Lompat ke isi

Kekuasaan (hubungan internasional): Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Farras (bicara | kontrib)
Farras (bicara | kontrib)
fix
Baris 1: Baris 1:
{{underconstruction}}
{{underconstruction}}
{{For|jenis kekuatan lainnya|Kekuatan (disambiguasi){{!}}Kekuatan}}
{{For|jenis kekuatan lainnya|Kekuatan (disambiguasi){{!}}Kekuatan}}
[[Image:United Nations Security Council.jpg|thumb|350px|right|The chamber of the [[United Nations Security Council]]]]
[[Image:United Nations Security Council.jpg|thumb|350px|right|Ruang pertemuan [[Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa]]]]
'''Kekuatan dalam hubungan internasional''' didefinisikan dengan berbagai cara. [[Ilmu politik|Ilmuwan politik]], [[sejarawan]], dan para praktisi [[hubungan internasional]] ([[diplomat]]) telah menggunakan konsep [[kekuatan politik]] berikut:
'''Kekuatan dalam hubungan internasional''' didefinisikan dengan berbagai cara. [[Ilmu politik|Ilmuwan politik]], [[sejarawan]], dan para praktisi [[hubungan internasional]] ([[diplomat]]) telah menggunakan konsep [[kekuatan politik]] berikut:



Revisi per 21 Oktober 2013 13.57

Ruang pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

Kekuatan dalam hubungan internasional didefinisikan dengan berbagai cara. Ilmuwan politik, sejarawan, dan para praktisi hubungan internasional (diplomat) telah menggunakan konsep kekuatan politik berikut:

  • Kekuatan sebagai tujuan negara atau pemimpin;
  • Kekuatan sebagai ukuran pengaruh atau kendali atas hasil akhir, peristiwa, aktor, dan isu;
  • Kekuatan sebagai refleksi kemenangan dalam konflik dan penjaga keamanan;
  • Kekuatan sebagai kontrol atas sumber daya dan kemampuan;
  • Kekuatan sebagai status yang dimiliki beberapa negara atau aktor dan tidak dimiliki yang lain.

Diskursus modern umumnya membahas kekuatan negara dari segi ekonomi dan militer. Negara-negara yang memiliki kekuatan besar dalam sistem internasional disebut kekuatan menengah, kekuatan regional, kekuatan besar, kekuatan super, atau kekuatan hiper/hegemon, namun sejauh ini belum ada standar umum yang mendefinisikan sebuah negara kuat.

Entitas selain negara juga bisa mendapatkan dan memiliki kekuatan dalam hubungan internasional, termasuk organisasi internasional multilateral, organisasi aliansi militer seperti NATO, perusahaan multinasional seperti Wal-Mart,[1] organisasi non-pemerintah, Gereja Katolik Roma, Al-Qaeda, atau institusi lain seperti Liga Hansa.

Kekuatan sebagai tujuan

Kegunaan utama "kekuatan" sebagai tujuan dalam hubungan internasional dipaparkan oleh sejumlah teoriwan politik, seperti Niccolò Machiavelli dan Hans Morgenthau. Di kalangan pemikir realisme klasik, kekuatan adalah tujuan inheren umat manusia dan negara. Pertumbuhan ekonom, pertumbuhan militer, penyebaran budaya, dan lainnya bisa dianggap sebagai usaha menuju tujuan utama kekuatan internasional.[butuh rujukan]

Kekuatan sebagai pengaruh

NATO mewakili lebih dari 70% belanja militer dunia.[2] Amerika Serikat sendiri mewakili 43% belanja militer dunia.[3]

Sejumlah ilmuwan politik menggunakan kata "kekuatan" dari segi kemampuan suatu aktor untuk membangun pengaruh terhadap aktor-aktor lain dalam sistem internasional. Pengaruh ini bisa bersifat koersif, atraktif, kooperatif, atau kompetitif. Mekanisme pengaruh bisa meliputi ancaman atau pemaksaan, interaksi atau tekanan ekonomi, diplomasi, dan pertukaran budaya.

