Lompat ke isi

Hanyokrokusumo dari Mataram: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Zaini Suherly (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Zaini Suherly (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 7: Baris 7:
Beberapa kalangan sejarahwan mengatakan pada masa ini, Sultan Agung melakukan politik ''represif'' terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir utara Jawa yang diserahkan kepada [[VOC]] akibat perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas pemberontakan [[Trunojoyo]].
Beberapa kalangan sejarahwan mengatakan pada masa ini, Sultan Agung melakukan politik ''represif'' terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir utara Jawa yang diserahkan kepada [[VOC]] akibat perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas pemberontakan [[Trunojoyo]].


Pada masa Sultan Agung, budaya yang dikembangkan di Jawa adalah budaya pedalaman jawa yang berciri kejawen, feodal dan berbau mistik. Ini berbeda dengan kebudayaan pada masa-masa sebelumnya yang berciri perniagaan dengan kesultanan dan daerah yang tumbuh di pesisir utara Jawa, terutama dilihat dari letak ibukotanya yang berada dipedalaman Jawa dan berorientasi kepada laut selatan yang bersifat mistis dengan kepercayaan pada ''[[Nyi Roro Kidul]]'', penguasa ghaib di laut selatan pulau Jawa yang konon memiliki perjanjian menikah dengan Raja-raja Mataram semenjak masa Panembahan Senapati sebagai bagian dari persekutuan mistis. Para sejarawan dan budayawan [[Sunda]] menyatakan sejak Sultan Agung menguasai daerah-daerah [[Priangan]] di [[Jawa Barat]] (kecuali daerah Kesultanan Banten), [[bahasa sunda]] memiliki tingkatan yang sama dengan [[bahasa jawa]] yakni dikenal istilah ''bahasa sunda'' halus dan ''bahasa sangat halus'' yang sebelumnya tidak ada. Sultan Agung juga memadukan budaya [[Islam]] dengan kebudayaan Jawa bahkan kebudayaan Jawa pra Islam. Diantaranya adalah menetapkan [[Penanggalan Jawa]] hasil perpaduan antara [[Penaggalan Saka]] dengan [[Penaggalan Islam]] (''[[Penaggalan Hijriah]]'') yang dikenal sekarang dikalangan masyarakat Jawa. Selain itu, Sultan Agung juga dikenal mendalami karya-karya [[Sastra Jawa]] dan seni [[wayang]], diantaranya dengan menulis ''[[Sastra Gending]]'' dan ''[[Wayang Krucil]]''.
Pada masa Sultan Agung, budaya yang dikembangkan di Jawa adalah budaya pedalaman jawa yang berciri kejawen, feodal dan berbau mistik. Ini berbeda dengan kebudayaan pada masa-masa sebelumnya yang berciri perniagaan dengan kesultanan dan daerah yang tumbuh di pesisir utara Jawa, terutama dilihat dari letak ibukotanya yang berada dipedalaman Jawa dan berorientasi kepada laut selatan yang bersifat mistis dengan kepercayaan pada ''[[Nyi Roro Kidul]]'', penguasa ghaib di laut selatan pulau Jawa yang konon memiliki perjanjian menikah dengan Raja-raja Mataram semenjak masa Panembahan Senapati sebagai bagian dari persekutuan mistis. Para sejarawan dan budayawan [[Sunda]] menyatakan sejak Sultan Agung menguasai daerah-daerah [[Priangan]] di [[Jawa Barat]] (kecuali daerah Kesultanan Banten), [[bahasa Sunda]] memiliki tingkatan yang sama dengan [[bahasa Jawa]] khususnya di ''[[Wilayah Mataraman]]'' yakni dikenal istilah ''bahasa sunda halus'' dan ''bahasa sangat halus'' yang sebelumnya tidak dikenal.
Sultan Agung juga memadukan budaya [[Islam]] dengan kebudayaan Jawa bahkan kebudayaan Jawa pra Islam. Diantaranya adalah menetapkan [[Penanggalan Jawa]] hasil perpaduan antara [[Penaggalan Saka]] ([[Penanggalan Hindu]]) dengan [[Penaggalan Islam]] ([[Penaggalan Hijriah]]) yang dikenal sekarang dikalangan masyarakat Jawa. Selain itu, Sultan Agung juga dikenal mendalami karya-karya [[Sastra Jawa]] dan seni [[wayang]], diantaranya dengan menulis ''[[Sastra Gending]]'' dan ''[[Wayang Krucil]]''.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, secara umum dikenal sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan Mataram.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, secara umum dikenal sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan Mataram.

