Lompat ke isi

Lingga, Simpang Empat, Karo: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kanguda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kanguda (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
Desa Lingga Kabupaten Karo
'''Desa Lingga Kabupaten Karo'''


'''Desa Lingga''' adalah salah satu desa yang menjadi daerah tujuan wisata di [[Kabupaten Karo]] [[Sumatera Utara]] yang terletak di ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, lebih kurang 15 km dari [[Brastagi]]dan 5 km dari Kota [[Kabanjahe]] ibu kabupaten [[Karo]]. Lingga merupakan perkampungan Batak Karo yang unik, memiliki rumah-rumah adat yang diperkirakan berumur 250 tahun, tetapi kondisinya masih kokoh. Rumah tersebut dihuni oleh 6-8 keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini tidak memiliki ruangan yang dipisahkan oleh pembatas berupa dinding kayu atau lainnya.
'''Desa Lingga''' adalah salah satu desa yang menjadi daerah tujuan wisata di [[Kabupaten Karo]] [[Sumatera Utara]] yang terletak di ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, lebih kurang 15 km dari [[Brastagi]] dan 5 km dari Kota [[Kabanjahe]] ibu kabupaten [[Karo]]. Lingga merupakan perkampungan Batak Karo yang unik, memiliki rumah-rumah adat yang diperkirakan berumur 250 tahun, tetapi kondisinya masih kokoh. Rumah tersebut dihuni oleh 6-8 keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini tidak memiliki ruangan yang dipisahkan oleh pembatas berupa dinding kayu atau lainnya.


'''Rumah adat Karo'''
'''Rumah adat Karo'''
Baris 8: Baris 8:
Rumah adat karo mempunyai ciri serta bentuk yang sangat khusus, didalamnya terdapat ruangan yang besar dan tidak mempunyai kamar-kamar. Satu rumah dihuni 8 atau 10 keluarga. Rumah adat berupa rumah panggung, tingginya kira-kira 2 meter dari tanah yang ditopang oleh tiang, umumnya berjumlah 16 buah dari kayu ukuran besar. Kolong rumah sering dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan kayu dan sebagai kandang ternak. Rumah ini mempunyai dua buah pintu,
Rumah adat karo mempunyai ciri serta bentuk yang sangat khusus, didalamnya terdapat ruangan yang besar dan tidak mempunyai kamar-kamar. Satu rumah dihuni 8 atau 10 keluarga. Rumah adat berupa rumah panggung, tingginya kira-kira 2 meter dari tanah yang ditopang oleh tiang, umumnya berjumlah 16 buah dari kayu ukuran besar. Kolong rumah sering dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan kayu dan sebagai kandang ternak. Rumah ini mempunyai dua buah pintu,
satu menghadap ke barat dan satu lagi menghadap ke sebelah timur. Di depan masing-masing pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat (disebut ture). Ture ini digunakan untuk tempat bertenun, mengayam tikar atau pekerjaan lainnya. Atap rumah dibuat dari ijuk. Pada kedua ujung atapnya terdapat segitiga, disebut ayo-ayo. Pada puncak ayo-ayo terdapat tanduk atau kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah.
satu menghadap ke barat dan satu lagi menghadap ke sebelah timur. Di depan masing-masing pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat (disebut ture). Ture ini digunakan untuk tempat bertenun, mengayam tikar atau pekerjaan lainnya. Atap rumah dibuat dari ijuk. Pada kedua ujung atapnya terdapat segitiga, disebut ayo-ayo. Pada puncak ayo-ayo terdapat tanduk atau kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah.
Rumah adat Karo dinamakan siwaluh jabu (waluh = delapan, jabu = keluarga/ bagian utama rumah/ ruang utama). Gedung berbentuk rumah panggung itu, pada waktu dulu kala menjadi rumah tinggal masyarakat Karo. Tiang-tiang penyangga rumah panggung, dinding rumah, dan beberapa bagian atas, semuanya terbuat dari kayu. Bagian semacam teras rumah -juga berbentuk panggung-, tangga naik ke dalam rumah, dan penyangga atap, terbuat dari bambu. Sedangkan atap rumah sendiri, semuanya menggunakan ijuk. Di bagian paling atas atap rumah adat,
Rumah adat Karo dinamakan siwaluh jabu (waluh = delapan, jabu = keluarga/ bagian utama rumah/ ruang utama). Bangunan berbentuk rumah panggung itu, pada waktu dulu kala menjadi rumah tinggal masyarakat Karo. Tiang-tiang penyangga rumah panggung, dinding rumah, dan beberapa bagian atas, semuanya terbuat dari kayu. Bagian semacam teras rumah -juga berbentuk panggung-, tangga naik ke dalam rumah, dan penyangga atap, terbuat dari bambu. Sedangkan atap rumah sendiri, semuanya menggunakan ijuk. Di bagian paling atas atap rumah adat,
kedua ujung atap masing-masing dilengkapi dengan dua tanduk kerbau. Tanduk itu dipercaya penduduk sebagai penolak bala. Satu rumah ditinggali oleh lebih dari satu KK (kepala keluarga), dalam satu ruangan besar.
kedua ujung atap masing-masing dilengkapi dengan dua tanduk kerbau. Tanduk itu dipercaya penduduk sebagai penolak bala. Satu rumah ditinggali oleh lebih dari satu KK (kepala keluarga), dalam satu ruangan besar.



