Lompat ke isi

Kota Palu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 205: Baris 205:
Masjid ini memiliki luas 121 meter persegi dan mampu menampung sebanyak 150 orang. Masjid ini berlantai satu dengan empat menara di ke empat sudutnya. Masjid ini sering disebut masjid apung karena posisinya menjorok 30 meter ke laut yang seakan-akan mengapung. Panorama bentang pegunungan dan Teluk Palu menambah keindahan bagi para jamaah maupun wisatawan yang ingin menikmati wisata religi di Kota Palu.<ref>Kompas.com. (19 Januari 2011). ''Palu Bakal Punya Masjid Terapung''. Diakses pada 4 Juni 2014 11:47 dari http://regional.kompas.com/read/2011/01/19/20054943/Palu.Bakal.Punya.Masjid.Terapung</ref>
Masjid ini memiliki luas 121 meter persegi dan mampu menampung sebanyak 150 orang. Masjid ini berlantai satu dengan empat menara di ke empat sudutnya. Masjid ini sering disebut masjid apung karena posisinya menjorok 30 meter ke laut yang seakan-akan mengapung. Panorama bentang pegunungan dan Teluk Palu menambah keindahan bagi para jamaah maupun wisatawan yang ingin menikmati wisata religi di Kota Palu.<ref>Kompas.com. (19 Januari 2011). ''Palu Bakal Punya Masjid Terapung''. Diakses pada 4 Juni 2014 11:47 dari http://regional.kompas.com/read/2011/01/19/20054943/Palu.Bakal.Punya.Masjid.Terapung</ref>


=== Makanan Khas ===
==== 'Kaledo', Kaki Lembu Donggala ====
==== 'Kaledo', Kaki Lembu Donggala ====
Kaledo merupakan sup kaki sapi yang dimasak hingga empuk. Kuahnya yang bening memiliki rasa bumbu yang kuat yang merupakan campuran berbagai bumbu seperti asam jawa, cabe rawit, dan garam. Kaledo disajikan beserta dengan tulang-tulangnya. Oleh karena itu, cara menyantapnya pun harus dengan memegang tulang-tulangnya untuk menikmati daging-daging yang masih menempel pada tulang-tulangnya. Kuahnya pun menyegarkan badan dengan rasa asam yang dominan dicampur rasa pedas cabe rawit.<ref>Kompas.com. (1 Januari 2014). Asam Pedas Kaledo Khas Palu. Diakses pada 4 Juni 2014 11:56 dari http://travel.kompas.com/read/2014/01/01/0928497/Asam.Pedas.Kaledo.Khas.Palu.</ref>
Kaledo merupakan sup kaki sapi yang dimasak hingga empuk. Kuahnya yang bening memiliki rasa bumbu yang kuat yang merupakan campuran berbagai bumbu seperti asam jawa, cabe rawit, dan garam. Kaledo disajikan beserta dengan tulang-tulangnya. Oleh karena itu, cara menyantapnya pun harus dengan memegang tulang-tulangnya untuk menikmati daging-daging yang masih menempel pada tulang-tulangnya. Kuahnya pun menyegarkan badan dengan rasa asam yang dominan dicampur rasa pedas cabe rawit.<ref>Kompas.com. (1 Januari 2014). Asam Pedas Kaledo Khas Palu. Diakses pada 4 Juni 2014 11:56 dari http://travel.kompas.com/read/2014/01/01/0928497/Asam.Pedas.Kaledo.Khas.Palu.</ref>

Revisi per 4 Juni 2014 05.08

Palu adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Palu terletak sekitar 1.650 km di sebelah timur laut Jakarta. Koordinatnya adalah 0°54′ LS 119°50′ BT. Penduduknya berjumlah 342.754 jiwa (2012).

Kota Palu berada di dekat sebuah bernama Teluk Palu, sebelah barat Selat Makassar.

Sejarah

Asal usul nama kota Palu adalah kata Topalu'e yang artinya Tanah yang terangkat karena daerah ini awalnya lautan, karena terjadi gempa dan pergeseran lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu.[butuh rujukan]

Pada awal mulanya, kota Palu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa penjajahan Belanda, Kerajaan Palu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan (Onder Afdeling Palu) yang terdiri dari tiga wilayah yaitu Landschap Palu yang mencakup distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat; Landschap Kulawi; dan Landschap Sigi Dolo.[1]

Pada tahun 1942, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada pihak Jepang. Di masa Perang Dunia II ini, kota Donggala yang kala itu merupakan ibukota Afdeling Donggala dihancurkan oleh pasukan Sekutu maupun Jepang. Hal ini mengakibatkan pusat pemerintahan dipindahkan ke kota Palu di tahun 1950. Saat itu, kota Palu berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) setingkat wedana dan menjadi wilayah daerah Sulawesi Tengah yang berpusat di Kabupaten Poso sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950. Kota Palu kemudian mulai berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang menempatkan Kota Palu sebagai Ibukota Keresidenan.[1]

Terbentuknya Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, status Kota Palu sebagai ibukota ditingkatkan menjadi Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Kemudian pada tahun 1978, Kota Palu ditetapkan sebagai kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978. Kini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994 Kota Palu ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Palu.[1]

Kondisi Umum

Letak Geografis

Provinsi Sulawesi Tengah terletak di antara 2° 22’ Lintang Utara dan 4° 48’ Lintang Selatan serta 119° 22’ dan 124° 22’ Bujur Timur.