Revisi per 18 Juni 2005 09.03

Mas Rangsang atau Sultan Agung adalah Raja Mataram (Islam) (kesultanan Mataram) yang ketiga. Gelarnya Sultan Agung (H)anyokrokusumo tapi lebih terkenal dengan sebutan Sultan Agung. Cucu dari Panembahan Senapati yang merupakan pendiri kerajaan Mataram (Islam). Putra sulung dari Prabu (H)anyokrowati (Mas Jolang) raja Mataram yang kedua. Beliau berkedudukan di Kartasura.

Semasa pemerintahannya berhasil memperluas wilayah Mataram sampai hampir mencakup seluruh pulau Jawa. Kecuali Kesultanan Banten dan Batavia. Akhirnya bergesekan dengan kekuasaan VOC di Batavia (sekarang Jakarta).Serta perselisihan dengan Sultan Ageng Tirtayasa yang memuncak pada masa pemberontakan Trunojoyo terhadap raja penggantinya dimana sultan Ageng memberikan bantuan berupa 40 pucuk meriam.

Maka terjadilah beberapa kali peperangan antara Mataram dengan VOC. Tercatat dua kali Sultan Agung mengadakan serangan ke VOC. Bahkan serangan kedua dipersiapkan dengan baik diantaranya dengan kekuatan Dipati Ukur dan pemenuhan logistik dengan dibukanya areal persawahan di sekitar Karawang, Cirebon dan daerah pantai utara Jawa serta pengerahan armada angkatan lautnya. Namun dua kali serangan Sultan Agung menemui kegagalan. Selain melakukan serangan ke Batavia, beliau melakukan perluasan daerah diataranya menaklukan Kadipaten Path'i (Pati) dan melakukan diplomasi persahabatan dan persekutuan dengan Panembahan Ratu dari Kesultanan Cirebon.

Beberapa kalangan sejarahwan mengatakan pada masa ini, Sultan Agung melakukan politik represif terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir utara Jawa yang diserahkan kepada VOC akibat perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas pemberontakan Trunojoyo.

Pada masa Sultan Agung, budaya yang dikembangkan di Jawa adalah budaya pedalaman jawa yang berciri kejawen, feodal dan berbau mistik. Ini berbeda dengan kebudayaan pada masa-masa sebelumnya yang berciri perniagaan dengan kesultanan dan daerah yang tumbuh di pesisir utara Jawa, terutama dilihat dari letak ibukotanya yang berada dipedalaman Jawa dan berorientasi kepada laut selatan yang bersifat mistis dengan kepercayaan pada Nyi Roro Kidul, penguasa ghaib di laut selatan pulau Jawa yang konon memiliki perjanjian menikah dengan Raja-raja Mataram semenjak masa Panembahan Senapati sebagai bagian dari persekutuan mistis. Para sejarawan dan budayawan Sunda menyatakan sejak Sultan Agung menguasai daerah-daerah Priangan di Jawa Barat (kecuali daerah Kesultanan Banten), bahasa Sunda memiliki tingkatan yang sama dengan bahasa Jawa khususnya di Wilayah Mataraman yakni dikenal istilah bahasa sunda halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya tidak dikenal.

Sultan Agung juga memadukan budaya Islam dengan kebudayaan Jawa bahkan kebudayaan Jawa pra Islam. Diantaranya adalah menetapkan Penanggalan Jawa hasil perpaduan antara Penaggalan Saka (Penanggalan Hindu) dengan Penaggalan Islam (Penaggalan Hijriah) yang dikenal sekarang dikalangan masyarakat Jawa. Selain itu, Sultan Agung juga dikenal mendalami karya-karya Sastra Jawa dan seni wayang, diantaranya dengan menulis Sastra Gending dan Wayang Krucil.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, secara umum dikenal sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan Mataram.


Didahului oleh
Adipati Martoputro
Daftar Sultan Mataram Dilanjutkan:
Amangkurat I,