Lompat ke isi

Margonda: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Janur212 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Janur212 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6: Baris 6:
| birth_date = Bogor, Jawa Barat
| birth_date = Bogor, Jawa Barat
| known_for = [[Pahlawan]] [[Kemerdekaan_Indonesia|Kemerdekaan Indonesia]]
| known_for = [[Pahlawan]] [[Kemerdekaan_Indonesia|Kemerdekaan Indonesia]]
| death_date = 16 Nopember 1945
| death_date = [[16 November]] [[1945]])
| death_place = Kalibata Depok
| death_place = Kalibata Depok
| spouse =
| spouse =

Revisi per 20 Mei 2014 14.38

Margonda
Berkas:Margonda.jpg
Margonda
LahirBogor, Jawa Barat
Meninggal16 November 1945)
Kalibata Depok
Dikenal atasPahlawan Kemerdekaan Indonesia

Margonda (lahir di Bogor, Jawa Barat, meninggal dalam pertempuran ketika pasukannya menyerang tentara Inggris di Kalibata pada 16 November 1945) adalah salah seorang pahlawan kemerdekaan. Namanya diabadikan sebagai nama jalan utama di Kota Depok.[1]

Riwayat hidup

Margonda lahir dan besar di Bogor, ia dan keluarganya tinggal di Jalan Ardio Bogor. Waktu masih sekolah, Margonda terkenal sebagai atlet berprestasi. Nama aslinya adalah Margana. Dia menikah dengan keponakan MS Mintaredja yang pernah menjadi menteri Sosial dalam kabinet Presiden Suharto sekaligus ketua umum Partai Persatuan Pembangunan.

Margonda adalah nama seorang pemuda yang belajar sebagai analis kimia dari Balai Penyelidikan Kimia Bogor. Lembaga ini dulunya bernama Analysten Cursus. Didirikan sejak permulaan perang dunia pertama oleh Indonesiche Chemische Vereniging, milik Belanda.

Memasuki paruh pertama tahun 1940-an, Margonda mengikuti pelatihan penerbang cadangan di Luchtvaart Afdeeling, atau Departemen Penerbangan Belanda. Namun tidak berlangsung lama, karena 5 Maret 1942 Belanda menyerah kalah, dan bumi Nusantara beralih kekuasaannya ke Jepang.[2]

Perjuangan

Saat Jepang takluk dengan bom atom Amerika di Nagasaki dan Hiroshima pada tahun 1945, Margonda ikut aktif dengan gerakan kepemudaan yang membentuk laskar-laskar. Margonda bersama tokoh-tokoh pemuda lokal di wilayah Bogor dan depok mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang bermarkas di Jalan Merdeka, Bogor, umur Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) di bawah pimpinan Margonda relatif singkat. Mereka pecah dan anggotanya bergabung dengan BKR, Pesindo, KRISS dan kelompok kecil sejenis lainnya.

Margonda masuk anggota BKR di Bogor. Setelah mengikuti pendidikan kemiliteran secara singkat, ia dimasukkan ke Batalion Kota Bogor dengan pangkat letnan muda. Dari Bogor, ia naik kereta api dan bergabung dengan pasukan Batalion I di Depok. Ketika gugur di Kalibata, bersama rekannya Sutomo mayatnya dibawa ke Bogor tempat kelahirannya. Keduanya dimakamkan di depan stasiun Bogor. Makam keduanya kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Dreded, Bogor.[3]

Gedoran Depok

Berkas:Agus Sutondo Bersama Wenri Wanhar Penulis Gedoran Depok.jpg
Penulis Gedoran Depok Wenri Wanhar Bersama Agus Sutondo anggota Panitia Khusus Hari Jadi dan Lambang Kota Depok

Peristiwa terjadinya Gedoran Depok tak lepas dari sejarah awal berdirinya Depok oleh Cornelis Chastelein ( 1657-1714 ) saudagar VOC generasi awal yang memerdekakan orang Depok. sejak itu lah Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah, yang kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri, lepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar.[4]

Cornelis Chastelein mewariskan seluruh tanahnya kepada 12 marga budaknya yang berasal dari berbagai Indonesia dan memerdekakan mereka dalam wasiat yang dibuatnya sebelum meninggal. Meski bermuka pribumi dan berkulit coklat, 12 marga dan keturunan mereka bergaya hidup seperti orang Eropa, buah didikan sang tuan. Mereka inilah yang disebut sebagai 'Belanda Depok'. Sehari-hari mereka menggunakan bahasa Belanda.

