Lompat ke isi

René Girard: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
PT31Isabella (bicara | kontrib)
PT31Isabella (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 31: Baris 31:
}}
}}


'''René Girard''' adalah salah seorang pemikir besar dari [[Perancis]] pada abad ke-20.<ref name="Sindhunata">{{id}} Sindhunata. 2007. ''Kambing Hitam: Teori René Girard''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-11.</ref> Bidang yang ia kaji dan pengaruh dari pemikirannya amat luas, mulai dari [[antropologi]], [[sastra]], [[psikologi]], [[mitologi]], dan [[teologi]].<ref name="Sindhunata"></ref> Pemikiran Girard yang paling dikenal adalah teori kambing hitam yang menerangkan hubungan antara agama dan kekerasan.<ref name="Sindhunata"></ref> Salah satu pokok pemikirannya adalah berdasarkan analisa agama [[primitif]] yang melihat [[kekerasan]] sebagai pengganggu stabilitas [[sosial]], oleh karena itu perlu dilakukan penebusan.<ref name="Gunton"></ref> Girard berusaha untuk menganalisa sistem ini dan menyimpulkan bahwa saat penebusan terjadi bukan dengan sendirinya menghilangkan pelaku [[kekerasan]], melainkan meng-kambinghitam-kan seseorang atau sesuatu demi suatu komunitas yang melakukan kesalahan.<ref name="Gunton">{{en}} Colin Gunton. 1998. "Atonement" dalam ''Routledge Encylopedia of Philosophy''. London: Routledge. Hal. 666-670.</ref> Sistem inilah yang akhirnya melahirkan rantai [[kekerasan]].<ref name="Gunton"></ref>
'''René Girard''' adalah salah seorang pemikir besar dari [[Perancis]] pada abad ke-20.<ref name="Sindhunata">{{id}} Sindhunata. 2007. ''Kambing Hitam: Teori René Girard''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-11.</ref> Bidang yang ia kaji dan pengaruh dari pemikirannya amat luas, mulai dari [[antropologi]], [[sastra]], [[psikologi]], [[mitologi]], dan [[teologi]].<ref name="Sindhunata"></ref> Pemikiran Girard yang paling dikenal adalah teori kambing hitam yang menerangkan hubungan antara agama dan kekerasan.<ref name="Sindhunata"></ref> Salah satu pokok pemikirannya didasarkan pada analisa agama [[primitif]] yang melihat [[kekerasan]] sebagai pengganggu stabilitas [[sosial]] dan perlu untuk melakukan penebusan karena hal itu.<ref name="Gunton"></ref> Girard berusaha untuk menganalisa sistem ini dan menyimpulkan bahwa saat penebusan terjadi bukan dengan sendirinya menghilangkan pelaku [[kekerasan]], melainkan meng-kambinghitam-kan seseorang atau sesuatu demi suatu komunitas yang melakukan kesalahan.<ref name="Gunton">{{en}} Colin Gunton. 1998. "Atonement" dalam ''Routledge Encylopedia of Philosophy''. London: Routledge. Hal. 666-670.</ref> Sistem inilah yang akhirnya melahirkan rantai [[kekerasan]] karena dengan penebusan kekerasan tidak begitu saja terputus.<ref name="Gunton"></ref>


==Riwayat Hidup==
==Riwayat Hidup==
René Girard lahir di [[Avignon]] pada tanggal [[25]] [[Desember]] [[1923]].<ref name="Sindhunata"></ref> Ia lahir dalam keluarga [[Katolik]], namun tidak terlalu acuh terhadap kehidupan keagamaan.<ref name="Sindhunata"></ref> Di masa mudanya, Girard lebih tertarik pada [[politik]].<ref name="Sindhunata"></ref> Pada tahun 1947, ia meninggalkan [[Prancis]] dan pergi ke [[Amerika Serikat]].<ref name="Sindhunata"></ref> Di sana, Girard menjadi guru besar dalam bidang sastra di [[Universitas John Hopkins]].<ref name="Sindhunata"></ref>
René Girard lahir di [[Avignon]] pada tanggal [[25]] [[Desember]] [[1923]].<ref name="Sindhunata"></ref> Ia lahir dalam keluarga [[Katolik]], namun tidak terlalu acuh terhadap kehidupan keagamaan.<ref name="Sindhunata"></ref> Di masa mudanya, Girard lebih tertarik pada [[politik]].<ref name="Sindhunata"></ref> Pada tahun 1947, ia meninggalkan [[Prancis]] dan pergi ke [[Amerika Serikat]].<ref name="Sindhunata"></ref> Di sana, Girard menjadi guru besar dalam bidang sastra di [[Universitas John Hopkins]].<ref name="Sindhunata"></ref>


