Aksara Lampung: Perbedaan antara revisi
Atlantic306 (bicara | kontrib) infobox image format |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 55: | Baris 55: | ||
== Bentuk == |
== Bentuk == |
||
=== Aksara dasar === |
=== Aksara dasar === |
||
Aksara dasar (''kĕlabay surat'') dalam aksara Lampung merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren {{IPA|[a]}}, {{IPA|[ə]}}, atau {{IPA|[o]}}.{{efn|Vokal inheren /a/ dalam [[bahasa Lampung Api|Pesisir]], /ə/ dalam [[bahasa Melayu Tengah|Melayu Tengah]], dan /o/ dalam [[bahasa Lampung Nyo|Pepadun]].|group=catatan}} Menurut Buku Kamus Lengkap Indonesia - Lampung dan Lampung - Indonesia yang disusun oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga, dengan narasumber Hi. Syahmin gelar Sutan Saripati Marga, Ir. Hi. Danaludin Mochtar gelar Pangeran Surya Ningrat, dan Dr. (can.) Hasan Basri, M.S. yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Lampung tahun 2008, terdapat 20 aksara dasar dalam aksara Lampung, sebagaimana berikut: |
Aksara dasar (''kĕlabay surat'') dalam aksara Lampung merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren {{IPA|[a]}}, {{IPA|[ə]}}, atau {{IPA|[o]}}.{{efn|Vokal inheren /a/ dalam [[bahasa Lampung Api|Pesisir]], /ə/ dalam [[bahasa Melayu Tengah|Melayu Tengah]], dan /o/ dalam [[bahasa Lampung Nyo|Pepadun]].|group=catatan}} Menurut Buku Kamus Lengkap Indonesia - Lampung dan Lampung - Indonesia yang disusun oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga, dengan narasumber Hi. Syahmin gelar Sutan Saripati Marga, Ir. Hi. Danaludin Mochtar gelar Pangeran Surya Ningrat, dan Dr. (can.) Hasan Basri, M.S. gelar Menak Mangku Negara yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Lampung tahun 2008, terdapat 20 aksara dasar dalam aksara Lampung, sebagaimana berikut: |
||
[[Berkas:Induk Aksara Lampung.jpg|pus|667x667px|Induk aksara Lampung (kelabay surat) oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga (2008)]] |
[[Berkas:Induk Aksara Lampung.jpg|pus|667x667px|Induk aksara Lampung (kelabay surat) oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga (2008)]] |
||
=== Diakritik === |
=== Diakritik === |
||
Diakritik (''bĕnah surat'') adalah tanda yang melekat pada aksara utama untuk mengubah vokal inheren aksara utama yang bersangkutan dan/atau menutup suatu suku kata dengan konsonan. Menurut Buku Kamus Lengkap Indonesia - Lampung dan Lampung - Indonesia yang disusun oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga, dengan narasumber Hi. Syahmin gelar Sutan Saripati Marga, Ir. Hi. Danaludin Mochtar gelar Pangeran Surya Ningrat, dan Dr. (can.) Hasan Basri, M.S. yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Lampung tahun 2008, terdapat 11 diakritik dalam aksara Lampung, sebagaimana berikut:{{sfn|Dr. Eng. Admi Syarif|2008|pp=XII|loc=Lembaga Penelitian Universitas Lampung}} |
