Kampung Boy (seri televisi): Perbedaan antara revisi
Baris 52: | Baris 52: | ||
==Tema dan keunggulan== |
==Tema dan keunggulan== |
||
Episode ''Kampung Boy'' mengikuti struktur dari kartun Hollywood. Setiap episode berisi dua cerita terpisah dimana setiap tema terjalin satu sama lain sebagai pengalihan acara antara dua adegan cerita. Dalam episode terakhir, dua bagian ditamatkan oleh pemikiran umum. Umumnya, satu cerita berfokus pada anak-anak ''kampung'', dan yang lainnya pada orang-orang dewasa.{{Sfn|Hassan|2007|pp=292–293}} Para pembuat ''Kampung Boy'' menahan diri dari penyalinan umum dari kartun Barat dan Jepang. Animasi Malaysia lainnya yang diproduksi pada tahun 1990an belum memiliki ciri khas tersendiri dalam pembuatan gambar dan tema yang akrab untuk penduduk lokal—sebagai contoh, karakter protagonis dalam kartun ''Sang Wira'' (1996) memiliki kemiripan mencolok dengan [[Doraemon]], serta beruang dan lebah dalam kartun ''Ngat dan Taboh'' (2002) yang memainkan kelucuan mirip dengan [[Tom and Jerry]]. Katerlibatan erat Lat dengan proyek tersebut tampil dengan penggambaran khas budaya Malaysia.{{Sfn|Hassan|2007|p=292}} Kehidupan ''Kampung'' dalam fitur animasi "elemen ketulusan Malaysia" seperti takhayul supernatural ([[kuntilanak]] atau hantu perempuan), monyet dilatih untuk memetik kelapa, dan tradisi lainnya yang telah dilupakan dalam transisi dari kehidupan pedesaan ke kehidupan perkotaan.{{Sfn|Manavalan|1999}}{{Sfn|Rohani|2005|p=396}} |
|||
Serial kartun tersebut mengeksplorasi pemikiran melalui aktifitas karakter, khususnya interaksi mereka antar satu sama lain.{{Sfn|Muliyadi|2001|p=147}} Rohani mengklasifikasi genre acara tersebut sebagai drama komedi.{{Sfn|Rohani|2005|p=390}} Menurutnya, tema utama dalam ''Kampung Boy'' adalah nostalgia, membawa niat Lat untuk menggambarkan masa anak-anak pedesaan sebagai pengalaman yang "jauh lebih menarik dan kreatif" ketimbang tinggal di lingkungan perkotaan.{{Sfn|Rohani|2005|p=392}} Beberapa episode dimenangkan oleh cara hidup ''kampung''. Dalam "Orang Bandar Datang", Mat dan teman-temannya melawan tim [[Asosiasi sepak bola|sepak bola]] kota karena ketangguhan mereka dibesarkan dari kegiatan bekerja keras di pedesaan. "SiMat Manusia Pintar" menunjukan bahwa lingkungan tak berpolusi di ''kampung'' membuat anak-anak dibesarkan dalam keadaan lebih sehat dan cerdas. Normah datang dari kota dalam "Mat Main Wayang", dan meskipun pada awalnya ia meremehkan keadaan ''kampung'', ia kemudian disadarkan oleh kebaikan penduduk desa.{{Sfn|Rohani|2005|pp=394–395}} |
|||
==Penerimaan, warisan, dan prestasi== |
==Penerimaan, warisan, dan prestasi== |
Revisi per 24 November 2013 04.41
Kampung Boy | |
---|---|
A boy in shorts and wearing a paper hat holds a stick. He crosses the stick against a wooden sword, held by another boy who wears a red sarong (a wrap-around garment). A girl in a dress stands behind the sword-wielding boy. | |
Genre | Drama komedi |
Pembuat | Lat |
Negara asal | Malaysia |
Jmlh. episode | 26 |
Produksi | |
Lokasi produksi | Amerika Utara, Filipina |
Durasi | 26 menit |
Rumah produksi | Lacewood Studio Matinee Entertainment Measat Broadcast Network Systems |
Distributor | Itel |
Rilis asli | |
Jaringan | Astro Ria |
Rilis | 14 September 1999 |
Kampung Boy adalah serial televisi animasi Malaysia pertama yang ditayangkan pada tahun 1997. Serial ini menceritakan tentang petualangan seorang anak laki-laki, Mat dan kehidupannya di sebuah kampung. Serial ini diadaptasi dari novel grafik penjualan terbaik berjudul Kampung Boy, sebuah autobiografi kartunis lokal Lat. Meliputi 26 episode—salah satu episodenya memenangkan Penghargaan Annecy—serial ini pertama kali ditayangkan melalui jaringan televisi satelit Malaysia Astro sebelum didistribusikan ke 60 negara lainnya termasuk Kanada dan Jerman.
