Lompat ke isi

Geosentrisme: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 85: Baris 85:
If Venus is beyond the Sun, the phase of Venus must always be [[gibbous]] or full.}}
If Venus is beyond the Sun, the phase of Venus must always be [[gibbous]] or full.}}
But Galileo saw Venus at first small and full, and later large and crescent.
But Galileo saw Venus at first small and full, and later large and crescent.
-->

[[Image:Tychonian system.svg|thumb|right|250px|Gambaran Sistem Tychonik: benda-benda langit pada orbit berwarna biru (bulan dan matahari) mengitari bumi. Benda-benda pada orbit jingga (Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus) mengitari matahari. Semua dikelilingi oleh suatu bulatan bintang-bintang yang juga berputar.]]
This showed that with a Ptolemaic cosmology, the Venus epicycle can be neither completely inside nor completely outside of the orbit of the Sun. As a result, Ptolemaics abandoned the idea that the epicycle of Venus was completely inside the Sun, and later 17th century competition between astronomical cosmologies focused on variations of [[Tycho Brahe|Tycho Brahe's]] [[Tychonic system]] (in which the Earth was still at the center of the universe, and around it revolved the Sun, but all other planets revolved around the Sun in one massive set of epicycles), or variations on the Copernican system.
Ini menunjukkan bahwa dengan kosmologi Ptolemaik, epicycle Venus tidak dapat sepenuhnya di dalam maupun di luar orbit matahari. Akibatnya, pada sistem Ptolemaik pandangan bahwa epicycle Venus sepenuhnya di dalam matahari ditinggalkan, dan kemudian pada abad ke-17 kompetisi antara kosmologi astronomi berfokus pada variasi [[sistem Tychonik]] yang dikemukakan oleh [[Tycho Brahe]], di mana Bumi masih menjadi pusat alam semesta, dikitari oleh matahari, tetapi semua planet lain berputar mengelilingi matahari sebagi suatu himpunan epicycle masif), atau variasi-variasi Sistem Kopernikan.

<!--
== Gravitation ==
== Gravitation ==
[[Johannes Kepler]], after analysing [[Tycho Brahe]]'s famously accurate observations, constructed his [[Kepler's laws of planetary motion|three laws]] in 1609 and 1619, based on a heliocentric view where the planets move in [[elliptical]] paths. Using these laws, he was the first astronomer to successfully predict a [[Astronomical transit|transit]] of Venus (for the year 1631). The transition from circular orbits to elliptical planetary paths dramatically changed the accuracy of celestial observations and predictions. Because the heliocentric model by Copernicus was no more accurate than Ptolemy's system, new mathematical observations were needed to persuade those who still held on to the geocentric model. However, the observations made by Kepler, using Brahe's data, became a problem not easily overturned for geocentrists.
[[Johannes Kepler]], after analysing [[Tycho Brahe]]'s famously accurate observations, constructed his [[Kepler's laws of planetary motion|three laws]] in 1609 and 1619, based on a heliocentric view where the planets move in [[elliptical]] paths. Using these laws, he was the first astronomer to successfully predict a [[Astronomical transit|transit]] of Venus (for the year 1631). The transition from circular orbits to elliptical planetary paths dramatically changed the accuracy of celestial observations and predictions. Because the heliocentric model by Copernicus was no more accurate than Ptolemy's system, new mathematical observations were needed to persuade those who still held on to the geocentric model. However, the observations made by Kepler, using Brahe's data, became a problem not easily overturned for geocentrists.
Baris 96: Baris 97:


