Lompat ke isi

Orang Arab Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Naval Scene (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Suku Arab-Indonesia''' adalah warga negara [[Indonesia]] yang memiliki darah keturunan etnis [[Arab]] dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia -- misalnya di [[Jakarta]] (Pekojan), Surabaya (Ampel), Malang (Jagalan), [[Mojokerto]] (Kauman) dan [[Probolinggo]] (Dipongoro) -- serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti [[Palembang]], [[Medan]], [[Banjarmasin]], [[Makasar]], [[Gorontalo]], [[Ambon]], [[Mataram]], [[Kupang]], [[Papua]] dan bahkan di [[Timor Leste]]. Pada jaman penjajahan [[Belanda]], mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan etnis [[Tionghoa]] dan etnis [[India]], tapi tidak sedikit yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.
'''Suku Arab-Indonesia''' adalah warga negara [[Indonesia]] yang memiliki darah keturunan etnis [[Arab]] dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia -- misalnya di [[Jakarta]] (Pekojan), [[Surabaya]] (Ampel), [[Malang]] (Jagalan), [[Mojokerto]] (Kauman) dan [[Probolinggo]] (Dipongoro) -- serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti [[Palembang]], [[Medan]], [[Banjarmasin]], [[Makasar]], [[Gorontalo]], [[Ambon]], [[Mataram]], [[Kupang]], [[Papua]] dan bahkan di [[Timor Leste]]. Pada jaman penjajahan [[Belanda]], mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan etnis [[Tionghoa]] dan etnis [[India]], tapi tidak sedikit yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.


== Sejarah kedatangan ==
== Sejarah kedatangan ==

Revisi per 3 Agustus 2006 13.07

Suku Arab-Indonesia adalah warga negara Indonesia yang memiliki darah keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia -- misalnya di Jakarta (Pekojan), Surabaya (Ampel), Malang (Jagalan), Mojokerto (Kauman) dan Probolinggo (Dipongoro) -- serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti Palembang, Medan, Banjarmasin, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Kupang, Papua dan bahkan di Timor Leste. Pada jaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan etnis Tionghoa dan etnis India, tapi tidak sedikit yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.

Sejarah kedatangan

Setelah terjadinya perpecahan besar diantara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.

Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura.

Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko; akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.

Perkembangan di Indonesia

Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad pertengahan (abad 13), dan hampir semuanya adalah pria. Tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.

Marga-marga ini hingga sekarang mempunyai pemimpin turun-temurun yang bergelar "munsib". Para munsib tinggal di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat tinggal asal keluarganya. Semua munsib diakui sebagai pemimpin oleh suku-suku yang berdiam di sekitar mereka. Di samping itu, mereka juga dipandang sebagai penguasa daerah tempat tinggal mereka. Di antara munsib yang paling menonjol adalah munsib Alatas dan munsib Binsechbubakar.

Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah -- seperti Basyeiban dan Haneman -- di Indonesia jumlahnya masih cukup banyak.

Tokoh-tokoh dan peranan

Di Indonesia, sejak jaman dahulu telah banyak di antara keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pejuang-pejuang, alim-ulama dan da'i-da'i terkemuka. Banyak diantara para Walisongo adalah keturunan Arab atau merupakan murid dari wali-wali keturunan Arab. Sampai saat ini, peranan warga Arab-Indonesia dalam dunia keagamaan Islam masih dapat terasakan. Mereka -- terutama yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW -- mendapat berbagai panggilan (gelar) penghormatan, seperti Syekh, Sayid, Syarif atau Habib dari masyarakat Indonesia lainnya.

Di samping tokoh-tokoh agama, banyak pejabat negara dan tokoh terkenal Indonesia masa kini yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Nama-nama mereka antara lain:

Ritual ziarah

Di Hadramaut, banyak pemimpin agama yang makamnya diziarahi. Demikian banyaknya jumlah mereka, hingga bila ada seseorang dari Jakarta yang tinggal selama 40 hari di Hadramaut, belum tentu dapat menjangkau seluruh tempat ziarah yang ada.

Tempat ziarah yang paling terkenal adalah "Qabr Hud", yang menurut kepercayaan orang Hadramaut adalah makam nenek moyang mereka, Nabi Allah Hud AS. Qabr Hud terletak di sebuah lembah, dan terdapat sebuah masjid berdekatan dengannya. Setiap tanggal 11 Sya'ban tahun Hijriah, tempat ini banyak didatangi para penziah. Mereka bukan saja berasal dari Hadramaut, melainkan juga dari berbagai negara yang 'memiliki' banyak keturunan Hadramaut. Mereka biasanya tinggal di gedung-gedung bertingkat tiga yang hanya digunakan pada saat acara ziarah. Pada hari itu juga ada pasar raya, yang suasananya kira-kira seperti upacara Sekaten di Yogyakarta.

Menurut tradisi, untuk ziarah ini para peziarah sebaiknya mandi terlebih dahulu atau minimal berwudhu di telaga Hud; yang terletak di bawah makam Nabi Hud. Selama tiga hari, kepemimpinan ziarah di Qabr Hud dilakukan secara berganti-ganti. Hari pertama dipimpin munsib Alhabsji, hari kedua oleh munsib Shahabuddin, dan terakhir yang paling meriah dipimpin oleh munsib Binsechbubakar. Begitu meriahnya akhir ziarah ini, hingga peluru-peluru dihamburkan ke udara. Upacara itu dilakukan oleh para pengawal Binsechbubakar, yang dikenal berpengaruh di Hadramaut.

Nama-nama marga

Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab Hadramaut dan Arab lainnya yang terdapat di Indonesia, antara lain adalah:

  • Abud - Alatas - Alaydrus - Albar - Algadrie - Alhabsji - Alkatiri - Assegaff - Attamimi
  • Ba'asyir - Badjubier - Bahasuan - Basyeiban - Baswedan - Bawazier - Binsechbubakar
  • Haneman
  • Jamalullail
  • Thalib
  • Shahab - Shihab - Sungkar

Trivia

  • Yang Dipertuan Agung Malaysia sekarang ini adalah juga tokoh dari marga Jamalullail, yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Demikian pula dengan Menteri Luar Negeri Malaysia, Syed Hamid Albar.
  • Mantan Perdana Menteri Timor Leste dan tokoh sentral partai Fretilin, Marie Alkatiri, adalah juga keturunan Hadramaut.
  • Di Arab Saudi, banyak keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pengusaha-pengusaha sukses, seperti marga-marga Bin Laden (keluarga Osama Bin Laden), Bin Mahfud, dan Nahdi.