Penyerangan Cikeusik: Perbedaan antara revisi
Baris 17: | Baris 17: | ||
== Penyebab == |
== Penyebab == |
||
Kronologis fakta serangan terhadap Jamaah Ahmadiyah Cikeusik disusun berdasarkan analisa video dan wawancara mendalam dengan para korban serta saksi peristiwa. Kronologis ini terbagi dalam dua bagian, yakni pra peristiwa dan pasca-peristiwa. |
|||
III. 1 Pra-Peristiwa |
|||
Diketahui, sejak bulan November 2010 IS (Mubaligh Ahmadiyah Cikeusik) dan Srp (Ketua Kepemudaan Ahmadiyah Cikeusik) telah mengikuti beberapa kali putaran pertemuan warga. Tujuan pertemuan itu adalah untuk meminta kepada Jamaah Ahmadiyah Cikeusik bersedia bergabung beribadah bersama dengan warga lainnya. Para pejabat lokal, seperti Camat Cikeusik, Lurah Desa Umbulan, Depag, Kejari, Polres Pandeglang, Kapolsek Cikeusik, Kodim, Danramil, Dansek dan perwakilan MUI setempat; ikut memprakarsai pertemuan-pertemuan tersebut. Namun Srp dan IS tetap menolak permintaan di atas, dengan menjelaskan ajaran dan status hukum organisasi Ahmadiyah. |
|||
Desakan demi desakan tetap dilakukan. Bahkan para ulama Pandeglang bersama aparat TNI dan Polisi tetap menuntut IS untuk membuat surat pernyataan terkait pembubaran Ahmadiyah Cikeusik. Para ulama dan Muspika setempat menuntut tiga hal. Pertama, meminta Ahmadiyah Cikeusik untuk tidak engadakan kegiatan lagi. Kedua, meminta Jamaah Ahmadiyah Cikeusik untuk segera membaur dengan masyarakat. Ketiga, meminta Jamaah Ahmadiyah Cikeusik untuk membubarkan diri. |
|||
Bahkan dalam pertemuan lanjutan, IS dipaksa untuk membuat pernyataan dan menandatangani pernyataan bermaterai tersebut. Pernyataan itu berisi bahwa Jamaah Ahmadiyah Cikeusik akan |
|||
menaati SKB 3 Menteri, Jamaah Ahmadiyah Cikeusik juga siap menaati penjelasan Amri Nasional dan siap bergabung dengan masyarakat dalam bidang sosial kemasyarakatan. Akhirnya, IS bersedia untuk menandatangani surat pernyataan tersebut. |
|||
Tanggal 29 Januari 2011, Srp menerima pesan singkat. Isinya meneror komunitas Jamaah Ahmadiyah Cikeusik. Pesan singkat itu ia sebarkan kepada para kolega Ahmadiyah yang ia kenal. Termasuk kepada Dr Mnr, orang yang telah mewakafkan sebidang lahannya untuk dibangun menjadi rumah pusat kegiatan Ahmadiyah Cikeusik. |
|||
Ancaman-ancaman verbal pun tidak sedikit Srp terima. Ia kemudian melaporkannya kepada Kebangpol Provinsi Banten dan instansi-instansi pemerintahterkait di Kabupaten Pandeglang. Bahkan, sebelum peristiwa penyerangan Cikeusik pada tanggal 6 Februari 2011, Srp telah mendapatkan kabar lebih awal. 18 Warga Ahmadiyah dari total 25 orang Ahmadiyah dievakuasi oleh Gdg dan Jst (non-Ahmadi namun dekat dengan warga Ahmadiyah Cikeusik); menuju terminal Cikeusik. |
|||
Tanggal 5 Februari 2011 (H-1 sebelum penyerangan), Kapolres Pandeglang mengamankan IS, istri, 1 anaknya dan Srp ke kantor Polres Pandeglang. Alasan aparat mengamankan mereka, terkait dengan status kewarganegaraan istri IS, yang merupakan warga negara Filipina. Namun, Kapolres Pandeglang, akhirnya menjelaskan duduk perkara soal adanya informasi penyerangan warga terhadap Jamaah Ahmadiyah Cikeusik esok hari. Proses pemeriksaan dan BAP seputar status imigrasi kewarganegaraan tetap dilakukan. |
|||
Pada tanggal yang sama, ARH (Jamaah Ahmadiyah Jakarta) mendapat informasi tentang adanya isu penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah Cikeusik. Informasi ini ia dapatkan dari BS, yang sebelumnya ditelepon oleh DS. Merespon informasi tersebut 3 tim (Tim Jakarta, Tim Bogor dan Tim Serang) disiapkan untuk mengantisipasi kabar serangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik. Total tim berjumlah 17 orang. |
