Ilyas Karim: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{paragraf pembuka}} |
{{paragraf pembuka}} |
||
'''Ilyas Karim''', adalah salah satu [[ |
'''Ilyas Karim''', adalah salah satu [[pahlawan]] [[Indonesia]].lahir di [[Padang]], [[Sumbar]] pada tahun 1927. Ia merupakan salah satu dari dua orang pengibar [[Sang Saka Merah Putih]] pada saat [[Proklamasi]] [[Kemerdekaan]] [[Republik]] [[Indonesia]] pada tangal [[17 Agustus 1945]]. Namun di masa tuanya ia hidup sangat prihatin, setelah terusir dari asrama Siliwangi di Lapangan Banteng, hingga saat ini dia tinggal di pinggir rel KA di daerah Kalibata. |
||
== Kehidupan == |
== Kehidupan == |
Revisi per 19 Agustus 2011 06.56
Artikel ini tidak memiliki bagian pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia. |
Ilyas Karim, adalah salah satu pahlawan Indonesia.lahir di Padang, Sumbar pada tahun 1927. Ia merupakan salah satu dari dua orang pengibar Sang Saka Merah Putih pada saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tangal 17 Agustus 1945. Namun di masa tuanya ia hidup sangat prihatin, setelah terusir dari asrama Siliwangi di Lapangan Banteng, hingga saat ini dia tinggal di pinggir rel KA di daerah Kalibata.
Kehidupan
Ilyas Karim,Lahir di Padang, Sumbar pada tahun 1927, dia sekeluarga baru menetap di Jakarta pada 1936. Ayahnya dulu seorang camat di Matraman. Di zaman penjajahan Jepang, ayahnya dibawa ke Tegal dan dieksekusi tentara Jepang. Sejak saat itu, Ilyas menjadi yatim. Kalau kita melihat foto upacara pengibaran Bendera Merah Putih pertama kali di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta Pusat. Di foto itu tampak dua orang pengibar bendera yang dikelilingi oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Ibu Fatmawati, dan Ibu Rahmi Hatta. Pemuda pengibar bendera yang bercelana pendek itulah Ilyas Karim.
Ilyas menceritakan pengalamannya sebagai pengibar bendera Merah Putih pertama di republik ini. Waktu itu, Ilyas adalah seorang murid di Asrama Pemuda Islam (API) yang bermarkas di Menteng Jakarta Pusat. Malam hari sebelum dibacakan proklamasi kemerdekaan RI, Ilyas beserta 50-an teman dari API diundang ke rumah Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56.
Saat berkumpul di rumah Soekarno itulah Sudanco (Komandan Peleton) Latief menunjuknya untuk menjadi pengibar bendera di acara proklamasi kemerdekaan keesokan harinya. Satu orang pengibar yang lain yang ditunjuk adalah Sudanco Singgih, seorang tentara PETA. "Saya ditunjuk karena paling muda. Umur saya waktu itu 18 tahun," kata Ilyas.
Setelah pengibaran Sang Saka Merah Putih itu, Ilyas kemudian menjadi tentara. Pada 1948, Ilyas dan sejumlah pemuda di Jakarta diundang ke Bandung oleh Mr Kasman Singodimejo. Di Bandung, dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kesatuan tentara ini kemudian ini nama Siliwangi. Nama Siliwangi merupakan usul dari Ilyas.
Sebagai tentara, Ilyas pernah diterjunkan di sejumlah medan pertempuran di berbagai daerah, termasuk ditugaskan sebagai pasukan perdamaian di Libanon dan Vietnam. Pada 1979, Ilyas pensiun dengan pangkat letnan kolonel. Kehidupannya mulai suram, karena dua tahun kemudian dia diusir dari tempat tinggalnya di asrama tentara Siliwangi, di Lapangan Banteng, Jakpus. Sejak saat itu hingga saat ini dia tinggal di pinggir rel KA. (ded kurai)
Pranata Luar
- (Indonesia) [1]