A geocentric frame is useful for many everyday activities and most laboratory experiments, but is a less appropriate choice for solar-system mechanics and space travel. While a [[Heliocentrism|heliocentric frame]] is most useful in those cases, galactic and extra-galactic astronomy is easier if the sun is treated as neither stationary nor the center of the universe, but rotating around the center of our galaxy, and in turn our galaxy is also not at rest in the [[Cosmic Microwave Background#Velocity relative to CMB anisotropy|cosmic background]].
A geocentric frame is useful for many everyday activities and most laboratory experiments, but is a less appropriate choice for solar-system mechanics and space travel. While a [[Heliocentrism|heliocentric frame]] is most useful in those cases, galactic and extra-galactic astronomy is easier if the sun is treated as neither stationary nor the center of the universe, but rotating around the center of our galaxy, and in turn our galaxy is also not at rest in the [[Cosmic Microwave Background#Velocity relative to CMB anisotropy|cosmic background]].
->
-->
== Penganut geosentrisme agamawi dan kontemporari ==
== Penganut geosentrisme agamawi dan kontemporari ==
[[File:Orlando-Ferguson-flat-earth-map edit.jpg|right|thumb|300px|''Map of the Square and Stationary Earth'' (Peta Bumi bujursangkar dan stasioner/tidak bergerak), karya Orlando Ferguson (1893)]]
[[File:Orlando-Ferguson-flat-earth-map edit.jpg|right|thumb|300px|''Map of the Square and Stationary Earth'' (Peta Bumi bujursangkar dan stasioner/tidak bergerak), karya Orlando Ferguson (1893)]]

Revisi per 3 Maret 2014 17.26

Figure of the heavenly bodies (Gambar benda-benda langit) — suatu illustrasi sistem geosentrik of Ptolemeus karya kosmografer dan kartografer Portugis Bartolomeu Velho, 1568 (Bibliothèque Nationale, Paris)

Geosentrisme atau disebut Teori Geosentrik, Model Geosentrik (bahasa Inggris: geocentric model atau geocentrism, Ptolemaic system) adalah istilah astronomi yang menggambarkan alam semesta dengan bumi sebagai pusatnya dan pusat pergerakan semua benda-benda langit. Model ini menjadi sistem kosmologi predominan pada budaya kuno misalnya Yunani kuno, yang meliputi sistem-sistem terkenal yang dikemukakan oleh Aristoteles and Claudius Ptolemaeus.[1]

Dua pengamatan umum mendukung pandangan bahwa Bumi adalah pusat dari alam semesta. Pengamatan pertama adalah bintang-bintang, matahari dan planet-planet nampak berputar mengitari bumi setiap hari, membuat bumi adalah pusat sistem ini. Lebih lanjut, setiap bintang berada pada suatu bulatan stelar atau selestial ("stellar sphere" atau "celestial sphere"), di mana bumi adalah pusatnya, yang berkeliling setiap hari, di seputar garis yang menghubungkan kutub utara dan selatan sebagai aksisnya. Bintang-bintang yang terdekat dengan khatulistiwa nampak naik dan turun paling jauh, tetapi setiap bintang kembali ke titik terbitnya setiap hari.[2] Observasi umum kedua yang mendukung model geosentrik adalah bumi nampaknya tidak bergerak dari sudut pandang pengamat yang berada di bumi, bahwa bumi itu solid, stabil dan tetap di tempat. Dengan kata lain, benar-benar dalam posisi diam.

Model geosentrik biasanya dikombinasi dengan suatu Bumi yang bulat oleh filsuf Romawi kuno dan abad pertengahan. Ini tidak sama dengan pandangan model Bumi datar yang disiratkan dalam sejumlah mitologi, sebagaimana juga dalah kosmologi kitab-kitab suci dan Latin kuno.[n 1][n 2][n 3]

Yunani kuno

Illustrasi model alam semesta dari Anaximander. Sebelah kiri: siang hari pada musim panas; sebelah kanan: malam hari pada musim dingin.

Teori atau model Geosentrik memasuki astronomi dan filsafat Yunani sejak dini; dapat ditelusuri pada peninggalan filsafat sebelum zaman Sokrates. Pada abad ke-6 SM, Anaximander mengemukakan suatu kosmologi dengan bumi berbentuk seperti potongan suatu tiang (sebuah tabung), berada di awang-awang di pusat segala sesuatu. Matahari, Bulan, and planet-planet adalah lubang-lubang dalam roda-roda yang tidak kelihatan yang mengelilingi bumi; melalui lubang-lubang ini manusia dapat melihat api yang tersembunyi. Pada waktu yang sama, para pengikut Pythagoras, yang disebut kelompok Pythagorean, berpendapat bahwa bumi adalah suatu bola (menurut pengamatan gerhana-gerhana), tetapi bukan sebagai pusat, melainkan bergerak mengelilingi suatu api yang tidak nampak. Kemudian pandangan-pandangan ini digabungkan, sehingga kalangan terpelajar Yunani sejak dari abad ke-4 SM berpikir bahwa bumi adalah bola yang menjadi pusat alam semesta.[6]

