Lompat ke isi

Kognisi musik: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Makecat-bot (bicara | kontrib)
k r2.7.3) (Robot: Mengubah en:Kognisi musik menjadi en:Music cognition
Farras (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{under construction}}
{{under construction}}
'''Kognisi musik''' adalah sebuah pendekatan interdisipliner untuk memahami proses mental yang mendukung perilaku musik, termasuk [[persepsi]], pemahaman, pengingatan (memori), perhatian (atensi), dan pertunjukan. Teori kognitif mengenai cara orang memahami musik awalnya muncul di bidang [[psikoakustik]] dan sensasi, lalu seiring waktu mencakup juga [[neurosains]], [[teori musik]], [[terapi musik]], [[ilmu komputer]], [[psikologi]], [[filsafat]], dan [[linguistik]].
'''Kognisi musik''' adalah sebuah pendekatan interdisipliner untuk memahami proses mental yang mendukung perilaku musik, termasuk [[persepsi]], pemahaman, ingatan, perhatian, dan pertunjukan. Teori kognitif mengenai cara orang memahami musik awalnya muncul di bidang [[psikoakustik]] dan sensasi, lalu seiring waktu mencakup juga [[neurosains]], [[teori musik]], [[terapi musik]], [[ilmu komputer]], [[psikologi]], [[filsafat]], dan [[linguistik]].

==Sejarah==
Kognisi musik ditetapkan sebagai sebuah disiplin pada awal 1980-an melalui pendirian Society for Music Perception and Cognition, European Society for the Cognitive Sciences of Music, dan jurnal ''Music Perception.'' Bidang ini berfokus pada cara pikiran mengartikan musik sambil mendengarkannya. Bidang ini juga mempelajari proses kognitif yang terlibat ketika para musisi memainkan musik. Seperti bahasa, musik adalah kapasitas manusia yang unik yang mungkin memainkan peran penting dalam terbentuknya kognisi manusia.<ref>{{cite book|last=Mithen|first=Steven|title=The Singing Neanderthals: The Origins of Music, Language, Mind and Body|year=2007|publisher=Harvard University Press|location=Cambridge, MA|isbn=978-0674025592}}</ref> Cara musik mencerahkan masalah-masalah dasar dalam kognisi cenderung diabaikan atau bahkan dianggap epifenomenal. Pandangan epifenomenal pernah dipaparkan oleh ilmuwan kognisi ternama [[Steven Pinker]] ketika ia menyebut musik sebagai "kue keju auditori".<ref>{{cite book|last=Pinker|first=Steven|title=How the Mind Works|year=2009|publisher=W. W. Norton & Company, Inc.|location=New York, NY|isbn=978-0393334777|pages=534}}</ref> Namun karena kognisi musik semakin diakui sebagai dasar pemahaman manusia terhadap kognisi secara keseluruhan, kognisi musik harus bisa berkontribusi secara konseptual dan metodologis terhadap ilmu kognisi. Topik dalam bidang ini meliputi:

* Persepsi pendengar terhadap struktur pengelompokan ([[motif (musik)|motif]], [[frasa (musik)|frasa]], seksi, dll.)
* [[Ritme]] dan meter (persepsi dan produksi)
* Inferensi [[Kunci (musik)|kunci]]
* Harapan (termasuk [[harapan melodis]])
* Kesamaan musik
* Tanggapan [[emosi]]onal, afektif, atau menggairahkan
* Pertunjukan yang ekspresif
* Pemrosesan konseptual<ref name=Daltrozzo09>Daltrozzo, J., Schön, D. (2009). Conceptual processing in music as revealed by N400 effects on words and musical targets. Journal of Cognitive Neuroscience, 21(10): 1882-1892.[http://daltrozzo.net78.net/papers/Daltrozzo_Schon_2009a.pdf]</ref>

Sejumlah aspek teori musik kognitif menjelaskan cara [[bunyi]] dipersepsikan oleh pendengar. Jika studi interpretasi manusia terhadap bunyi disebut [[psikoakustik]], aspek-aspek kognitif tentang cara pendengar menerjemahkan bunyi sebagai pertunjukan musik biasa disebut kognisi musik.

