Lompat ke isi

Perwara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3: Baris 3:
'''Perwara''' adalah [[asisten pribadi]] perempuan di [[majelis istana|istana]], yang bertugas mengiring seorang sentana putri atau [[bangsawan|bangsawati]].<ref name=":2">{{Cite web |title=Lady-in-waiting {{!}} Definition, History, & Facts {{!}} Britannica |url=https://www.britannica.com/topic/lady-in-waiting |access-date=2024-06-25 |website=www.britannica.com |language=en}}</ref> Menurut sejarah, perwara di Eropa adalah bangsawati yang lebih rendah derajat keningratannya daripada bangsawati yang diiringnya. Sekalipun menerima atau tidak menerima imbalan jasa, seorang perwara lebih dipandang sebagai [[asisten pribadi|sekretaris]], [[abdi dalem|pegawai istana]], atau [[panakawan]] [[majikan]]nya ketimbang sebagai [[pekerja rumah tangga|pelayan]].
'''Perwara''' adalah [[asisten pribadi]] perempuan di [[majelis istana|istana]], yang bertugas mengiring seorang sentana putri atau [[bangsawan|bangsawati]].<ref name=":2">{{Cite web |title=Lady-in-waiting {{!}} Definition, History, & Facts {{!}} Britannica |url=https://www.britannica.com/topic/lady-in-waiting |access-date=2024-06-25 |website=www.britannica.com |language=en}}</ref> Menurut sejarah, perwara di Eropa adalah bangsawati yang lebih rendah derajat keningratannya daripada bangsawati yang diiringnya. Sekalipun menerima atau tidak menerima imbalan jasa, seorang perwara lebih dipandang sebagai [[asisten pribadi|sekretaris]], [[abdi dalem|pegawai istana]], atau [[panakawan]] [[majikan]]nya ketimbang sebagai [[pekerja rumah tangga|pelayan]].


Di berbagai belahan dunia, perwara, yang kerap disebut ''dayang'', pada praktiknya adalah pelayan atau sahaya, bukan bangsawati, tetapi tugasnya kurang lebih sama dengan perwara, yaitu menjadi pengiring dan sekretaris majikannya. Di lingkungan istana, tempat [[poligami]] diamalkan, dayang-dayang secara resmi disiapsediakan untuk diajak raja naik ke ranjang, dan dapat saja menjadi [[istri|garwa]], [[permaisuri]], [[gendak]], atau [[pergundikan|selir]] raja.
Di berbagai belahan dunia, perwara, yang kerap disebut ''dayang'', pada praktiknya adalah pelayan atau pacal, bukan bangsawati, tetapi tugasnya kurang lebih sama dengan perwara, yaitu menjadi pengiring dan sekretaris majikannya. Di lingkungan istana, tempat [[poligami]] diamalkan, dayang-dayang secara resmi dapat diajak raja naik ke ranjang, dan dapat saja menjadi [[istri|garwa]], [[permaisuri]], [[gendak]], atau [[pergundikan|selir]] raja.