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara Provinsi Gorontalo
Timur Provinsi Maluku
Selatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara
Barat Selat Makassar dan Provinsi Sulawesi Barat

Provinsi Sulawesi Tengah yang dibentuk dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 1964 terdiri dari wilayah daratan 68.033,00 km persegi dan wilayah lautan 189.408,00 km persegi. Secara administratif Sulawesi Tengah dibagi dalam 9 kabupaten, 1 kota madya dengan 85 kecamatan serta 1300 desa dan 132 kelurahan 91.432 desa/kelurahan.

Topografi wilayah daratan diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Lahan pertanian: 673.759 Ha (10,56%)
  2. Hutan lindung: 1.764.720 Ha (21,71%)
  3. Hutan suaka wisata: 604.780 Ha (9,49%)
  4. Hutan suaka tetap: 422.809 Ha (33,64%)
  5. Hutan produksi yang dapat dikonversi: 241.757 Ha (3,80%)
  6. Lahan pemukiman: 519.757 Ha (8,16%)

Berdasarkan elevasi (ketinggian) dataran di Sulawesi Tengah terdiri dari:

  • 0-100 M = 20,2%
  • 101-500 M = 27,2%
  • 501-1000 M = 26,7%
  • di atas 1001 M = 25,9%

Bentang alam Kota Palu membentang memanjang dari Timur ke Barat dengan luas wilayah 395,06 Km2. Secara astronomis, Kota Palu terletak pada posisi 119,45 - 121,15 BT dan 0,36 - 0,56 LS. Secara geografis, Kota Palu berbatasan dengan daerah sebagai berikut:

  • Sebelah Utara berbatasan dengan Tawaeli dan Teluk Palu.
  • Sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Marawola dan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi.
  • Sebelah Barat berbatasan dengan Marawola Kabupaten Sigi dan daerah Kabupaten Donggala.[1]

Dataran Kota Palu dikelilingi oleh pegunungan dan pantai. Peta ketinggian mencatat, 376,68 Km2 (95,34%) wilayah Kota Palu berada pada ketinggian 100 - 500 mdpl dan hanya 18,38 Km2 (46,66%) terletak di dataran yang lebih rendah. Kota Palu terletak di bagian Utara khatulistiwa, menjadikan Kota Palu sebagai salah satu kota tropis terkering di Indonesia dengan curah hujan kurang dari 1.000 mm per tahun.[1]

Jarak antara ibukota provinsi ke daerah kabupaten:

No. Jarak Antara Kilometer
1 Palu - Poso 221 Km
2 Palu - Luwuk 607 Km
3 Palu - Toli-Toli 439 Km
4 Palu - Donggala 34 Km
5 Palu - Parigi Moutong 66 Km
6 Palu - Morowali 756 Km
7 Palu - Buol 806 Km
8 Palu - Tojo Una-una 300 Km

Kondisi Masyarakat

Masyarakat Kota Palu sangat heterogen. Penduduk yang menetap di kota ini berasal dari berbagai suku bangsa seperti Bugis, Toraja dan Mandar yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Gorontalo, Manado, Jawa, Arab, Tionghoa, dan Kaili yang merupakan suku asli dan terbesar di Sulawesi Tengah.[2]

Kota Palu sering diasosiasikan dengan kekerasan dan konflik. Padahal, masyarakat tidak terpengaruh oleh konflik atau bentrokan antarwarga. Bentrokan antarwarga di Kelurahan Nunu dan Kelurahan Tavanjuka yang sempat diberitakan di media massa tidak mempengaruhi aktivitas masyarakat. Warga tetap beraktivitas seperti biasa.[2]

Kondisi Ekonomi

Kota Palu saat ini juga menjadi salah kawasan ekonomi khusus (KEK) di Indonesia bagian timur. Berbagai persiapan untuk ditetapkan Kota Palu sebagai kawasan ekonomi khusus telah dilakukan, penyiapan lahan seluas 1.520 hektare di Kecamatan Palu Utara, yang meliputi Kelurahan Pantoloan, Baiya, dan Lambara. Lahan seluas 1.520 hektare itu akan dibagi menjadi kawasan industri seluas 700 hektare, kawasan perumahan (500 hektare), kawasan pendidikan dan penelitian (100 hektare), kawasan komersial (100 hektare), daerah olahraga (50 hektare), kawasan pergudangan (50 hektare), kawasan perkebunan dan taman (20 hektare).[2]