Pada tahun 1970-an, musik cenderung dipelajari karena sifat akusik dan perseptualnya dalam disiplin [[psikofisika]] dan [[psikologi musik]] yang relatif masih baru. Para sarjana musik mengkritik penelitian ini karena terlalu berfokus pada masalah sensasi dan persepsi yang kurang penting, sering memakai stimulus yang buruk (misalnya fragmen ritmik kecil) atau musik yang dibatasi sampai repertoar klasik Barat saja, serta ketidaksadaran umum terhadap peran musik dalam konteks sosial dan budaya yang lebih luas. [[Revolusi kognitif]] menjadikan para ilmuwan lebih sadar terhadap aspek-aspek ini.

Dua puluh tahun yang lalu, musik nyaris tidak disebutkan di buku-buku psikologi atau hanya muncul di subbagian tentang persepsi nada atau ritme. Sekarang, bersama penglihatan dan bahasa, musik diakui sebagai domain penting dan informatif untuk mempelajari berbagia aspek kognisi yang mengaktifkan proses psikik, termasuk harapan (ekspektasi), emosi, persepsi dan memori, dan cara menerapkannya ke dalam terapi.<ref>{{cite journal
| last = Lehtonen
| first = Kimmo
| title = Creativity, the Symbolic Process and Object Relationships
| journal = The Creative Child and Adult Quarterly
| volume = 12
| issue = 4
| pages = 259–270
| publisher = National Association for Creative Children and Adults
| location = Cincinnati, OH
| date = 1987
| issn = 0884-4291}}; cited in {{cite journal
| last = Degmečić
| first = Dunja
| last2 = Požgain
| first2 = Ivan
| last3 = Filaković
| first3 = Pavo
| title = Music as Therapy
| journal = International Review of the Aesthetics and Sociology of Music
| volume = 36
| issue = 2
| pages = 287–300
| publisher = Croatian Musicological Society
| location = Zagreb, Croatia
| date = December 2005
| issn = 0351-5796}}</ref> Peran sarjana dan ilmuwan musik terhadap penelitian terakhir ini tampak lebih besar daripada sebelumnya. Bisa jadi karena kognisi musik akan berubah menjadi disiplin utama yang berkontribusi pada pemahaman manusia terhadap musik sebagaimana kerangka kerja analitis tradisional.

Penelitian telah dilakukan untuk mempelajari jalur-jalur persepsi emosi dalam otak saat menanggapi musik dan ekspresi vokal. Hasilnya adalah jalur-jalur semacam itu sifatnya serupa sehingga mereka dengan akurat membawa emosi tertentu, dan bahwa acuan akustik tertentu bersifat istimewa terhadap emosi tertentu.<ref>{{cite journal
| last = Juslin
| first = Patrik
| title = Communication of emotions in vocal expression and music performance: Different channels, same code?
| journal = Psychological Bulletin
| volume = 129
| issue = 5
| pages = 770-814
| publisher = American Psychological Association
| date = Sep 2003}}</ref>

Meski ide bahwa musik berdampak terhadap kognisi sifatnya baru, para peneliti mengatakan bahwa pelatihan musik meningkatkan kinerja perilaku. Penelitian yang menghubungkan musik dan kognisi ini membantu para ilmuwan memahami kekuatan besar yang diberikan musik terhadap lingkungan manusia saat ini.<ref name=Moreno>{{cite journal|last=Moreno|first=Sylvain|title=Can Music Influence Language and Cognition?|journal=Contemporary Music Review|date=2009|year=2009|month=June|volume=28|issue=3|pages=23-36|accessdate=16 September 2012}}</ref>