Girard mulai tertarik untuk beragama pada tahun [[1959]] setelah menulis buku pertamanya yaitu tentang lima novelis besar dunia: [[Cervantes]], [[Gustave Flaubert| Flaubert]], [[Stendhal]], [[Marcel Proust| Proust]],dan [[Fyodor Dostoyevsky| Dostojevsky]].<ref name="Sindhunata"></ref> Bersamaan dengan masuknya Girard ke dalam kehidupan agama [[Katolik]], lahirlah teori kambing hitam yang menjadi ciri khasnya.<ref name="Sindhunata"></ref> Teori tersebut mulai terkenal pada tahun [[1980]]-an.<ref name="Sindhunata"></ref> Pemikiran Girard dipengaruhi oleh [[Jacques Derrida]].<ref name="Sindhunata"></ref> Teori kambing hitamnya secara khusus juga dipengaruhi oleh pandangan [[Jacques Derrida| Derrida]].<ref name="Sindhunata"></ref> Tahun 1980 hingga masa pensiunnya di tahun 1995, Girard menjadi guru besar bahasa, sastra, dan kebudayaan [[Perancis]] di [[Universitas Stanford]].<ref name="Sindhunata"></ref>
Girard mulai tertarik untuk beragama pada tahun [[1959]] setelah menulis buku pertamanya yang terkait dengan pemikiran lima novelis besar dunia: [[Cervantes]], [[Gustave Flaubert| Flaubert]], [[Stendhal]], [[Marcel Proust| Proust]],dan [[Fyodor Dostoyevsky| Dostojevsky]].<ref name="Sindhunata"></ref> Bersamaan dengan masuknya Girard ke dalam kehidupan agama [[Katolik]], lahirlah teori kambing hitam yang kemudian menjadi ciri khas pemikirannya.<ref name="Sindhunata"></ref> Teori tersebut mulai dikenal pada tahun [[1980]]-an.<ref name="Sindhunata"></ref> Pemikiran Girard dipengaruhi oleh [[Jacques Derrida]].<ref name="Sindhunata"></ref> Tahun [[1980]] hingga masa pensiunnya di tahun [[1995]] dilalui dengan menjadi guru besar[[ bahasa]], [[sastra]], dan [[budaya| kebudayaan]] [[Perancis]] di [[Universitas Stanford]].<ref name="Sindhunata"></ref>