Diakritik (''bĕnah surat'') adalah tanda yang melekat pada aksara utama untuk mengubah vokal inheren aksara utama yang bersangkutan dan/atau menutup suatu suku kata dengan konsonan. Menurut Buku Kamus Lengkap Indonesia - Lampung dan Lampung - Indonesia yang disusun oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga, dengan narasumber Hi. Syahmin gelar Sutan Saripati Marga, Ir. Hi. Danaludin Mochtar gelar Pangeran Surya Ningrat, dan Dr. (can.) Hasan Basri, M.S. gelar Menak Mangku Negara yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Lampung tahun 2008, terdapat 11 diakritik dalam aksara Lampung, sebagaimana berikut:{{sfn|Dr. Eng. Admi Syarif|2008|pp=XII|loc=Lembaga Penelitian Universitas Lampung}} |
||
[[Berkas:Tanda Anak Huruf.jpg|pus|667x667px|Tanda Anak Huruf (Benah Surat) Aksara Lampung oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga]] |
[[Berkas:Tanda Anak Huruf.jpg|pus|667x667px|Tanda Anak Huruf (Benah Surat) Aksara Lampung oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga]] |
||
Revisi per 18 Agustus 2024 08.16
Aksara Lampung | |
---|---|
Jenis aksara | |
Bahasa | Rumpun bahasa Lampung, Melayu[1] |
Aksara terkait | |
Silsilah | Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
|
Aksara kerabat | Bali Batak Baybayin Bugis Incung Jawa Lampung Makassar Rejang Sunda |
Pengkodean Unicode | |
Belum terdaftar | |
Aksara Lampung, juga disebut Surat Lampung, adalah sekumpulan aksara tradisional Indonesia yang berkembang di pulau Sumatra bagian selatan.[2] Aksara ini digunakan untuk menulis rumpun bahasa Lampung dan bahasa Melayu.[1] Aksara Lampung merupakan turunan dari aksara Kawi. Aksara Lampung aktif digunakan dalam tulisan sehari-hari masyarakat Lampung sejak pertengahan abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di Provinsi Lampung sebagai bagian dari muatan lokal,[3][4] namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
Aksara Lampung adalah aksara abugida yang terdiri dari tiga unsur, yaitu kĕlabay surat (20 aksara dasar), bĕnah surat (11 diakritik), dan tanda baca.[1] Seperti aksara Brahmi lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren [a], [ə], dan [o] yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan aksara Lampung adalah dari kiri ke kanan. Aksara ini termasuk dalam rumpun aksara Sumatra bagian selatan (Surat Ulu). Rumpun aksara ini memiliki ciri khas, yaitu bentuknya lebih sederhana daripada keturunan aksara Kawi di Jawa dan Bali serta tidak memiliki pasangan.[5]
Sejarah
Para ahli umumnya meyakini bahwa aksara Lampung merupakan salah satu turunan aksara Brahmi, berdasarkan studi perbandingan bentuk aksara-aksara Nusantara yang pertama kali dijabarkan oleh Holle dan Kern.[6][7] Namun begitu, sejarah evolusi aksara Lampung tidak dapat dirunut dengan pasti karena aksara Lampung sejauh ini hanya ditemukan pada materi yang umurnya tidak lebih dari 400 tahun. Aksara Lampung lazim ditulis pada media yang rentan rusak di iklim tropis, dan tidak ada prasasti atau peninggalan tua lainnya yang disetujui sebagai purwarupa langsung aksara Lampung.[8]
Kerabat paling dekat dari aksara Lampung adalah rumpun surat Ulu seperti aksara Rejang dan aksara Incung. Baik rumpun surat Batak maupun rumpun surat Ulu berkembang di wilayah pedalaman Sumatra yang relatif lambat menerima pengaruh luar. Karena itu, ketika Sumatra menerima pengaruh Islam yang signifikan sejak abad ke-14, kedua wilayah tersebut mempertahankan penggunaan aksara turunan Brahmi selagi wilayah pesisir mengadopsi penggunaan abjad Jawi. Diperkirakan aksara Lampung pertama kali berkembang di daerah hulu Sungai Komering tempat mayoritas penutur bahasa Komering bermukim. Hal ini tampak dari kemiripan antara bentuk aksara Lampung dengan surat Ulu di Sumatera Selatan. Dari Komering, aksara Lampung menyebar ke arah selatan dan timur hingga menyentuh pesisir Selat Sunda.[butuh rujukan]
