Anregurutta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Anre Gurutta (Bugis) atau Anrong Gurunta (Makassar) disingkat AG, adalah sebuah istilah gelar bagi Ulama Sulawesi Selatan.[1] Istilah ini tidak dipakai secara umum kepada seseorang yang dianggap sebagai ulama tetapi hanya dipakai kepada Ulama/ustadz dalam lingkup pesantren itupun hanya dalam bentuk panggilan kepada guru bukan dalam bentuk penulisan nama gelar.[1] Pemberian gelar AG bukanlah pemberian Gelar akademik, melainkan pengakuan yang timbul dari masyarakat, atas ketinggian ilmu, pengabdian dan jasanya dalam dakwah keislaman.[2] AG sama dengan Kyai yang ahli agama Islam di Jawa[3] atau Tuan Guru di Banjarmasin dan Nusa Tenggara Barat dan Buya di Minang.[1] Dalam tradisi masyarakat Bugis dan Makassar, gelar AG dapat diibaratkan sebagai Profesor di dunia akademik.[2] AG menempati status sosialnya yang tinggi dan kedudukan terhormat di mata masyarakat Bugis dan Makassar.[2] Jika orang luar Sulawesi Selatan mendengar seseorang warga yang menyebutkan AG kepada seorang tokoh, tentu sang tokoh tersebut termasuk kategori Ulama yang disegani.[2] Sekitar pertengahan tahun 1990-an istilah mulai dipakai secara umum. baik yang dalam lingkup pesantren maupun di luar.[1]

Pengertian[sunting | sunting sumber]

Bahasa[sunting | sunting sumber]

Pengertian “anre guru” dalam Bahasa Bugis dari segi etimologi (lughawi) adalah rangkaian dua Suku kata yang artinya berlainan antar satu dengan lainnya, kata “anre” dalam berarti “makan” dan guru juga berarti “guru” namun jika dilebur menjadi “anreguru” maknanya berubah menjadi “maha guru”.[4] Sedangkan dalam bahasa Makassar menggunakan istilah “anrong guru” yang secara kata perkata “anrong” berarti “ibu, induk” dan “guru” berarti “guru”. Namun selain bermakna “ibu, induk”, kata “anrong” juga bermakna “bagian utama dari sesuatu (mis. anrong-lontara’ “huruf”) atau tokoh utama suatu komunitas (mis. anrong-tau “kepala kampung”)” yang secara keseluruhan “anrong guru” juga dimaknai sebagai “maha guru, induk dari segala guru, guru yang utama/dibesarkan/diagungkan”.[5]

Guru di sini dapat diartikan sebagai pendidik dalam pengertian yang lebih luas bukan sebagaimana kata “guru” menurut pengertian dari kamus-kamus Bahasa Indonesia, salah satunya adalah “Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (2001)” mengartikan bahwa “guru” hanyalah orang yang mata pencahariannya mengajar. Kata “guru” dapat digunakan untuk menyebut berbagai jenis orang yang mengajarkan sesuatu.[4] Seperti para pengajar di sekolah, yang mengajar mengaji guru pangngaji, begitu pula para Imam kampung yang sering diminta membacakan doa untuk hajatan disebut guru pabbaca doang. Bahkan seseorang yang mengajarkan ilmu bela diri juga disebut guru pamenca’.[4]

Pada dasarnya kata guru berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti pengajar agama (religious teacher) dari kalangan Brahma dalam agama Hindu, yang dapat disejajarkan dengan istilah pendeta dalam agama Kristen dan Syekh dalam literatur Islam. Gurutta sebagai pengganti kata Ulama di kalangan masyarakat suku Bugis sama dengan bahasa aslinya, Sanskerta.[4] Syekh Yusuf Al-Makassari pernah berkata, “Man la syaikha lahu fa as Syaithonu syaikhuhu; siapa yang tidak memiliki syekh ‘guru’ maka setanlah akan menjadi gurunya”.[4] Jadi menurut Al Makassari, guru memiliki kedudukan sejajar dengan Syekh dalam kalangan sufi, yang sekaligus memiliki maqam (kedudukan) sebagai pembimbing (mursyid) pagi pengikutnya.[4]

