Lompat ke isi

Hajj: Journey to the Heart of Islam: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 66: Baris 66:
Pameran British Museum tentang haji mendapat pujian dari beberapa pengulas. [[Jonathan Jones (wartawan)|Jonathan Jones]], yang menulis di ''[[The Guardian]]'', memberikan lima bintang dan menyebutnya sebagai salah satu pameran paling brilian yang pernah diadakan British Museum. Dia menyatakan bahwa perayaan Islam yang ditampilkan sangat menantang bagi orang-orang Barat yang terbiasa dengan penggambaran negatif tentang agama ini.<ref name=":0"/> ''[[The Londonist]]'' menyebutnya sebagai pameran yang tidak hanya memukau tetapi juga membuka mata, menyingkap aspek Islam yang kurang dipahami oleh sebagian besar masyarakat.<ref name=":6"/> [[Brian Sewell]] di ''[[London Evening Standard|Evening Standard]]'' menegaskan bahwa pameran ini amat penting secara budaya, serta memujinya sebagai contoh dari apa yang seharusnya diperjuangkan oleh multikulturalisme, yaitu mempromosikan "informasi, pengajaran dan pemahaman yang cermat secara akademis, sehingga menjaga keutuhan kedua budaya (yang bertanya dan yang ditanya)".<ref>{{Cite web|last=Sewell|first=Brian|date=16 Juni 2015|title=Hajj – journey to the heart of Islam, British Museum – review|url=https://www.standard.co.uk/culture/exhibitions/hajj-journey-to-the-heart-of-islam-british-museum-review-7439724.html|website=Evening Standard|access-date=8 Desember 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404144626/https://www.standard.co.uk/culture/exhibitions/hajj-journey-to-the-heart-of-islam-british-museum-review-7439724.html|dead-url=no}}</ref> Amy Foulds, yang menulis untuk ''[[Diplomat|The Diplomat]]'', menganggap bagian pertama dari pameran ini sangat menarik, tetapi bagian tentang Makkah terasa anti-klimaks, meskipun agak ditebus oleh karya seni kontemporer.<ref name=":1"/> Fisun Guner, dalam ''[[The Arts Desk]]'', memberikan empat bintang untuk pameran ini, menggambarkannya sebagai "pameran tentang iman yang bahkan dapat membuat seorang ateis sekalipun terharu" akan kisah-kisah dari para peziarah yang merasakan hubungan mendalam dengan Tuhan dan sesama Muslim.<ref name=":4"/> Arifa Akbar, yang pergi haji pada 2006, menulis di ''[[The Independent]]'' dengan mengapresiasi fokus pameran ini pada pengalaman pribadi dalam ibadah haji, bukan pada politik Islam dan persepsinya oleh non-Muslim. Ia mengamati bahwa pengalaman museum tidak dapat meniru pengalaman intens bergabung di kerumunan sekitar Ka'bah, tetapi memuji orisinalitas dan keberanian para kurator dalam membahas subjek tersebut. Bagi Akbar, sorotan utama pameran ini mencakup Alquran abad ke-8 dan sitara.<ref name=":13"/> Jenny Gilbert, yang juga menulis di ''The Independent'', merasa bahwa rincian logistik perjalanan menjadi topik yang membosankan, tetapi ia menikmati kisah-kisah penuh warna dari para peziarah historis dan modern.<ref name=":9"/>
Pameran British Museum tentang haji mendapat pujian dari beberapa pengulas. [[Jonathan Jones (wartawan)|Jonathan Jones]], yang menulis di ''[[The Guardian]]'', memberikan lima bintang dan menyebutnya sebagai salah satu pameran paling brilian yang pernah diadakan British Museum. Dia menyatakan bahwa perayaan Islam yang ditampilkan sangat menantang bagi orang-orang Barat yang terbiasa dengan penggambaran negatif tentang agama ini.<ref name=":0"/> ''[[The Londonist]]'' menyebutnya sebagai pameran yang tidak hanya memukau tetapi juga membuka mata, menyingkap aspek Islam yang kurang dipahami oleh sebagian besar masyarakat.<ref name=":6"/> [[Brian Sewell]] di ''[[London Evening Standard|Evening Standard]]'' menegaskan bahwa pameran ini amat penting secara budaya, serta memujinya sebagai contoh dari apa yang seharusnya diperjuangkan oleh multikulturalisme, yaitu mempromosikan "informasi, pengajaran dan pemahaman yang cermat secara akademis, sehingga menjaga keutuhan kedua budaya (yang bertanya dan yang ditanya)".<ref>{{Cite web|last=Sewell|first=Brian|date=16 Juni 2015|title=Hajj – journey to the heart of Islam, British Museum – review|url=https://www.standard.co.uk/culture/exhibitions/hajj-journey-to-the-heart-of-islam-british-museum-review-7439724.html|website=Evening Standard|access-date=8 Desember 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404144626/https://www.standard.co.uk/culture/exhibitions/hajj-journey-to-the-heart-of-islam-british-museum-review-7439724.html|dead-url=no}}</ref> Amy Foulds, yang menulis untuk ''[[Diplomat|The Diplomat]]'', menganggap bagian pertama dari pameran ini sangat menarik, tetapi bagian tentang Makkah terasa anti-klimaks, meskipun agak ditebus oleh karya seni kontemporer.<ref name=":1"/> Fisun Guner, dalam ''[[The Arts Desk]]'', memberikan empat bintang untuk pameran ini, menggambarkannya sebagai "pameran tentang iman yang bahkan dapat membuat seorang ateis sekalipun terharu" akan kisah-kisah dari para peziarah yang merasakan hubungan mendalam dengan Tuhan dan sesama Muslim.<ref name=":4"/> Arifa Akbar, yang pergi haji pada 2006, menulis di ''[[The Independent]]'' dengan mengapresiasi fokus pameran ini pada pengalaman pribadi dalam ibadah haji, bukan pada politik Islam dan persepsinya oleh non-Muslim. Ia mengamati bahwa pengalaman museum tidak dapat meniru pengalaman intens bergabung di kerumunan sekitar Ka'bah, tetapi memuji orisinalitas dan keberanian para kurator dalam membahas subjek tersebut. Bagi Akbar, sorotan utama pameran ini mencakup Alquran abad ke-8 dan sitara.<ref name=":13"/> Jenny Gilbert, yang juga menulis di ''The Independent'', merasa bahwa rincian logistik perjalanan menjadi topik yang membosankan, tetapi ia menikmati kisah-kisah penuh warna dari para peziarah historis dan modern.<ref name=":9"/>