Salah satu deskripsi dan tabel aksara Lampung paling awal oleh penulis asing dapat ditemukan dalam buku History of Sumatra oleh William Marsden yang dicetak pada 1784.[9] Namun selain itu, tidak banyak yang diketahui mengenai bahasa, sastra, dan aksara Lampung di luar masyarakat Lampung sendiri hingga pertengahan abad ke-19. Pada 25 Agustus 1868, atas dukungan dan izin dari Lembaga Penginjil Belanda, ahli bahasa Herman Neubronner van der Tuuk tiba di Pelabuhan Telukbetung. Dari Telukbetung, ia menempuh perjalanan ke pedalaman selama tiga bulan hingga akhirnya ia sampai di Desa Lehan.[10] Di sana, ia mempelajari bahasa dan aksara Lampung. Aktivitasnya menelusuri pedalaman Lampung berlangsung hingga tahun 1869. Berdasarkan studi dan pengalamannya dengan masyarakat asli Lampung, Van der Tuuk menghasilkan materi komprehensif mengenai tradisi lisan dan tulis Lampung.[11]
Media
Aksara Lampung secara tradisional ditulis di sejumlah media, di antaranya yang paling lumrah adalah bambu, kulit kayu, tanduk binatang, rotan, dan kertas. Naskah dengan media-media tersebut dapat ditemukan dalam ukuran dan tingkat kerajinan yang bervariasi. Tulisan sehari-hari umum digurat pada permukaan bambu, rotan, atau tanduk dengan pisau kecil (lading lancip). Tergantung dari warna dasar media, guratan ini kemudian dilumuri untuk meningkatkan keterbacaan. Bila warna dasar media adalah putih, maka guratan akan dilumuri kemiri bakar. Bila warna dasar media adalah coklat/hitam, maka guratan akan dilumuri kapur sirih (hapul).[12] Kebanyakan naskah Lampung Kuno yang ditemukan pada abad ke-18 dan 19 menggunakan kulit kayu sebagai media. Salah satunya adalah naskah milik Jo. Trefusis yang diserahkan kepada Perpustakaan Bodleian di Oxford pada 1630. Naskah ini diyakini sebagai naskah beraksara Lampung Kuno tertua yang pernah ditemukan.[1] Cara pembuatan naskah dengan media ini serupa dengan pembuatan pustaha di Sumatera Utara. Untuk membuatnya, kulit dalam pohon gaharu (Aquilaria malaccensis) dipotong sesuai keinginan. Setelah itu, dijemur beberapa saat dan kemudian diamplas dengan daun yang keras supaya halus. Terakhir. kedua permukaan (depan dan belakang) kulit dalam itu dilumuri dengan air beras. Berbeda dengan naskah bambu, rotan, dan tanduk, naskah kulit kayu ditulis dengan tinta menggunakan pena dari rusuk daun aren (Arenga pinnata) yang disebut kemasi. Tinta kemasi terbuat dari campuran buah deduruk (Melastoma malabathricum L.), arang, dan getah kayu kuyung (Shorea eximia).[13]
Kertas baru umum digunakan pada abad ke-19. Kebanyakan kertas yang dipakai saat itu merupakan kertas Eropa yang ditoreh menggunakan pena biasa.[14] Walau begitu, bambu, tanduk, rotan, dan kulit kayu terus digunakan sebagai media utama penulisan aksara Lampung hingga abad ke-20 ketika tradisi tulis aksara Lampung berangsur-angsur mulai menghilang.
