Sawah: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{inuse}} |
|||
[[Berkas:Mengolah-sawah.jpg|thumb|right|250px|Sawah berteras di hulu Cipamingkis, Sukamakmur, Kabupaten Bogor]] |
[[Berkas:Mengolah-sawah.jpg|thumb|right|250px|Sawah berteras di hulu Cipamingkis, Sukamakmur, Kabupaten Bogor]] |
||
[[Berkas:sawahpadi.jpg|thumb|250px|Sawah berteras di Bali]] |
[[Berkas:sawahpadi.jpg|thumb|250px|Sawah berteras di Bali]] |
||
[[Berkas:Bw merah di sawah.jpg|thumb|Pertanaman bawang merah di lahan sawah. Brebes, Jawa Tengah]] |
<!--[[Berkas:Bw merah di sawah.jpg|thumb|Pertanaman bawang merah di lahan sawah. Brebes, Jawa Tengah]]--> |
||
⚫ | '''Sawah''' adalah [[tanah]] yg digarap dan diairi untuk tempat menanam [[padi]].<ref>{{cite web |url = http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php |title = Kamus Besar Bahasa Indonesia}}</ref> Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem [[irigasi]] dari [[mata air]], [[sungai]] atau air [[hujan]]. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (''lowland rice''). |
||
'''Sawah''' adalah [[lahan]] usaha [[pertanian]] yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh [[pematang]], serta dapat ditanami [[padi]], [[palawija]] atau [[tanaman budidaya]] lainnya. |
|||
⚫ | |||
Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras atau lebih dikenal terasiring atau sengkedan untuk menghindari erosi dan menahan air. Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung di Jawa dan Bali. |
Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras atau lebih dikenal terasiring atau sengkedan untuk menghindari erosi dan menahan air. Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung di Jawa dan Bali. |
||
Sebuah studi yang dipublikasikan [[Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America]] menemukan bahwa semua jenis padi yang dibudidayakan saat ini, baik dari spesies ''indica'' maupun ''japonica'', berasal dari satu spesies padi liar ''[[Oryza rufipogon]]'' yang ada pada tahun 8200 tahun hingga 13500 tahun yang lalu di China.<ref name="pnas1">{{Cite doi|10.1073/pnas.1104686108}}</ref> Padi sawah dibudidayakan di berbagai negara seperti [[Bangladesh]], [[China]], [[Filipina]], [[India]], [[Indonesia]], [[Iran]], [[Jepang]], [[Kamboja]], [[Korea Selatan]], [[Korea Utara]], [[Laos]], [[Malaysia]], [[Myanmar]], [[Nepal]], [[Pakistan]], [[Sri Lanka]], [[Taiwan]], [[Thailand]], dan [[Vietnam]]. Padi sawah juga ditanam di Eropa seperti di [[Piedmont]] ([[Italia]]) dan [[Camargue]] ([[Prancis]]).<ref>{{cite web|url=http://www.riz-camargue.com/pages-uk/moisparmois.html |title=Riz de Camargue, Silo de Tourtoulen, Riz blanc de Camargue, Riz et céréales de Camargue |publisher=Riz-camargue.com |date= |accessdate=2013-04-25}}</ref> |
|||
Sawah merupakan salah satu sumber utama emisi [[metana]] atmosferik dan diperkirakan mengemisikan antara 50 hingga 100 juta ton gas metana per tahun.<ref>{{cite web|url=http://www.ghgonline.org/methanerice.htm Methane gas generation from paddy fields |
|||
|title=Methane Sources - Rice Paddies|accessdate=2007-07-15}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.sptimes.com/2007/05/02/Worldandnation/Scientists_blame_glob.shtml |title=Scientists blame global warming on rice |publisher=Sptimes.com |date=2007-05-02 |accessdate=2013-04-25}}</ref> Sebuah studi menunjukan dengan mengeringkan sawah untuk sementara sambil mengaerasikan tanah bermanfaat untuk mengganggu emisi gas metana dan juga meningkatkan hasil padi.<ref>{{cite web |
|||
|url=http://www.gsfc.nasa.gov/topstory/2002/1204paddies.html |
|||
|title=Shifts in rice farming practices in China reduce greenhouse gas methane |accessdate=2002-12-19}}</ref> |
|||
== Referensi == |
|||
{{reflist}} |
|||
== Bahan bacaan terkait == |
|||
