Hanyokrokusumo dari Mataram: Perbedaan antara revisi
kTidak ada ringkasan suntingan |
k tahun serangan ke Batavia |
||
Baris 3: | Baris 3: | ||
Semasa pemerintahannya berhasil memperluas wilayah Mataram sampai hampir mencakup seluruh pulau Jawa. Kecuali [[Kesultanan Banten]] dan [[Batavia]]. Akhirnya bergesekan dengan kekuasaan [[VOC]] di Batavia (sekarang [[Jakarta]]).Serta perselisihan dengan Sultan Banten, [[Sultan Ageng Tirtayasa]] yang memuncak pada masa pemberontakan [[Trunojoyo]] terhadap raja penggantinya dimana sultan Ageng memberikan bantuan berupa 40 pucuk [[meriam]]. |
Semasa pemerintahannya berhasil memperluas wilayah Mataram sampai hampir mencakup seluruh pulau Jawa. Kecuali [[Kesultanan Banten]] dan [[Batavia]]. Akhirnya bergesekan dengan kekuasaan [[VOC]] di Batavia (sekarang [[Jakarta]]).Serta perselisihan dengan Sultan Banten, [[Sultan Ageng Tirtayasa]] yang memuncak pada masa pemberontakan [[Trunojoyo]] terhadap raja penggantinya dimana sultan Ageng memberikan bantuan berupa 40 pucuk [[meriam]]. |
||
Sultan Agung beberapa kali melancarkan peperangan antara Mataram dengan VOC. Tercatat dua kali Sultan Agung mengadakan serangan ke VOC. Bahkan serangan kedua dipersiapkan dengan baik di antaranya dengan kekuatan [[Dipati Ukur]] dan pemenuhan logistik dengan dibukanya areal persawahan di sekitar [[Karawang]], [[Cirebon]], dan daerah pantai utara Jawa serta pengerahan armada angkatan lautnya. Namun dua kali serangan Sultan Agung menemui kegagalan. Selain melakukan serangan ke Batavia, beliau melakukan perluasan daerah di antaranya menaklukan ''Kadipaten Path'i'' ([[Pati]]) dan melakukan ''diplomasi persahabatan dan persekutuan'' dengan [[Panembahan Ratu]] dari [[Kesultanan Cirebon]]. |
Sultan Agung beberapa kali melancarkan peperangan antara Mataram dengan VOC. Tercatat dua kali Sultan Agung mengadakan serangan ke VOC di Batavia, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Bahkan serangan kedua dipersiapkan dengan baik di antaranya dengan kekuatan [[Dipati Ukur]] dan pemenuhan logistik dengan dibukanya areal persawahan di sekitar [[Karawang]], [[Cirebon]], dan daerah pantai utara Jawa serta pengerahan armada angkatan lautnya. Namun dua kali serangan Sultan Agung menemui kegagalan. Selain melakukan serangan ke Batavia, beliau melakukan perluasan daerah di antaranya menaklukan ''Kadipaten Path'i'' ([[Pati]]) dan melakukan ''diplomasi persahabatan dan persekutuan'' dengan [[Panembahan Ratu]] dari [[Kesultanan Cirebon]]. |
||
Beberapa kalangan sejarahwan mengatakan pada masa ini, Sultan Agung melakukan politik ''represif'' terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir utara Jawa yang diserahkan kepada [[VOC]] akibat perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas pemberontakan [[Trunojoyo]]. |
Beberapa kalangan sejarahwan mengatakan pada masa ini, Sultan Agung melakukan politik ''represif'' terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir utara Jawa yang diserahkan kepada [[VOC]] akibat perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas pemberontakan [[Trunojoyo]]. |
Revisi per 7 Juli 2005 15.37
Mas Rangsang atau Sultan Agung adalah Raja Mataram (Islam) (kesultanan Mataram) yang ketiga. Beliau memerintah dari dari tahun 1613 sampai tahun 1645. Gelarnya Sultan Agung (H)anyokrokusumo tapi lebih terkenal dengan sebutan Sultan Agung. Cucu dari Panembahan Senopati yang merupakan pendiri kerajaan Mataram (Islam). Putra sulung dari Prabu (H)anyokrowati (Mas Jolang) raja Mataram yang kedua. Beliau berkedudukan di Kartasura.