Tema utama Kampung Boy adalah perbedaan antara jalan kehidupan pedesaan tradisional dan gaya hidup perkotaan modern. Serial ini mempromosikan gaya hidup pedesaan sebagai lingkungan yang menyenangkan dan kondusif bagi perkembangan anak yang sehat dan cerdas. Hal ini menimbulkan isu modernisasi, mempersiapkan nilai-nilai dan teknologi baru yang harus diwaspadai oleh masyarakat sebelum diterima.
Animasi Lat mendapatkan pujian karena karya teknikal dan konten menyegarkannya, meskipun pertanyaan-pertanyaan telah diajukan oleh khalayak Asia Tenggara karena kesamaannya dengan animasi Barat dan penyimpangannya dari pengucapan bahasa Inggris dengan gaya lokal. Kritikus animasi Malaysia mengangkat Kampung Boy sebagai standar animator negara tersebut dalam meraih aspirasi, dan pendidikan dalam mempelajari kebudayaan dalam animasi tersebut adalah sebagai sebuah metode menggunakan teknologi modern dan praktek budaya untuk melestarikan sejarah Malaysia.
Asal Mula
Pada tahun 1979, novel grafik autobiografi Kampung Boy dipublikasikan. Cerita mengenai masa kecil anak laki-laki Melayu di sebuah kampung meraih kesuksesan kritis dan komersial, membuat penulisnya—Lat—menjadi "kartunis paling terkenal di Malaysia".[1] Kesuksesan The Kampung Boy membuat Lat diminta untuk mempertimbangkan agar menggunakan media lainnya sehingga dapat lebih menjangkau masyarakat.[1]
Benih untuk mengadaptasi animasi Kampung Boy ditabur pada tahun 1993 dalam sebuah pembicaraan antara Lat dan Ananda Krishman, pendiri Measat Broadcast Network Systems.[2] Kartun Barat dan Jepang membanjiri saluran televisi lokal pada tahun 1990an,[3] dan Lat mengecam mereka yang memproduksi tayangan berunsur kekerasan dan lelucon karena ia anggap tidak cocok untuk Malaysia dan kaum mudanya.[4][5] Menyadari bahwa generasi muda lebih menyukai animasi berwarna ketimbang gambar hitam-putih statis,[6] Lat sangat mendambakan hadirnya serial animasi lokal yang mempromosikan nilai-nilai lokal kepada anak-anak Malaysia.[4] Setelah perusahaan Krishman menawarkan dukungan finansial kepada Lat untuk memulai sebuah proyek animasi,[7][8] para kartunis berencana mengadaptasi karyanya dari komik ke layar televisi.[4]
Produksi
Karakter
Tokoh protagonis dalam serial ini adalah anak laki-laki berumur sembilan tahun bernama Mat, yang memakai sarong pelikat dan singlet putih. Memiliki ciri-ciri hidung lebar, mata kecil, dan rambut hitam berantakan, pendek dan berbadan bulat menyerupai penciptanya, Lat, sebagai seorang anak-anak.[9] Mat memiliki adik perempuan, Ana, dan mereka tinggal di sebuah rumah bersama dengan orangtua mereka, Yap dan Yah. Struktur keluarga inti sangat dominan di desa tersebut. Ibu Yap, Opah, tidak tinggal dengan mereka namun sering berkunjung ke rumah mereka.[10] Karakter lain yang sering muncul adalah kedua teman Mat, Bo dan Tak, yang nama keduanya berasal dari pemisahan kata Melayu botak.[11] Keduanya dibuat setelah karakter komik tradisional wayang kulit;[9] Bo lebih cerdas ketimbang pasangannya, sementara Tak memiliki kecenderungan untuk menjadi pamer.[12] Karakter pendukung lainnya adalah Normah (perempuan yang berasal dari kota) dan Ibu Hew (guru Mat).[13]
