Kekerasan berbasis gender online
Kekerasan berbasis gender online (KBGO), dikenal juga dengan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi (TFGBV) menurut UN Women, kekerasan siber berbasis gender (KSBG) menurut Komnas Perempuan, dan kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) menurut UU No. 12 Tahun 2022, adalah kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan, dibantu, diperburuk dan diperkuat dengan menggunakan piranti teknologi informasi komunikasi atau bentuk antarmuka digital lainnya seperti telepon genggam, komputer tablet, komputer, piranti suara, kamera, perangkat penentu posisi global (GPS), perangkat pengkat pelacak atau situs dan media sosial yang merugikan dan membahayakan secara fisik, seksual, psikologis/emosial, sosial, politik, ekonomi dan atau bentuk pelanggaran lain terhadap hak dan kebebasan khususnya bagi perempuan, kelompok rentan dan LGBTQI+.[1][2]
Penyebab
[sunting | sunting sumber]Di Indonesia, nilai-nilai adat dan budaya yang konservatif serta norma-norma patriarki yang tertanam kuat dalam sistem sosial kemasyarakatan sering dipergunakan untuk mengekalkan kekerasan terhadap perempuan, kelompok rentan dan LGBTQI+.[butuh rujukan] Di sisi lain, rendahnya pemahaman literasi digital memperburuk kasus KBGO karena pengguna internet secara umum memiliki pengetahuan yang terbatas tentang bentuk-bentuk informasi yang dimanipulasi di dunia maya maupun dampak dari penyebaran dan perluasan informasi tersebut.[butuh rujukan]
Modus dan Tipe-Tipe KBGO
[sunting | sunting sumber]Hingga September 2017, ada delapan jenis pelecehan daring berbasis gender yang dilaporkan ke Komnas Perempuan. Ini termasuk upaya untuk terlibat dalam cyber grooming, pelecehan daring, peretasan, konten ilegal, pelanggaran privasi, distribusi gambar dan video pribadi yang jahat, pencemaran nama baik daring, perekrutan daring, dan pencemaran nama baik.[3]
Di sisi lain, dalam Internet Governance Forum dinyatakan bahwa pelecehan online berbasis gender mencakup berbagai perilaku, termasuk pelecehan seksual, di dalam kebencian, eksploitasi, Internet Bahasa Inggris seksual, peguntitan, dan pengintimidasian. [3]
Selain itu, KBGO dapat ada secara offline, dimana korban atau penyintas bisa mengalami kombinasi kekerasan fisik, seksual,fisik, seksual, dan psikologis, baik secara daring maupun luring.dan perkembangan psikologis, baik daring maupun luring. [3]
Dampak KBGO
[sunting | sunting sumber]Setiap korban tunggal atau penyantas KBGO mengalami dampak yang berbeda. Berikut ini beberapa hal- hal yang dialami oleh korban dan penyintas KBGO,Kerugian Psikologi Penyintas dan Korban mengalami ketakutan, kecemasan, dan depresi. Ada pula Juga contoh spesifik ketika beberapa korban atau penyintas menyatakan bahwa seseorang harus merasa rendah hati sebagai hasil dari rumah yang telah mereka tinggali,Keterampilan Sosial Kehidupan publik termasuk kehidupan dari teman dan keluarga adalah sumber para korban/penyintas. Hal ini terutama dilakukan bagi mereka yang ingin foto dan videonya didistribusikan foto-foto dan tanpa didistribusikan tanpa tujuan khusus yang mereka miliki, yakni didistribusikan secara luas dan Kerugian Ekonomi para korban/penyintas menjadi kehilangan pendapatan dan kemiskinan.[3]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Frequently asked questions: Tech-facilitated gender-based violence". UN Women – Headquarters (dalam bahasa Inggris). 2024-03-06. Diakses tanggal 2024-03-15.
- ^ unitednations (2023-11-28). "How Technology-Facilitated Gender-Based Violence Impacts Women and Girls". United Nations Western Europe (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-15.
- ^ a b c d net, Safe. Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online (PDF).