Istilah ''perwara'' kerap dijadikan sebutan generik tanpa pandang pangkat, gelar, maupun fungsi resminya, kendati sering pula menjadi sekadar sebutan kehormatan. Seorang sentana putri mungkin saja leluasa dan mungkin pula tidak leluasa memilih perwara, dan sekalipun leluasa, perempuan-perempuan yang layak dijadikan perwara biasanya tidak lepas dari pengaruh raja, orang tuanya, suaminya, atau menteri-menteri (seperti pada peristiwa [[Krisis kamar tidur|Kemelut Bilik Peraduan]]).
Istilah ''perwara'' kerap dijadikan sebutan generik tanpa pandang pangkat, gelar, maupun fungsi resminya, kendati sering pula menjadi sekadar sebutan kehormatan. Seorang sentana putri mungkin saja leluasa dan mungkin pula tidak leluasa memilih perwara, dan sekalipun leluasa, perempuan-perempuan yang layak dijadikan perwara biasanya tidak lepas dari pengaruh raja, orang tuanya, suaminya, atau menteri-menteri (seperti pada peristiwa [[Krisis kamar tidur|Kemelut Bilik Peraduan]]).
Baris 12: Baris 12:
Dapat dipastikan bahwa pada akhir abad ke-12, para Permaisuri Prancis sudah memiliki badan pengurus rumah tangga sendiri, dan para bangsawati disebutkan sebagai para perwara.{{sfn|Kolk|2009}} Meskipun demikian, badan pengurus rumah tangga permaisuri pada Abad Pertengahan biasanya beranggotakan segelintir orang saja, dan jumlah perwara yang sesungguhnya, bukan istri-istri bangsawan yang menemani suami bertugas di istana, sangat sedikit. Pada tahun 1286, Permaisuri Prancis hanya dilayani lima orang perwara, dan baru pada tahun 1316 badan pengurus rumah tangga permaisuri dipisahkan dari badan pengurus rumah tangga anak-anak raja.{{sfn|Kolk|2009}}
Dapat dipastikan bahwa pada akhir abad ke-12, para Permaisuri Prancis sudah memiliki badan pengurus rumah tangga sendiri, dan para bangsawati disebutkan sebagai para perwara.{{sfn|Kolk|2009}} Meskipun demikian, badan pengurus rumah tangga permaisuri pada Abad Pertengahan biasanya beranggotakan segelintir orang saja, dan jumlah perwara yang sesungguhnya, bukan istri-istri bangsawan yang menemani suami bertugas di istana, sangat sedikit. Pada tahun 1286, Permaisuri Prancis hanya dilayani lima orang perwara, dan baru pada tahun 1316 badan pengurus rumah tangga permaisuri dipisahkan dari badan pengurus rumah tangga anak-anak raja.{{sfn|Kolk|2009}}


<!-- The role of ladies-in-waiting in Europe changed dramatically during the age of the [[Renaissance]], when a new ceremonial court life, where women played a significant part, developed as representation of power in the courts of [[Italy]], and spread to [[Burgundy]], from Burgundy to France, and to the rest of the courts of Europe.{{sfn|Kolk|2009}} The court of the [[Duchy of Burgundy]] was the most elaborate in Europe in the 15th century and became an example for France when the French royal court expanded in the late 15th century and introduced new offices for both men and women to be able to answer to the new renaissance ideal.{{sfn|Kolk|2009}}
<!-- Peran para perwara di Eropa berubah drastis pada masa [[Renaisans]], ketika when a new ceremonial court life, where women played a significant part, developed as representation of power in the courts of [[Italy]], and spread to [[Burgundy]], from Burgundy to France, and to the rest of the courts of Europe.{{sfn|Kolk|2009}} The court of the [[Duchy of Burgundy]] was the most elaborate in Europe in the 15th century and became an example for France when the French royal court expanded in the late 15th century and introduced new offices for both men and women to be able to answer to the new renaissance ideal.{{sfn|Kolk|2009}}


From small circle of married ''Femmes'' and unmarried ''Filles'', with a relatively humble place in the background during the Middle Ages, the number of French ladies-in-waiting were rapidly expanded, divided into an advanced hierarchy with several offices and given an important and public role to play in the new ceremonial court life in early 16th century France.{{sfn|Kolk|2009}} This example was followed by other courts in Europe, when Courts expanded and became more ceremonial during the 16th century, and the offices, numbers and visibility of women expanded in the early modern age.{{sfn|Kolk|2009}}
From small circle of married ''Femmes'' and unmarried ''Filles'', with a relatively humble place in the background during the Middle Ages, the number of French ladies-in-waiting were rapidly expanded, divided into an advanced hierarchy with several offices and given an important and public role to play in the new ceremonial court life in early 16th century France.{{sfn|Kolk|2009}} This example was followed by other courts in Europe, when Courts expanded and became more ceremonial during the 16th century, and the offices, numbers and visibility of women expanded in the early modern age.{{sfn|Kolk|2009}}