[[Sarfraz Manzoor]], seorang wartawan dan penyiar, membawa ibunya yang sudah berusia 78 tahun ke pameran ini, karena ia sudah lama ingin menunaikan ibadah haji, tetapi tidak dapat melakukannya karena keterbatasan fisik. Dia membandingkan reaksi ibunya yang gembira dengan perasaan bercampurnya sendiri pada materi subyek tersebut sebagai [[Islam di Britania Raya|Muslim Inggris]]. Ia mengakui bawah pameran ini menyoroti daya tarik magnet haji yang luar biasa, karena ratusan juta orang telah mengunjungi situs ini dan menyelesaikan ritual yang sama.<ref>{{Cite web|last=Manzoor|first=Sarfraz|date=9 Maret 2012|title=How the British Museum brought the hajj to my mum|url=http://www.theguardian.com/artanddesign/2012/mar/09/british-museum-hajj-mecca|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2022-12-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20221215194809/https://www.theguardian.com/artanddesign/2012/mar/09/british-museum-hajj-mecca|dead-url=no}}</ref> Cendekiawan agama [[Karen Armstrong]] merekomendasikan pameran ini sebagai penangkal stereotip Barat tentang Islam, yang sering berfokus pada kekerasan dan ekstremisme. Ia menggambarkannya sebagai pembuka wawasan tentang bagaimana sebagian besar umat Islam memandang dan mempraktikkan agama mereka.<ref>{{Cite web|last=Armstrong|first=Karen|date=22 Januari 2012|title=Prejudices about Islam will be shaken by this show|url=http://www.theguardian.com/commentisfree/2012/jan/22/prejudice-islam-hajj-british-museum|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2022-12-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20221215194809/https://www.theguardian.com/commentisfree/2012/jan/22/prejudice-islam-hajj-british-museum|dead-url=no}}</ref> Kritikus seni [[Waldemar Januszczak]], yang menulis untuk ''[[The Sunday Times (Britania Raya)|The Sunday Times]],'' memuji keberanian pameran ini dalam mengangkat sebuah topik dengan material visual yang relatif sedikit dan kemampuannya untuk membantu para pengunjung memahami dunia. Dia membuat perbandingan dengan pameran [[seni konseptual]], yang teksnya sama penting dengan seni visualnya, serta menyoroti tekstil yang memberikan pengalaman artistik mendalam pada pameran tersebut.<ref name=":11">{{Cite news|last=Januszczak|first=Waldemar|date=29 Januari 2012|title=The stuff that dreams are made of|url=https://www.thetimes.co.uk/article/the-stuff-that-dreams-are-made-of-2g6rn62fl77|work=The Sunday Times|issn=0140-0460|access-date=5 September 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404165138/https://www.thetimes.co.uk/article/the-stuff-that-dreams-are-made-of-2g6rn62fl77|dead-url=no}}</ref>
[[Sarfraz Manzoor]], seorang wartawan dan penyiar, membawa ibunya yang sudah berusia 78 tahun ke pameran ini, karena ia sudah lama ingin menunaikan ibadah haji, tetapi tidak dapat melakukannya karena keterbatasan fisik. Meski ibunya menanggapi dengan gembira, Manzoor sendiri menanggapi dengan perasaan campur-aduk, mengingat pergolakannya dengan keimanan sebagai [[Islam di Britania Raya|Muslim di Inggris]]. Pun begitu, ia tetap mengakui keberhasilan pameran ini dalam "menggambarkan daya tarik haji yang luar biasa" dengan memberikan pemahaman "bahwa ratusan juta orang telah mengunjungi tanah suci dan melakukan ritual yang sama".<ref>{{Cite web|last=Manzoor|first=Sarfraz|date=9 Maret 2012|title=How the British Museum brought the hajj to my mum|url=http://www.theguardian.com/artanddesign/2012/mar/09/british-museum-hajj-mecca|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2022-12-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20221215194809/https://www.theguardian.com/artanddesign/2012/mar/09/british-museum-hajj-mecca|dead-url=no}}</ref> Cendekiawan agama [[Karen Armstrong]] merekomendasikan pameran ini sebagai penangkal stereotip Barat tentang Islam, yang sering berfokus pada kekerasan dan ekstremisme. Ia menggambarkannya sebagai pembuka wawasan tentang bagaimana sebagian besar umat Islam memandang dan mempraktikkan agama mereka.<ref>{{Cite web|last=Armstrong|first=Karen|date=22 Januari 2012|title=Prejudices about Islam will be shaken by this show|url=http://www.theguardian.com/commentisfree/2012/jan/22/prejudice-islam-hajj-british-museum|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2022-12-15|archive-url=https://web.archive.org/web/20221215194809/https://www.theguardian.com/commentisfree/2012/jan/22/prejudice-islam-hajj-british-museum|dead-url=no}}</ref> Kritikus seni [[Waldemar Januszczak]], yang menulis untuk ''[[The Sunday Times (Britania Raya)|The Sunday Times]],'' memuji keberanian pameran ini dalam mengangkat sebuah topik dengan material visual yang relatif sedikit dan kemampuannya untuk membantu para pengunjung memahami dunia. Dia membuat perbandingan dengan pameran [[seni konseptual]], yang teksnya sama penting dengan seni visualnya, serta menyoroti tekstil yang memberikan pengalaman artistik mendalam pada pameran tersebut.<ref name=":11">{{Cite news|last=Januszczak|first=Waldemar|date=29 Januari 2012|title=The stuff that dreams are made of|url=https://www.thetimes.co.uk/article/the-stuff-that-dreams-are-made-of-2g6rn62fl77|work=The Sunday Times|issn=0140-0460|access-date=5 September 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404165138/https://www.thetimes.co.uk/article/the-stuff-that-dreams-are-made-of-2g6rn62fl77|dead-url=no}}</ref>