Model Ptolemaik

Meskipun prinsip dasar geosentrisme Yunani sudah tersusun pada zaman Aristoteles, detail sistem ini belum menjadi standar. Sistem Ptolemaik, yang diutarakan oleh astronomer Helenistik Mesir Claudius Ptolemaeus pada abad ke- 2 M akhirnya berhasil menjadi standar. Karya astronomi utamanya, Almagest, merupakan puncak karya-karya selama berabad-abad-abad oleh para astronom Yunani kuno, Helenistik dan Babilonia; karya itu diterima selama lebih dari satu milenium sebagai model kosmologi yang benar oleh para astronom Eropa dan Islam. Karena begitu kuat pengaruhnya, sistem Ptolemaik kadang kala dianggap sama dengan model geosentrik.

Ptolemy berpendapat bahwa bumi adalah pusat alam semesta berdasarkan pengamatan sederhana yaitu setengah jumlah bintang-bintang terletak di atas horizon dan setengahnya di bawah horizon pada waktu manapun (bintang-bintang pada bulatan orbitnya), dan anggapan bahwa bintang–bintang semuanya terletak pada suatu jarak tertentu dari pusat semesta. Jika bumi terletak cukup jauh dari pusat semesta, maka pembagian bintang-bintang yang tampak dan tidak tampak tidaklah akan sama. l.[n 4]

Sistem Ptolemaik

Elemen-elemen dasar astronomi Ptolemaik, menunjukkan sebuah planet pada suatu epicycle dengan sebuah deferen eksentrik dan sebuah titik equant.
Halaman-halaman dari Annotazione pada karya Sacrobosco Tractatus de Sphaera (1550), menggambarkan Sistem Ptolemaik.

Dalam Sistem Ptolemaik, setiap planet digerakkan oleh suatu sistem yang memuat dua bola atau lebih: satu disebut "deferent" yang lain "epicycle" .

Sekalipun model geosentrik digantikan oleh model heliosentrik. Namun, model deferent dan epicycle tetap dipakai karena menghasilkan prediksi yang akurat dan lebih sesuai dengan pengamatan dibanding sistem-sistem lain. Epicycle Venus dan Mercurius selalu berpusat pada suatu garis antara Bumi dan Matahari (Merkurius lebih dekat ke Bumi), yang menjelaskan mengapa kedua planet itu selalu dekat di langit. Model ini digantikan oleh model eliptik Kepler hanya ketika metode pengamatan (yang dikembangkan oleh Tycho Brahe dan lain-lain) menjadi cukup akurat untuk meragukan model epicycle.

Urutan lingkaran-lingkaran orbit dari bumi ke luar adalah:[8]

  1. Bulan
  2. Merkurius
  3. Venus
  4. Matahari
  5. Mars
  6. Jupiter
  7. Saturnus
  8. Bintang-bintang tetap
  9. Primum Mobile ("Yang pertama bergerak").

Urutan ini tidak diciptakan atau merupakan hasil karya Ptolemaeus, melainkan diselaraskan dengan kosmologi agamawi "Tujuh Langit" yang umum ditemui pada tradisi agamawi Eurasia utama.

Geosentrisme dan Astronomi Islam

Dikarenakan dominansi ilmiah sistem Ptolemaik dalam astronomi Islam, para astronom Muslim menerima bulat model geosentrik.[n 5]

Geosentrisme dan sistem-sistem saingan

Lukisan dari suatu naskah dari Islandia bertarikh sekitar tahun 1750 menggambarkan model geosentrik.