Lingkup, blok, dan aliansi

Dalam keadaan tertentu, negara mampu membangun lingkup pengaruh atau blok dan memiliki pengaruh yang dominan di sana. Contohnya adalah pengakuan lingkup pengaruh di bawah Konser Eropa atau era Perang Dingin pasca-Konferensi Yalta. Pakta Warsawa, "Dunia Bebas", dan Gerakan Non-Blok adalah blok-blok yang muncul dari persaingan Perang Dingin. Aliansi militer semacam NATO dan Pakta Warsawa adalah forum lain yang menjadi sumber pengaruh. Meski begitu, teori realis sering menjauhi pembentukan blok/lingkup kekuatan yang berujung pada pendirian hegemon atas suatu wilayah. Kebijakan luar negeri Britania Raya dari dulu selalu menentang kekuatan hegemoni di benua Eropa, yaitu Jerman Nazi, Perancis Napoleon, atau Austria Habsburg.[butuh rujukan]

Kekuatan sebagai keamanan

Kekuatan sebagai kemampuan

Kekuatan keras dan lembut

Kekuatan sebagai status

Banyak makalah akademik dan tulisan populer yang berusaha menentukan negara mana yang memiliki status "kekuatan" dan cara mengukurnya. Jika suatu negara memiliki "kekuatan" (sebagai pengaruh) dalam lingkup militer, diplomatik, budaya, dan ekonomi, negara tersebut bisa disebut "kekuatan" (sebagai status). Ada beberapa kategori kekuatan dan masuknya sebuah negara ke kategori tertentu sering diragukan dan ditentang.

Definisi

Dalam tulisannya yang terkenal tahun 1987, The Rise and Fall of the Great Powers, sejarawan Britania-Amerika Paul Kennedy menyusun status relatif berbagai kekuatan dunia sejak tahun 1500 sampai 2000 M. Ia tidak mengawali bukunya dengan definisi teoretis "kekuatan besar", melainkan definisi kerja yang berbeda untuk era yang berbeda pula. Misalnya:

Perancis tidak cukup kuat untuk melawan Jerman dalam pertempuran satu lawan satu... Jika patokan Kekuatan Besar adalah negara yang mau melawan negara lain, tandanya Perancis (seperti Austria-Hongaria) telah merosot ke posisi yang lebih rendah. Namun definisi tersebut tampak begitu abstrak pada tahun 1914 bagi suatu bangsa yang semangat berperang, militernya lebih kuat daripada sebelumnya, makmur, dan yang paling utama adalah memiliki sekutu yang kuat.[4]

Kategori

Peta yang menunjukkan kategori kekuatan dalam hubungan internasional.
  Sering disebut sebagai negara kekuatan super
  Sering disebut sebagai negara kekuatan besar
  Sering disebut sebagai negara kekuatan regional
  Sering disebut sebagai negara kekuatan menengah
[5]

Dalam tatanan geopolitik modern, ada beberapa istilah yang dipakai untuk menyebut macam-macam jenis kekuatan:

Jenis kekuatan lain

Kekuatan Eropa modern

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Useem, Jerry (2003-03-03). "One Nation Under Wal-Mart How retailing's superpower--and our biggest Most Admired company--is changing the rules for corporate America". CNN. Diakses tanggal 2010-05-22. 
  2. ^ "The SIPRI Military Expenditure Database". Stockholm International Peace Research Institute. Diakses tanggal 2010-08-22. 
  3. ^ "The 15 countries with the highest military expenditure in 2009". Stockholm International Peace Research Institute. Diakses tanggal 2010-08-22. 
  4. ^ Kennedy, Paul (1989) [1987]. The Rise and Fall of the Great Powers: Economic Change and Miliatry Conflict from 1500 to 2000. London: Fontana. hlm. 290. ISBN 0006860524. 
  5. ^ Chapnick, Adam (1999). "The Middle Power" (PDF). Canadian Foreign Policy. 7 (2): 73–82. ISSN 1192-6422. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-06-09. 
  6. ^ Evans, G.; Newnham, J. (1998). Dictionary of International Relations. London: Penguin Books. hlm. 522. 
  7. ^ Ovendale, Ritchie (1988). "Reviews of Books: Power in Europe? Great Britain, France, Italy and Germany in a Postwar World, 1945-1950". The English Historical Review. Oxford University Press. 103 (406): 154. 
  8. ^ Heineman, Jr., Ben W.; Heimann, Fritz (2006). "The Long War Against Corruption". Foreign Affairs. Council on Foreign Relations. Ben W. Heineman, Jr., and Fritz Heimann speak of Italy as a major country or 'player' along with Germany, France, India, Japan, and the United Kingdom. 
  9. ^ De Leonardis, Massimo (2003). Il Mediterraneo nella politica estera italiana del secondo dopoguerra. Bologna: Il Mulino. hlm. 17. 
  10. ^ "Google Translate". Translate.google.com. Diakses tanggal 2013-08-11. 
  11. ^ Roberson, B. A. (1998). Middle East and Europe: The Power Deficit. Taylor & Francis. Diakses tanggal 2013-08-11. 

Bacaan lanjutan

Pranala luar