Sejarah juga menyebut, Depok sudah lebih dulu merdeka sejak 28 Juni 1714. Mereka punya tatanan pemerintahan sendiri yakni Gemeente Bestuur Depok yang bercorak republik. Pimpinannya seorang presiden yang dipilih tiga tahun sekali melalui Pemilu. Daerah otonomi Chastelin ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur Van Het Particuliere Land Depok dan ternyata Pemerintah Belanda di Batavia menyetujui Pemerintahan Chastelin ini dan menjadikannya sebagai Kepala Negara Depok yang pertama.

Tak ayal jika mereka enggan bergabung dengan republik baru bernama Indonesia, Mengingat mereka sudah merdeka dan sudah punya Presiden sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945 yang di kumandangkan oleh Soekarno-Hatta.[5]

Karena Depok tidak mengakui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, akibatnya wilayah yang berjarak hanya beberapa kilometer dari Jakarta diserbu para pejuang kemerdekaan. Depok Di kepung dari seluruh Penjuru mata angin, Depok di jarah takluk di bawah todongan senjata, orang Depok di paksa mengibarkan Bendera Merah Putih dan Teriak Merdeka, Siapapun yang membangkang kena hantam, Tak sedikit korban berjatuhan.[6]

Huru-hara yang meletus pada tanggal 11 Oktober 1945 itu di kenal dengan Peristiwa Gedoran Depok untuk merebut Depok dari penjajah oleh para pejuang kemerdekaan. Namun tak berlangsung lama, NICA kembali menguasai Depok. pasukan NICA yang datang membonceng Sekutu menyerbu Depok untuk ‘membebaskan’ orang Depok yang ditawan TKR. Pejuang berhasil dipukul mundur. Tawanan wanita dan anak-anak Depok dibebaskan, dibawa ke kamp pengungsian di Kedunghalang, Bogor.[7]

“Semenjak itu, kantor Gemeente Bestuur yang tadinya dijadikan markas TKR berubah menjadi markas NICA Memasuki bulan November, para pejuang yang tercerai-berai kembali menjalin koordinasi dan menyusun kekuatan. Mereka berencana merebut kembali Depok dari tangan NICA. “Para pejuang bersepakat menyerbu Depok tanggal 16 November 1945. Sandi perangnya saat itu Serangan Kilat,”[8]

Pada saat itulah Margonda berencana kembali merebut Depok bersama para pejuang lain. Diantara ratusan pejuang yang gugur hari itu, terdapat Margonda, pimpinan AMRI. Margonda gugur 16 November 1945 di Kali Bata. Bukan Kalibata, Jakarta. Tapi Kali Bata Depok. Daerah bersungai di kawasan Pancoran Mas, Depok dan bermuara di Kali Ciliwung itu menjadi saksi gugurnya Margonda.

Peristiwa Gedoran Depok ini sering disebut sebagai revolusi sosial dipinggiran Jakarta. Melalui peristiwa inilah lahir tokoh-tokoh, seperti Margonda, Letnan Dua Tole Iskandar, dan Mochtar Sawangan. Nama pejuang itu kini diabadikan sebagai nama jalan utama di Kota Depok.[9]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Margonda Pahlawan Kota Depok depokgo.com,18 Desember 2013
  2. ^ Kisah Margonda dan Tole Iskandar republika.co.id,Diakses 15 April 2013
  3. ^ Kisah Margonda, Pejuang Muda Yang Jadi Nama Jalan di Depok merdeka.com,Diakses 8 April 2013
  4. ^ Hari Ini 67 Tahun Lalu: Gedoran Depok beritagar.com, Diakses 11 oktober 2012
  5. ^ Tentang.Revolusi.Sosial Gedoran Depokl megapolitan.kompas.com, Diakses 8 Nopember 2011
  6. ^ Peristiwa Gedoran Depok sikumbangtenabang.com,Diakses 25 Februari 2014
  7. ^ Gedoran Depok : Revolusi Sosial di Tepi Jakarta 1945-1955 inibuku.com
  8. ^ Cerita Sebuah Gerbang Kota Bernama Margonda tokoh-lingkarberita.com
  9. ^ Sejarah Jalan Margonda roniwijaya.com,Diakses 31 Maret 2012

Pranala luar