Saduki: Perbedaan antara revisi
k r2.7.1) (bot Menambah: eu:Saduzear |
|||
Baris 26: | Baris 26: | ||
[[Kategori:Agama]] |
[[Kategori:Agama]] |
||
[[Kategori:Teologi]] |
[[Kategori:Teologi]] |
||
[[ar:صدوقيون]] |
|||
[[be:Садукеі]] |
|||
[[bg:Садукеи]] |
|||
[[ca:Saduceus]] |
|||
[[cs:Saduceové]] |
|||
[[da:Saddukæer]] |
|||
[[de:Sadduzäer]] |
|||
[[el:Σαδδουκαίοι]] |
|||
[[en:Sadducees]] |
|||
[[eo:Sadukeoj]] |
|||
[[es:Saduceos]] |
|||
[[et:Saduserid]] |
|||
[[eu:Saduzear]] |
|||
[[fa:صدوقیان]] |
|||
[[fi:Saddukeukset]] |
|||
[[fo:Saddukearar]] |
|||
[[fr:Sadducéens]] |
|||
[[gl:Saduceo]] |
|||
[[he:צדוקים]] |
|||
[[hr:Saduceji]] |
|||
[[hu:Szadduceusok]] |
|||
[[it:Sadducei]] |
|||
[[ja:サドカイ派]] |
|||
[[ko:사두개파]] |
|||
[[ln:Sadusé]] |
|||
[[lt:Sadukiejai]] |
|||
[[ml:സദൂക്യർ]] |
|||
[[nl:Sadduceeën]] |
|||
[[no:Sadukeere]] |
|||
[[pl:Saduceusze]] |
|||
[[pt:Saduceus]] |
|||
[[ro:Saducheu]] |
|||
[[ru:Саддукеи]] |
|||
[[sh:Saduceji]] |
|||
[[sk:Saducej]] |
|||
[[sl:Saduceji]] |
|||
[[sr:Садукеји]] |
|||
[[sv:Saddukéer]] |
|||
[[sw:Masadukayo]] |
|||
[[tl:Mga Saduseo]] |
|||
[[tr:Sadukiler]] |
|||
[[uk:Садукеї]] |
|||
[[zh:撒都该人]] |
|||
[[zh-yue:撒都該人]] |
Revisi per 6 April 2013 14.08
![](http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a1/Brooklyn_Museum_-_The_Pharisees_and_the_Saduccees_Come_to_Tempt_Jesus_%28Les_pharisiens_et_les_saduc%C3%A9ens_viennent_pour_tenter_J%C3%A9sus%29_-_James_Tissot_-_overall.jpg/400px-thumbnail.jpg)
Saduki adalah nama dari kelompok aristokratik Yahudi yang berkuasa di Yerusalem hingga Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 M. [1] Kaum Saduki juga bertanggung jawab terhadap ibadah yang dilakukan di Bait Suci sebagai kaum imam, di mana hampir seluruh imam-imam dapat digolongkan sebagai kaum ini.[1] Jabatan Imam Besar Yahudi pada umumnya diduduki oleh orang Saduki, tetapi tidak semua orang Saduki adalah imam.[2] Ada kemungkinan bahwa orang-orang Saduki juga terdiri dari orang awam yang kaya dan tuan-tuan tanah.[2]
Kaum Saduki tidak meninggalkan bukti tertulis tentang diri mereka, sehingga keterangan mengenai kaum ini didapat dari kelompok-kelompok yang menentang mereka, sehingga kebanyakan pandangan terhadap mereka adalah negatif.[2]. Di dalam kisah-kisah Injil dari Perjanjian Baru, kaum Saduki sering digambarkan sebagai lawan Yesus.[2] Kemudian sumber tertulis lainnya mengenai kaum Saduki berasal dari Flavius Yosefus.[3]
Latar Belakang
Nama “Saduki” diduga berasal dari Zadok yang merupakan nama imam agung yang hidup pada masa raja Daud.[2]. Aktivitas mereka dalam bidang politik, sebenarnya telah dimulai sejak masa pemerintahan Kekaisaran Persia, di mana mereka berkontak dengan penguasa asing dan cenderung menerima Helenisasi.[3] Orang-orang Saduki berkuasa pada masa Yohanes Hirkanus, Aristobulus, dan Alexander Yaneus.[3] Pada masa pemberontakan dan pemerintahan Makabe, dominasi imam berkurang dan kaum Farisi lebih berkuasa (tahun 76-67 SM).[3] Setelah itu, pada masa pemerintahan Romawi, kaum Saduki kembali mendapatkan posisi penting di bidang politik. [3]
Ciri-ciri
Politik
