Lompat ke isi

Birokrasi di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 5: Baris 5:
Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia mempunyai kepentingan bagaimana mengendalikan seluruh wilayah dengan mempertimbangkan jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat besar agar tidak menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber daya, selain dari itu perlu adanya partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini tentunya dengan tidak akan mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.
Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia mempunyai kepentingan bagaimana mengendalikan seluruh wilayah dengan mempertimbangkan jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat besar agar tidak menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber daya, selain dari itu perlu adanya partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini tentunya dengan tidak akan mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.


Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di Batavia (sekarang Jakarta) melakukan administrasi secara keseluruhan dan bertindak atas nama kerajaan Belanda (dengan jabatan setingkat menteri koloni) yang umum dikenal sebagai gubernur jenderal yang dibantu oleh dewan Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië), sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum (departementen van algemeen bestuur)dan pemerintahan daerah (het binnenlands bestuur} dengan birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas bagi bangsa Eropa sedangkan bagi bumiputera selalu berada di bawah pengarahan langsung dari pemerintahan lokal yang mencakup bagian besar dari dahulu yang disebut dengan wilayah ''Hindia Belanda'', ''pemerintahan sendiri'' seperti raja, pangeran dengan melalui kesepakatan politik dengan pemerintah kolonial namun ada pula daerah yang dikuasai secara langsung dimana pemerintahan kolonial ikut membentuk birokrasi yang berdampingan dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti yang terlihat pada administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun [[1829]] bersamaan dengan mulai dikenalkan konsep birokrasi Eropa terutama dalam sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan ''cultuurstelsel'' berangsur-angsur berubah dengan demikian sektor swasta mulai bermunculan antara lain perkebunan dan perindustrian dengan kedatangan pekerja penduduk Eropa di bidang perkebunan, perdagangan komersial dan industri.
Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di Batavia (sekarang Jakarta) melakukan administrasi secara keseluruhan dan bertindak atas nama kerajaan Belanda (dengan jabatan setingkat menteri koloni) yang umum dikenal sebagai gubernur jenderal yang dibantu oleh dewan Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië), sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum (departementen van algemeen bestuur) dan pemerintahan daerah (het binnenlands bestuur} dengan birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas bagi bangsa Eropa sedangkan bagi bumiputera selalu berada di bawah pengarahan langsung dari pemerintahan lokal yang mencakup bagian besar dari dahulu yang disebut dengan wilayah ''Hindia Belanda'', ''pemerintahan sendiri'' seperti raja, pangeran dengan melalui kesepakatan politik dengan pemerintah kolonial namun ada pula daerah yang dikuasai secara langsung dimana pemerintahan kolonial ikut membentuk birokrasi yang berdampingan dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti yang terlihat pada administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun [[1829]] bersamaan dengan mulai dikenalkan konsep birokrasi Eropa terutama dalam sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan ''cultuurstelsel'' berangsur-angsur berubah dengan demikian sektor swasta mulai bermunculan antara lain perkebunan dan perindustrian dengan kedatangan pekerja penduduk Eropa di bidang perkebunan, perdagangan komersial dan industri.


Pada tahun [[1905]] mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan kekuasaan terbatas dan tetap di bawah pimpinan pemerintah daerah Eropa berlanjut pada tahun [[1916]] terbentuk pula pemerintahan kota-kota besar dengan pemerintahan sendiri dengan walikota bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah Eropa, pada [[1918]] mulai terdapat dewan rakyat yang berbentuk badan perwakilan dari berbagai kelompok yang diwakili dalam dewan ini. dilanjutkan pada tahun [[1925]] wilayah dibagi dalam beberapa tingkat administratif baru, provinsi di pulau Jawa dan Madura dan pemerintah di luar daerah (pulau-pulau di luar Jawa dan Madura). Di samping itu, di pulau utama Jawa dan Madura ke pemerintah daerah asli lebih mandiri dengan pengalihan fungsi tersebut.
Pada tahun [[1905]] mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan kekuasaan terbatas dan tetap di bawah pimpinan pemerintah daerah Eropa berlanjut pada tahun [[1916]] terbentuk pula pemerintahan kota-kota besar dengan pemerintahan sendiri dengan walikota bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah Eropa, pada [[1918]] mulai terdapat dewan rakyat yang berbentuk badan perwakilan dari berbagai kelompok yang diwakili dalam dewan ini. dilanjutkan pada tahun [[1925]] wilayah dibagi dalam beberapa tingkat administratif baru, provinsi di pulau Jawa dan Madura dan pemerintah di luar daerah (pulau-pulau di luar Jawa dan Madura). Di samping itu, di pulau utama Jawa dan Madura ke pemerintah daerah asli lebih mandiri dengan pengalihan fungsi tersebut.