Pengisi suara karakter versi bahasa Melayu dan bahasa Inggris sama-sama berasal dari aktor pengisi suara Malaysia. Aktor anak-anak digunakan untuk peran berusia muda;[14] namun, Mat, Ana, Bo, dan Tak diisi oleh aktor berusia awal dua puluhan.[15][16] Beberapa aktor mengisi suara karakter lebih dari satu; sebagai contoh, sutradara pengisi suara bertanggung jawab untuk mengisi suara Ibu Hew dan Yah. Awalnya, kemampuan mengisi suara dilakukan di Los Angeles untuk membuat versi bahasa Inggris, namun mereka "jadi seperti logat Jamaika".[14] Meskipun soundtrack ini tidak dipakai dalam serial tersebut, produser merasa hal tersebut terlalu lucu untuk dibuang and dimasukan dalam The Making of Kampung Boy,[14] yang ditayangkan seminggu sebelum penayangan serial tersebut dimulai.[17]
Setting
Latar tempat buku komik Kampung Boy berdasarkan kehidupan pada tahun 1950an, sedangkan animasi ini dibuat pada tahun 1990an.[18] Meskipun pemandangan dan detailnya berlebihan, animasi ini akurat dalam menggambarkan pedesaan Malaysia dan kehidupan para penghuninya.[19] Dr Rohani Hashim dari Jurusan Komunikasi Universitas Sains Malaysia, menyebut serial ini "rekreasi detail dari masa anak-anak Melayu pedesaan".[20] Tata letak desa Mat dan gaya rumah yang berpola di wilayah pedesaan di Perak, Malaysia—sekumpulan rumah di pinggiran sebuah sungai, yang menyediakan air untuk kebutuhan warga. Anak-anak bermain di sekitar hutan, sementara orang dewasa bekerja di ladang dan bolak-balik ke kota untuk bekerja.[21]
Sutradara Saperstein memakai warna panas dan lembut dalam serial tersebut; skema warna tersebut yang juga dipakai dalam Winnie-the-Pooh,[14] memberikan rasa "lembut, terasa bersahabat", menurut wartawan Far Eastern Economic Review S. Jayasankaran, untuk sebuah animasi.[8] Sebagian besar acara visual mengikuti gaya seni Lat. Garis yang dibuat sangat tebal, membuat obyek menonjol dari latar belakang—sebuah efek khusus dibantu dengan penggunaan warna cokelat, hijau, dan kuning sebagai warna primer. Dua warna terakhir banyak digunakan dalam penggambaran alam, kontras satu sama lain dan memisahkan latar belakang dari jalan tengah. Selain menjadi warna utama untuk rumah, cokelat dipakai sebagai warna kulit karakter. Digambar dengan "bentuk pendek dan bulat", Mat dan kerabat-kerabat Melayu-nya diwarnai dengan warna-warna cerah.[9]
Tema dan keunggulan