Tidak semua orang Yunani setuju dengan model geosentrik. Sistem Pythagorean yang sudah disinggung sebelumnya meyakini bahwa Bumi merupakan salah satu dari beberapa planet yang bergerak mengelilingi suatu api di tengah-tengah.[10] Hicetas dan Ecphantus, dua penganut Pythagorean dari abad ke-5 SM, dan Heraclides Ponticus dari abad ke-4 SM, percaya bahwa Bumi berputra mengelilingi aksisnya, tetapi tetap berada di tengah alam semesta.[11] Sistem semacam itu masih tergolong geosentrik. Pandangan ini dibangkitkan kembali pada Abad Pertengahan oleh Jean Buridan. Heraclides Ponticus suatu ketika dianggap berpandangan bahwa baik Venus maupun Merkurius mengelilingi Matahari, bukan Bumi, tetapi anggapan ini tidak lagi diterima.[12] Martianus Capella secara definitif menempatkan Merkurius dan Venus pada suatu orbit mengitari Matahari.[13] Aristarchus dari Samos adalah yang paling radikal, dengan menulis dalam karyanya (yang tidak lagi terlestarikan) mengenai heliosentrisme, bahwa Matahari adalah pusat alam semesta, sedangkan Bumi dan planet-planet lain mengitarinya.[14] Teorinya tidak populer pada masanya, dan ia mempunyai satu pengikut yang bernama, Seleucus of Seleucia.[15]

Gambaran Sistem Tychonik: benda-benda langit pada orbit berwarna biru (bulan dan matahari) mengitari bumi. Benda-benda pada orbit jingga (Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus) mengitari matahari. Semua dikelilingi oleh suatu bulatan bintang-bintang yang juga berputar.

Ini menunjukkan bahwa dengan kosmologi Ptolemaik, epicycle Venus tidak dapat sepenuhnya di dalam maupun di luar orbit matahari. Akibatnya, pada sistem Ptolemaik pandangan bahwa epicycle Venus sepenuhnya di dalam matahari ditinggalkan, dan kemudian pada abad ke-17 kompetisi antara kosmologi astronomi berfokus pada variasi sistem Tychonik yang dikemukakan oleh Tycho Brahe, di mana Bumi masih menjadi pusat alam semesta, dikitari oleh matahari, tetapi semua planet lain berputar mengelilingi matahari sebagi suatu himpunan epicycle masif), atau variasi-variasi Sistem Kopernikan.

Penganut geosentrisme agamawi dan kontemporari

Map of the Square and Stationary Earth (Peta Bumi bujursangkar dan stasioner/tidak bergerak), karya Orlando Ferguson (1893)

Yudaisme Ortodoks

Sejumlah pemimpin Yudaisme Ortodoks, terutama Lubavitcher Rebbe, mempertahankan model geosentrik alam semesta berdasarkan ayat-ayat Alkitab dan penafsiran Maimonides sehingga ia mengajarkan bahwa bumi dikitari oleh matahari.[16][17] Lubavitcher Rebbe juga menjelaskan bahwa geosentrisme dapat dipertahankan berdasarkan teori Relativitas, dimana dinyatakan bahwa "ketika dua benda di udara bergerak relatif satu sama lain, ... ilmu alam mendeklarasikan dengan kepastian absolut bahwa dari segi sudut pandang ilmiah kedua kemungkinan itu valid, yaitu bumi mengitari matahari, atau matahari mengitari bumi."[18]

Meskipun geosentrisme penting untuk perhitungan kalender Maimonides,[19] mayoritas sarjana agamawi Yahudi, yang menerima keilahian Alkitab dan menerima banyak aturan-aturannya mengikat secara hukum, tidak percaya bahwa Alkitab maupun Maimonides memerintahkan untuk percaya pada geosentrisme.[17][20] Namun, ada bukti bahwa kepercayaan geosentrisme meningkat di antara umat Yahudi Ortodoks..[16][17]

Islam

Kasus-kasus prominent geosentrisme modern dalam Islam sangat terisolasi. Hanya sedikit individu yang mengajarkan suatu pandangan geosentrik alam semesta. Salah satunya adalah Grand Mufti Saudi Arabia tahun 1993-1999, Abd al-Aziz ibn Abd Allah ibn Baaz (Ibn Baz, yang mengajarkan pandangan ini antara tahun 1966-1985.

Planetarium

Model geosentrik (Ptolemaik) tata surya terus digunakan oleh para pembuat planetarium karena berdasarkan alasan teknis pergerakan tipe Ptolemaik untuk aparatus cahaya planet memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan teori pergerakan Kopernikus.[21] Sistem bulatan selestial yang digunakan untuk tujuan pengajaran dan navigasi juga didasarkan pada sistem geosentrik[22] yang mengabaikan efek paralaks. Namun, efek ini dapat diabaikan pada skala akurasi yang diterapkan pada suatu planetarium.