Dalam sebuah artikel untuk ''[[Newsweek]]'', [[Jason Goodwin]] memuji pameran ini karena telah memenuhi tujuan British Museum untuk menjelaskan dunia kepada dirinya sendiri. Namun, ia juga mengkritik pameran ini karena memiliki kesan yang jelas sebagai ucapan selamat kepada diri sendiri dan meremehkan peran Turki Utsmaniyah dalam mempertahankan rute haji utama di seluruh kekaisaran mereka dari abad ke-16 hingga abad ke-20 karena pengaruh Saudi.<ref name=":12">{{Cite web |last=Goodwin |first=Jason |date=20 Februari 2012 |title=The British Museum's 'Hajj: Journey to the Heart of Islam' |url=https://www.newsweek.com/british-museums-hajj-journey-heart-islam-65717 |access-date=1 September 2022 |website=Newsweek |archive-date=2023-04-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230404162842/https://www.newsweek.com/british-museums-hajj-journey-heart-islam-65717 |dead-url=no }}</ref> Sebaliknya, [[Nick Cohen]], dalam sebuah artikel di ''[[The Observer|Observer]],'' menuduh lembaga-lembaga budaya Inggris menjual jiwa mereka kepada kediktatoran dan mengkritik pameran ini karena mengabaikan aspek-aspek haji yang didokumentasikan oleh sejarawan Islam. Dia berspekulasi bahwa beberapa topik telah dikecualikan agar tidak menyinggung [[Wangsa Saud|keluarga kerajaan Saudi]], seperti kematian pada saat haji (oleh kekerasan atau pengendalian massa yang tidak kompeten), dan penghancuran bangunan di Mekkah tempat Muhammad dan keluarganya tinggal.<ref>{{Cite web|last=Cohen|first=Nick|date=18 Maret 2012|title=Keep corrupt regimes out of British culture|url=http://www.theguardian.com/commentisfree/2012/mar/18/nick-cohen-british-museum-hajj-saudi|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404162839/https://www.theguardian.com/commentisfree/2012/mar/18/nick-cohen-british-museum-hajj-saudi|dead-url=no}}</ref> Pihak museum menjawab bahwa keluarga kerajaan Saudi tidak memiliki kontrol kuratorial dan tidak mendanai pameran tersebut.<ref name=":3"/> Jonathan Jones membela ulasan Cohen yang berbintang lima, dengan menyatakan bahwa pameran ini didorong antusiasme yang tulus terhadap keindahan dan pentingnya budaya Islam daripada tujuan politik atau teologis. Ia juga menyatakan bahwa asal beberapa karya yang dipamerkan dari Arab Saudi tidaklah signifikan.<ref>{{Cite web|last=Jones|first=Jonathan|date=19 Maret 2012|title=The British Museum's Hajj takes us on a pilgrimage, not a propaganda journey|url=http://www.theguardian.com/artanddesign/jonathanjonesblog/2012/mar/19/british-museum-hajj-pilgrimage-propaganda|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404231255/https://www.theguardian.com/artanddesign/jonathanjonesblog/2012/mar/19/british-museum-hajj-pilgrimage-propaganda|dead-url=no}}</ref>
Dalam sebuah artikel untuk ''[[Newsweek]]'', [[Jason Goodwin]] memuji pameran ini karena telah memenuhi tujuan British Museum untuk menjelaskan dunia kepada dirinya sendiri. Namun, ia juga mengkritik pameran ini karena memiliki kesan yang jelas sebagai ucapan selamat kepada diri sendiri dan meremehkan peran Turki Utsmaniyah dalam mempertahankan rute haji utama di seluruh kekaisaran mereka dari abad ke-16 hingga abad ke-20 karena pengaruh Saudi.<ref name=":12">{{Cite web |last=Goodwin |first=Jason |date=20 Februari 2012 |title=The British Museum's 'Hajj: Journey to the Heart of Islam' |url=https://www.newsweek.com/british-museums-hajj-journey-heart-islam-65717 |access-date=1 September 2022 |website=Newsweek |archive-date=2023-04-04 |archive-url=https://web.archive.org/web/20230404162842/https://www.newsweek.com/british-museums-hajj-journey-heart-islam-65717 |dead-url=no }}</ref> Sebaliknya, [[Nick Cohen]], dalam sebuah artikel di ''[[The Observer|Observer]],'' menuduh lembaga-lembaga budaya Inggris menjual jiwa mereka kepada kediktatoran dan mengkritik pameran ini karena mengabaikan aspek-aspek haji yang didokumentasikan oleh sejarawan Islam. Dia berspekulasi bahwa beberapa topik telah dikecualikan agar tidak menyinggung [[Wangsa Saud|keluarga kerajaan Saudi]], seperti kematian pada saat haji (oleh kekerasan atau pengendalian massa yang tidak kompeten), dan penghancuran bangunan di Mekkah tempat Muhammad dan keluarganya tinggal.<ref>{{Cite web|last=Cohen|first=Nick|date=18 Maret 2012|title=Keep corrupt regimes out of British culture|url=http://www.theguardian.com/commentisfree/2012/mar/18/nick-cohen-british-museum-hajj-saudi|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404162839/https://www.theguardian.com/commentisfree/2012/mar/18/nick-cohen-british-museum-hajj-saudi|dead-url=no}}</ref> Pihak museum menjawab bahwa keluarga kerajaan Saudi tidak memiliki kontrol kuratorial dan tidak mendanai pameran tersebut.<ref name=":3"/> Jonathan Jones membela ulasan Cohen yang berbintang lima, dengan menyatakan bahwa pameran ini didorong antusiasme yang tulus terhadap keindahan dan pentingnya budaya Islam daripada tujuan politik atau teologis. Ia juga menyatakan bahwa asal beberapa karya yang dipamerkan dari Arab Saudi tidaklah signifikan.<ref>{{Cite web|last=Jones|first=Jonathan|date=19 Maret 2012|title=The British Museum's Hajj takes us on a pilgrimage, not a propaganda journey|url=http://www.theguardian.com/artanddesign/jonathanjonesblog/2012/mar/19/british-museum-hajj-pilgrimage-propaganda|website=The Guardian|access-date=2 September 2022|archive-date=2023-04-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230404231255/https://www.theguardian.com/artanddesign/jonathanjonesblog/2012/mar/19/british-museum-hajj-pilgrimage-propaganda|dead-url=no}}</ref>