Revisi per 10 Juli 2024 01.43

Putri Tatyana Aleksandrovna Yusupova, salah seorang perwara di istana Kekaisaran Rusia

Perwara adalah asisten pribadi perempuan di istana, yang bertugas mengiring seorang sentana putri atau bangsawati.[1] Menurut sejarah, perwara di Eropa adalah bangsawati yang lebih rendah derajat keningratannya daripada bangsawati yang diiringnya. Sekalipun menerima atau tidak menerima imbalan jasa, seorang perwara lebih dipandang sebagai sekretaris, pegawai istana, atau panakawan majikannya ketimbang sebagai pelayan.

Di berbagai belahan dunia, perwara, yang kerap disebut dayang, pada praktiknya adalah pelayan atau pacal, bukan bangsawati, tetapi tugasnya kurang lebih sama dengan perwara, yaitu menjadi pengiring dan sekretaris majikannya. Di lingkungan istana, tempat poligami diamalkan, dayang-dayang secara resmi dapat diajak raja naik ke ranjang, dan dapat saja menjadi garwa, permaisuri, gendak, atau selir raja.

Istilah perwara kerap dijadikan sebutan generik tanpa pandang pangkat, gelar, maupun fungsi resminya, kendati sering pula menjadi sekadar sebutan kehormatan. Seorang sentana putri mungkin saja leluasa dan mungkin pula tidak leluasa memilih perwara, dan sekalipun leluasa, perempuan-perempuan yang layak dijadikan perwara biasanya tidak lepas dari pengaruh raja, orang tuanya, suaminya, atau menteri-menteri (seperti pada peristiwa Kemelut Bilik Peraduan).

Sejarah

Di Eropa, perkembangan jabatan perwara berkaitan erat dengan perkembangan majelis istana. Pada abad ke-9, Hinkmar memaparkan seluk-beluk rumah tangga istana Kaisar Karel Gundul dari wangsa Karling di dalam risalah De Ordine Palatii yang ia tulis tahun 882. Ia menyebutkan bahwa selain menjalankan titah raja, para pegawai istana juga menjalankan titah permaisuri. Para permaisuri kulawangsa Merowing diduga sudah memiliki pelayan-pelayan pribadi, dan dapat dipastikan bahwa para permaisuri kulawangsa Karling pada abad ke-9 memiliki serombongan pengawal dari kalangan bangsawan untuk menunjukkan kemuliaan derajat mereka, dan beberapa pegawai istana disebut sebagai pegawai permaisuri, bukan pegawai raja.[2]

Dapat dipastikan bahwa pada akhir abad ke-12, para Permaisuri Prancis sudah memiliki badan pengurus rumah tangga sendiri, dan para bangsawati disebutkan sebagai para perwara.[2] Meskipun demikian, badan pengurus rumah tangga permaisuri pada Abad Pertengahan biasanya beranggotakan segelintir orang saja, dan jumlah perwara yang sesungguhnya, bukan istri-istri bangsawan yang menemani suami bertugas di istana, sangat sedikit. Pada tahun 1286, Permaisuri Prancis hanya dilayani lima orang perwara, dan baru pada tahun 1316 badan pengurus rumah tangga permaisuri dipisahkan dari badan pengurus rumah tangga anak-anak raja.[2]


Muangthai

Dalam fiksi

Baca juga

Kutipan

  1. ^ "Lady-in-waiting | Definition, History, & Facts | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-06-25. 
  2. ^ a b c Kolk 2009.