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Alam semesta Mesir secara isi sama dengan alam semesta Babel, yaitu digambarkan seperti kotak persegi panjang dengan orientasi utara-selatan dan dengn permukaan sedikit cembung, di mana Mesir adalah pusatnya. Pandangan astronomi Ibrani kuno yang serupa dapat dilihat dari tulisan-tulisan kitab suci, misalnya teori penciptaan semesta dan berbagai mazmur yang menyebut "cakrawala", bintang-bintang, matahari dan bumi. Orang Ibrani memandang bumi seakan-akan sebagai permukaan datar yang terdiri dari bagian padat dan cair, dan langit sebagai alam cahaya di mana benda-benda langit bergerak. Bumi ditopang oleh batu-batu penjuru dan tidak dapat digerakkan selain oleh Yahweh (misalnya dalam kaitan dengan gempa bumi). Menurut orang Ibrani, matahari dan bulan berjarak dekat satu sama lain[3]
  2. ^ Gambaran alam semesta dalam teks-teks Talmud adalah bumi di tengah ciptaan dengan langit sebagai bulatan yang dibentangkan di atasnya. Bumi biasanya digambarkan seperti sebuah piring yang dikelilingi oleh air. Yang menarik spekulasi kosmologi dan metafisika tidak ditanamkan dalam publik maupun dilestarikan dalam tulisan. Namun, dianggap lebih sebagai "rahasia-rahasia Taurat yang tidak seharusnya diturunkan semua orang dan kalangan" (Ketubot 112a). Meskipun studi penciptaan Allah tidak dilarang, spekulasi tentang "apa yang ada di atas, di bawah, yang ada sebelumnya dan yang kemudian" (Mishnah Hagigah: 2) dibatasi hanya untuk elite intelektual.[4]
  3. ^ Sebagaimana Midrash dan Talmud, Targum tidak berpandangan adanya suatu bulatan bumi, melainkan suatu piringan bumi datar, yang dikitari matahari dalam jalur setengah lingkaran yang ditempuh rata-rata dalam 12 jam.[5]
  4. ^ Argumen ini ditulis pada iBuku I, Bab 5, Almagest.[7]
  5. ^ "Semua astronom Islam dari Thabit ibn Qurra pada abad ke-9 sampai Ibn al-Shatir pada abad ke-14, dan semua filsuf alamiah dari al-Kindi sampai Averroes dan seterusnya, diketahui telah nemerima ... gambaran dunia menurut budaya Yunani yang terdiri dari dua bulatan, di mana salah satunya, bulatan selestial ... secara bulat membungkus yang lain."[9]