Revisi per 8 Juli 2024 09.09

Hajj: Journey to the Heart of Islam
Sertifikasi Haji yang menampilkan Ka'bah di dalam Masjid al-Haram
Tanggal26 Januari – 15 April 2012 (2012-04-15)[1]
TempatBritish Museum
JenisPameran seni
TemaHaji

Hajj: Journey to the Heart of Islam adalah sebuah pameran yang diadakan di British Museum di London sejak 26 Januari hingga 15 April 2012. Pameran ini merupakan pameran besar pertama di dunia yang menyajikan kisah perjalanan ibadah haji ke Makkah, salah satu dari lima rukun Islam, dengan menggunakan berbagai materi visual dan tulisan. Artefak seperti tekstil, naskah, dokumen sejarah, foto dan karya seni dari berbagai negara dan periode waktu dipamerkan untuk menggambarkan tema perjalanan ke Makkah, adat istiadat haji, serta Ka'bah. Lebih dari 200 benda yang dipamerkan diambil dari 40 koleksi publik dan koleksi pribadi di 14 negara. Yayasan keluarga David Khalili sebagai kontributor terbesar pameran ini meminjamkan banyak benda yang nantinya menjadi bagian dari Koleksi Haji dan Seni Ziarah Khalili.

Pangeran Charles membuka pameran ini secara resmi dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh Pangeran Abdulaziz bin Abdullah selaku penjaga Dua Kota Suci pada saat itu. Pameran ini diterima dengan baik oleh para pengunjung Muslim dan non-Muslim, mendapat ulasan positif dari media, serta menarik hampir 120.000 pengunjung dewasa. Keberhasilannya mengilhami lembaga-lembaga lain seperti Museum Seni Islam di Doha, Institut Dunia Arab di Paris, Museum Nasional Etnologi di Leiden dan Tropenmuseum di Amsterdam untuk membuat pameran mereka sendiri tentang haji, dengan menggabungkan karya-karya dari Koleksi Khalili.

Katalog pameran yang berisikan esai-esai tentang diterbitkan oleh British Museum pada tahun 2012, dengan Venetia Porter sebagai penyuntingnya. Sebuah panduan singkat bergambar tentang haji juga turut diterbitkan oleh museum tersebut. Tidak hanya itu, sebuah konferensi akademis yang terkait dengan pameran ini pun menghasilkan sebuah buku lain dengan topik serupa.

Latar belakang: haji

Panorama Makkah pada sekitar tahun 1845

Dalam agama Islam, Haji (bahasa Arab: حَجّ ) adalah ziarah tahunan ke kota suci Makkah di Arab Saudi,[2] kota paling suci bagi umat Islam. Haji bersifat wajib, sehingga harus dilakukan setidaknya sekali seumur hidup oleh semua Muslim dewasa yang mampu secara fisik dan finansial untuk melakukan perjalanan, serta mampu menafkahi keluarga selama mereka pergi.[3][4] Sekitar tiga juta jemaah haji melakukan perjalanan tersebut setiap tahunnya.[5]

Ibadah haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam, di samping syahadat, salat, zakat dan puasa. Ibadah ini merupakan simbol persatuan umat Islam dan ketundukan mereka kepada Allah.[4][6] Kata "haji" atau hajj dalam bahasa Arab merupakan bentuk nominal dari kata kerja hajja, yang dapat memiliki makna "berniat", "berangkat", "berziarah" atau "berkunjung (ke tempat suci)". Dalam konteks agama Islam, yang dimaksud "haji" secara khusus bermakna perjalanan ke wilayah Makkah dengan tujuan untuk melaksanakan ritual ibadah pada rentang waktu tertentu setiap tahunnya.[7] Di tengah masjid Masjid al-Haram di Mekkah terdapat Ka'bah, sebuah bangunan berbentuk kubus berwarna hitam yang dianggap sebagai Rumah Allah dalam Islam.[8][3] Ibadah haji melibatkan beberapa ritual, termasuk tawaf (berjalan tujuh kali mengelilingi Ka'bah dengan arah berlawanan dengan jarum jam), wukuf (berdiam diri di Gunung Arafat di tempat Nabi Muhammad menyampaikan khotbah terakhirnya) dan melempar jamrah (melempar batu ke arah iblis).[3][9] Tidak seperti rukun lainnya, ibadah haji hanya terbuka untuk umat Islam,[10] karena Mekkah dibatasi hanya untuk Muslim.[11] Sepanjang sejarah, haji dan Ka'bah telah mengilhami karya kreatif dalam sastra, kesenian rakyat, dan fotografi.[2]

Persiapan dan peluncuran

Sebelum pameran di British Museum, tidak ada pameran besar yang berfokus pada haji.[12][11][13] Perencanaan pameran ini memakan waktu dua tahun,[10] dengan proyek penelitian yang didanai oleh Arts and Humanities Research Council.[14][15] Kurator utama untuk acara ini adalah Venetia Porter dan kurator proyeknya adalah Qaisra Khan yang merupakan staf British Museum.[11][16][12] Para kurator menghubungi pemilik koleksi publik dan koleksi pribadi untuk meminjamkan benda-benda yang akan dipamerkan dan mendapatkan lebih dari 200 benda yang dipinjamkan dari 40 koleksi di 14 negara.[17] Kontributor terbesarnya adalah yayasan keluarga David Khalili.[18] Untuk mempromosikan acara ini kepada komunitas Muslim,[10] Khan, yang telah menunaikan ibadah haji pada tahun 2010, mengumpulkan foto-foto, rekaman, dan cinderamata,[12][19][20] serta membantu penjangkauan masyarakat.[10]

Pameran ini diselenggarakan atas kerja sama dengan Perpustakaan Umum King Abdulaziz dan didukung dari HSBC Amanah.[15] Pangeran Charles secara resmi membuka pameran ini pada 26 Januari 2012. Pangeran Abdulaziz bin Abdullah, penjaga Dua Kota Suci, melakukan perjalanan dari Arab Saudi untuk menghadiri upacara pembukaan ini.[21]