Episode Kampung Boy mengikuti struktur dari kartun Hollywood. Setiap episode berisi dua cerita terpisah dimana setiap tema terjalin satu sama lain sebagai pengalihan acara antara dua adegan cerita. Dalam episode terakhir, dua bagian ditamatkan oleh pemikiran umum. Umumnya, satu cerita berfokus pada anak-anak kampung, dan yang lainnya pada orang-orang dewasa.[22] Para pembuat Kampung Boy menahan diri dari penyalinan umum dari kartun Barat dan Jepang. Animasi Malaysia lainnya yang diproduksi pada tahun 1990an belum memiliki ciri khas tersendiri dalam pembuatan gambar dan tema yang akrab untuk penduduk lokal—sebagai contoh, karakter protagonis dalam kartun Sang Wira (1996) memiliki kemiripan mencolok dengan Doraemon, serta beruang dan lebah dalam kartun Ngat dan Taboh (2002) yang memainkan kelucuan mirip dengan Tom and Jerry. Katerlibatan erat Lat dengan proyek tersebut tampil dengan penggambaran khas budaya Malaysia.[23] Kehidupan Kampung dalam fitur animasi "elemen ketulusan Malaysia" seperti takhayul supernatural (kuntilanak atau hantu perempuan), monyet dilatih untuk memetik kelapa, dan tradisi lainnya yang telah dilupakan dalam transisi dari kehidupan pedesaan ke kehidupan perkotaan.[14][24]
Serial kartun tersebut mengeksplorasi pemikiran melalui aktifitas karakter, khususnya interaksi mereka antar satu sama lain.[11] Rohani mengklasifikasi genre acara tersebut sebagai drama komedi.[1] Menurutnya, tema utama dalam Kampung Boy adalah nostalgia, membawa niat Lat untuk menggambarkan masa anak-anak pedesaan sebagai pengalaman yang "jauh lebih menarik dan kreatif" ketimbang tinggal di lingkungan perkotaan.[19] Beberapa episode dimenangkan oleh cara hidup kampung. Dalam "Orang Bandar Datang", Mat dan teman-temannya melawan tim sepak bola kota karena ketangguhan mereka dibesarkan dari kegiatan bekerja keras di pedesaan. "SiMat Manusia Pintar" menunjukan bahwa lingkungan tak berpolusi di kampung membuat anak-anak dibesarkan dalam keadaan lebih sehat dan cerdas. Normah datang dari kota dalam "Mat Main Wayang", dan meskipun pada awalnya ia meremehkan keadaan kampung, ia kemudian disadarkan oleh kebaikan penduduk desa.[25]
Penerimaan, warisan, dan prestasi
Kampung Boy ikut dalam Festival Film Animasi Internasional Annecy 1999 di Prancis. Salah satu episodenya, "Oh, Tok!", memenangkan Animasi Terbaik untuk serial televisi 13 menit dan seterusnya.[26] Episode ini mengenai sebuah pohon beringin menyeramkan yang menjadi objek ketakutan Mat.[8] Karena terdapat konten lokal dalam animasi tersebut dan daya tarik nostalgia gaya hidup kampung, sarjana komik Malaysia komik Muliyadi Mahamood mengharapkan sebuah kesuksesan untuk Kampung Boy di negaranya.[11]
Serial 26 episode tersebut populer di kalangan muda dan mendapatkan sambutan positif untuk konten dan detail teknikal.[27][28] Hal ini juga menarik kritikan untuk kesamaannya dengan serial kartun Amerika Serikat berjudul The Simpsons; penonton menilai bahwa keluarga Malaysia Mat mirip dengan beberapa jalan keluarga Amerika disfungsional Bart Simpson. Demikian pula dengan beberapa kritikus yang menilai bahwa pengucapan bahasa Inggris di Kampung Boy secara substansial berbeda dari bahasa Inggris Malaysia, yang sangat dipengaruhi oleh bahasa Inggris Britania;[9] wartawan Daryl Goh merasakan logat Amerika pada pengisi suara bahasa Inggris.[12] Lat menjelaskan bahwa produser meredupkan penggunaan "pakaian, tempat, dan bahasa Melayu tradisional" untuk penjualan serial tersebut ke khalayak global yang lebih luas. Rohani "menyesalkan" keputusan tersebut; hal ini membuat animasi tersebut menurunkan nilai produk Melayu otentiknya.[9]