Revisi per 31 Agustus 2009 02.19

Desa Lingga Kabupaten Karo

Desa Lingga adalah salah satu desa yang menjadi daerah tujuan wisata di Kabupaten Karo Sumatera Utara yang terletak di ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, lebih kurang 15 km dari Brastagi dan 5 km dari Kota Kabanjahe ibu kabupaten Karo. Lingga merupakan perkampungan Batak Karo yang unik, memiliki rumah-rumah adat yang diperkirakan berumur 250 tahun, tetapi kondisinya masih kokoh. Rumah tersebut dihuni oleh 6-8 keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini tidak memiliki ruangan yang dipisahkan oleh pembatas berupa dinding kayu atau lainnya.

Rumah adat Karo

Desa Lingga memiliki bangunan tradisional seperti: rumah adat, jambur, geriten, lesung, sapo page (sapo ganjang)dan museum karo. Geriten, digunakan sebagai tempat penyimpanan kerangka jenazah keluarga atau nenek (leluhur)sang pemilik. Rumah adat karo mempunyai ciri serta bentuk yang sangat khusus, didalamnya terdapat ruangan yang besar dan tidak mempunyai kamar-kamar. Satu rumah dihuni 8 atau 10 keluarga. Rumah adat berupa rumah panggung, tingginya kira-kira 2 meter dari tanah yang ditopang oleh tiang, umumnya berjumlah 16 buah dari kayu ukuran besar. Kolong rumah sering dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan kayu dan sebagai kandang ternak. Rumah ini mempunyai dua buah pintu, satu menghadap ke barat dan satu lagi menghadap ke sebelah timur. Di depan masing-masing pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat (disebut ture). Ture ini digunakan untuk tempat bertenun, mengayam tikar atau pekerjaan lainnya. Atap rumah dibuat dari ijuk. Pada kedua ujung atapnya terdapat segitiga, disebut ayo-ayo. Pada puncak ayo-ayo terdapat tanduk atau kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah. Rumah adat Karo dinamakan siwaluh jabu (waluh = delapan, jabu = keluarga/ bagian utama rumah/ ruang utama). Bangunan berbentuk rumah panggung itu, pada waktu dulu kala menjadi rumah tinggal masyarakat Karo. Tiang-tiang penyangga rumah panggung, dinding rumah, dan beberapa bagian atas, semuanya terbuat dari kayu. Bagian semacam teras rumah -juga berbentuk panggung-, tangga naik ke dalam rumah, dan penyangga atap, terbuat dari bambu. Sedangkan atap rumah sendiri, semuanya menggunakan ijuk. Di bagian paling atas atap rumah adat, kedua ujung atap masing-masing dilengkapi dengan dua tanduk kerbau. Tanduk itu dipercaya penduduk sebagai penolak bala. Satu rumah ditinggali oleh lebih dari satu KK (kepala keluarga), dalam satu ruangan besar.