Isi

Sitara untuk pintu Ka'bah, 1263 Hijriyah (1846–1847 masehi)

Pameran digelar di Ruang Baca British Museum yang berbentuk bundar.[22] Untuk menciptakan suasana yang sesuai, pengunjung masuk melalui lorong sempit yang memutar rekaman audio azan.[23] Pameran ini disusun dalam format melingkar yang membawa pengunjung mengelilingi ruangan, meniru tawaf - ritual berjalan berlawanan arah jarum jam mengelilingi Ka'bah yang merupakan inti dari ibadah haji.[24] Bagian pertama dari pameran ini berfokus pada persiapan tradisional yang dilakukan sebelum berangkat haji, termasuk melunasi utang dan menyiapkan surat wasiat. Sebelum adanya kereta api dan perjalanan udara, perjalanan haji dapat memakan waktu beberapa bulan dan membawa risiko kematian yang signifikan akibat penyakit dan perampok.[24] Pameran ini juga menampilkan contoh pakaian ihram, yaitu pakaian putih yang mewakili tujuan spiritual dan kesatuan kolektif jemaah haji.[25]

Sebagian besar konten pameran ini dibagi menjadi tiga tema utama: rute ziarah, ritual atau manasik haji, dan Makkah.[22] Bagian pertama menggambarkan lima rute haji menuju Mekkah, meliputi rute tradisional melalui Arab, Afrika Utara, Kekaisaran Ottoman dan Asia, serta rute modern melalui udara dari Inggris. Bagian ini menyoroti perjalanan para peziarah mula-mula melintasi padang pasir atau lautan yang tergolong sulit dan berisiko dibandingkan dengan kemudahan perjalanan modern.[25][11]

Naskah-naskah kesusastraan terkait haji, termasuk Anis Al-Hujjaj, Dala'il al-Khayrat, Shahnameh, Futuh al-Haramayn dan Jami' al-tawarikh,[26] dipamerkan untuk mengilustrasikan perjalanan haji masa lalu. Sebuah panel Atlas Catalonia abad ke-14 menggambarkan Mansa Musa, raja Kekaisaran Mali, dalam perjalanannya ke Mekah dengan 60.000 pegawai istana sebagai penebusan dosa karena tidak sengaja membunuh ibunya.[27][5] Bagian ini juga menyertakan kompas kiblat yang membantu para pengikutnya menghadap ke Mekkah untuk salat, yang menekankan pentingnya kota ini bagi umat Islam.[24][28]

Pameran ini menampilkan buku harian dan foto-foto yang menceritakan kisah-kisah para jemaah haji dalam sejarah, termasuk orang-orang Barat seperti Richard Francis Burton (seorang penjelajah non-Muslim yang melakukan perjalanan dengan penyamaran pada 1853), [5] petugas intelijen Harry St John Philby dan aristokrat Zainab Cobbold.[12] Philby mendapat kehormatan untuk membersihkan Ka'bah selama ibadah hajinya, dan sikat serta kain yang digunakannya ikut dipamerkan.[29] Ada pula buku harian berbahasa Bugis milik Sultan Ahmad as-Salih La Tenritappu, yang merekam laporan permintaan izin, keberangkatan, dan kepulangan jemaah haji[30] asal Bone, yang kini menjadi bagian dari Indonesia.[31][11] Pameran ini juga memamerkan catatan perjalanan dari cendekiawan Tiongkok abad ke-19, Ma Fuchu, dan sebuah naskah dari abad ke-13 yang berisi kumpulan cerita Maqamat al-Hariri.[26] Salah satu sorotan utama dari pameran ini yaitu salah satu Al-Qur'an paling awal yang masih ada, yaitu sebuah manuskrip dari abad ke-8 tanpa kaligrafi dekoratif yang terkait dengan versi yang lebih baru.[13]

Pameran ini mencakup video berdurasi tujuh menit yang menggambarkan ritual atau manasik haji[25] dan sebuah bagian yang menampilkan tekstil dari tempat-tempat suci, seperti kiswah (penutup hiasan yang menghiasi Ka'bah), sitara (tirai hias) dari tempat-tempat suci lainnya[26] dan mahmal (tandu yang diusung dengan unta dari Kairo ke Mekkah bersama kafilah jemaah haji).[31] Pameran ini juga berisi barang-barang pribadi yang dibawa atau diperoleh jemaah haji dalam perjalanan, termasuk tasbih, tiket perjalanan dan wadah air minum dari Sumur Zamzam. Pengunjung juga dapat melihat sertifikat haji, yang menunjukkan bahwa haji telah selesai, sering kali dengan ilustrasi tempat-tempat suci. Pameran ini juga mencakup informasi tentang uang kertas haji, yang dapat dibeli sebelum perjalanan dan ditukarkan dengan mata uang Saudi, agar terhindar dari fluktuasi nilai tukar.[26]

Bagian Makkah dari pameran ini menampilkan gambar-gambar dari masa lalu dan masa kini, termasuk foto-foto dan lukisan yang menunjukkan bagaimana masjid yang mengelilingi Ka'bah (Masjidil Haram) dimodernisasi untuk mengakomodasi jumlah jemaah yang terus bertambah, sehingga mengakibatkan penghancuran beberapa bangunan kuno.[25] Foto-foto tersebut termasuk karya-karya Muhammad Sadiq dan Christiaan Snouck Hurgronje.[26]

Pameran ini diakhiri dengan karya seni rupa kontemporer dari para seniman seperti Ahmed Mater, Idris Khan, Walid Siti, Kader Attia, Ayman Yossri, dan Abdulnasser Gharem.[32][24][26][29] Bagian terakhir memberikan kesempatan kepada para pengunjung untuk berbagi refleksi mereka, dengan mendengarkan testimoni audio dari para jemaah haji asal Inggris[10] dan ruang untuk menulis pemikiran mereka sendiri.[11]

Penerimaan dan warisan

Ilustrasi karavan peziarah Afrika Utara dari Anis Al-Hujjaj, abad ke-17
Sampul Mahmal dalam sutra merah, akhir abad ke-19