==Dampak identitas terhadap preferensi musik==
Para psikolog umumnya menerima gagasan bahwa perbedaan individu nonklinis dapat dirangkum sesuai lima dimensi yang berbeda.<ref name="Premuzic Swami Furnham Maakip">{{cite journal|last=Chamorro-Premuzic|first=Tomas|coauthors=Swami, Viren; Furnham, Adrian; Maakip, Ismail|title=The Big Five Personality Traits and Uses of Music|journal=Journal of Individual Differences|date=1 January 2009|volume=30|issue=1|pages=20–27|doi=10.1027/1614-0001.30.1.20}}</ref> Dimensi-dimensi ini dikenal sebagai [[lima sifat besar kepribadian]] dan terdiri dari keterbukaan terhadap pengalaman baru, kehati-hatian, keterbukaan, keramahan, dan neurotisisme. Peneliti yang tertarik mempelajari bahwa kepribadian berkorelasi dengan preferensi musik telah berfokus pada lima sifat besar tadi dan menemukan banyak hubungan antara jenis musik populer dan lima sifat besar kepribadian.


==Lihat pula==
==Lihat pula==

Revisi per 5 Januari 2013 06.50

Kognisi musik adalah sebuah pendekatan interdisipliner untuk memahami proses mental yang mendukung perilaku musik, termasuk persepsi, pemahaman, ingatan, perhatian, dan pertunjukan. Teori kognitif mengenai cara orang memahami musik awalnya muncul di bidang psikoakustik dan sensasi, lalu seiring waktu mencakup juga neurosains, teori musik, terapi musik, ilmu komputer, psikologi, filsafat, dan linguistik.

Sejarah

Kognisi musik ditetapkan sebagai sebuah disiplin pada awal 1980-an melalui pendirian Society for Music Perception and Cognition, European Society for the Cognitive Sciences of Music, dan jurnal Music Perception. Bidang ini berfokus pada cara pikiran mengartikan musik sambil mendengarkannya. Bidang ini juga mempelajari proses kognitif yang terlibat ketika para musisi memainkan musik. Seperti bahasa, musik adalah kapasitas manusia yang unik yang mungkin memainkan peran penting dalam terbentuknya kognisi manusia.[1] Cara musik mencerahkan masalah-masalah dasar dalam kognisi cenderung diabaikan atau bahkan dianggap epifenomenal. Pandangan epifenomenal pernah dipaparkan oleh ilmuwan kognisi ternama Steven Pinker ketika ia menyebut musik sebagai "kue keju auditori".[2] Namun karena kognisi musik semakin diakui sebagai dasar pemahaman manusia terhadap kognisi secara keseluruhan, kognisi musik harus bisa berkontribusi secara konseptual dan metodologis terhadap ilmu kognisi. Topik dalam bidang ini meliputi:

  • Persepsi pendengar terhadap struktur pengelompokan (motif, frasa, seksi, dll.)
  • Ritme dan meter (persepsi dan produksi)
  • Inferensi kunci
  • Harapan (termasuk harapan melodis)
  • Kesamaan musik
  • Tanggapan emosional, afektif, atau menggairahkan
  • Pertunjukan yang ekspresif
  • Pemrosesan konseptual[3]

Sejumlah aspek teori musik kognitif menjelaskan cara bunyi dipersepsikan oleh pendengar. Jika studi interpretasi manusia terhadap bunyi disebut psikoakustik, aspek-aspek kognitif tentang cara pendengar menerjemahkan bunyi sebagai pertunjukan musik biasa disebut kognisi musik.

Pada tahun 1970-an, musik cenderung dipelajari karena sifat akusik dan perseptualnya dalam disiplin psikofisika dan psikologi musik yang relatif masih baru. Para sarjana musik mengkritik penelitian ini karena terlalu berfokus pada masalah sensasi dan persepsi yang kurang penting, sering memakai stimulus yang buruk (misalnya fragmen ritmik kecil) atau musik yang dibatasi sampai repertoar klasik Barat saja, serta ketidaksadaran umum terhadap peran musik dalam konteks sosial dan budaya yang lebih luas. Revolusi kognitif menjadikan para ilmuwan lebih sadar terhadap aspek-aspek ini.