Istilah[sunting | sunting sumber]

Dari segi istilah, AG adalah seseorang yang memiliki keilmuan dalam bidang agama yang tinggi dan memiliki prilaku ampe-ampe yang baik madeceng(B)/mabaji'(M). Dengan demikian hanya Ulama saja yang bisa disematkan padanya gelar AG, kedua panggilan tersebut adalah legitimasi dari masyarakat sendiri yang memberi pengakuan terhadap Ulama yang telah sampai derajatnya pada level AG.[4]

Namun perlu dicatat bahwa AG memiliki kedudukan yang tertinggi dalam hierarki keulamaan bagi masyarakat Bugis daripada gurutta, tetapi kedua istilah tersebut kerap bergonta-ganti penyebutannya, hal ini karena yang bergelar AG sudah pasti dapat dipanggil gurutta(B)/gurunta(M), tetapi tidak demikian sebaliknya.[6]

Para muballigh misalnya, ada juga yang tetap dipanggil Ustadz, yaitu orang yang membawakan khutbah dan ceramah di masyarakat.[2] Namun belum bisa dijadikan sebagai suatu rujukan bertanya berbagai hal keagamaan.[2] Sementara posisi tingkat AG ini dijadikan sebagai tempat bertanya berbagai persoalan dan kehidupan secara umum.[2] Ustadz dikenal hanya dalam kelompok kecil, misalnya kelompok pengajian dan ceramah-ceramah umum.[2]

Pada umumnya masyarakat di Sulawesi Selatan menyebut Ulama dengan sebutan “anre guru” dan “gurutta” untuk masyarakat Bugis dan “anrong guru” dan “gurunta” untuk masyarakat Makassar, terdapat penambahan “ta” pada “gurutta/gurunta” berarti “kita”, jadi makna dari “gurutta/gurunta’” adalah “guru kita”.[4] Tidak semua yang mengajar agama dipanggil sebagai AG, tergantung dari tingkat keilmuannya.[2] Selain itu, masyarakat Bugis dan Makassar juga meyakini adanya kelebihan AG berupa karomah, dalam Bahasa Bugis disebut makarama.[2]

Anre Gurutta’/Anrong Gurunta berarti “maha guru atau guru besar secara kultural; bukan gelar akademik” yang merupakan gelar bagi ulama senior di Sulawesi Selatan yang mempunyai pengakuan keilmuan dan akhlak yang patut yang dipercaya dan diteladani oleh masyarakat.[3] Sehingga penggunaan KH (Kyai Haji) menjadi Anregurutta Haji (AGH).[7] Istilah AGH ditetapkan berdasarkan keputusan Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan.[7] AG. H. merupakan akronim dari Anre Gurutta’ Haji / Anrong Gurunta Ha’ji.[3] Sedangkan untuk ulama tingkatan di bawahnya disebut Gurutta/Gurunta (disingkat G.), ulama yunior.[3] Semua masyarakat Sulawesi Selatan pasti mengenal istilah Anregurutta, salah satunya Anregurutta Haji Muhammad Sanusi Baco Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan [8], dan Anregurutta Haji (AGH) Daud Ismail yang juga pejuang dakwah islamiyah di tanah Bugis.[2] Sekarang penggunaan istilah gurutta dan anregurutta sudah menjalar ke dalam bahasa tulisan, baik di media massa maupun dalam undangan perkawinan.[9]

Penyandang gelar[sunting | sunting sumber]