Penggunaan
Pada masa prakemerdekaan Indonesia, masyarakat suku Lampung telah fasih membaca dan menulis aksara Lampung. Banyak diantaranya yang menguasai banyak variasi aksara Lampung. Mereka menggunakan aksara Lampung untuk berbagai hal, mulai dari sarana komunikasi, sarana pergaulan, hingga penulisan surat-surat penting. Oleh karena itu, tingkat melek huruf suku Lampung sangat tinggi di masa itu.[15]
Aksara Lampung utamanya digunakan sebagai sarana komunikasi sesama penutur rumpun bahasa Lampung. Bahkan saat itu, orang Lampung akan merasa sangat malu bila tidak fasih membaca dan menulis aksara Lampung.[15]
Selain sebagai sarana komunikasi, aksara Lampung juga digunakan sebagai sarana pergaulan muda-mudi Lampung. Pemuda dan pemudi Lampung tidak bisa bergaul secara bebas karena pertemuan mereka diatur secara adat. Adat yang mengatur pertemuan mereka disebut manjaw muli. Dalam aturan adat ini, ada sebuah acara di mana muda-mudi Lampung bisa bersua ria di tempat orang yang sedang mengadakan upacara adat. Acara ini dinamakan miyos damaw. Acara ini biasa diikuti secara beramai-ramai oleh muda-mudi Lampung. Dalam acara ini, para bujang dan gadis dapat saling bercakap-cakap, sindir menyindir, dan bersurat-suratan. Tidak jarang pula acara ini menjadi arena untuk saling menguji kepandaian bersastra, baik secara lisan maupun secara tertulis. Acara ini menjadi sangat menarik ketika mereka saling adu kepandaian menulis dan membaca aksara Lampung. Bahkan ada beberapa cara menulis aksara Lampung yang harus dikuasai para bujang dan gadis agar tidak menanggung malu dalam acara istimewa tersebut.[16]
Dalam dunia kesastraan Lampung, aksara Lampung juga digunakan untuk menulis mantra, mĕmang,[a] hukum adat, dan surat-surat penting seperti surat jual beli dan surat perjanjian.[17]
Pada zaman penjajahan Belanda, aksara Lampung digunakan untuk menulis surat-surat resmi, seperti Surat Keputusan Pengangkatan Kepala Kampung, surat keterangan kelahiran dan kematian, serta surat resmi lainnya. Hal ini tidak terlepas dari tingginya angka melek huruf suku Lampung saat itu.[18]
Penggunaan dewasa ini
Pascakemerdekaan Indonesia, aksara Lampung tidak lagi digunakan untuk baca tulis secara fungsional. Fungsi aksara Lampung secara de facto tergantikan oleh aksara Latin. Usaha untuk membangkitkan kembali penggunaan aksara Lampung dilakukan oleh para pemuka adat dengan menggelar musyawarah pembakuan aksara Lampung pada tanggal 23 Februari 1985.[19] Hasil musyawarah tersebut hingga hari ini masih menuai perdebatan dan ketidaksetujuan dari beberapa pihak.
Aksara Lampung bisa dijumpai pada lambang kabupaten/kota/provinsi, plang nama jalan, plat nomor rumah, dekorasi rumah, surat undangan pesta adat, hingga usaha ekonomi kreatif seperti jam tangan.[20] Pasanggiri menulis dan membaca aksara Lampung mulai rutin digelar, baik oleh pihak pemerintah daerah maupun swasta.[21][22][23][24] Semua sekolah di Provinsi Lampung diwajibkan mengajarkan muatan lokal Bahasa dan Aksara Lampung.[4] Kedepannya, aksara Lampung diharapkan bisa digunakan di media elektronik seperti ponsel cerdas dan komputer jinjing/meja.[b]
Upaya pelestarian aksara Lampung juga telah dilaksanakan oleh para pegiat bahasa yang tergabung dalam keanggotaan Komunitas Wikimedia Bandar Lampung, salah satu komunitas lokal yang terafiliasi dengan Wikimedia Indonesia yang memiliki visi untuk membebaskan pengetahuan dalam bahasa Lampung dan bahasa-bahasa lain yang dipertuturkan di Provinsi Lampung secara umum, dan Kota Bandar Lampung secara khusus.
Bentuk
Aksara dasar
Aksara dasar (kĕlabay surat) dalam aksara Lampung merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren [a], [ə], atau [o].[c] Menurut Buku Kamus Lengkap Indonesia - Lampung dan Lampung - Indonesia yang disusun oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga, dengan narasumber Hi. Syahmin gelar Sutan Saripati Marga, Ir. Hi. Danaludin Mochtar gelar Pangeran Surya Ningrat, dan Dr. (can.) Hasan Basri, M.S. gelar Menak Mangku Negara yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Lampung tahun 2008, terdapat 20 aksara dasar dalam aksara Lampung, sebagaimana berikut:
Diakritik
Diakritik (bĕnah surat) adalah tanda yang melekat pada aksara utama untuk mengubah vokal inheren aksara utama yang bersangkutan dan/atau menutup suatu suku kata dengan konsonan. Menurut Buku Kamus Lengkap Indonesia - Lampung dan Lampung - Indonesia yang disusun oleh Dr. Eng. Admi Syarif gelar Raja Marga, dengan narasumber Hi. Syahmin gelar Sutan Saripati Marga, Ir. Hi. Danaludin Mochtar gelar Pangeran Surya Ningrat, dan Dr. (can.) Hasan Basri, M.S. gelar Menak Mangku Negara yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Lampung tahun 2008, terdapat 11 diakritik dalam aksara Lampung, sebagaimana berikut:[27]
Angka
Aksara Lampung tidak memiliki angka tersendiri. Angka yang digunakan dalam naskah dan cap beraksara Lampung adalah angka Arab.[28]
Tanda Baca
Aksara Lampung hanya memiliki 2 tanda baca: bulatan matahari dan bulan. Keduanya berfungsi sebagai tanda bermula dan berakhirnya paragraf/teks.
