Kekerasan berbasis gender online: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Sekarchamdi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Dian (WMID) (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)''' atau Kekerasan Berbasis Gender yang Difasilitasi Teknologi (TFGBV) menurut [[UN Women]] atau Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG) menurut [[Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan|Komnas Perempuan]] atau Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) menurut UU No. 12 Tahun 2022 '''adalah''' kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan, dibantu, diperburuk dan diperkuat dengan menggunakan piranti teknologi informasi komunikasi atau bentuk antarmuka digital lainnya seperti telepon genggam, tablet, komputer, piranti suara, kamera, perangkat penentu posisi global (GPS), perangkat pengkat pelacak atau situs dan media sosial yang merugikan dan membahayakan secara fisik, seksual, psikologis/emosial, sosial, politik, ekonomi dan atau bentuk pelanggaran lain terhadap hak dan kebebasan khususnya bagi perempuan dan kelompok [[LGBT|LGBTQI+.]]<ref>{{Cite web|date=2024-03-06|title=Frequently asked questions: Tech-facilitated gender-based violence|url=https://www.unwomen.org/en/what-we-do/ending-violence-against-women/faqs/tech-facilitated-gender-based-violence|website=UN Women – Headquarters|language=en|access-date=2024-03-15}}</ref><ref>{{Cite web|last=unitednations|date=2023-11-28|title=How Technology-Facilitated Gender-Based Violence Impacts Women and Girls|url=https://unric.org/en/how-technology-facilitated-gender-based-violence-impacts-women-and-girls/|website=United Nations Western Europe|language=en-US|access-date=2024-03-15}}</ref><ref>{{Cite web|title=LGBTQI|url=https://policytoolbox.iiep.unesco.org/glossary/lgbtiq/|website=IIEP Policy Toolbox|language=en-GB|access-date=2024-03-15}}</ref>
'''Kekerasan berbasis gender ''online'' (KBGO)''', dikenal juga dengan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi (TFGBV) menurut [[UN Women|UN Women,]]<nowiki/>kekerasan siber berbasis gender (KSBG) menurut [[Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan|Komnas Perempuan]], dan kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) menurut UU No. 12 Tahun 2022, adalah kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan, dibantu, diperburuk dan diperkuat dengan menggunakan piranti teknologi informasi komunikasi atau bentuk antarmuka digital lainnya seperti telepon genggam, komputer tablet, komputer, piranti suara, kamera, perangkat penentu posisi global (GPS), perangkat pengkat pelacak atau situs dan media sosial yang merugikan dan membahayakan secara fisik, seksual, psikologis/emosial, sosial, politik, ekonomi dan atau bentuk pelanggaran lain terhadap hak dan kebebasan khususnya bagi perempuan dan kelompok [[LGBT|LGBTQI+.]]<ref>{{Cite web|date=2024-03-06|title=Frequently asked questions: Tech-facilitated gender-based violence|url=https://www.unwomen.org/en/what-we-do/ending-violence-against-women/faqs/tech-facilitated-gender-based-violence|website=UN Women – Headquarters|language=en|access-date=2024-03-15}}</ref><ref>{{Cite web|last=unitednations|date=2023-11-28|title=How Technology-Facilitated Gender-Based Violence Impacts Women and Girls|url=https://unric.org/en/how-technology-facilitated-gender-based-violence-impacts-women-and-girls/|website=United Nations Western Europe|language=en-US|access-date=2024-03-15}}</ref>


== Penyebab ==
Di Indoesia banyak hal yang mendorong terjadinya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Nilai-nilai adat dan budaya yang konservatif serta norma-norma [[patriarki]] yang kental dan tertanam kuat dalam sistem sosial kemasyarakatan sering dipergunakan untuk mengekalkan kekerasan terhadap perempuan dan kelompok LGBTQI+. Di sisi lain rendahnya pemahaman literasi digital memperburuk kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) karena pengguna internet secara umum memiliki pengetahuan yang terbatas tentang bagaimana informasi dapat dimanipulasi dan digunakan di ranah maya atau parahnya dampak dari penyebaran dan perluasan informasi tersebut. Kondisi inilah yang menyebabkan para penyintas enggan untuk melaporkan kepada pihak berwajib dan berbagi cerita kepada anggota keluarga atau orang terdekat lainnya. Di lain pihak, para penegak hukum yang kolot sering kali bersikap menyalahkan korban sehingga laporan para korban diabaikan bahkan mempermalukan korban karena mencari bantuan dan dukungan.
Di Indonesia, nilai-nilai adat dan budaya yang konservatif serta norma-norma [[patriarki]] yang tertanam kuat dalam sistem sosial kemasyarakatan sering dipergunakan untuk mengekalkan kekerasan terhadap perempuan dan kelompok LGBTQI+.{{Butuh rujukan}} Di sisi lain, rendahnya pemahaman literasi digital memperburuk kasus KBGO karena pengguna internet secara umum memiliki pengetahuan yang terbatas tentang bentuk-bentuk informasi yang dimanipulasi di dunia maya maupun dampak dari penyebaran dan perluasan informasi tersebut.{{Butuh rujukan}}


== Referensi ==
== Jenis-Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) ==

== Referensi: ==
<references />
<references />
[[Kategori:Kekerasan berbasis gender]]
[[Kategori:Kekerasan berbasis gender]]

Revisi per 27 Maret 2024 09.57

Kekerasan berbasis gender online (KBGO), dikenal juga dengan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi (TFGBV) menurut UN Women,kekerasan siber berbasis gender (KSBG) menurut Komnas Perempuan, dan kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) menurut UU No. 12 Tahun 2022, adalah kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan, dibantu, diperburuk dan diperkuat dengan menggunakan piranti teknologi informasi komunikasi atau bentuk antarmuka digital lainnya seperti telepon genggam, komputer tablet, komputer, piranti suara, kamera, perangkat penentu posisi global (GPS), perangkat pengkat pelacak atau situs dan media sosial yang merugikan dan membahayakan secara fisik, seksual, psikologis/emosial, sosial, politik, ekonomi dan atau bentuk pelanggaran lain terhadap hak dan kebebasan khususnya bagi perempuan dan kelompok LGBTQI+.[1][2]

Penyebab

Di Indonesia, nilai-nilai adat dan budaya yang konservatif serta norma-norma patriarki yang tertanam kuat dalam sistem sosial kemasyarakatan sering dipergunakan untuk mengekalkan kekerasan terhadap perempuan dan kelompok LGBTQI+.[butuh rujukan] Di sisi lain, rendahnya pemahaman literasi digital memperburuk kasus KBGO karena pengguna internet secara umum memiliki pengetahuan yang terbatas tentang bentuk-bentuk informasi yang dimanipulasi di dunia maya maupun dampak dari penyebaran dan perluasan informasi tersebut.[butuh rujukan]

Referensi

  1. ^ "Frequently asked questions: Tech-facilitated gender-based violence". UN Women – Headquarters (dalam bahasa Inggris). 2024-03-06. Diakses tanggal 2024-03-15. 
  2. ^ unitednations (2023-11-28). "How Technology-Facilitated Gender-Based Violence Impacts Women and Girls". United Nations Western Europe (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-15.