Animasi tersebut dianggap oleh Dr Paulette Dellios dari Jurusan Ilmu Pengetahuan Kemanusiaan dan Sosial Universitas Bond, sebagai sebuah artefak kebudayaan: sebuah pengingat dan pelestarian kehidupan lama negara tersebut, dibuat dan diproduksi oleh tim international, dan ditampilkan melalui teknologi modern untuk dunia.[29] Menurut Rohani, Kampung Boy merupakan sebuah rekor tradisi Melayu dan transisi yang dialami oleh masyarakat pedesaan dari 1950an sampai 1990an.[30] Diantara beberapa animasi Malaysia yang memakai setting lokal, serial Lat dalam pandangan sutradara film veteran Hassan Abdul Muthalib adalah terbaik dalam menggambarkan kebudayaan dan tradisi negara; Hassan juga mengatakan bahwa kesuksesan dalam penjualan serial tersebut membuat Kampung Boy menjadi patokan untuk industri animasi Malaysia.[31]
Referensi
- ^ a b c Rohani 2005, hlm. 390.
- ^ Lat 2001, hlm. 153–154.
- ^ Lent 2008, hlm. 32.
- ^ a b c Muliyadi 2001, hlm. 146.
- ^ Unhealthy Elements 2004.
- ^ Crossings: Datuk Lat 2003, 39:35–40:07, 41:09–41:41.
- ^ Campbell 2007.
- ^ a b c Jayasankaran 1999, hlm. 36.
- ^ a b c d e Rohani 2005, hlm. 391.
- ^ Rohani 2005, hlm. 397.
- ^ a b c Muliyadi 2001, hlm. 147.
- ^ a b Goh 1999.
- ^ Rohani 2005, hlm. 391–392.
- ^ Haliza 2000.
- ^ Chandran 2005.
- ^ Haliza 1999a.
- ^ Lat Cartoon Series 1996.
- ^ a b Rohani 2005, hlm. 392.
- ^ Rohani 2005, hlm. 389.
- ^ Rohani 2005, hlm. 392–394, 396, 398.
- ^ Hassan 2007, hlm. 292–293.
- ^ Hassan 2007, hlm. 292.
- ^ Rohani 2005, hlm. 396.
- ^ Rohani 2005, hlm. 394–395.
- ^ Haliza 1999b.
- ^ Muliyadi 2001, hlm. 147–148.
- ^ More than a Cartoonist 2007, hlm. 257.
- ^ Dellios 2000, hlm. 1.
- ^ Rohani 2005, hlm. 398.
- ^ Hassan 2007, hlm. 293.
Daftar pustaka
- Interviews/self-introspectives
- Campbell, Eddie (15 January 2007). "Campbell Interviews Lat: Part 3". First Hand Books—Doodles and Dailies. New York, United States: First Second Books. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 June 2008. Diakses tanggal 13 March 2010.
- Lat (2001). "Vignette: Notes of a Cartoonist Temporarily Turned Animator". Dalam Lent, John. Animation in Asia and the Pacific. Indiana, United States: Indiana University Press. hlm. 153–154. ISBN 0-253-34035-7.
- Academic sources
- Dellios, Paulette (2000). "Museums in the Global Kampung: Mixed Messages". Culture Mandala: The Bulletin of the Centre for East-West Cultural and Economic Studies. Queensland, Australia: Bond University. 4 (1): pp. 1–8. ISSN 1322-6916. Diakses tanggal 10 March 2010.
- Lent, John (2008). "Asian Animation and Its Search for National Identity and Global Markets 1". ASIFA Magazine: The International Animation Journal. Hertfordshire, United Kingdom: John Libbey Publishing. 21 (1): pp. 31–41.