==Pemikiran==
==Pemikiran==
René Girard dianggap sebagai satu-satunya pemikir pada saat ini hidup dengan sebuah visi yaitu membuat sebuah teori yang dapat menjelaskan segala sesuatu.<ref name="Adiprasetya">{{id}} Joas Adiprasetya. 2010. ''Berdamai dengan salib: Membedah Ioanes Rakhmat dan Menyapa Umat''. Jakarta: Grafika Kreasindo. 54 </ref> Pengaruh [[Marcel Proust]] terlihat dalam pemikiran Girard ketika ia mengatakan bahwa di dalam teks terdapat "hukum psikologis", seperti yang dikatakan oleh [[Marcel Proust]].<ref>contohnya di dalam ''Time Regained'' (''{{lang|fr|Le Temps retrouvé}}'', volume 7 dari judul''Remembrance of Things Past''), ia mengatakan: "Setiap penulis pada umumnya melakukan hal yang sama secara umum. Mereka memberikan perhatian pada yang lain karena hanya mengulang saja. Ini seperti yang dilakukan burung kakak tua,...." dalam bahasa Prancis: "(...){{lang|fr|c'est le sentiment du général qui dans l'écrivain futur choisit lui-même ce qui est général et pourra entrer dans l'œuvre d'art. Car il n'a écouté les autres que quand, si bêtes ou si fous qu'ils fussent, répétant comme des perroquets ce que disent les gens de caractère semblable,...}}."</ref> Hukum dan sistem ini merupakan konsekuensi sistem seperti yang dipahami oleh penulis, [[Marcel Proust]]. Girard menyebut ini sebagai hasrat mimesis.<ref name="Marr"></ref>
René Girard dianggap sebagai satu-satunya pemikir pada saat ini yang hidup dengan sebuah visi, yaitu membuat sebuah teori yang dapat menjelaskan segala sesuatu.<ref name="Adiprasetya">{{id}} Joas Adiprasetya. 2010. ''Berdamai dengan salib: Membedah Ioanes Rakhmat dan Menyapa Umat''. Jakarta: Grafika Kreasindo. 54 </ref> Pengaruh [[Marcel Proust]] terlihat dalam pemikiran Girard ketika ia mengatakan bahwa di dalam teks terdapat "hukum psikologis", seperti yang dikatakan oleh [[Marcel Proust]].<ref> contohnya di dalam ''Time Regained'' (''{{lang|fr|Le Temps retrouvé}}'', volume 7 dalam judul''Remembrance of Things Past''), ia mengatakan: "Setiap penulis pada umumnya melakukan hal yang sama secara umum. Mereka memberikan perhatian pada yang lain karena hanya untuk mengulang saja. Ini seperti yang dilakukan burung kakak tua,...." dalam bahasa Prancis: "(...){{lang|fr|c'est le sentiment du général qui dans l'écrivain futur choisit lui-même ce qui est général et pourra entrer dans l'œuvre d'art. Car il n'a écouté les autres que quand, si bêtes ou si fous qu'ils fussent, répétant comme des perroquets ce que disent les gens de caractère semblable,...}}."</ref> [[Marcel Proust]] memahami hukum dan sistem ini sebagai konsekuensi.<ref name="Gunton"></ref> Girard menyebut ini sebagai hasrat [[mimesis]].<ref name="Gunton"></ref>


===Hasrat Mimesis atau Peniruan===
===Hasrat Mimesis atau Peniruan===
Pada buku pertamanya yang berjudul ''Deceit, Desire and The Novel'' (1961), ia menyatakan bahwa kita meniru apa yang kita inginkan dari orang lain. <ref name="Marr">{{en}} Andrew Marr. ''Violence and The Kingdom of God''. Anglican Theological review, 590-595 </ref> Proses peniruan ini disebut [[mimesis]].<ref name="Marr"></ref> [[Mimesis]] ada di dalam diri setiap manusia sehingga proses peniruan ini juga menjadi proses terciptanya budaya.<ref name="Marr"></ref> Secara sistematis, [[Mimesis]] terjadi karena kita menjadikan orang lain sebagai [[model]].<ref name="Marr"></ref> Hubungan yang terjadi antara diri kita dengan apa yang kita inginkan dan antara orang lain dengan apa yang ia dan juga kita inginkan membuat hubungan yang terjadi tidak di dalam relasi eksklusif.<ref name="Marr"></ref> Oleh karena itu relasi ini dapat digolongkan sebagai hubungan antara [[subyek]], [[obyek]], dan mediator.<ref name="Marr"></ref> Kita juga meminjam hasrat kita dari orang lain, yang menjadi model untuk [[subyek]] yang sama.<ref name="Marr"></ref> Girard mengatakan bahwa hasrat bersifat [[metafisik]] karena hasrat bukan sekadar kebutuhan tapi membutuhkan perwujudan, maka hasrat [[mimesis]] nyata di dalam komunitas.<ref name="Marr"></ref>
Pada buku pertamanya yang berjudul ''Deceit, Desire and The Novel'' (1961), ia menyatakan bahwa kita meniru apa yang kita inginkan dari orang lain.<ref name="Marr">{{en}} Andrew Marr. ''Violence and The Kingdom of God''. Anglican Theological review, 590-595 </ref> Proses peniruan ini disebut [[mimesis]].<ref name="Marr"></ref> [[Mimesis]] ada di dalam diri setiap manusia sehingga proses peniruan ini juga menjadi proses terciptanya budaya.<ref name="Marr"></ref> Secara sistematis, [[Mimesis]] terjadi karena kita menjadikan orang lain sebagai [[model]].<ref name="Marr"></ref> Hubungan yang terjadi antara diri kita dengan apa yang kita inginkan dan antara orang lain dengan apa yang ia dan juga kita inginkan membuat hubungan yang terjadi tidak di dalam relasi eksklusif.<ref name="Marr"></ref> Oleh karena itu relasi ini dapat digolongkan sebagai hubungan antara [[subyek]], [[obyek]], dan mediator.<ref name="Marr"></ref> Kita juga meminjam hasrat kita dari orang lain, yang menjadi model untuk [[subyek]] yang sama.<ref name="Gunton"></ref> Girard mengatakan bahwa hasrat bersifat [[metafisik]] karena hasrat bukan sekadar kebutuhan tapi membutuhkan perwujudan, maka hasrat [[mimesis]] nyata di dalam komunitas.<ref name="Gunton"></ref>