|||
Dari ilustrasi uraian di atas, terlihat sebenarnya potensi kekerasan sudah bisa diprediksi oleh berbagai institusi negara, khususnya aparat kepolisian setempat. dalam konteks ini, negara tidak memenuhi kewajiban HAM untuk "melindungi (duty to protect)" dalam mencegah terjadinya aksi kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. |
|||
sumber : Laporan Hak Asasi Manusia Peristiwa Penyerangan Jama'ah Ahmadiyah Cikeusik |
|||
Insiden ini berawal saat pada Sabtu malam, puluhan anggota [[Ahmadiyyah]] dari [[Kota Bogor|Bogor]] datang ke Cikeusik. Ribuan warga dari berbagai daerah, seperti [[Cibaliung]], Cikeusik, dan [[Malingping]], mendatangi tempat jemaah-jemaah tersebut menginap pada Minggu pagi, dengan maksud menuntut pembubaran Ahmadiyyah.<ref name="kompas2"/> Menurut Lukman, tokoh masyarakat Cikeusik, Jemaah Ahmadiyyah membawa senjata-senjata tajam, dan lalu salah seorang jemaah membacok lengan kanan warga yang datang. Amarah warga meluap, sehingga meletuslah peristiwa ini.<ref name="kompas2">{{cite web|url=http://regional.kompas.com/read/2011/02/06/13294532/Enam.Jemaah.Ahmadiyah.Tewas.|title=Enam Jemaah Ahmadiyah Tewas|work=[[Kompas]]|date=06-02-2011|accessdate=06-02-2011}}</ref> |
Insiden ini berawal saat pada Sabtu malam, puluhan anggota [[Ahmadiyyah]] dari [[Kota Bogor|Bogor]] datang ke Cikeusik. Ribuan warga dari berbagai daerah, seperti [[Cibaliung]], Cikeusik, dan [[Malingping]], mendatangi tempat jemaah-jemaah tersebut menginap pada Minggu pagi, dengan maksud menuntut pembubaran Ahmadiyyah.<ref name="kompas2"/> Menurut Lukman, tokoh masyarakat Cikeusik, Jemaah Ahmadiyyah membawa senjata-senjata tajam, dan lalu salah seorang jemaah membacok lengan kanan warga yang datang. Amarah warga meluap, sehingga meletuslah peristiwa ini.<ref name="kompas2">{{cite web|url=http://regional.kompas.com/read/2011/02/06/13294532/Enam.Jemaah.Ahmadiyah.Tewas.|title=Enam Jemaah Ahmadiyah Tewas|work=[[Kompas]]|date=06-02-2011|accessdate=06-02-2011}}</ref> |
||
Revisi per 16 Januari 2012 03.50
Penyerangan Cikeusik | |
---|---|
Lokasi | Kampung Pendeuy, Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang, Banten |
Tanggal | Minggu, 6 Februari 2011 Sekitar pukul 10:00 (WIB) |
Korban tewas | 3[1] |
Penyerangan Cikeusik adalah penyerangan yang dilancarkan oleh seribuan warga Desa Cikeusik terhadap jemaah Ahmadiyyah di Desa Umbulan, Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada hari Minggu, 6 Februari 2011, sekitar pukul 10.00 WIB.[2] Akibat penyerangan ini, tiga orang tewas,[1] sementara dua mobil, satu motor, dan satu rumah, hancur diamuk massa.[2]
Penyebab
Kronologis fakta serangan terhadap Jamaah Ahmadiyah Cikeusik disusun berdasarkan analisa video dan wawancara mendalam dengan para korban serta saksi peristiwa. Kronologis ini terbagi dalam dua bagian, yakni pra peristiwa dan pasca-peristiwa.
III. 1 Pra-Peristiwa
Diketahui, sejak bulan November 2010 IS (Mubaligh Ahmadiyah Cikeusik) dan Srp (Ketua Kepemudaan Ahmadiyah Cikeusik) telah mengikuti beberapa kali putaran pertemuan warga. Tujuan pertemuan itu adalah untuk meminta kepada Jamaah Ahmadiyah Cikeusik bersedia bergabung beribadah bersama dengan warga lainnya. Para pejabat lokal, seperti Camat Cikeusik, Lurah Desa Umbulan, Depag, Kejari, Polres Pandeglang, Kapolsek Cikeusik, Kodim, Danramil, Dansek dan perwakilan MUI setempat; ikut memprakarsai pertemuan-pertemuan tersebut. Namun Srp dan IS tetap menolak permintaan di atas, dengan menjelaskan ajaran dan status hukum organisasi Ahmadiyah.