Referensi

  1. ^ Lawson, Russell M. (2004). Science in the Ancient World: An Encyclopedia. ABC-CLIO. hlm. 29–30. ISBN 1851095349. 
  2. ^ Kuhn 1957, hlm. 5-20.
  3. ^ Abetti, Giorgio (2012). "Cosmology". Encyclopedia Americana (edisi ke-Online). Grolier. 
  4. ^ Tirosh-Samuelson, Hava (2003). "Topic Overview: Judaism". Dalam van Huyssteen, J. Wentzel Vrede. Encyclopedia of Science and Religion. 2. New York: Macmillan Reference USA. hlm. 477–83. 
  5. ^ Gandz, Solomon (1953). "The distribution of land and sea on the Earth's surface according to Hebrew sources". Proceedings of the American Academy for Jewish Research. 22: 23–53. 
  6. ^ Fraser, Craig G. (2006). The Cosmos: A Historical Perspective. hlm. 14. 
  7. ^ Crowe 1990, hlm. 60–2
  8. ^ Goldstein, Bernard R. (1967). "The Arabic version of Ptolemy's planetary hypothesis". Transactions of the American Philosophical Society. 57 (pt. 4): 6. JSTOR 1006040. 
  9. ^ Sabra, A. I. (1998). "Configuring the universe: Aporetic, problem solving, and kinematic modeling as themes of Arabic astronomy". Perspectives on Science. 6 (3): 317–8. 
  10. ^ Johansen, K. F.; Rosenmeier, H. (1998). A History of Ancient Philosophy: From the Beginnings to Augustine. hlm. 43. 
  11. ^ Sarton, George (1953). Ancient Science Through the Golden Age of Greece. hlm. 290. 
  12. ^ Eastwood, B. S. (1992-11-01). "Heraclides and heliocentrism – Texts diagrams and interpretations". Journal for the History of Astronomy. 23: 233. 
  13. ^ Lindberg, David C. (2010). The Beginnings of Western Science: The European Scientific Tradition in Philosophical, Religious, and Institutional Context, Prehistory to A.D. 1450 (edisi ke-2nd). University of Chicago Press. hlm. 197. ISBN 9780226482040. 
  14. ^ Lawson 2004, hlm. 19
  15. ^ Russell, Bertrand (2013) [1945]. A History of Western Philosophy. Routledge. hlm. 215. ISBN 9781134343676. 
  16. ^ a b Nussbaum, Alexander (2007-12-19). "Orthodox Jews & science: An empirical study of their attitudes toward evolution, the fossil record, and modern geology". Skeptic Magazine. Diakses tanggal 2008-12-18. 
  17. ^ a b c Nussbaum, Alexander (January–April 2002). "Creationism and geocentrism among Orthodox Jewish scientists". Reports of the National Center for Science Education: 38–43. 
  18. ^ Schneersohn, Menachem Mendel; Gotfryd, Arnie (2003). Mind over Matter: The Lubavitcher Rebbe on Science, Technology and Medicine. Shamir. hlm. 76ff.; cf. xvi-xvii, 69, 100–1, 171–2, 408ff. ISBN 9789652930804. 
  19. ^ "Sefer Zemanim: Kiddush HaChodesh: Chapter 11". Mishneh Torah. Translated by Touger, Eliyahu. Chabad-Lubavitch Media Center. Halacha 13–14. 
  20. ^ Rabinowitz, Avi (1987). "EgoCentrism and GeoCentrism; Human Significance and Existential Despair; Bible and Science; Fundamentalism and Skepticalism". Science & Religion. Diakses tanggal 2013-12-01.  Published in Branover, Herman; Attia, Ilana Coven, ed. (1994). Science in the Light of Torah: A B'Or Ha'Torah Reader. Jason Aronson. ISBN 9781568210346. 
  21. ^ Hort, William Jillard (1822). A General View of the Sciences and Arts. hlm. 182. 
  22. ^ Kaler, James B. (2002). The Ever-changing Sky: A Guide to the Celestial Sphere. hlm. 25. 

Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Hetherington2006" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Rufus1939" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Hartner1955" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Goldstein1972" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Gale" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Setia2004" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Saliba1994" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Dallal1999" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Guessoun2008" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Ragep2001a" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Ragep2001b" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Huff2003" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "KirmaniSingh2005" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Finocchiaro2008" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Densmore2004" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Babinski1995" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Graebner1902" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Numbers1993" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Sefton2006" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Berman2006" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Crabtree1999" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "MillerBio" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Dean2005" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "RussianStudy2011" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Finocchiaro1989" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Alexandri VII1664" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "BenedictXV1921" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "PaulIV19665" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.

Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "John PaulII1992" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.

Pustaka

  • Crowe, Michael J. (1990). Theories of the World from Antiquity to the Copernican Revolution. Mineola, NY: Dover Publications. ISBN 0486261735. 
  • Dreyer, J.L.E. (1953). A History of Astronomy from Thales to Kepler. New York: Dover Publications. 
  • Evans, James (1998). The History and Practice of Ancient Astronomy. New York: Oxford University Press. 
  • Heath, Thomas (1913). Aristarchus of Samos. Oxford: Clarendon Press. 
  • Hoyle, Fred (1973). Nicolaus Copernicus. 
  • Koestler, Arthur (1986) [1959]. The Sleepwalkers: A History of Man's Changing Vision of the Universe. Penguin Books. ISBN 014055212X.  1990 reprint: ISBN 0140192468.
  • Kuhn, Thomas S. (1957). The Copernican Revolution. Cambridge: Harvard University Press. ISBN 0674171039. 
  • Linton, Christopher M. (2004). From Eudoxus to Einstein—A History of Mathematical Astronomy. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 9780521827508. 
  • Walker, Christopher, ed. (1996). Astronomy Before the Telescope. London: British Museum Press. ISBN 0714117463. 

Pranala luar

Templat:Astronomi Yunani

Templat:Link FA Templat:Link FA