Mediator dapat dibagi menjadi dua, yaitu mediator internal dan mediator eksternal. Mediator internal biasanya berada dalam posisi yang sama sebaagi subyek oleh karena itu menjadi saingan. Contohnya terdapat dalam legenda-legenda persaingan yang sudah kita kenal.<ref name="Marr"></ref> [[obyek]] persaingan dalam [[legenda| legenda-legenda]] biasanya adalah ketenaran dan jabatan.<ref name="Marr"></ref> Misalnya cerita kakak beradik, [[Romulus and Remus| Romulus dan Remus]]dalam legenda Romawi.<ref name="Marr"></ref> Mereka bersaing untuk mendapatkan hal yang sama, yaitu wilayah. Mereka berusaha untuk mendapatkannya dengan segala cara, bahkan melalui jalan kekerasan.<ref name="Marr"></ref> Kisah [[Cain and Abel| Kain dan Habel]] juga memiliki kesamaan, bedanya roh [[Abel| Habel]] dalam kisah ini diberi kesempatan untuk “bersuara” lewat tangisannya. Dengan kata lain [[korban]] diberikan hak untuk bersuara.<ref name="Marr"></ref> Kedua kisah ini menggambarkan bagaimana manusia sebagai subjek menjadikan manusia lainnya sebagai mediator atas apa yang diinginkan.<ref name="Marr"></ref> Sedangkan mediator eksternal adalah tokoh-tokoh fiktif yang tidak dapat dijangkau oleh subyek. Misalnya seorang anak yang ingin seperti pahlawan dalam kisah tertentu.<ref name="Marr"></ref>
Mediator dapat dibagi menjadi dua, yaitu mediator [[internal]] dan mediator [[eksternal]].<ref name="Gunton"></ref> Mediator [[internal]] biasanya berada dalam posisi yang sama sebagai subyek oleh karena itu akan menjadi saingan.<ref name="Gunton"></ref> Contohnya terdapat dalam legenda-legenda yang memuat unsur persaingan.<ref name="Marr"></ref><ref name="Gunton"></ref> [[Obyek]] persaingan dalam [[legenda| legenda-legenda]] biasanya adalah ketenaran dan jabatan.<ref name="Gunton"></ref> Misalnya cerita kakak beradik, [[Romulus and Remus| Romulus dan Remus]]dalam legenda Romawi.<ref name="Gunton"></ref> Mereka bersaing untuk mendapatkan hal yang sama, yaitu wilayah.<ref name="Gunton"></ref> Mereka berusaha untuk mendapatkannya dengan segala cara, bahkan melalui jalan kekerasan.<ref name="Gunton"></ref> Kisah [[Cain and Abel| Kain dan Habel]] juga memiliki kesamaan, bedanya roh [[Abel| Habel]] dalam kisah ini diberi kesempatan untuk “bersuara” lewat tangisannya.<ref name="Gunton"></ref> Dengan kata lain [[korban]] diberikan hak untuk bersuara.<ref name="Gunton"></ref> Kedua kisah ini menggambarkan bagaimana manusia sebagai subjek menjadikan manusia lainnya sebagai mediator atas apa yang diinginkan.<ref name="Marr"></ref> Sedangkan mediator [[eksternal]] adalah tokoh-tokoh [[fiktif]] yang tidak dapat dijangkau oleh subyek.<ref name="Marr"></ref> Misalnya seorang anak yang ingin seperti pahlawan dalam kisah tertentu.<ref name="Marr"></ref>