Semasa pemerintahannya berhasil memperluas wilayah Mataram sampai hampir mencakup seluruh pulau Jawa. Kecuali Kesultanan Banten dan Batavia. Akhirnya bergesekan dengan kekuasaan VOC di Batavia (sekarang Jakarta).Serta perselisihan dengan Sultan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa yang memuncak pada masa pemberontakan Trunojoyo terhadap raja penggantinya dimana sultan Ageng memberikan bantuan berupa 40 pucuk meriam.
Sultan Agung beberapa kali melancarkan peperangan antara Mataram dengan VOC. Tercatat dua kali Sultan Agung mengadakan serangan ke VOC di Batavia, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Bahkan serangan kedua dipersiapkan dengan baik di antaranya dengan kekuatan Dipati Ukur dan pemenuhan logistik dengan dibukanya areal persawahan di sekitar Karawang, Cirebon, dan daerah pantai utara Jawa serta pengerahan armada angkatan lautnya. Namun dua kali serangan Sultan Agung menemui kegagalan. Selain melakukan serangan ke Batavia, beliau melakukan perluasan daerah di antaranya menaklukan Kadipaten Path'i (Pati) dan melakukan diplomasi persahabatan dan persekutuan dengan Panembahan Ratu dari Kesultanan Cirebon.
Beberapa kalangan sejarahwan mengatakan pada masa ini, Sultan Agung melakukan politik represif terhadap kadipaten-kadipaten di wilayah pesisir Jawa bahkan dikenal anti perniagaan. Terlebih-lebih dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya yang menyebabkan hilangnya daerah pesisir utara Jawa yang diserahkan kepada VOC akibat perjanjian dengan VOC dalam rangka menumpas pemberontakan Trunojoyo.
Pada masa Sultan Agung, budaya yang dikembangkan di Jawa menurut para sejarawan Indonesia kontemporer adalah budaya pedalaman jawa yang berciri kejawen, feodal dan berbau mistik. Ini berbeda dengan kebudayaan pada masa-masa sebelumnya yang berciri perniagaan dengan kesultanan dan daerah yang tumbuh di pesisir utara Jawa, terutama dilihat dari letak ibukotanya yang berada di pedalaman Jawa dan berorientasi kepada laut selatan yang bersifat mistis dengan kepercayaan pada Nyi Roro Kidul, penguasa gaib di laut selatan pulau Jawa yang konon memiliki perjanjian menikah dengan Raja-raja Mataram semenjak masa Panembahan Senapati sebagai bagian dari persekutuan mistis. Para sejarawan dan budayawan Sunda menyatakan sejak Sultan Agung menguasai daerah-daerah Priangan di Jawa Barat (kecuali daerah Kesultanan Banten), bahasa Sunda memiliki tingkatan yang sama dengan bahasa Jawa khususnya di Wilayah Mataraman yakni dikenal istilah bahasa sunda halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya tidak dikenal.
Sultan Agung juga memadukan budaya Islam dengan kebudayaan Jawa bahkan kebudayaan Jawa pra Islam. Di antaranya adalah menetapkan Penanggalan Jawa hasil perpaduan antara Kalender Saka dengan Penanggalan Islam (Penanggalan Hijriah) yang dikenal sekarang dikalangan masyarakat Jawa. Selain itu, Sultan Agung juga dikenal mendalami karya-karya Sastra Jawa dan seni wayang, di antaranya dengan menulis Sastra Gending dan Wayang Krucil.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, secara umum dikenal sebagai masa puncak kejayaan Kesultanan Mataram.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645 dan dimakamkan di Imogiri.
Didahului oleh Adipati Martoputro |
Daftar Sultan Mataram | Dilanjutkan: Amangkurat I, |