Desakan demi desakan tetap dilakukan. Bahkan para ulama Pandeglang bersama aparat TNI dan Polisi tetap menuntut IS untuk membuat surat pernyataan terkait pembubaran Ahmadiyah Cikeusik. Para ulama dan Muspika setempat menuntut tiga hal. Pertama, meminta Ahmadiyah Cikeusik untuk tidak engadakan kegiatan lagi. Kedua, meminta Jamaah Ahmadiyah Cikeusik untuk segera membaur dengan masyarakat. Ketiga, meminta Jamaah Ahmadiyah Cikeusik untuk membubarkan diri.
Bahkan dalam pertemuan lanjutan, IS dipaksa untuk membuat pernyataan dan menandatangani pernyataan bermaterai tersebut. Pernyataan itu berisi bahwa Jamaah Ahmadiyah Cikeusik akan
menaati SKB 3 Menteri, Jamaah Ahmadiyah Cikeusik juga siap menaati penjelasan Amri Nasional dan siap bergabung dengan masyarakat dalam bidang sosial kemasyarakatan. Akhirnya, IS bersedia untuk menandatangani surat pernyataan tersebut.
Tanggal 29 Januari 2011, Srp menerima pesan singkat. Isinya meneror komunitas Jamaah Ahmadiyah Cikeusik. Pesan singkat itu ia sebarkan kepada para kolega Ahmadiyah yang ia kenal. Termasuk kepada Dr Mnr, orang yang telah mewakafkan sebidang lahannya untuk dibangun menjadi rumah pusat kegiatan Ahmadiyah Cikeusik.
Ancaman-ancaman verbal pun tidak sedikit Srp terima. Ia kemudian melaporkannya kepada Kebangpol Provinsi Banten dan instansi-instansi pemerintahterkait di Kabupaten Pandeglang. Bahkan, sebelum peristiwa penyerangan Cikeusik pada tanggal 6 Februari 2011, Srp telah mendapatkan kabar lebih awal. 18 Warga Ahmadiyah dari total 25 orang Ahmadiyah dievakuasi oleh Gdg dan Jst (non-Ahmadi namun dekat dengan warga Ahmadiyah Cikeusik); menuju terminal Cikeusik.
Tanggal 5 Februari 2011 (H-1 sebelum penyerangan), Kapolres Pandeglang mengamankan IS, istri, 1 anaknya dan Srp ke kantor Polres Pandeglang. Alasan aparat mengamankan mereka, terkait dengan status kewarganegaraan istri IS, yang merupakan warga negara Filipina. Namun, Kapolres Pandeglang, akhirnya menjelaskan duduk perkara soal adanya informasi penyerangan warga terhadap Jamaah Ahmadiyah Cikeusik esok hari. Proses pemeriksaan dan BAP seputar status imigrasi kewarganegaraan tetap dilakukan.
Pada tanggal yang sama, ARH (Jamaah Ahmadiyah Jakarta) mendapat informasi tentang adanya isu penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah Cikeusik. Informasi ini ia dapatkan dari BS, yang sebelumnya ditelepon oleh DS. Merespon informasi tersebut 3 tim (Tim Jakarta, Tim Bogor dan Tim Serang) disiapkan untuk mengantisipasi kabar serangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik. Total tim berjumlah 17 orang.