=== Kambing Hitam ===
=== Kambing Hitam ===
Istilah kambing hitam diambil dari tradisi Yahudi yang terdapat dalam kitab [[Perjanjian Lama]].<ref name="Marr"></ref> Kambing hitam yang disebut [[azazel]]itu dilepaskan ke padang belantara sebagai korban bagi [[dosa]] kolektif komunitas.<ref name="Marr"></ref> Maka [[mekanika|Mekanisme]] kambing hitam seperti yang dipahami Girard adalah [[mekanika| mekanisme]] yang menyembunyikan [[kekerasan]] yang nyata.<ref name="Marr"></ref> Saat [[mekanika|mekanisme]] ini terjadi seolah penyebab [[kekerasan]] adalah kambing hitam itu, bukan [[masyarakat]].<ref name="Sindhunata"></ref>
Istilah kambing hitam diambil dari tradisi Yahudi yang terdapat dalam kitab [[Perjanjian Lama]].<ref name="Marr"></ref> Kambing hitam yang disebut [[azazel]]itu dilepaskan ke padang belantara sebagai korban bagi [[dosa]] kolektif komunitas.<ref name="Marr"></ref> Maka [[mekanika|Mekanisme]] kambing hitam seperti yang dipahami Girard adalah [[mekanika| mekanisme]] yang menyembunyikan [[kekerasan]] yang nyata.<ref name="Marr"></ref> Saat [[mekanika|mekanisme]] ini terjadi seolah penyebab [[kekerasan]] adalah kambing hitam itu, bukan [[masyarakat]].<ref name="Sindhunata"></ref>


Agama dalam hal ini seolah memiliki dua sikap terhadap keadaan yang sama.<ref name="Marr"></ref> Di satu pihak [[agama]] seolah menipu karena menyembunyikan kenyataan yang sesungguhnya, namun di lain pihak [[agama]] memang harus melakukan hal ini.<ref name="Sindhunata"></ref> Jika [[agama ]]tidak menyembunyikan hal ini maka tidak akan tercipta ketentraman.<ref name="Sindhunata"></ref> Kambing hitam ini pada dirinya tidak bersalah namun dikorbankan demi menanggung kesalahan masyarakat.<ref name="Sindhunata"></ref> Di dalam kisah [[Ayub]], [[Ayub]] membandingkan dirinya dengan teman-temannya dan mendefinisikan dirinya sebagai kambing hitam dari para kambing hitam.<ref name="Girard">{{id}} Rene Girard. 2003. terj. ''Ayub, Korban Masyarakatnya''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 7 </ref> Ia merasa menjadi korban dari semua orang, kambing hitam dari para kambing hitam, [[korban]] dari para [[korban]].<ref name="Girard"></ref>
[[Agama]] dalam hal ini seolah memiliki dua sikap terhadap keadaan yang sama.<ref name="Marr"></ref> Di satu pihak [[agama]] seolah menipu karena menyembunyikan kenyataan yang sesungguhnya, namun di lain pihak [[agama]] memang harus melakukan hal ini.<ref name="Sindhunata"></ref> Jika [[agama ]]tidak menyembunyikan hal ini maka tidak akan tercipta ketentraman.<ref name="Sindhunata"></ref> Kambing hitam ini pada dirinya tidak bersalah namun dikorbankan demi menanggung kesalahan masyarakat.<ref name="Sindhunata"></ref> Di dalam kisah [[Ayub]] seperti yang dituliskan oleh Girard dalam bukunya yang berjudul ''Ayub, Korban Masyarakatnya'', [[Ayub]] membandingkan dirinya dengan teman-temannya dan mendefinisikan dirinya sebagai kambing hitam dari para kambing hitam.<ref name="Girard">{{id}} Rene Girard. 2003. terj. ''Ayub, Korban Masyarakatnya''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 7 </ref> Ia merasa menjadi korban dari semua orang, kambing hitam dari para kambing hitam, [[korban]] dari para [[korban]].<ref name="Girard"></ref>