Ortografi
Penulisan bĕnah surat konsonan
Apabila kombinasi bĕnah surat vokal dan konsonan berada di atas anak surat, bĕnah surat konsonan ditulis terlebih dahulu.[29] Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:
komponen | penulisan | keterangan | |||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
atau | pa + -i + -ng = ping | ||||||
atau | pa + -ĕ + -n = pĕn | ||||||
atau | pa + -i + -r = pir |
Penulisan suku kata tertutup
Pada penulisan suku kata tertutup yang berpola konsonan-vokal-konsonan, diakritik vokal yang normalnya berada di atas anak surat pertama ditempatkan ulang agar berada di antara anak surat pertama dan kedua.[29] Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:
komponen | penulisan | keterangan | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
ta + pa + nengen = tap | |||||||||
ta + -i + pa + nengen → ta + pa + -i + nengen = tip | |||||||||
ta + -u + pa + nengen → ta + pa + -u + nengen = tup | |||||||||
ta + -ĕ + pa + nengen → ta + pa + -ĕ + nengen = tĕp |
Contoh teks
Berikut adalah sebuah cerita berbahasa Lampung mengenai Harun Ar-Rasyid pada kertas Eropa dari koleksi Koninklijke Joh. Enschedé (1907).[30]
Aksara Lampung | Alih aksara Latin | Terjemahan |
---|---|---|
| Wat say raja di pĕkĕn Bardat, | Ada seorang raja di Pekon (Kerajaan) Baghdad, |
| Gĕlarni Raja Harunarrasit, | namanya Raja Harun ar-Rasyid, |
| Mari wat anakni ruwa, | memiliki dua orang anak, |
| Say bĕbay say bakas. | seorang putri dan seorang putra. |
| Gĕlarni say bakas Manap, | Anak laki-laki bernama Manaf, |
| Gĕlarni say bĕbay Pĕtĕri Jar Manigam. | anak perempuan bernama Putri Jar Manigam. |
Berikut adalah pi'il pusanggiri, pantun yang sering digunakan untuk menggambarkan sifat bangsa Lampung.[31]
Galeri
|
Lihat pula
Catatan
- ^ Doa dalam bahasa Lampung
- ^ Usaha komputerisasi sudah mulai dirintis. Pada tahun 2016, aksara Lampung didaftarkan ke Unicode oleh Anshuman Pandey.[25] Untuk saat ini, para desainer fon menggunakan ASCII sebagai dasar pengetikan aksara Lampung.[26]
- ^ Vokal inheren /a/ dalam Pesisir, /ə/ dalam Melayu Tengah, dan /o/ dalam Pepadun.
Rujukan
- ^ a b c "Malay manuscripts from south Sumatra - Asian and African studies blog". blogs.bl.uk. Diakses tanggal 2021-03-15.
- ^ Pudjiastuti 1996.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 60.
- ^ a b "PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: 39 TAHUN 2014 - PDF Free Download". adoc.pub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-17.
- ^ "Aksara Kaganga Bengkulu – Kantor Bahasa Bengkulu". Diakses tanggal 2021-03-15.
- ^ Holle, K F (1882). "Tabel van oud-en nieuw-Indische alphabetten" (PDF). Bijdrage tot de palaeographie van Nederlandsch-Indie. Batavia: W. Bruining. OCLC 220137657.