Target British Museum untuk menarik 80.000 pengunjung ke pameran ini berhasil dilampaui, dengan total 119.948 tiket dewasa terjual di akhir penyelenggaraan (anak-anak tidak dihitung dan mendapatkan tiket masuk gratis).[10] Menurut laporan tahunan British Museum, acara edukasi yang terkait dengan pameran menarik hampir 32.000 peserta.[33] Sekitar 47% dari pengunjung adalah Muslim.[34] Beberapa pengunjung non-Muslim mengatakan bahwa mendengar dan melibatkan diri ke dalam percakapan para keluarga Muslim yang berkunjung membantu mereka mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang makna spiritual haji.[25]

Menurut jajak pendapat yang dilakukan, 89% pengunjung pameran mengungkapkan reaksi emosional atau spiritual, seperti merenungkan iman mereka.[35] Steph Berns, seorang peneliti doktoral di Universitas Kent, mewawancarai para pengunjung dan menemukan bahwa sebagian kecil pengunjung merasakan kedekatan dengan Tuhan ketika merenungkan artefak atau kesaksian pribadi.[36] Aspek pameran yang paling banyak dikomentari pengunjung yaitu kisah-kisah pribadi jemaah haji dalam bentuk video, foto, dan buku harian.[25] Artefak yang paling menarik komentar pengunjung adalah tekstil dan karya seni kontemporer.[37] Berns mengamati bahwa bagi sebagian besar pengunjung, pameran ini tidak dapat sepenuhnya menciptakan kembali pengalaman pribadi dan emosional dari ibadah haji, yang sangat berkaitan dengan lokasi fisik Makkah. Menurutnya, tanggapan semacam itu tak terelakkan, mengingat pameran ini diselenggarakan di museum yang berjarak ribuan mil jauhnya dari Makkah.[25]

Pameran British Museum tentang haji mendapat pujian dari beberapa pengulas. Jonathan Jones, yang menulis di The Guardian, memberikan lima bintang dan menyebutnya sebagai salah satu pameran paling brilian yang pernah diadakan British Museum. Dia menyatakan bahwa perayaan Islam yang ditampilkan sangat menantang bagi orang-orang Barat yang terbiasa dengan penggambaran negatif tentang agama ini.[32] The Londonist menyebutnya sebagai pameran yang tidak hanya memukau tetapi juga membuka mata, menyingkap aspek Islam yang kurang dipahami oleh sebagian besar masyarakat.[23] Brian Sewell di Evening Standard menegaskan bahwa pameran ini amat penting secara budaya, serta memujinya sebagai contoh dari apa yang seharusnya diperjuangkan oleh multikulturalisme, yaitu mempromosikan "informasi, pengajaran dan pemahaman yang cermat secara akademis, sehingga menjaga keutuhan kedua budaya (yang bertanya dan yang ditanya)".[38] Amy Foulds, yang menulis untuk The Diplomat, menganggap bagian pertama dari pameran ini sangat menarik, tetapi bagian tentang Makkah terasa anti-klimaks, meskipun agak ditebus oleh karya seni kontemporer.[11] Fisun Guner, dalam The Arts Desk, memberikan empat bintang untuk pameran ini, menggambarkannya sebagai "pameran tentang iman yang bahkan dapat membuat seorang ateis sekalipun terharu" akan kisah-kisah dari para peziarah yang merasakan hubungan mendalam dengan Tuhan dan sesama Muslim.[24] Arifa Akbar, yang pergi haji pada 2006, menulis di The Independent dengan mengapresiasi fokus pameran ini pada pengalaman pribadi dalam ibadah haji, bukan pada politik Islam dan persepsinya oleh non-Muslim. Ia mengamati bahwa pengalaman museum tidak dapat meniru pengalaman intens bergabung di kerumunan sekitar Ka'bah, tetapi memuji orisinalitas dan keberanian para kurator dalam membahas subjek tersebut. Bagi Akbar, sorotan utama pameran ini mencakup Alquran abad ke-8 dan sitara.[13] Jenny Gilbert, yang juga menulis di The Independent, merasa bahwa rincian logistik perjalanan menjadi topik yang membosankan, tetapi ia menikmati kisah-kisah penuh warna dari para peziarah historis dan modern.[5]

Sarfraz Manzoor, seorang wartawan dan penyiar, membawa ibunya yang sudah berusia 78 tahun ke pameran ini, karena ia sudah lama ingin menunaikan ibadah haji, tetapi tidak dapat melakukannya karena keterbatasan fisik. Meski ibunya menanggapi dengan gembira, Manzoor sendiri menanggapi dengan perasaan campur-aduk, mengingat pergolakannya dengan keimanan sebagai Muslim di Inggris. Pun begitu, ia tetap mengakui keberhasilan pameran ini dalam "menggambarkan daya tarik haji yang luar biasa" dengan memberikan pemahaman "bahwa ratusan juta orang telah mengunjungi tanah suci dan melakukan ritual yang sama".[39] Cendekiawan agama Karen Armstrong merekomendasikan pameran ini sebagai penangkal stereotip Barat tentang Islam, yang sering berfokus pada kekerasan dan ekstremisme. Ia menggambarkannya sebagai pembuka wawasan tentang bagaimana sebagian besar umat Islam memandang dan mempraktikkan agama mereka.[40] Kritikus seni Waldemar Januszczak, yang menulis untuk The Sunday Times, memuji keberanian pameran ini dalam mengangkat sebuah topik dengan material visual yang relatif sedikit dan kemampuannya untuk membantu para pengunjung memahami dunia. Dia membuat perbandingan dengan pameran seni konseptual, yang teksnya sama penting dengan seni visualnya, serta menyoroti tekstil yang memberikan pengalaman artistik mendalam pada pameran tersebut.[29]