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 6 Mei 2011 16.00

René Girard
René Girard tahun 2007
Lahir25 Desember 1923
Avignon
Tempat tinggalStanford, California (United States)
AlmamaterIndiana University
Dikenal atasRené Girard#hasrat mimesis
kambing hitam yaitu mekanisme pengurbanan dan juga merupakan fondasi kebudayaan manusia
Karier ilmiah
InstitusiDuke University, Bryn Mawr College, Johns Hopkins University, State University of New York at Buffalo, Stanford University

René Girard adalah salah seorang pemikir besar dari Perancis pada abad ke-20.[1] Bidang yang ia kaji dan pengaruh dari pemikirannya amat luas, mulai dari antropologi, sastra, psikologi, mitologi, dan teologi.[1] Pemikiran Girard yang paling dikenal adalah teori kambing hitam yang menerangkan hubungan antara agama dan kekerasan.[1] Salah satu pokok pemikirannya didasarkan pada analisa agama primitif yang melihat kekerasan sebagai pengganggu stabilitas sosial dan perlu untuk melakukan penebusan karena hal itu.[2] Girard berusaha untuk menganalisa sistem ini dan menyimpulkan bahwa saat penebusan terjadi bukan dengan sendirinya menghilangkan pelaku kekerasan, melainkan meng-kambinghitam-kan seseorang atau sesuatu demi suatu komunitas yang melakukan kesalahan.[2] Sistem inilah yang akhirnya melahirkan rantai kekerasan karena dengan penebusan kekerasan tidak begitu saja terputus.[2]

Riwayat Hidup

René Girard lahir di Avignon pada tanggal 25 Desember 1923.[1] Ia lahir dalam keluarga Katolik, namun tidak terlalu acuh terhadap kehidupan keagamaan.[1] Di masa mudanya, Girard lebih tertarik pada politik.[1] Pada tahun 1947, ia meninggalkan Prancis dan pergi ke Amerika Serikat.[1] Di sana, Girard menjadi guru besar dalam bidang sastra di Universitas John Hopkins.[1]

Girard mulai tertarik untuk beragama pada tahun 1959 setelah menulis buku pertamanya yang terkait dengan pemikiran lima novelis besar dunia: Cervantes, Flaubert, Stendhal, Proust,dan Dostojevsky.[1] Bersamaan dengan masuknya Girard ke dalam kehidupan agama Katolik, lahirlah teori kambing hitam yang kemudian menjadi ciri khas pemikirannya.[1] Teori tersebut mulai dikenal pada tahun 1980-an.[1] Pemikiran Girard dipengaruhi oleh Jacques Derrida.[1] Tahun 1980 hingga masa pensiunnya di tahun 1995 dilalui dengan menjadi guru besarbahasa, sastra, dan kebudayaan Perancis di Universitas Stanford.[1]

Pemikiran

René Girard dianggap sebagai satu-satunya pemikir pada saat ini yang hidup dengan sebuah visi, yaitu membuat sebuah teori yang dapat menjelaskan segala sesuatu.[3] Pengaruh Marcel Proust terlihat dalam pemikiran Girard ketika ia mengatakan bahwa di dalam teks terdapat "hukum psikologis", seperti yang dikatakan oleh Marcel Proust.[4] Marcel Proust memahami hukum dan sistem ini sebagai konsekuensi.[2] Girard menyebut ini sebagai hasrat mimesis.[2]

Hasrat Mimesis atau Peniruan

Pada buku pertamanya yang berjudul Deceit, Desire and The Novel (1961), ia menyatakan bahwa kita meniru apa yang kita inginkan dari orang lain.[5] Proses peniruan ini disebut mimesis.[5] Mimesis ada di dalam diri setiap manusia sehingga proses peniruan ini juga menjadi proses terciptanya budaya.[5] Secara sistematis, Mimesis terjadi karena kita menjadikan orang lain sebagai model.[5] Hubungan yang terjadi antara diri kita dengan apa yang kita inginkan dan antara orang lain dengan apa yang ia dan juga kita inginkan membuat hubungan yang terjadi tidak di dalam relasi eksklusif.[5] Oleh karena itu relasi ini dapat digolongkan sebagai hubungan antara subyek, obyek, dan mediator.[5] Kita juga meminjam hasrat kita dari orang lain, yang menjadi model untuk subyek yang sama.[2] Girard mengatakan bahwa hasrat bersifat metafisik karena hasrat bukan sekadar kebutuhan tapi membutuhkan perwujudan, maka hasrat mimesis nyata di dalam komunitas.[2]