- ^ Kern, H (1882). "Eene bijdgrade tot de paleographie van Nederlansch-Indie". Bijdrage tot de Taal-Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-indie. S' Gravenhage: Martinus Nijhoff.
- ^ Kozok 1996, hlm. 233–234.
- ^ Marsden, William (1784). History of Sumatra (PDF). London. hlm. 159-166.
- ^ Hollander, A. A. den (2003). "review van: Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie. [Bespreking van: K. Groeneboer (2002) Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie.]". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde (dalam bahasa Dutch). 159: 629–631. ISSN 0006-2294.
- ^ Lampung, Teras (2018-03-06). "Van der Tuuk Meneliti Bahasa Lampung, Bahasa Batak, Hingga Bahasa Bali". Teraslampung.com. Diakses tanggal 2021-03-17.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 69.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 67.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 66.
- ^ a b Pudjiastuti 1996, hlm. 55.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 56.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 58.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 59.
- ^ Tata bahasa bahasa Lampung dialek Pesisir. Nazaruddin Udin, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992. ISBN 979-459-192-0. OCLC 27821690.
- ^ Unik! Jam Tangan Bermotif Aksara Lampung, diakses tanggal 2021-03-17
- ^ Lampung, Poskota. "Komunitas Aksara Lampung Gelar Lomba Menulis Cerpen dalam Aksara Lampung". Poskota Lampung. Diakses tanggal 2021-03-17.
- ^ "Disdikbud Lamteng akan Gelar Lomba Sastra Daerah dan Kaligrafi Aksara Lampung". Radar Lamteng. Diakses tanggal 2021-03-17.
- ^ Redaksi (2019-07-23). "700 Pelajar Pesawaran Ikuti Lomba Menulis Aksara Lampung". Radar Lamsel. Diakses tanggal 2021-03-17.
- ^ Lampung, Poskota. "Panitia Lomba Menulis Cerpen Gandeng Ahli Aksara Lampung". Poskota Lampung. Diakses tanggal 2021-03-17.
- ^ Pandey 2016.
- ^ "Aksara di Nusantara". Aksara di Nusantara (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-16.
- ^ Dr. Eng. Admi Syarif 2008, hlm. XII, Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
- ^ Gallop, Annabel Teh (2019). Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia: Content, Form, Context, Catalogue (dalam bahasa Inggris). NUS Press. ISBN 978-981-325-086-4.
- ^ a b "UTN #35: Indonesian and Philippine Scripts and Extensions" (PDF). www.unicode.org. hlm. 24. Diakses tanggal 2022-12-10.
- ^ "Gevonden in Delpher - Letterproef van Oosterse schriften uit de lettergieterij van Joh. Enschedé en Zonen te Haarlem". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2022-12-10.
- ^ Utama, Fitra (2019). "Piil Pesenggiri Dalam Masyarakat Lampung : Antara Instrumen Bina Damai Atau Dalih Kekerasan". Inovasi Pembangunan : Jurnal Kelitbangan. 7 (117). doi:10.35450/jip.v7i2.130.
Daftar pustaka
- van der Tuuk, Hermanus Neubronner (1868). Les manuscrits Lampongs: en possesion de M. le Baron Sloet van de Beele, (ancien gouverneur-general des indes neerlandaises). Leide: T. Hooiberg et fils, Libraires-editeurs.
- Anderbeck, Karl Ronald (2007). "An initial reconstruction of Proto-Lampungic: phonology and basic vocabulary". Studies in Philippine Languages and Cultures. SIL International. 16: 41–165. Diakses tanggal 23 April 2019.
- Pudjiastuti, Titik (1996). Aksara dan Naskah Kuno Lampung Dalam Pandangan Masyarakat Lampung Kini (PDF). Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Kozok, Uli (1996). "Bark, Bones, and Bamboo: Batak Traditions of Sumatra". Dalam Ann Kumar; John H. McGlynn. Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Lontar Foundation. ISBN 0834803496.
- Pandey, Anshuman (31 Maret 2016). "Preliminary proposal to encode the Lampung script in Unicode" (PDF). Unicode.
Pranala luar
- Unduh fon aksara Lampung di situs web Aksara di Nusantara