Anre Gurutta/Anrong Gurunta
No Tahun Lahir Tahun Wafat Umur Wafat (±) Nama Keterangan Rujukan
(Masehi) (Hijriah) (Masehi) (Hijriah) (Masehi) (Hijriah)
1 1310 ? 1453 ? 143 ? AGH. As-Syaikh Sayyid Jamaluddin Husain Akbar al-Husaini Kelahiran Malabar, India, diyakini bahwa Walisongo adalah keturunannya [a 1]
2 1626 1036 1699 ? 73 ? AGH. Syaikh Yusuf Al Makassari Bergelar Tuanta Salamaka [a 2]
3 1835 ? 1934 ? 99 ? AGH. Sayyid Alwi Jamallullail Bergelar Puang Towa [a 3]
4 1839 ? 1952 1362 113 ? AGH. Muhammad Thahir Imam Lapeo Dikenal dengan nama Imam Lapeo dari Mandar [a 4]
5 1885 ? 1972 ? 87 ? AGH. Ahmad Bone Tercatat sebagai Pendiri NU di Sulawesi Selatan [a 5]
6 1934 1312 2000 ? 66 ? AGH. Sayyid Habib Hasan bin Alwi bin Sahil Dikenal dengan Puang Lero; pendiri Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Pambusuang [a 6]
7 1895 ? 1958 ? 63 ? AGH. Sayyid Ali Mathar Kakek dari Prof. Dr. Qasim Mathar, Guru Besar UIN Alauddin [a 7]
8 1908 1326 1952 1372 44 46 AGH. Muhammad As'ad al-Bugisi Salah seorang guru dari AGH. Abdurrahman Ambo Dalle [a 8]
9 1900 ? 1996 ? 96 ? AGH. Abdurrahman Ambo Dalle Pendiri Pondok Pesantren Darud Da'wah wal Irsyad (DDI) Mangkoso [a 9]
10 1906 ? 1958 ? 52 ? AGH. Muhammad Ramli Tercatat sebagai Pendiri NU di Sulawesi Selatan dan Universitas Muslim Indonesia [a 10]
11 1908 ? 2006 ? 98 ? AGH. Daud Ismail Dikenal sebagai Ulama Mufassir [a 11]
12 1913 ? 1977 ? 64 ? AGH. Muhammad Shaleh al-Mandary Salah seorang murid dari Al-Habib Sayyid Alwi bin Abbas al-Maliki [a 12]
13 1914 ? 1986 ? 72 ? AGH. Muhmmad Yunus Maratan Ayah dari Prof. Dr. H. Rafi'i Yunus Maratan, MA, Pimpinan PB As'adiyah [a 13]
14 1915 ? 1986 ? 71 ? AGH. Prof. Abdurrahman Shihab Salah seorang tokoh UIN Alauddin [a 14]
15 1916 ? 1990 ? 74 ? AGH. Djabbar Asyry Pimpinan Majelis Tarjih Muhammadiyah Makassar [a 15]
16 1917 ? 2006 ? 89 ? AGH. Ahmad Marzuki Hasan Pendiri Pesantren Darul Istiqamah Maccopa Makassar [a 16]
17 1917 ? 1982 ? 65 ? AGH. Mustari Masuk dalam Komisi Bathsul NU dalam Muktamar di Semarang [a 17]
18 1918 ? 1982 ? 64 ? AGH. Muhammad Bilalu Pernah menuntut ilmu di Makkah selama 11 tahun [a 18]
19 1918 ? 1991 ? 73 ? AGH. Muhammad Hasyim Hasan Pernah dibimbing oleh Syaikh Mahmud al-Jawad, Ulama asal Madinah [a 19]
20 1919 ? 2006 ? 87 ? AGH. Sayyid Jamaluddin Puang Ramma Dikenal dengan gelar Puang Ramma, tercatat sebagai Pendiri NU di Sulawesi Selatan [a 20]
21 1919 ? 1985 ? 66 ? AGH. Amberi Said Guru dari AGH. Sanusi Baco [a 21]
22 1919 ? 2009 ? 90 ? AGH. Abduh Pabbaja Pendiri Pondok Pesantren Al-Furqan Pare-Pare [a 22]
