Larike, Leihitu Barat, Maluku Tengah: Perbedaan antara revisi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
Baris 14: | Baris 14: | ||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
[[Cengkih]] sebagai salah satu komoditas yang diandalkan petani Larike hingga kini tercatat sudah dibudidayakan di daerah itu sejak 1670. Pada tahun tersebut, tercatat bahwa selain Larike, cengkih juga diproduksi di Hitu, Pulau Haruku, [[Pulau Saparua]], dan [[Pulau Nusalaut]].{{sfn|Gerrit Knaap|2004|pp=297}} Belanda menjadikan Larike sebagai salah satu pusat perdagangan cengkih dan membangun benteng dan pos dagang serta menempatkan wakilnya di sana. Benteng tersebut diberinama Rotterdam. Belanda membagi wilayah [[Pulau Ambon]] bagian utara menjadi dua ''supra-region'', yakni Hitu yang membawahi semua negeri di pesisir utara, mulai dari [[Liang, Salahutu, Maluku Tengah|Liang]] hingga [[Negeri Lima, Leihitu, Maluku Tengah|Negeri Lima]]; dan Larike yang membawahi [[Asilulu, Leihitu, Maluku Tengah|Asilulu]], [[Ureng, Leihitu, Maluku Tengah]], Larike sendiri, dan [[Wakasihu, Leihitu Barat, Maluku Tengah]].{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} |
[[Cengkih]] sebagai salah satu komoditas yang diandalkan petani Larike hingga kini tercatat sudah dibudidayakan di daerah itu sejak 1670. Pada tahun tersebut, tercatat bahwa selain Larike, cengkih juga diproduksi di Hitu, Pulau Haruku, [[Pulau Saparua]], dan [[Pulau Nusalaut]].{{sfn|Gerrit Knaap|2004|pp=297}} Belanda menjadikan Larike sebagai salah satu pusat perdagangan cengkih dan membangun benteng dan pos dagang serta menempatkan wakilnya di sana. Benteng tersebut diberinama Rotterdam. Belanda membagi wilayah [[Pulau Ambon]] bagian utara menjadi dua ''supra-region'', yakni Hitu yang membawahi semua negeri di pesisir utara, mulai dari [[Liang, Salahutu, Maluku Tengah|Liang]] hingga [[Negeri Lima, Leihitu, Maluku Tengah|Negeri Lima]]; dan Larike yang membawahi [[Asilulu, Leihitu, Maluku Tengah|Asilulu]], [[Ureng, Leihitu, Maluku Tengah|Ureng]], Larike sendiri, dan [[Wakasihu, Leihitu Barat, Maluku Tengah|Wakasihu]].{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} |
||
Dalam publikasi berjudul ''De Generale Lantbeschrijvinge'' oleh W. Buijze, disebutkan bahwa sebelum 1657, Maxmilian de Jong adalah pejabat atau wakil yang Belanda tempatkan di Larike.{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} Pada 1657, Georg Everhard Rumphius, seorang naturalis yang masyhur ditempatkan di sana sebagai pejabat baru. Rumphius menulis banyak publikasi mengenai flora di Ambon. Ia juga mendokumentasikan kejadian tsunami pada 17 Februari 1674. yang meluluhlantakkan Ambon. Rumphius kemudian digantikan oleh putranya, Paulus Augustus Rumphius, yang menjadi pejabat di Larike pada 1693 hingga 1697.{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} |
Dalam publikasi berjudul ''De Generale Lantbeschrijvinge'' oleh W. Buijze, disebutkan bahwa sebelum 1657, Maxmilian de Jong adalah pejabat atau wakil yang Belanda tempatkan di Larike.{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} Pada 1657, Georg Everhard Rumphius, seorang naturalis yang masyhur ditempatkan di sana sebagai pejabat baru. Rumphius menulis banyak publikasi mengenai flora di Ambon. Ia juga mendokumentasikan kejadian tsunami pada 17 Februari 1674. yang meluluhlantakkan Ambon. Rumphius kemudian digantikan oleh putranya, Paulus Augustus Rumphius, yang menjadi pejabat di Larike pada 1693 hingga 1697.{{sfn|Syahruddin Mansyur|2012|pp=70}} |
Revisi per 12 Juli 2024 16.28
Larike | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Maluku |
Kabupaten | Maluku Tengah |
Kecamatan | Leihitu Barat |
Luas | ... km² |
Jumlah penduduk | ... jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Larike adalah sebuah negeri yang terletak di kecamatan Leihitu Barat, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia.