Revisi per 10 November 2009 06.25

Birokrasi di Indonesia awalnya sebagaimana diperkenalkan oleh budaya Eropa di mulai dari masa-masa kolonial antara lain dengan masa cultuurstelsel, masa desentralisasi dan emansipasi, masa pemerintah pusat (centraal bestuur), masa binnenlands bestuur dan ambtskostuum binnenlands bestuur, masa pendudukan bala tentara Jepang dan kemudian masa dimana setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 pemerintahan Indonesia melalui Kasman Singodimedjo ketua KNIP pada 25 September 1945 mengumumkan bahwa presiden Indonesia memutuskan bagi keseluruhan pegawai-pegawai pemerintahan terdahulu dari segala jabatan dan tingkatan ditetapkan menjadi pegawai pemerintahan Indonesia

Sejarah

Peran birokrasi pada masa kolonial

Kekuatan kolonial di kepulauan Indonesia mempunyai kepentingan bagaimana mengendalikan seluruh wilayah dengan mempertimbangkan jarak, daratan dan wilayah antar negeri yang sangat besar agar tidak menyulitkan dalam melakukan eksplorasi sumber-sumber daya, selain dari itu perlu adanya partisipasi pasif, partisipasi aktif dari bumiputera sangat diperlukan, kolaborasi dalam partisipasi aktif ini tentunya dengan tidak akan mengorbankan kekuasaan dan pengaruh kolonialisme.

Pemerintahan kolonial dikontrol secara terpusat di Batavia (sekarang Jakarta) melakukan administrasi secara keseluruhan dan bertindak atas nama kerajaan Belanda (dengan jabatan setingkat menteri koloni) yang umum dikenal sebagai gubernur jenderal yang dibantu oleh dewan Hindia Belanda (raad van Nederlands-Indië), sekretariat umum (algemene secretarie), departemen administrasi umum (departementen van algemeen bestuur) dan pemerintahan daerah (het binnenlands bestuur} dengan birokrasi Eropa yang ruang lingkup kerja terbatas bagi bangsa Eropa sedangkan bagi bumiputera selalu berada di bawah pengarahan langsung dari pemerintahan lokal yang mencakup bagian besar dari dahulu yang disebut dengan wilayah Hindia Belanda, pemerintahan sendiri seperti raja, pangeran dengan melalui kesepakatan politik dengan pemerintah kolonial namun ada pula daerah yang dikuasai secara langsung dimana pemerintahan kolonial ikut membentuk birokrasi yang berdampingan dengan birokrasi pemerintahan lokal seperti yang terlihat pada administratif pemerintahan di pulau Jawa dan Madura sekitar tahun 1829 bersamaan dengan mulai dikenalkan konsep birokrasi Eropa terutama dalam sangkutan dengan komoditas ekspor. kebijakan cultuurstelsel berangsur-angsur berubah dengan demikian sektor swasta mulai bermunculan antara lain perkebunan dan perindustrian dengan kedatangan pekerja penduduk Eropa di bidang perkebunan, perdagangan komersial dan industri.

Pada tahun 1905 mulai terbentuk pemerintahan walaupun dengan kekuasaan terbatas dan tetap di bawah pimpinan pemerintah daerah Eropa berlanjut pada tahun 1916 terbentuk pula pemerintahan kota-kota besar dengan pemerintahan sendiri dengan walikota bukan merupakan bagian dari pemerintah daerah Eropa, pada 1918 mulai terdapat dewan rakyat yang berbentuk badan perwakilan dari berbagai kelompok yang diwakili dalam dewan ini. dilanjutkan pada tahun 1925 wilayah dibagi dalam beberapa tingkat administratif baru, provinsi di pulau Jawa dan Madura dan pemerintah di luar daerah (pulau-pulau di luar Jawa dan Madura). Di samping itu, di pulau utama Jawa dan Madura ke pemerintah daerah asli lebih mandiri dengan pengalihan fungsi tersebut.

Awal kemerdekaan

Pada saat pemerintahan RIS melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 dibentuklah Kantor Urusan Pegawai (KUP) yang berada di bawah dan bertanggugjawab kepada perdana menteri akan tetapi karena suasana perpolitikan saat itu, Kantor Urusan Pegawai (KUP) yang akan menata birokrasi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya disusul pada tanggal 17 Agustus 1950, terjadi pergantian konstitusi RIS berubah menjadi UUDS 1950 yang berakibat terjadinya perubahan bentuk negara kembali ke negara kesatuan. Pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 9 April 1957) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1957 dibentuk Panitia Organisasi Kementerian (PANOK) sebagai pengganti Kantor Urusan Pegawai (KUP) serta ikut dibentuk Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang bertugas menyempurnakan administratur negara atau birokrasi keduanya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada perdana menteri.

Pada tanggal 5 Juli 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 dan presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 melarang PNS golongan F menjadi anggota dari partai politik ikut dibentuk lembaga baru bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) yang menghasilkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962 tentang pokok-pokok organisasi aparatur pemerintah negara tingkat tertinggi, dua tahun kemudian dikeluarkan Keppres Nomor 98 Tahun 1964 dibentuk Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi (KONTRAR) merupakan kelanjutan dari Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) .

Lihat pula

Pranala luar

  • (Belanda) van den Doel, H. W. De stille macht: het Europese binnenlands bestuur op Java en Madoera, 1808-1942. University of Michigan. ISBN 9035114051. 
  • (Belanda) Dutch East Indies (1896). Staatsblad van Nederlandsch-Indië. A.D. Schinkel. 
  • (Inggris) Weber, Max (1947). The Theory of Social and Economic Organization. Collier Macmillan Publishers, London. 
  • (Inggris) Marshall, Gordon (1994). The Concise Oxford dictionary of sociology. Oxford University Press. ISBN 019285237X. 
  • (Inggris) Wilson, James Q. (1989). Bureaucracy: what government agencies do and why they do it. Basic Books. ISBN 0465007848.