Dalam sebuah artikel untuk Newsweek, Jason Goodwin memuji pameran ini karena telah memenuhi tujuan British Museum untuk menjelaskan dunia kepada dirinya sendiri. Namun, ia juga mengkritik pameran ini karena memiliki kesan yang jelas sebagai ucapan selamat kepada diri sendiri dan meremehkan peran Turki Utsmaniyah dalam mempertahankan rute haji utama di seluruh kekaisaran mereka dari abad ke-16 hingga abad ke-20 karena pengaruh Saudi.[31] Sebaliknya, Nick Cohen, dalam sebuah artikel di Observer, menuduh lembaga-lembaga budaya Inggris menjual jiwa mereka kepada kediktatoran dan mengkritik pameran ini karena mengabaikan aspek-aspek haji yang didokumentasikan oleh sejarawan Islam. Dia berspekulasi bahwa beberapa topik telah dikecualikan agar tidak menyinggung keluarga kerajaan Saudi, seperti kematian pada saat haji (oleh kekerasan atau pengendalian massa yang tidak kompeten), dan penghancuran bangunan di Mekkah tempat Muhammad dan keluarganya tinggal.[41] Pihak museum menjawab bahwa keluarga kerajaan Saudi tidak memiliki kontrol kuratorial dan tidak mendanai pameran tersebut.[10] Jonathan Jones membela ulasan Cohen yang berbintang lima, dengan menyatakan bahwa pameran ini didorong antusiasme yang tulus terhadap keindahan dan pentingnya budaya Islam daripada tujuan politik atau teologis. Ia juga menyatakan bahwa asal beberapa karya yang dipamerkan dari Arab Saudi tidaklah signifikan.[42]

Publikasi

Sampul buku tahun 2022

Venetia Porter menyunting dua buku yang merupakan hasil langsung dari pameran ini. Buku pertama, berjudul Hajj: Journey to the Heart of Islam, merupakan katalog pameran yang memuat esai-esai interdisipliner mengenai sejarah, budaya dan makna religius dari ibadah haji. Para penulisnya antara lain Karen Armstrong, Muhammad Abdel-Haleem, Hugh N. Kennedy, Robert Irwin dan Ziauddin Sardar. Buku kedua, The Art of Hajj, adalah buku yang lebih pendek yang menggambarkan Makkah, Madinah dan ritual haji dengan contoh-contoh visual.[1] Qamar Adamjee, seorang kurator di Museum Seni Asia di San Francisco, memuji kedua buku tersebut karena dapat diakses oleh khalayak luas, sekaligus mencakup berbagai aspek yang berbeda dari subjek tersebut.[1]

Pameran ini disertai dengan konferensi akademis yang diselenggarakan pada 22 hingga 24 Maret,[43] yang mempresentasikan 30 makalah tentang berbagai aspek haji. Prosiding konferensi ini diterbitkan oleh British Museum pada 2013 dengan judul The Hajj: Collected Essays, yang diedit oleh Venetia Porter dan Liana Saif.[44]

Pameran ini juga mendorong perluasan Koleksi Haji Khalili dan Seni Ziarah, yang kini berisi lima ribu objek yang mendokumentasikan situs-situs suci Islam di Mekkah dan Madinah. Pada 2022, Qaisra Khan, yang menjadi salah satu kurator pameran di London dan menjadi kurator Koleksi Haji Khalili dan Seni Ziarah, menerbitkan koleksi tersebut dalam satu jilid bergambar.[45][46] Sebuah katalog 11 jilid dijadwalkan untuk diterbitkan pada 2023.[47]

