Lompat ke isi

Bahasa Jawa Banyumasan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 25: Baris 25:
== Sejarah ==
== Sejarah ==
[[Gambar:Jawa.jpg|right|thumb|250px|Peta lokasi penutur Dialek Banyumas.]]
[[Gambar:Jawa.jpg|right|thumb|250px|Peta lokasi penutur Dialek Banyumas.]]
Menurut para pakar bahasa, sebagai bagian dari bahasa Jawa maka dari waktu ke waktu, bahasa Banyumasan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:
Menurut para pakar [[bahasa]], sebagai bagian dari bahasa [[Jawa]] maka dari waktu ke waktu, bahasa [[Banyumasan]] mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:
* Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
* Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
* Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
* Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
Baris 31: Baris 31:
* Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu bahasa Jawa modern.
* Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu bahasa Jawa modern.
(Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)
(Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)
Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan, terbukti dari kemampuan mereka untuk tetap mempertahankan kosakata-kosakata dari bahasa Jawa kuno. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah ''bandhekan'' untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa ''wetanan'' (timur).
Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau [[Jawa]] yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan bahasa [[Jawa]] yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah [[Banyumasan]], terbukti dari kemampuan mereka untuk tetap mempertahankan kosakata-kosakata dari bahasa Jawa kuno. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa [[Banyumasan]] dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat [[Banyumasan]] timbul istilah ''bandhekan'' untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa ''wetanan'' (timur).


Menurut M. Koderi (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata ''bandhek'' secara morfologis berasal dari kata ''gandhek'' yang berarti ''pesuruh'' (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah Banyumasan. Para ''pesuruh'' ini tentu menggunakan gaya bahasa Jawa standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa Banyumasan.
Menurut M. Koderi (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata ''bandhek'' secara morfologis berasal dari kata ''gandhek'' yang berarti ''pesuruh'' (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah [[Banyumasan]]. Para ''pesuruh'' ini tentu menggunakan gaya bahasa [[Jawa]] standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa [[Banyumasan]].


== Dialek-dialek Bahasa Jawa bagian barat ==
== Dialek-dialek Bahasa Jawa bagian barat ==

Revisi per 16 Juni 2005 07.22

Dialek Banyumas atau Dialek Banyumasan adalah dialek bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah, Indonesia. Beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Dialek ini agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan dialek Banyumasan merupakan dialek yang masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).


Bahasa Banyumasan
Basa mBanyumasan
Dituturkan diWilayah Banyumasan (Jawa, Indonesia)
WilayahBanyumasan
Penutur
12 - 15 juta
Lihat sumber templat}}
Posisi bahasa Jawa Banyumasan dalam harap diisi Sunting klasifikasi ini 

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Status resmi
Bahasa resmi di
-
Diatur oleh-
Kode bahasa
ISO 639-1-
ISO 639-2bany
ISO 639-3
Glottologbany1247[1]
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Dialek Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan.

Seorang ahli bahasa, E.M. Uhlenbeck, dalam bukunya A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and Madura (1964, Den Haag, Martinus Nijhoff), mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur.

Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak).

Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan dengan 'sego', di wilayah Banyumasan orang makan dengan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.

Sejarah

Peta lokasi penutur Dialek Banyumas.

Menurut para pakar bahasa, sebagai bagian dari bahasa Jawa maka dari waktu ke waktu, bahasa Banyumasan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:

  • Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
  • Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
  • Abad ke-16 - 20 berkembang menjadi bahasa Jawa baru
  • Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu bahasa Jawa modern.

(Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal) Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan, terbukti dari kemampuan mereka untuk tetap mempertahankan kosakata-kosakata dari bahasa Jawa kuno. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah bandhekan untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa wetanan (timur).

Menurut M. Koderi (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata bandhek secara morfologis berasal dari kata gandhek yang berarti pesuruh (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah Banyumasan. Para pesuruh ini tentu menggunakan gaya bahasa Jawa standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa Banyumasan.

Dialek-dialek Bahasa Jawa bagian barat

Berkas:Banyumasan.JPG
Peta lokasi berdasarkan wilayah di Jawa.

Terdapat 4 sub-dialek utama dalam dialek Banyumasan yaitu Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Cirebonan) dan Banten Utara.

Wilayah Utara

Dialek Tegalan dituturkan di wilayah utara, antara lain Tanjung, Ketanggungan, Larangan, Brebes, Slawi, Moga, Pemalang, Surodadi dan Tegal.

Wilayah Selatan

Dialek ini dituturkan di wilayah selatan, antara lain Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara, Purwareja, Kebumen serta Gombong.

Cirebon - Indramayu

Dialek ini dituturkan di sekitar Cirebon, Jatibarang dan Indramayu. Secara administratif, wilayah ini termasuk dalam propinsi Jawa Barat.

Banten Utara

Dialek ini dituturkan di wilayah Banten utara yang secara administratif termasuk dalam propinsi Banten.

Selain itu terdapat beberapa sub-sub dialek dalam bahasa Banyumasan, antara lain sub dialek Bumiayu dan lain-lain.

Kosakata

Sebagian besar kosakata asli dari bahasa ini tidak memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik.

Banten Utara Cirebonan Banyumasan & Tegalan Jawa Standar Indonesia
sire sira/rika sira/rika kowe kamu
pisan pisan pisan banget sangat
keprimen kepriben keprimen/kepriben piye bagaimana

Kosakata lainnya

  • Inyong ==> aku
  • Gandhul ==> pepaya
  • Rika ==> kamu

Pranala luar

  • (Indonesia) hanacaraka.fateback.com - Dialek Banyumas (logat Banyumas) dapat dilihat keterangannya secara gamblang pada kamus Dialek Banyumas-Indonesia


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "ib", tapi tidak ditemukan tag <references group="ib"/> yang berkaitan

  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Banyumasan". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.