Lompat ke isi

Saduki: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
ZéroBot (bicara | kontrib)
k r2.7.1) (bot Menambah: eu:Saduzear
EmausBot (bicara | kontrib)
k Bot: Migrasi 44 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q182682
Baris 26: Baris 26:
[[Kategori:Agama]]
[[Kategori:Agama]]
[[Kategori:Teologi]]
[[Kategori:Teologi]]

[[ar:صدوقيون]]
[[be:Садукеі]]
[[bg:Садукеи]]
[[ca:Saduceus]]
[[cs:Saduceové]]
[[da:Saddukæer]]
[[de:Sadduzäer]]
[[el:Σαδδουκαίοι]]
[[en:Sadducees]]
[[eo:Sadukeoj]]
[[es:Saduceos]]
[[et:Saduserid]]
[[eu:Saduzear]]
[[fa:صدوقیان]]
[[fi:Saddukeukset]]
[[fo:Saddukearar]]
[[fr:Sadducéens]]
[[gl:Saduceo]]
[[he:צדוקים]]
[[hr:Saduceji]]
[[hu:Szadduceusok]]
[[it:Sadducei]]
[[ja:サドカイ派]]
[[ko:사두개파]]
[[ln:Sadusé]]
[[lt:Sadukiejai]]
[[ml:സദൂക്യർ]]
[[nl:Sadduceeën]]
[[no:Sadukeere]]
[[pl:Saduceusze]]
[[pt:Saduceus]]
[[ro:Saducheu]]
[[ru:Саддукеи]]
[[sh:Saduceji]]
[[sk:Saducej]]
[[sl:Saduceji]]
[[sr:Садукеји]]
[[sv:Saddukéer]]
[[sw:Masadukayo]]
[[tl:Mga Saduseo]]
[[tr:Sadukiler]]
[[uk:Садукеї]]
[[zh:撒都该人]]
[[zh-yue:撒都該人]]

Revisi per 6 April 2013 14.08

Kaum Saduki dan Farisi bersama Yesus

Saduki adalah nama dari kelompok aristokratik Yahudi yang berkuasa di Yerusalem hingga Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 M. [1] Kaum Saduki juga bertanggung jawab terhadap ibadah yang dilakukan di Bait Suci sebagai kaum imam, di mana hampir seluruh imam-imam dapat digolongkan sebagai kaum ini.[1] Jabatan Imam Besar Yahudi pada umumnya diduduki oleh orang Saduki, tetapi tidak semua orang Saduki adalah imam.[2] Ada kemungkinan bahwa orang-orang Saduki juga terdiri dari orang awam yang kaya dan tuan-tuan tanah.[2]

Kaum Saduki tidak meninggalkan bukti tertulis tentang diri mereka, sehingga keterangan mengenai kaum ini didapat dari kelompok-kelompok yang menentang mereka, sehingga kebanyakan pandangan terhadap mereka adalah negatif.[2]. Di dalam kisah-kisah Injil dari Perjanjian Baru, kaum Saduki sering digambarkan sebagai lawan Yesus.[2] Kemudian sumber tertulis lainnya mengenai kaum Saduki berasal dari Flavius Yosefus.[3]

Latar Belakang

Nama “Saduki” diduga berasal dari Zadok yang merupakan nama imam agung yang hidup pada masa raja Daud.[2]. Aktivitas mereka dalam bidang politik, sebenarnya telah dimulai sejak masa pemerintahan Kekaisaran Persia, di mana mereka berkontak dengan penguasa asing dan cenderung menerima Helenisasi.[3] Orang-orang Saduki berkuasa pada masa Yohanes Hirkanus, Aristobulus, dan Alexander Yaneus.[3] Pada masa pemberontakan dan pemerintahan Makabe, dominasi imam berkurang dan kaum Farisi lebih berkuasa (tahun 76-67 SM).[3] Setelah itu, pada masa pemerintahan Romawi, kaum Saduki kembali mendapatkan posisi penting di bidang politik. [3]