Dari ilustrasi uraian di atas, terlihat sebenarnya potensi kekerasan sudah bisa diprediksi oleh berbagai institusi negara, khususnya aparat kepolisian setempat. dalam konteks ini, negara tidak memenuhi kewajiban HAM untuk "melindungi (duty to protect)" dalam mencegah terjadinya aksi kekerasan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. sumber : Laporan Hak Asasi Manusia Peristiwa Penyerangan Jama'ah Ahmadiyah Cikeusik
Insiden ini berawal saat pada Sabtu malam, puluhan anggota Ahmadiyyah dari Bogor datang ke Cikeusik. Ribuan warga dari berbagai daerah, seperti Cibaliung, Cikeusik, dan Malingping, mendatangi tempat jemaah-jemaah tersebut menginap pada Minggu pagi, dengan maksud menuntut pembubaran Ahmadiyyah.[3] Menurut Lukman, tokoh masyarakat Cikeusik, Jemaah Ahmadiyyah membawa senjata-senjata tajam, dan lalu salah seorang jemaah membacok lengan kanan warga yang datang. Amarah warga meluap, sehingga meletuslah peristiwa ini.[3]
Humas Pengurus Besar Jemaah Ahmadiyyah Indonesia Mubarik Ahmad meragukan kebenaran kesaksian bahwa jemaah Ahmadiyyah-lah yang memancing keributan.[4]
Penyerangan
Warga setempat mulai menyerang jemaah Ahmadiyyah sekitar pukul 10:00 Waktu Indonesia Barat. Satu mobil dibakar, lainnya dilempar ke dalam jurang, dan satu rumah dirusak.[5] 20 polisi datang mengamankan, tetapi mereka kalah jumlah. Keadaan baru bisa dikendalikan sekitar pukul 12.30 WIB.[5]
Penyelidikan
Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo mengungkapkan bahwa ada penggerak dalam kasus penyerangan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik. Hingga tiga hari setelah penyerangan, menurut Kapolri, polisi telah memeriksa 18 saksi kasus Cikeusik [6].
Komnas HAM
Dari penyelidikan yang dilakukan, Komnas HAM melihat terdapat beberapa kejanggalan dalam kasus kekerasan pada jemaah Ahmadiyah yang terjadi di Cikeusik. Komisioner Komnas HAM M. Ridha Saleh mengungkapkan kejanggalan tersebut antara lain jumlah pasukan pengamanan tidak berimbang dengan jumlah massa yang bergerak. "Kejanggalan lainnya adalah intel kepolisian telah mengetahui rencana aksi itu 2 hari sebelumnya".[7] Komnas HAM juga meyakini adanya aktor intelektual dibalik penyerbuan Jamaah Ahmadiyah, "Tidak mungkin 1.500 massa yang menyerang jamaah Ahmadiyah bergerak tanpa terorganisasi. Kalau ada pita, berarti ada komando".[8]
Dari tampilan gambar yang ada di rekaman video, simbol-simbol ormas islam tertentu tidak nampak. Para penyerang hanya menggunakan pita berwarna hijau dan biru.[8] Dari hasil penelusuran, massa yang menggunakan pita biru menyerang terlebih dahulu, baru kemudian masuk pita hijau, dan kemudian massa non pita.[8]
Tanggapan nasional
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Akibat
Korban tewas
Korban tewas akibat dari penyerangan itu berjumlah 3 orang. Polisi telah mengidentifikasi tiga korban tewas antara lain Chandra dari Bogor,Warsono dan Roni warga Jakarta. Seluruh korban adalah anggota Ahmadiyah.[9]
Kerusakan
Sebuah rumah milik Suparman rusak parah. Seluruh isi rumah diobrak-abrik. Bahkan massa membakar sejumlah kendaraan, berupa dua unit mobil Toyota Innova Hitam, mobil Suzuki AVP silver, serta 1 unit sepeda motor Honda Tiger.[9]
Referensi
- ^ a b Ahmadiyah Diserang, Tiga Orang Tewas - mediaindonesia.com, diakses 11 Februari 2011.
- ^ a b Cyprianus Anto Saptowalyono (06-02-2011). "Dua Mobil dan Satu Rumah Dirusak Warga". Kompas. Diakses tanggal 06-02-2011.
- ^ a b "Enam Jemaah Ahmadiyah Tewas". Kompas. 06-02-2011. Diakses tanggal 06-02-2011.
- ^ "Ahmadiyah: Kenapa Kami Selalu Dipojokkan". Kompas. 06-02-2011. Diakses tanggal 06-02-2011.
- ^ a b Achmad Yani (06-02-2011). "Jamaah Ahmadiyah Diserang Warga Cikeusik". Liputan 6. Diakses tanggal 06-02-2011.
- ^ "Kapolri: Ada Penggerak dalam Penyerangan di Cikeusik". Tempo. 10-02-2011. Diakses tanggal 16-02-2011.
- ^ Linda T. Silitonga (14-02-2011). "Komnas HAM Terus Selidiki Kasus Cikeusik". Bisnis Indonesia. Diakses tanggal 16-02-2011.
- ^ a b c "Fakta Kasus Ahmadiyah Cikeusik Dibeber". IndoWatch. 13-02-2011. Diakses tanggal 16-02-2011.
- ^ a b "http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/02/06/121973/Tiga-Korban-Tewas-Tragedi-Cikeusik-Diidentifikasi". Metrotvnews. 06-02-2011. Diakses tanggal 20-02-2011. Hapus pranala luar di parameter
|title=
(bantuan)