Nahdlatul Ulama
1991–1992
Diteruskan oleh:
Ilyas Ruhiat