- Muliyadi Mahamood (2001). "The History of Malaysian Animated Cartoons". Dalam Lent, John. Animation in Asia and the Pacific. Indiana, United States: Indiana University Press. hlm. 131–152. ISBN 0-253-34035-7.
- Rohani Hashim (2005). "Lat's Kampong Boy: Rural Malays in Tradition and Transition". Dalam Palmer, Edwina. Asian Futures, Asian Traditions. Kent, United Kingdom: Global Oriental. hlm. 389–400. ISBN 1-901903-16-8.
- Hassan Abdullah Muthalib (2007). "From Mousedeer to Mouse: Malaysian Animation at the Crossroads" (registration required). Inter-Asia Cultural Studies: Southeast Asian Cinema. Hong Kong: Dow Jones & Company. 8 (2): pp. 288–297. doi:10.1080/14649370701238755. ISSN 1464-9373. IDNumber: 512199. Diakses tanggal 4 December 2010.
- Journalistic sources
- Chandran, Sheela (10 July 2005). "Smile with Shiera". The Star. Selangor, Malaysia: Star Publications. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 2010. Diakses tanggal 19 August 2010.
- Crossings: Datuk Lat (Television production). Singapore: Discovery Networks Asia. 21 September 2003.
- DeMott, Rick (9 November 2004). "Nick Asia To Air Annecy Winning Kampung Boy". AWN.com. Los Angeles, United States: Animation World Network. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 August 2010. Diakses tanggal 16 July 2010.
- Goh, Daryl (27 August 1999). "Lat's of Village People". The Star. Selangor, Malaysia: Star Publications. Diarsipkan dari versi asli Periksa nilai
|url=
(bantuan) tanggal 13 February 2005. Diakses tanggal 26 August 2010. - Haliza Ahmad (19 August 1999a). "'Kampung Boy' Arrives" (Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 11. Proquest ID: 44037523. Diakses tanggal 24 July 2010.
- Haliza Ahmad (24 December 1999b). "Annecy Awards '99 for Lat's Kampung Boy" (Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 15. Proquest ID: 47449038. Diakses tanggal 24 July 2010.
- Haliza Ahmad (24 July 2000). "Voices Behind Kampung Boy Characters" (Subscription required). The Malay Mail. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 23. Proquest ID: 56810987. Diakses tanggal 24 July 2010.
- Jayasankaran, S (22 July 1999). "Going Global" (registration required). Far Eastern Economic Review. Hong Kong: Dow Jones & Company. 162 (29): pp. 35–36. ISSN 0014-7591. Proquest ID: 43402018. Diakses tanggal 12 March 2010.
- Manavalan, Theresa (4 July 1999). "Kampung Boy Hits Big Time". New Sunday Times. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. hlm. 10. Proquest ID: 42901498. Diakses tanggal 18 May 2010.
- "Lat Cartoon Series to Debut on Astro TV" (Subscription required). New Straits Times. Kuala Lumpur, Malaysia: New Straits Times Press. 26 November 1996. hlm. 9. Proquest ID: 21908173. Diakses tanggal 14 March 2010.
- "More than a Cartoonist". Annual Business Economic and Political Review: Malaysia. Kuala Lumpur, Malaysia: Oxford Business Group. 2 (Emerging Malaysia 2007): pp. 257–258. 2007. ISSN 1755-232x Periksa nilai
|issn=
(bantuan). Diakses tanggal 4 December 2010. - Seneviratne, Kalinga (12 December 2002). "Asia's Animation Industry Spreads Its Wings". Asia Times Online. Hong Kong. Inter Press Service. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 November 2004. Diakses tanggal 19 August 2010.
- "'Unhealthy' Elements Invading Local Cartoon Industry, Says Lat" (Subscription required). Financial Times. Kuala Lumpur: Financial Times Group. Bernama. 7 February 2004. hlm. 1. Proquest ID: 541584751. Diakses tanggal 27 July 2010.