Kaum Saduki berlaku sebagai aristokrat di tengah masyarakat Yahudi yang dijajah oleh Romawi, karena itu mereka memiliki hubungan dengan pemerintah Romawi.[1] Posisi Imam Besar, yang merupakan posisi tertinggi di Bait Suci, menjadi perantara antara rakyat Yahudi dengan gubernur Romawi.[1] Dengan demikian, sikap politis kaum Saduki mendua, sebab sebagai orang Yahudi sejati seharusnya mereka tidak menerima adanya penguasa-penguasa asing di negeri Yahudi, namun di sisi lain, mereka bersikap realistis terhadap kenyataan bahwa Romawi lebih kuat dan Yahudi tidak berdaya.[4]
Kebudayaan
Terhadap perluasan budaya Yunani atau Helenisme yang sejak masa pemerintahan dinasti Seleukid mulai dilakukan di tanah Yahudi, mereka juga bersikap mendua.[5] Mereka bersikap simpati dan condong terhadap Helenisme, serta bermaksud menyerap sebanyak mungkin, tetapi sekaligus mereka ingin mempertahankan identitas Yahudi.[5] Hal itu berarti mereka harus menetapkan apa yang paling hakiki dari agama Yahudi sedemikian rupa, sehingga tersedia bidang-bidang lain yang dapat menyerap Helenisme.[5] Dengan demikian, di dalam kehidupan sehari-hari, kaum Saduki condong menyesuaikan diri dengan kehidupan Yunani, sedangkan dalam bidang keagamaan mereka memegang teguh agama Yahudi seturut Taurat Musa.[5] Hal tersebut dimungkinkan karena mereka tidak seperti kaum Farisi yang memegang pelbagai tafsiran dan hukum tambahan dari Taurat Musa.[4]
Keagamaan
Hanya mengakui Taurat Musa
Menurut Yosefus, kaum Saduki menolak konsep takdir, kekekalan jiwa, dan ganjaran kekal setelah kematian, serta mereka menerima adanya kehendak bebas.[4] Ia juga mencatat bahwa kaum Farisi memberi aturan-aturan tertentu kepada orang banyak yang tidak dicatat oleh Musa, dan orang-orang Saduki menolaknya.[3] Dengan demikian, kaum Saduki hanya mengakui kewibawaan lima kitab Taurat Musa dan menolak tradisi-tradisi lisan yang merupakan tafsiran terhadap Taurat Musa, dan banyak umum diterima oleh rakyat banyak.[4] Selain itu, kaum Saduki menolak konsep kebangkitan orang mati, dan adanya malaikat dan roh. [4] Ditambah lagi, mereka juga curiga terhadap kepercayaan populer masyarakat Yahudi tentang Mesias yang datang dari Allah untuk membebaskan tanah Yahudi dari penjajahan.[5]
Ritual Keagamaan
Karena penekanan yang amat kuat terhadap kitab Taurat Musa, kaum Saduki amatlah memandang penting penyembahan Allah melalui kultus Bait Suci di Yerusalem.[1] Kaum Saduki cenderung percaya bahwa selama mezbah-mezbah masih mengepulkan asap di Bait Suci, dan bila kultus-kultus masih dijalankan dengan setia, maka tuntutan-tuntutan agama akan dipenuhi, dan Tuhan ada beserta mereka.[5] Karena itulah, setelah Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 M, otomatis kelompok Saduki menghilang karena tidak ada ritual yang dapat dijalankan lagi.[5]
Referensi
- ^ a b c d e (Inggris)Bart D. Ehrman. 2004. The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York, Oxford: Oxford University Press. P. 39.
- ^ a b c d e S. Wismoady Wahono.1986. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 325-326
- ^ a b c d e f (Indonesia)John Stambaugh, David Balch. 1997. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 111-114.
- ^ a b c d e C. Groenen. 1984. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
- ^ a b c d e f g (Indonesia)Lawrence E. Toombs. 1978. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 56-59