Mediator dapat dibagi menjadi dua, yaitu mediator internal dan mediator eksternal.[2] Mediator internal biasanya berada dalam posisi yang sama sebagai subyek oleh karena itu akan menjadi saingan.[2] Contohnya terdapat dalam legenda-legenda yang memuat unsur persaingan.[5][2] Obyek persaingan dalam legenda-legenda biasanya adalah ketenaran dan jabatan.[2] Misalnya cerita kakak beradik, Romulus dan Remusdalam legenda Romawi.[2] Mereka bersaing untuk mendapatkan hal yang sama, yaitu wilayah.[2] Mereka berusaha untuk mendapatkannya dengan segala cara, bahkan melalui jalan kekerasan.[2] Kisah Kain dan Habel juga memiliki kesamaan, bedanya roh Habel dalam kisah ini diberi kesempatan untuk “bersuara” lewat tangisannya.[2] Dengan kata lain korban diberikan hak untuk bersuara.[2] Kedua kisah ini menggambarkan bagaimana manusia sebagai subjek menjadikan manusia lainnya sebagai mediator atas apa yang diinginkan.[5] Sedangkan mediator eksternal adalah tokoh-tokoh fiktif yang tidak dapat dijangkau oleh subyek.[5] Misalnya seorang anak yang ingin seperti pahlawan dalam kisah tertentu.[5]

Kambing Hitam

Istilah kambing hitam diambil dari tradisi Yahudi yang terdapat dalam kitab Perjanjian Lama.[5] Kambing hitam yang disebut azazelitu dilepaskan ke padang belantara sebagai korban bagi dosa kolektif komunitas.[5] Maka Mekanisme kambing hitam seperti yang dipahami Girard adalah mekanisme yang menyembunyikan kekerasan yang nyata.[5] Saat mekanisme ini terjadi seolah penyebab kekerasan adalah kambing hitam itu, bukan masyarakat.[1]

Agama dalam hal ini seolah memiliki dua sikap terhadap keadaan yang sama.[5] Di satu pihak agama seolah menipu karena menyembunyikan kenyataan yang sesungguhnya, namun di lain pihak agama memang harus melakukan hal ini.[1] Jika agama tidak menyembunyikan hal ini maka tidak akan tercipta ketentraman.[1] Kambing hitam ini pada dirinya tidak bersalah namun dikorbankan demi menanggung kesalahan masyarakat.[1] Di dalam kisah Ayub seperti yang dituliskan oleh Girard dalam bukunya yang berjudul Ayub, Korban Masyarakatnya, Ayub membandingkan dirinya dengan teman-temannya dan mendefinisikan dirinya sebagai kambing hitam dari para kambing hitam.[6] Ia merasa menjadi korban dari semua orang, kambing hitam dari para kambing hitam, korban dari para korban.[6]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q (Indonesia) Sindhunata. 2007. Kambing Hitam: Teori René Girard. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 7-11.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris) Colin Gunton. 1998. "Atonement" dalam Routledge Encylopedia of Philosophy. London: Routledge. Hal. 666-670.
  3. ^ (Indonesia) Joas Adiprasetya. 2010. Berdamai dengan salib: Membedah Ioanes Rakhmat dan Menyapa Umat. Jakarta: Grafika Kreasindo. 54
  4. ^ contohnya di dalam Time Regained (Le Temps retrouvé, volume 7 dalam judulRemembrance of Things Past), ia mengatakan: "Setiap penulis pada umumnya melakukan hal yang sama secara umum. Mereka memberikan perhatian pada yang lain karena hanya untuk mengulang saja. Ini seperti yang dilakukan burung kakak tua,...." dalam bahasa Prancis: "(...)c'est le sentiment du général qui dans l'écrivain futur choisit lui-même ce qui est général et pourra entrer dans l'œuvre d'art. Car il n'a écouté les autres que quand, si bêtes ou si fous qu'ils fussent, répétant comme des perroquets ce que disent les gens de caractère semblable,...."
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n (Inggris) Andrew Marr. Violence and The Kingdom of God. Anglican Theological review, 590-595
  6. ^ a b (Indonesia) Rene Girard. 2003. terj. Ayub, Korban Masyarakatnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 7