Dua puluh tahun yang lalu, musik nyaris tidak disebutkan di buku-buku psikologi atau hanya muncul di subbagian tentang persepsi nada atau ritme. Sekarang, bersama penglihatan dan bahasa, musik diakui sebagai domain penting dan informatif untuk mempelajari berbagia aspek kognisi yang mengaktifkan proses psikik, termasuk harapan (ekspektasi), emosi, persepsi dan memori, dan cara menerapkannya ke dalam terapi.[4] Peran sarjana dan ilmuwan musik terhadap penelitian terakhir ini tampak lebih besar daripada sebelumnya. Bisa jadi karena kognisi musik akan berubah menjadi disiplin utama yang berkontribusi pada pemahaman manusia terhadap musik sebagaimana kerangka kerja analitis tradisional.

Penelitian telah dilakukan untuk mempelajari jalur-jalur persepsi emosi dalam otak saat menanggapi musik dan ekspresi vokal. Hasilnya adalah jalur-jalur semacam itu sifatnya serupa sehingga mereka dengan akurat membawa emosi tertentu, dan bahwa acuan akustik tertentu bersifat istimewa terhadap emosi tertentu.[5]

Meski ide bahwa musik berdampak terhadap kognisi sifatnya baru, para peneliti mengatakan bahwa pelatihan musik meningkatkan kinerja perilaku. Penelitian yang menghubungkan musik dan kognisi ini membantu para ilmuwan memahami kekuatan besar yang diberikan musik terhadap lingkungan manusia saat ini.[6]

Dampak identitas terhadap preferensi musik

Para psikolog umumnya menerima gagasan bahwa perbedaan individu nonklinis dapat dirangkum sesuai lima dimensi yang berbeda.[7] Dimensi-dimensi ini dikenal sebagai lima sifat besar kepribadian dan terdiri dari keterbukaan terhadap pengalaman baru, kehati-hatian, keterbukaan, keramahan, dan neurotisisme. Peneliti yang tertarik mempelajari bahwa kepribadian berkorelasi dengan preferensi musik telah berfokus pada lima sifat besar tadi dan menemukan banyak hubungan antara jenis musik populer dan lima sifat besar kepribadian.

Lihat pula

Bidang terkait

Topik

Referensi

  1. ^ Mithen, Steven (2007). The Singing Neanderthals: The Origins of Music, Language, Mind and Body. Cambridge, MA: Harvard University Press. ISBN 978-0674025592. 
  2. ^ Pinker, Steven (2009). How the Mind Works. New York, NY: W. W. Norton & Company, Inc. hlm. 534. ISBN 978-0393334777. 
  3. ^ Daltrozzo, J., Schön, D. (2009). Conceptual processing in music as revealed by N400 effects on words and musical targets. Journal of Cognitive Neuroscience, 21(10): 1882-1892.[1]
  4. ^ Lehtonen, Kimmo (1987). "Creativity, the Symbolic Process and Object Relationships". The Creative Child and Adult Quarterly. Cincinnati, OH: National Association for Creative Children and Adults. 12 (4): 259–270. ISSN 0884-4291. ; cited in Degmečić, Dunja; Požgain, Ivan; Filaković, Pavo (December 2005). "Music as Therapy". International Review of the Aesthetics and Sociology of Music. Zagreb, Croatia: Croatian Musicological Society. 36 (2): 287–300. ISSN 0351-5796. 
  5. ^ Juslin, Patrik (Sep 2003). "Communication of emotions in vocal expression and music performance: Different channels, same code?". Psychological Bulletin. American Psychological Association. 129 (5): 770–814. 
  6. ^ Moreno, Sylvain (2009). "Can Music Influence Language and Cognition?". Contemporary Music Review. 28 (3): 23–36. 
  7. ^ Chamorro-Premuzic, Tomas (1 January 2009). "The Big Five Personality Traits and Uses of Music". Journal of Individual Differences. 30 (1): 20–27. doi:10.1027/1614-0001.30.1.20. 

Bahan bacaan

Entri ensiklopedia

  • Palmer, Caroline/Melissa K. Jungers (2003): Music Cognition. In: Lynn Nadel: Encyclopedia of Cognitive Science, Vol. 3, London: Nature Publishing Group, pp. 155–158.

Bacaan perkenalan

Bacaan pelengkap

Artikel jurnal

Pranala luar