* Bale, Martin T. Archaeology of Early Agriculture in Korea: An Update on Recent Developments. ''Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory Association'' 21(5):77-84, 2001. |
|||
⚫ | |||
* Barnes, Gina L. Paddy Soils Now and Then. ''World Archaeology'' 22(1):1-17, 1990. |
|||
⚫ | |||
* Crawford, Gary W. and Gyoung-Ah Lee. Agricultural Origins in the Korean Peninsula. ''Antiquity'' 77(295):87-95, 2003. |
|||
* Kwak, Jong-chul. Urinara-eui Seonsa – Godae Non Bat Yugu [Dry- and Wet-field Agricultural Features of the Korean Prehistoric].In ''Hanguk Nonggyeong Munhwa-eui Hyeongseong'' [The Formation of Agrarian Societies in Korea]: 21-73. Papers of the 25th National Meetings of the [[Korean Archaeological Society]], Busan, 2001. |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
*[http://www.imaginatorium.org/sano/tanbo.htm How a paddy-field works] |
|||
{{pertanian-stub}} |
{{pertanian-stub}} |
||
[[Kategori:Pertanian]] |
[[Kategori:Pertanian]] |
||
[[Kategori:Manajemen lahan]] |
[[Kategori:Manajemen lahan]] |
||
[[Kategori:Padi]] |
|||
[[Kategori:Air dan lingkungan]] |
|||
[[de:Reis#Reisanbau]] |
[[de:Reis#Reisanbau]] |
Revisi per 11 Desember 2013 06.56
Sawah adalah tanah yg digarap dan diairi untuk tempat menanam padi.[1] Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland rice).
Pada lahan yang berkemiringan tinggi, sawah dicetak berteras atau lebih dikenal terasiring atau sengkedan untuk menghindari erosi dan menahan air. Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng bukit atau gunung di Jawa dan Bali.
Sebuah studi yang dipublikasikan Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America menemukan bahwa semua jenis padi yang dibudidayakan saat ini, baik dari spesies indica maupun japonica, berasal dari satu spesies padi liar Oryza rufipogon yang ada pada tahun 8200 tahun hingga 13500 tahun yang lalu di China.[2] Padi sawah dibudidayakan di berbagai negara seperti Bangladesh, China, Filipina, India, Indonesia, Iran, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Korea Utara, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Padi sawah juga ditanam di Eropa seperti di Piedmont (Italia) dan Camargue (Prancis).[3]
Sawah merupakan salah satu sumber utama emisi metana atmosferik dan diperkirakan mengemisikan antara 50 hingga 100 juta ton gas metana per tahun.[4][5] Sebuah studi menunjukan dengan mengeringkan sawah untuk sementara sambil mengaerasikan tanah bermanfaat untuk mengganggu emisi gas metana dan juga meningkatkan hasil padi.[6]
Referensi
- ^ "Kamus Besar Bahasa Indonesia".
- ^ DOI:10.1073/pnas.1104686108
Rujukan ini akan diselesaikan secara otomatis dalam beberapa menit. Anda dapat melewati antrian atau membuat secara manual - ^ "Riz de Camargue, Silo de Tourtoulen, Riz blanc de Camargue, Riz et céréales de Camargue". Riz-camargue.com. Diakses tanggal 2013-04-25.
- ^ Methane gas generation from paddy fields "Methane Sources - Rice Paddies" Periksa nilai
|url=
(bantuan). Diakses tanggal 2007-07-15. - ^ "Scientists blame global warming on rice". Sptimes.com. 2007-05-02. Diakses tanggal 2013-04-25.
- ^ "Shifts in rice farming practices in China reduce greenhouse gas methane". Diakses tanggal 2002-12-19.
Bahan bacaan terkait
- Bale, Martin T. Archaeology of Early Agriculture in Korea: An Update on Recent Developments. Bulletin of the Indo-Pacific Prehistory Association 21(5):77-84, 2001.
- Barnes, Gina L. Paddy Soils Now and Then. World Archaeology 22(1):1-17, 1990.
- Crawford, Gary W. and Gyoung-Ah Lee. Agricultural Origins in the Korean Peninsula. Antiquity 77(295):87-95, 2003.
- Kwak, Jong-chul. Urinara-eui Seonsa – Godae Non Bat Yugu [Dry- and Wet-field Agricultural Features of the Korean Prehistoric].In Hanguk Nonggyeong Munhwa-eui Hyeongseong [The Formation of Agrarian Societies in Korea]: 21-73. Papers of the 25th National Meetings of the Korean Archaeological Society, Busan, 2001.