Sejarah
Cengkih sebagai salah satu komoditas yang diandalkan petani Larike hingga kini tercatat sudah dibudidayakan di daerah itu sejak 1670. Pada tahun tersebut, tercatat bahwa selain Larike, cengkih juga diproduksi di Hitu, Pulau Haruku, Pulau Saparua, dan Pulau Nusalaut.[1] Belanda menjadikan Larike sebagai salah satu pusat perdagangan cengkih dan membangun benteng dan pos dagang serta menempatkan wakilnya di sana. Benteng tersebut diberinama Rotterdam. Belanda membagi wilayah Pulau Ambon bagian utara menjadi dua supra-region, yakni Hitu yang membawahi semua negeri di pesisir utara, mulai dari Liang hingga Negeri Lima; dan Larike yang membawahi Asilulu, Ureng, Larike sendiri, dan Wakasihu.[2]
Dalam publikasi berjudul De Generale Lantbeschrijvinge oleh W. Buijze, disebutkan bahwa sebelum 1657, Maxmilian de Jong adalah pejabat atau wakil yang Belanda tempatkan di Larike.[2] Pada 1657, Georg Everhard Rumphius, seorang naturalis yang masyhur ditempatkan di sana sebagai pejabat baru. Rumphius menulis banyak publikasi mengenai flora di Ambon. Ia juga mendokumentasikan kejadian tsunami pada 17 Februari 1674. yang meluluhlantakkan Ambon. Rumphius kemudian digantikan oleh putranya, Paulus Augustus Rumphius, yang menjadi pejabat di Larike pada 1693 hingga 1697.[2]
Kedudukan Hitu dan Larike sebagai supra-region dalam struktur administrasi kolonial di Pulau Ambon bagian utara mulai bertergeser pada abad ke-19, menyusul disatukannya administrasi daerah tersebut ke dalam satu entitas saja yang berkedudukan di Hila dan dipimpin oleh seorang asisten residen.[3]
Geografi
Negeri ini merupakan negeri pesisir yang dikelilingi oleh perbukitan yang tertutup hutan tropis dan perkebunan cengkih.
Ekonomi
Negeri Larike terkenal sebagai sentra produksi kopra. Hasil perkebunan utama di negeri ini adalah kelapa dan cengkih.
Pariwisata
Salah satu atraksi wisata di negeri ini adalah batu layar dan belut raksasa yang biasa disebut morea.[4]
Hubungan sosial
Larike ber-pela dengan Allang, negeri tetangga mereka yang beragama Kristen Protestan dan hanya terpaut 10 menit perjalanan menggunakan mobil. Selain itu, Larike juga tercatat memiliki ikatan pela dengan Piru di Pulau Seram.[5] Negeri ini terikat hubungan gandong dengan Naku di Jazirah Leitimur.[6]
Referensi
- ^ Gerrit Knaap 2004, hlm. 297.
- ^ a b c Syahruddin Mansyur 2012, hlm. 70.
- ^ Syahruddin Mansyur 2012, hlm. 71.
- ^ "Pesona Pulau Tiga". 10 Juli 2016. Diakses tanggal 21 November 2021.
- ^ H. Luhukay, dkk. 1997, hlm. 165.
- ^ "Makan Durian Sambil Beramal & Nikmati Harmonisasi di Negeri Naku". Mimbar Rakyat News. 2 Juli 2022. Diakses tanggal 30 Mei 2024.
Daftar pustaka
- Gerrit Knaap (2004). Kruidnagelen en Christenen de VOC en de bevolking van Ambon 1656-1696. Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV). hlm. 297. ISBN 978-90-67-18213-3.