23 1920 ? 1994 ? 74 ? AGH. Abdul Kadir Khalid Alumni Universitas Al-Azhar [a 23]
24 1920 ? 2004 ? 84 ? AGH. Abdul Muin Yusuf Perintis beridinya NU di Sidrap [a 24]
25 1920 ? 1976 ? 56 ? AGH. Abdul Rahman Matammeng Ulama, Qadhi, Akademisi dan sahabat dari AGH. Abdurrahman Ambo Dalle [a 25]
26 1920 ? 2012 ? 92 ? AGH. Muhammad Yusuf Surur Ayah dari Dr. Bunyamin Yusuf Surur [a 26]
27 1921 ? 1996 ? 75 ? AGH. Junaid Sulaiman Alumni Madrasah Al-Shaulatiyah [a 27]
28 1922 ? 2000 ? 78 ? AGH. Abdul Malik Muhammad Alumni Madrasah Dar al-Ulum al-Diniyyah al-Jawiyyah [a 28]
29 1922 ? 1975 ? 53 ? AGH. Abdus Shafa Santri dari AGH. Abdurrahman Ambo Dalle [a 29]
30 1922 ? 1994 ? 72 ? AGH. Harun Rasyid Santri dari AGH. Muhammad As'ad [a 30]
31 1922 ? 2003 ? 81 ? AGH. Hamzah Badawi Santri dari AGH. Muhammad As'ad [a 31]
32 1923 ? 2005 ? 82 ? AGH. Lanre Said Cucu dari Puang Lanre [a 32]
33 1925 ? 2000 ? 75 ? AGH. Hamzah Mangulung Santri dari AGH. Muhammad As'ad [a 33]
34 1926 ? ? ? ? ? AGH. Dr. Muhammad Ali Yafie Tokoh Nahdlatul Ulama; Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia [a 34]
35 1928 ? 1997 ? 69 ? AGH. Usman Arif Pernah mukim di Makkah selama 6 tahun [a 35]
36 1930 ? 2014 ? 84 ? AGH. Djamaluddin Amien Tokoh Muhammadiyah [a 36]
37 1932 ? 1991 ? 59 ? AGH. Muhammad Alwy Ali Santri dari AGH. Abdurrahman Ambo Dalle, mukim di Makkah 9 tahun [a 37]
38 1932 ? 2011 1432 79 ? AGH. Muhammad Nur Alumni Madrasah Dar al-Ulum al-Diniyyah al-Jawiyyah [a 38]
39 1937 ? 2005 ? 68 ? AGH. Prof. Dr. Sahabuddin Murid dari Syaikh Sayyid Prof. Dr. Muhammad Alwi al-Maliki al- Husainy [a 39]
40 1937 ? ? ? ? ? AGH. Dr (Hc) Sanusi Baco, Lc Sahabat Gus Dur dan Gus Mus [a 40]
41 1941 ? 2018 ? 77 ? AGH. Prof. Dr. Muhammad Rafi'i Yunus Maratan, MA Pimpinan Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang, Wajo [a 41] [a 42]
42 1942 ? 2001 ? 59 ? AGH. Ilyas Salewe Santri dari AGH. Abdurrahman Ambo Dalle [a 43]
43 1942 ? 2015 ? 73 ? AGH. Abunawas Bintang Santri dari AGH. Abdurrahman Ambo Dalle [a 44]
44 1944 ? ? ? ? ? AGH. Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab, MA Ulama Ahli Tafsir [a 45]
45 1945 ? 1998 ? 53 ? AGH. Abdullah Said Pendiri Hidayatullah (organisasi) [a 46]
46 1946 ? 2013 ? 67 ? AGH. Muhammad Harisah Hs Pendiri Pondok Pesantren An-Nahdah Makassar [a 47]
47 1947 ? 2012 ? 65 ? AGH. Dr. Abdul Wahab Zakaria Alumni Universitas Al-Azhar [a 48]
48 1948 1367 ? ? ? ? AGH. Dr. Baharuddin Harisah Hs, MA Ketua MUI Kota Makassar [a 49]
49 1959 ? ? ? ? ? AGH. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Wakil Menteri Agama Republik Indonesia, dll. [a 50]