Ciri-ciri

Politik

Kaum Saduki berlaku sebagai aristokrat di tengah masyarakat Yahudi yang dijajah oleh Romawi, karena itu mereka memiliki hubungan dengan pemerintah Romawi.[1] Posisi Imam Besar, yang merupakan posisi tertinggi di Bait Suci, menjadi perantara antara rakyat Yahudi dengan gubernur Romawi.[1] Dengan demikian, sikap politis kaum Saduki mendua, sebab sebagai orang Yahudi sejati seharusnya mereka tidak menerima adanya penguasa-penguasa asing di negeri Yahudi, namun di sisi lain, mereka bersikap realistis terhadap kenyataan bahwa Romawi lebih kuat dan Yahudi tidak berdaya.[4]

Kebudayaan

Terhadap perluasan budaya Yunani atau Helenisme yang sejak masa pemerintahan dinasti Seleukid mulai dilakukan di tanah Yahudi, mereka juga bersikap mendua.[5] Mereka bersikap simpati dan condong terhadap Helenisme, serta bermaksud menyerap sebanyak mungkin, tetapi sekaligus mereka ingin mempertahankan identitas Yahudi.[5] Hal itu berarti mereka harus menetapkan apa yang paling hakiki dari agama Yahudi sedemikian rupa, sehingga tersedia bidang-bidang lain yang dapat menyerap Helenisme.[5] Dengan demikian, di dalam kehidupan sehari-hari, kaum Saduki condong menyesuaikan diri dengan kehidupan Yunani, sedangkan dalam bidang keagamaan mereka memegang teguh agama Yahudi seturut Taurat Musa.[5] Hal tersebut dimungkinkan karena mereka tidak seperti kaum Farisi yang memegang pelbagai tafsiran dan hukum tambahan dari Taurat Musa.[4]

Keagamaan

Hanya mengakui Taurat Musa

Menurut Yosefus, kaum Saduki menolak konsep takdir, kekekalan jiwa, dan ganjaran kekal setelah kematian, serta mereka menerima adanya kehendak bebas.[4] Ia juga mencatat bahwa kaum Farisi memberi aturan-aturan tertentu kepada orang banyak yang tidak dicatat oleh Musa, dan orang-orang Saduki menolaknya.[3] Dengan demikian, kaum Saduki hanya mengakui kewibawaan lima kitab Taurat Musa dan menolak tradisi-tradisi lisan yang merupakan tafsiran terhadap Taurat Musa, dan banyak umum diterima oleh rakyat banyak.[4] Selain itu, kaum Saduki menolak konsep kebangkitan orang mati, dan adanya malaikat dan roh. [4] Ditambah lagi, mereka juga curiga terhadap kepercayaan populer masyarakat Yahudi tentang Mesias yang datang dari Allah untuk membebaskan tanah Yahudi dari penjajahan.[5]

Ritual Keagamaan

Karena penekanan yang amat kuat terhadap kitab Taurat Musa, kaum Saduki amatlah memandang penting penyembahan Allah melalui kultus Bait Suci di Yerusalem.[1] Kaum Saduki cenderung percaya bahwa selama mezbah-mezbah masih mengepulkan asap di Bait Suci, dan bila kultus-kultus masih dijalankan dengan setia, maka tuntutan-tuntutan agama akan dipenuhi, dan Tuhan ada beserta mereka.[5] Karena itulah, setelah Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 M, otomatis kelompok Saduki menghilang karena tidak ada ritual yang dapat dijalankan lagi.[5]

Referensi

  1. ^ a b c d e (Inggris)Bart D. Ehrman. 2004. The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York, Oxford: Oxford University Press. P. 39.
  2. ^ a b c d e S. Wismoady Wahono.1986. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 325-326
  3. ^ a b c d e f (Indonesia)John Stambaugh, David Balch. 1997. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 111-114.
  4. ^ a b c d e C. Groenen. 1984. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
  5. ^ a b c d e f g (Indonesia)Lawrence E. Toombs. 1978. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 56-59