Pameran terkait

Bagian dari tirai makam nabi, abad ke-18

Setelah kesuksesan Hajj: Journey to the Heart of Islam, museum dan lembaga seni lainnya di berbagai negara menyatakan minatnya untuk menyelenggarakan pameran bertema haji. Namun, pameran di London tidak mungkin mengadakan tur karena pameran ini melibatkan pinjaman khusus dari 40 sumber yang berbeda, yang telah diatur melalui negosiasi bertahun-tahun. Sebagai gantinya, lembaga-lembaga ini membuat pameran mereka sendiri dengan tema haji, menggunakan benda-benda dari berbagai koleksi termasuk Koleksi Khalili.[48][49] Museum Seni Islam di Doha menyelenggarakan pameran berjudul Hajj: The Journey Through Art, yang sebagian besar menampilkan benda-benda dari koleksi seni Qatar. Institut Dunia Arab di Paris menyelenggarakan pameran serupa, berfokus pada rute haji dari Afrika Utara,[48] yang mencerminkan populasi imigran Afrika Utara yang besar di Prancis. Pada 2013, Museum Nasional Etnologi di Leiden menyelenggarakan pameran berjudul Longing for Mecca: The Pilgrim's Journey, yang menggabungkan benda-benda dari koleksi Belanda dengan benda-benda dari Koleksi Khalili yang telah dipamerkan di London. Versi yang lebih luas dari pameran ini diselenggarakan di Tropenmuseum di Amsterdam dari Januari 2019 hingga Februari 2020.[50]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Adamjee, Qamar (16 Mei 2013). "Review of "Hajj: Journey to the Heart of Islam" by Venetia Porter and "The Art of Hajj" by Venetia Porter". Caa.reviews. College Art Association. doi:10.3202/caa.reviews.2013.51. ISSN 1543-950X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 2023-04-25. 
  2. ^ a b Piscatori, James (19 Januari 2012). "Hajj: Journey to the Heart of Islam"Perlu langganan berbayar. Times Higher Education (THE). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 5 September 2022. 
  3. ^ a b c Long, Matthew (2011). Islamic Beliefs, Practices, and Cultures. Tarrytown, N.Y.: Marshall Cavendish Corporation. hlm. 86–87. ISBN 978-0-7614-7926-0. Diakses tanggal 1 Maret 2021. 
  4. ^ a b Nigosian, S. A. (2004). Islam: Its History, Teaching, and PracticesPerlu mendaftar (gratis). Bloomington, Indiana: Indiana University Press. hlm. 110–111. ISBN 0-253-21627-3. 
  5. ^ a b c d Gilbert, Jenny (29 Januari 2012). "Hajj: Journey to the heart of Islam, British Museum, London". The Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  6. ^ Hooker, M. B. (2008). Indonesian Syariah: Defining a National School of Islamic Law. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 228. ISBN 978-981-230-802-3. 
  7. ^ Adelowo, E. Dada, ed. (2014). Perspectives in Religious Studies: Volume III. Ibadan, Nigeria: HEBN Publishers Plc. hlm. 395. ISBN 978-978-081-447-2. 
  8. ^ Encyclopaedia of Islam (12 vols.) (edisi ke-2). Leiden: E. J. Brill. 1960–2005. 
  9. ^ Zaki, Yousra (7 Agustus 2019). "What is Hajj? A simple guide to Islams annual pilgrimage". Gulf News. GN Media. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 1 Maret 2021. 
  10. ^ a b c d e f g "The Hajj–Journey to the Heart of Islam". Kashmir Observer. 27 September 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-15. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  11. ^ a b c d e f g Foulds, Amy (27 Februari 2012). "Journey to the Heart of Islam". The Diplomat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  12. ^ a b c d Kennedy, Maev (25 Januari 2012). "Hajj exhibition at British Museum". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-26. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  13. ^ a b c Akbar, Arifa (20 Januari 2012). "Pilgrim's progress: Journey to the Heart of Islam". The Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-03. Diakses tanggal 6 September 2022. 
  14. ^ Porter 2012, hlm. 9.
  15. ^ a b Porter, Venetia (Winter 2011). "Spiritual Journey". British Museum Magazine. British Museum Friends (71): 22–25. ISSN 0965-8297. 
  16. ^ Porter 2012, hlm. 11.
  17. ^ Porter 2012, hlm. 7, 275.
  18. ^ Moore, Susan (12 Mei 2012). "A leap of faith". Financial Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  19. ^ Khan, Qaisra (Winter 2011). "Journey of a Lifetime". British Museum Magazine. British Museum Friends (71): 26–27. ISSN 0965-8297. 
  20. ^ Khan, Qaisra M. (2013). "Souvenirs and Gifts: Collecting Modern Hajj". Dalam Porter, Venetia; Saif, Liana. The Hajj: collected essays. London. hlm. 228–240. ISBN 978-0-86159-193-0. OCLC 857109543. 
  21. ^ "A speech by HRH The Prince of Wales at the opening of the "HAJJ: Journey to the heart of Islam" exhibition at the British Museum". Prince of Wales. 26 Januari 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  22. ^ a b "Hajj: Journey to the Heart of Islam". Time Out London. 11 Oktober 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  23. ^ a b Khan, Tabish (28 Januari 2012). "Exhibition Review: Hajj: Journey To The Heart Of Islam @ The British Museum". Londonist. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-05. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  24. ^ a b c d e Guner, Fisun (21 Februari 2012). "Hajj: Journey to the Heart of Islam, British Museum". The Arts Desk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-15. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  25. ^ a b c d e f g Berns, Steph (2012). "Hajj journey to the heart of islam". Material Religion. 8 (4): 543–544. doi:10.2752/175183412X13522006995213. ISSN 1743-2200. 
  26. ^ a b c d e f Porter 2012, hlm. 272–275.
  27. ^ Porter 2012, hlm. 154.
  28. ^ Esposito, John L. (2003). "Salat". The Oxford Dictionary of Islam. Oxford: Oxford University Press. Diakses tanggal 13 Maret 2023. 
  29. ^ a b c Januszczak, Waldemar (29 Januari 2012). "The stuff that dreams are made of". The Sunday Times. ISSN 0140-0460. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 5 September 2022. 
  30. ^ Omar, Rahilah (2003). "The history of Bone AD 1775-1795: the diary of Sultan Ahmad as-Salleh Syamsuddin". University of Hull. hlm. 244–250. 
  31. ^ a b c Goodwin, Jason (20 Februari 2012). "The British Museum's 'Hajj: Journey to the Heart of Islam'". Newsweek. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  32. ^ a b Jones, Jonathan (25 Januari 2012). "Hajj: Journey to the Heart of Islam – review". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-15. Diakses tanggal 1 September 2022. 
  33. ^ British Museum (2012). The British Museum report and accounts for the year ended 31 March 2012 (PDF). London: The Stationery Office. hlm. 3. ISBN 978-0-10-297619-9. OCLC 1117090767. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-05-18. Diakses tanggal 2023-04-25. 
  34. ^ Morris Hargreaves McIntyre July 2012, hlm. 5.
  35. ^ Morris Hargreaves McIntyre July 2012, hlm. 9.
  36. ^ Berns 2015, hlm. 174.
  37. ^ Berns 2015, hlm. 151.
  38. ^ Sewell, Brian (16 Juni 2015). "Hajj – journey to the heart of Islam, British Museum – review". Evening Standard. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 8 Desember 2022. 
  39. ^ Manzoor, Sarfraz (9 Maret 2012). "How the British Museum brought the hajj to my mum". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-15. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  40. ^ Armstrong, Karen (22 Januari 2012). "Prejudices about Islam will be shaken by this show". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-15. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  41. ^ Cohen, Nick (18 Maret 2012). "Keep corrupt regimes out of British culture". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  42. ^ Jones, Jonathan (19 Maret 2012). "The British Museum's Hajj takes us on a pilgrimage, not a propaganda journey". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-04. Diakses tanggal 2 September 2022. 
  43. ^ Porter, Venetia (Winter 2011). "Spiritual Journey". British Museum Magazine. British Museum Friends (71): 22–25. ISSN 0965-8297. 
  44. ^ "The Hajj: collected essays". WorldCat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-07. Diakses tanggal 7 Desember 2022. 
  45. ^ Maisey, Sarah (11 Juli 2022). "New book shows 300 illustrations of the Hajj pilgrimage over the centuries". The National. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-03. Diakses tanggal 6 Desember 2022. 
  46. ^ "Assouline takes readers to the heart of Hajj in new tome". Arab News. 8 Juli 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-13. Diakses tanggal 22 Februari 2023. 
  47. ^ "Hajj and The Arts of Pilgrimage". Khalili Collections. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-19. Diakses tanggal 6 Desember 2022. 
  48. ^ a b Mishkhas, Abeer (26 Juli 2013). "The British Museum's Hajj exhibition inspires Paris, Leiden and Doha". Asharq Al-Awsat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-08. Diakses tanggal 5 September 2022. 
  49. ^ "The Eight Collections". Nasser David Khalili. 8 Februari 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-04. Diakses tanggal 6 Desember 2022. 
  50. ^ Tamimi Arab, Pooyan (26 Mei 2020). "Longing for Mecca (Verlangen naar Mekka): Tropenmuseum, Amsterdam (February 2019 – January 2020)". Material Religion. 16 (3): 394–396. doi:10.1080/17432200.2020.1775420. ISSN 1743-2200. 

Sumber

Pranala luar