Dapur bagi masyarakat Karo juga mempunyai arti. Tungku tempat menaruh alat memasak, terdiri atas lima buah batu. kelima batu menandakan adanya lima marga dalam suku Karo yang mendiami Lingga, yakni Karo-Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Peranginangin.

Selain siwaluh jabu, bangunan-bangunan tradisional Karo yang ada atau pernah ada di Desa Lingga adalah kantur-kantur, sapo ganjang, griten, lesung, Museum Lingga . Rumah adat-rumah adat ini menjadi pelengkap dari satu komunitas masyarakat Karo dahulu kala. Seperti juga siwaluh jabu, semua bangunan ini berbentuk rumah panggung.

Jambur

Jambur digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta bagi masyarakat juga sebagai tempat musyawarah, tempat mengadili orang-orang yang melanggar perintah raja dan adat yang berlaku. Jambur juga merupakan tempat tidur bagi pemuda-pemuda selain sapo ganjang.

Kantur-kantur

Kantur-kantur bisa dikatakan merupakan kantor Raja pada saat itu adalah gedung pertemuan antara Raja pemuka-pemuka masyarakat Desa , untuk memecahkan berbagai masalah. di sebelah timur dari "rumah raja". Bentuknya lebih jauh lebih kecil dibandingkan siwaluh jabu.

Sapo Ganjang Atau Sapo Page(padi)

Sapo ganjang bentuknya hampir sama dengan kantur-kantur, tapi dalam ukuran sedikit lebih kecil lagi. Bangunan ini merupakan lumbung padi pada bagian bawahnya, dan dibagian atas (loteng) adalah tempat tidur bagi pemuda-pemuda desa karena pada jaman dahulu para pemuda tidak diperbolehkan tidur di rumah siwaluh jabu karena rumah siwaluh jabu tidak mempunyai kamar-kamar, sehingga bagi para gadis tidur di ruang tamu (jabu).

Griten

Sedangkan griten menjadi tempat penyimpanan tengkorak-tengkorak, sanak keluarga pemilik grinten yang telah meninggal di bagian atasnya sedangkan bagian bawah merupakan tempat duduk atau tempat berkumpul bagi sebagian warga, terutama kaum muda. Griten ini merupakan tempat bertemunya seorang pemuda dengan sang gadis untuk saling lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya.

Lesung

Lesung adalah bangunan yang biasa digunakan oleh penduduk jaman dahulu untuk menumbuk padi, dan juga menumbuk beras menjadi tepung karena pada jaman dahulu belum ada mesin gilingan seperti saat ini. Bangunan Lesung merupakan suatu bangunan panggung yang dipasangi dua buah kayu besar yang memanjang dari sisi utara sampai kesisi selatan bangunan, dimana pada kedua sisi kayu tersebut telah dibuatkan lubang lesung dengan jarak yang disesuaikan.

Museum Lingga

Museum Lingga disebut Museum Karo Lingga, di tempat ini banyak disimpan benda- benda tradisional Karo seperti capah (piring kayu besar untuk sekeluarga), tungkat/ tongkat, alat-alat musik dan lain sebagainya.

Tapi saat ini kebanyakan dari bangunan-bangunan diatas telah punah dan tidak bisa ditemukan lagi di Desa Lingga, yang tersisa hanya beberapa saja antara lain beberapa rumah siwaluh jabu, griten, kantur-kantur dan Museum Lingga yang dibangun paling belakangan.