Rujukan

  • Akkerman, Nadine; Houben, Birgit, ed. (2013), The Politics of Female Households: Ladies-In-Waiting Across Early Modern Europe, Leiden: Brill [perlu rujukan lengkap]
  • Almanach de Gotha: annuaire généalogique, diplomatique et statistique, 1859  [perlu rujukan lengkap]
  • "Ladies-in-Waiting and Equerries", The Official website of the British Monarchy, diarsipkan dari versi asli tanggal 3 February 2016 
  • Chung, Priscilla Ching, Palace Women in the Northern Sung, hlm. 960–1126  [perlu rujukan lengkap]
  •  Chisholm, Hugh, ed. (1911), "Honourable", Encyclopædia Britannica, 13 (edisi ke-11), Cambridge University Press, hlm. 662–663 
  • Cruz, Anne J.; Stampino, Maria Galli, Early Modern Habsburg Women: Transnational Contexts, Cultural Conflicts, dynastic continuities  [perlu rujukan lengkap]
  • Ebrey, Patricia Buckley, Women and the Family in Chinese History  [perlu rujukan lengkap]
  • Duindam, Jeroen Frans Jozef, Vienna and Versailles: The Courts of Europe's Dynastic Rivals, 1550–1780  [perlu rujukan lengkap]
  • Kolk, Caroline zum (June 2009), "The Household of the Queen of France in the Sixteenth Century", The Court Historian, 14 (1)  [perlu rujukan lengkap]
  • Hsieh Bao Hua, Concubinage and Servitude in Late Imperial China  [perlu rujukan lengkap]
  • Gosman, Martin; Macdonald, Alasdair James; Vanderjagt, Arie Johan, Princes and Princely Culture: 1450–1650  [perlu rujukan lengkap]
  • Hamer, Dianne (2011), Sophie: biografie van Sophie van Würtemberg (1818–1877)  – op basis van brieven en dagboken [perlu rujukan lengkap]
  • Kägler, Britta, Frauen am Münchener Hof (1651–1756)  [perlu rujukan lengkap]
  • Kerkhoff, Jacqueline, Maria van Hongarije en haar hof 1505–1558: tot plichtsbetrachting uitverkoren  [perlu rujukan lengkap]
  • Lebra, Takie Sugiyama, Above the Clouds: Status Culture of the Modern Japanese Nobility  [perlu rujukan lengkap]
  • Lillehoj, Elizabeth, Art and Palace Politics in Early Modern Japan, 1580s–1680s  [perlu rujukan lengkap]
  • Mansel, Philip, The Eagle in Splendour: Inside the Court of Napoleon  [perlu rujukan lengkap]
  • Nagel, Susan (2008), Marie-Therese, Child of Terror: The Fate of Marie Antoinette's DaughterPerlu mendaftar (gratis), NY: Bloomsbury: Macmillan, ISBN 978-1-59691-057-7 
  • Persson, Fabian (1999), Servants of Fortune. The Swedish Court between 1598 and 1721, Lund: Wallin & Dalholm, ISBN 91-628-3340-5 
  • Hauge, Yngvar; Egeberg, Nini (1960), Bogstad, 1773–1995, H. Aschehoug 
  • Walthall, Anne, Servants of the Dynasty: Palace Women in World History  [perlu rujukan lengkap]
  • Kjølsen, Klaus (2010), Det Kongelige Danske Hof 1660–2000  [perlu rujukan lengkap]
  • Rowley, G. G., An Imperial Concubine's Tale: Scandal, Shipwreck, and Salvation in Seventeenth-Century Japan  [perlu rujukan lengkap]
  • Rundquist, Angela (1989), Blått blod och liljevita händer: en etnologisk studie av aristokratiska kvinnor 1850–1900, Carlsson, Diss. Stockholm: Univ., Stockholm [perlu rujukan lengkap]
  • Seward, Desmond (2004), Eugénie. An empress and her empire, Stroud: Sutton, cop., ISBN 0-7509-2979-0 
  • Zedlitz-Trützschler, Robert (1924), Twelve Years at the Imperial German Court [perlu rujukan lengkap]

Pranala luar