Takhta: Perbedaan antara revisi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Dalam Eksistensi Takhta Suci adalah sebagai subjek hukum internasional sejak berabad-abad yang telah diakui oleh masyarakat internasional |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{untuk|grup musik|Tahta (grup musik)}} |
{{untuk|grup musik|Tahta (grup musik)}} |
||
[[Berkas:Seoul Throne in Geunjeongjeon 03.jpg|jmpl|Eunjeongjeon adalah aula utama Istana Gyeongbokgung, dimana Raja melakukan urusan negara.]] |
|||
'''Takhta''' (ejaan tidak baku: '''tahta''') atau '''singgasana''' adalah [[kursi]] duduk resmi bagi seorang penguasa untuk menjalankan fungsi seremonial maupun negara. Dalam pandangan abstrak, istilah takhta bisa merujuk kepada [[monarki]] maupun [[raja]] sendiri, dan juga digunakan dalam beberapa [[ungkapan]] seperti ''Kekuasaan di balik takhta''. |
'''Takhta''' (ejaan tidak baku: '''tahta''') atau '''singgasana''' adalah [[kursi]] duduk resmi bagi seorang penguasa untuk menjalankan fungsi seremonial maupun negara. Dalam pandangan abstrak, istilah takhta bisa merujuk kepada [[monarki]] maupun [[raja]] sendiri, dan juga digunakan dalam beberapa [[ungkapan]] seperti ''Kekuasaan di balik takhta''. DI era zaman yang modren di Indonesia, istilah tahta sering disebutkan di dalam kalangan masyarakat dengan sbeutan "harta, tahta, dan wanita". Dalam sebutan ketiga hal ini dapat membahayakan dan menghancurkan karier dan reputasi jika tidak waspada (khususnya bagi kalangan pria). <ref>{{Cite web|last=QURTUBY|first=SUMANTO AL|title=|url=|website=https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/27/harta-takhta-dan-agama}}</ref> |
||
== Etimologi == |
== Etimologi == |
||
Istilah ''takhta'' dalam [[bahasa Indonesia]] berasal dari pengaruh serapan [[bahasa Persia]] yang memiliki arti sama persis, yaitu kursi kebesaran penguasa. Istilah yang lebih awal dalam kebudayaan Indonesia purba adalah ''singgasana'' yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]] ''Sīṃhasana'' yang berarti tempat duduk [[singa]]. Singa adalah lambang kebesaran dan keagungan dalam kebudayaan [[Hindu]] dan [[Buddha]], sebagai contoh singgasana berukir singa lazim ditemukan dalam kesenian Jawa kuno abad ke-8, seperti di relief Borobudur dan Prambanan. Singgasana Buddha [[Wairocana]] di [[Candi Mendut]], serta singgasana [[Dewi Tara]] di [[Candi Kalasan]] berukir [[Makara]], [[Singa]], dan [[Gajah]]. |
Istilah ''takhta'' dalam [[bahasa Indonesia]] berasal dari pengaruh serapan [[bahasa Persia]] yang memiliki arti sama persis, yaitu kursi kebesaran penguasa. Istilah yang lebih awal dalam kebudayaan Indonesia purba adalah ''singgasana'' yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]] ''Sīṃhasana'' yang berarti tempat duduk [[singa]]. Singa adalah lambang kebesaran dan keagungan dalam kebudayaan [[Hindu]] dan [[Buddha]], sebagai contoh singgasana berukir singa lazim ditemukan dalam kesenian Jawa kuno abad ke-8, seperti di relief Borobudur dan Prambanan. Singgasana Buddha [[Wairocana]] di [[Candi Mendut]], serta singgasana [[Dewi Tara]] di [[Candi Kalasan]] berukir [[Makara]], [[Singa]], dan [[Gajah]].Dalam Eksistensi Takhta Suci adalah sebagai subjek hukum internasional sejak berabad-abad yang telah diakui oleh masyarakat internasional.<ref>{{Cite journal|last=Yanubi|first=Yustinus Stevanus, dkk|title=Eksistensi Takhta Suci Vatikan: Relevansinya |
||
terhadap Penundukan Diri Suatu Negara|journal=}}</ref> |
|||
== Daftar singgasana terkenal == |
== Daftar singgasana terkenal == |
||
Baris 21: | Baris 23: | ||
* [[Takhta Phoenix]], takhta para raja Korea |
* [[Takhta Phoenix]], takhta para raja Korea |
||
* [[Takhta Singa]], takhta [[Dalai Lama]], penguasa [[Tibet]] |
* [[Takhta Singa]], takhta [[Dalai Lama]], penguasa [[Tibet]] |
||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
{{Reflist}} |
{{Reflist}} |
Revisi per 11 November 2023 06.38
Takhta (ejaan tidak baku: tahta) atau singgasana adalah kursi duduk resmi bagi seorang penguasa untuk menjalankan fungsi seremonial maupun negara. Dalam pandangan abstrak, istilah takhta bisa merujuk kepada monarki maupun raja sendiri, dan juga digunakan dalam beberapa ungkapan seperti Kekuasaan di balik takhta. DI era zaman yang modren di Indonesia, istilah tahta sering disebutkan di dalam kalangan masyarakat dengan sbeutan "harta, tahta, dan wanita". Dalam sebutan ketiga hal ini dapat membahayakan dan menghancurkan karier dan reputasi jika tidak waspada (khususnya bagi kalangan pria). [1]
Etimologi
Istilah takhta dalam bahasa Indonesia berasal dari pengaruh serapan bahasa Persia yang memiliki arti sama persis, yaitu kursi kebesaran penguasa. Istilah yang lebih awal dalam kebudayaan Indonesia purba adalah singgasana yang berasal dari bahasa Sanskerta Sīṃhasana yang berarti tempat duduk singa. Singa adalah lambang kebesaran dan keagungan dalam kebudayaan Hindu dan Buddha, sebagai contoh singgasana berukir singa lazim ditemukan dalam kesenian Jawa kuno abad ke-8, seperti di relief Borobudur dan Prambanan. Singgasana Buddha Wairocana di Candi Mendut, serta singgasana Dewi Tara di Candi Kalasan berukir Makara, Singa, dan Gajah.Dalam Eksistensi Takhta Suci adalah sebagai subjek hukum internasional sejak berabad-abad yang telah diakui oleh masyarakat internasional.[2]
Daftar singgasana terkenal
- Takhta Sulaiman
- Takhta Apollo, Amyclae
- Takhta Santo Edward, Westminster Abbey, London
- Takhta Charlemagne, Aachen
- Sedia gestatoria kepausan
- Takhta Daud milik Kaisar Etiopia
- Takhta Gading Ivan yang Ganas
- Tahta Suci
- Takhta Emas Ashanti
- Takhta Merak Kaisar Mughal, kemudian menjadi Takhta Merak Shah Persia dan Takht-e Marmar Shah Persia
- Takhta Seruni, takhta Kaisar Jepang
- Takhta Naga, takhta Kaisar Tiongkok
- Takhta Phoenix, takhta para raja Korea
- Takhta Singa, takhta Dalai Lama, penguasa Tibet
Referensi
- ^ QURTUBY, SUMANTO AL. https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/27/harta-takhta-dan-agama. Tidak memiliki atau tanpa
|title=
(bantuan); Hapus pranala luar di parameter|website=
(bantuan); - ^ Yanubi, Yustinus Stevanus, dkk. "Eksistensi Takhta Suci Vatikan: Relevansinya
terhadap Penundukan Diri Suatu Negara". line feed character di
|title=
pada posisi 46 (bantuan)