50 1960 ? ? ? ? ? AGH. As-Syaikh Sayyid Habib A. Rahim Puang Makka Tokoh Nahdlatul Ulama [a 51]
Keterangan Tabel
Catatan
Catatan Kaki
  1. ^ Muhammad 2017, hlm. 1.
  2. ^ Muhammad 2017, hlm. 5.
  3. ^ Muhammad 2017, hlm. 9.
  4. ^ Muhammad 2017, hlm. 13.
  5. ^ Muhammad 2017, hlm. 17.
  6. ^ Muhammad 2017, hlm. 21.
  7. ^ Muhammad 2017, hlm. 25.
  8. ^ Muhammad 2017, hlm. 29.
  9. ^ Muhammad 2017, hlm. 33.
  10. ^ Muhammad 2017, hlm. 37.
  11. ^ Muhammad 2017, hlm. 41.
  12. ^ Muhammad 2017, hlm. 45.
  13. ^ Muhammad 2017, hlm. 51.
  14. ^ Muhammad 2017, hlm. 59.
  15. ^ Muhammad 2017, hlm. 63.
  16. ^ Muhammad 2017, hlm. 67.
  17. ^ Muhammad 2017, hlm. 71.
  18. ^ Muhammad 2017, hlm. 75.
  19. ^ Muhammad 2017, hlm. 79.
  20. ^ Muhammad 2017, hlm. 83.
  21. ^ Muhammad 2017, hlm. 87.
  22. ^ Muhammad 2017, hlm. 93.
  23. ^ Muhammad 2017, hlm. 99.
  24. ^ Muhammad 2017, hlm. 103.
  25. ^ Muhammad 2017, hlm. 107.
  26. ^ Muhammad 2017, hlm. 111.
  27. ^ Muhammad 2017, hlm. 115.
  28. ^ Muhammad 2017, hlm. 121.
  29. ^ Muhammad 2017, hlm. 125.
  30. ^ Muhammad 2017, hlm. 129.
  31. ^ Muhammad 2017, hlm. 133.
  32. ^ Muhammad 2017, hlm. 137.
  33. ^ Muhammad 2017, hlm. 141.
  34. ^ Muhammad 2017, hlm. 145.
  35. ^ Muhammad 2017, hlm. 149.
  36. ^ Muhammad 2017, hlm. 153.
  37. ^ Muhammad 2017, hlm. 157.
  38. ^ Muhammad 2017, hlm. 161.
  39. ^ Muhammad 2017, hlm. 165.
  40. ^ Muhammad 2017, hlm. 169.
  41. ^ Muhammad 2017, hlm. 175.
  42. ^ Fathoni 2017.
  43. ^ Muhammad 2017, hlm. 179.
  44. ^ Muhammad 2017, hlm. 183.
  45. ^ Muhammad 2017, hlm. 187.
  46. ^ Muhammad 2017, hlm. 193.
  47. ^ Muhammad 2017, hlm. 197.
  48. ^ Muhammad 2017, hlm. 203.
  49. ^ Muhammad 2017, hlm. 207.
  50. ^ Muhammad 2017, hlm. 2011.
  51. ^ Muhammad 2017, hlm. 215.
Daftar Pustaka


AGH. Muhammad Sagena, MA

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Catatan akhir[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b c d Mursalim 2017, hlm. 145, Lihat catatan kaki.
  2. ^ a b c d e f g h i j k Amin 2009.
  3. ^ a b c d Yusuf 2013, hlm. 327, Lihat catatan kaki.
  4. ^ a b c d e f g h Kadir 2013.
  5. ^ Cense, A.A (1979). Makassaars-Nederlands Woordenboek. 's-Gravenhage: Martinus Nijhoff. hlm. 20. ISBN 9024723205. 
  6. ^ Ahmad 2008, hlm. 327, dalam Kadir, Ilham (2013-02-07). "Gurutta, Anreguru, Panrita". Ilham Kadir Menulis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-23. Diakses tanggal 2018-04-20. .
  7. ^ a b Muhammad 2017, hlm. iv.
  8. ^ Harian Sulsel 2015.
  9. ^ Islam 2017.

Bibliografi[sunting | sunting sumber]