Penduduk

Tahun 1990 2000 2010
Jumlah penduduk 199.495 268.322 335.297
Sejarah kependudukan kota Palu
Sumber:[3]

Pemerintahan

Kediaman controleur di masa Hindia Belanda (tahun 1930-an)

Kota Palu dibagi kepada 8 kecamatan dan 45 kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah:

Walikota Palu

  • Drs.H.Kisman Abdullah, Walikota Administratif Tahun 1978 - 1986
  • Drs. Sahbuddin Labadjo, Walikota Adminsitratif Tahun 1986- 1994
  • Rully A.Lamadjido,SH, Walikota Tahun 1994 - 2000.
  • H.Baso Lamakarate, Walikota Tahun 2000 - 2005.
  • H.Suardin Suebo, SE, Walikota Tahun 2005 - 2006.
  • Rusdi Mastura, Walikota Tahun 2006 - sekarang
DPRD kota Palu 2009-2014
Partai Kursi
Lambang Partai Golkar Partai Golkar 9
Lambang Partai Demokrat Partai Demokrat 6
Lambang PDI-P PDI-P 4
Lambang PAN PAN 4
Lambang PKS Partai Keadilan Sejahtera 4
Lambang Partai Damai Sejahtera Partai Damai Sejahtera 3
Lambang Partai Hanura Partai Hanura 3
Lambang PPP PPP 2
Lambang Partai Gerindra Partai Gerindra 2
Lambang Partai Karya Peduli Bangsa Partai Karya Peduli Bangsa 2
Lambang Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 2
Lambang PKB PKB 1
Lambang PDP PDP 1
Lambang Partai Bintang Reformasi Partai Bintang Reformasi 1
Lambang Partai Patriot Partai Patriot 1
Total 45
Sumber:[4]

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Situs Pariwisata

Dombu

Gunung Gawalise di barat kota Palu, kabupaten Donggala, berpotensi sebagai obyek wisata alam dan budaya yang menarik. Gunung Gawalise berjarak ± 34 kilometer dari Palu dan dapat ditempuh oleh kendaraan roda empat dalam kurun waktu ± 1 jam 30 menit. Di gunung Gawalise terdapat desa Dombu yang terletak di ketinggian dan berhawa sejuk. Desa lainnya adalah desa Matantimali, desa Panasibaja, desa Bolobia dan desa Rondingo.

Desa-desa ini didiami oleh suku Da'a. Suku Da'a merupakan sub-etnis suku Kaili yang mendiami daerah pegunungan. Di desa-desa ini dapat disaksikan atraksi sumpit yang diperagakan oleh warga setempat. Rumah di atas pohon masih ditemukan di desa Dombu sampai sekarang.

Di Gunung Gawalise dapat dilakukan hiking/trekking dengan rute-rute Wayu - Taipanggabe - Dombu - Wiyapore - Rondingo Kayumpia/Bolombia - Uemanje dalam waktu kurang dari 1 minggu.

Taman Nasional Lore Lindu

Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu lokasi perlindungan hayati Sulawesi. Kawasan ini terletak sekitar 60 kilometer sebelah selatan kota Palu dan terletak antara 119°90’ - 120°16’ di sebelah timur dan 1°8’ - 1°3’ di sebelah selatan.

Masjid 'Apung' Argam Bab Al Rahman

Masjid ini memiliki luas 121 meter persegi dan mampu menampung sebanyak 150 orang. Masjid ini berlantai satu dengan empat menara di ke empat sudutnya. Masjid ini sering disebut masjid apung karena posisinya menjorok 30 meter ke laut yang seakan-akan mengapung. Panorama bentang pegunungan dan Teluk Palu menambah keindahan bagi para jamaah maupun wisatawan yang ingin menikmati wisata religi di Kota Palu.[5]

Makanan Khas

'Kaledo', Kaki Lembu Donggala

Kaledo merupakan sup kaki sapi yang dimasak hingga empuk. Kuahnya yang bening memiliki rasa bumbu yang kuat yang merupakan campuran berbagai bumbu seperti asam jawa, cabe rawit, dan garam. Kaledo disajikan beserta dengan tulang-tulangnya. Oleh karena itu, cara menyantapnya pun harus dengan memegang tulang-tulangnya untuk menikmati daging-daging yang masih menempel pada tulang-tulangnya. Kuahnya pun menyegarkan badan dengan rasa asam yang dominan dicampur rasa pedas cabe rawit.[6]

Transportasi

Transportasi Udara

Kota Palu mempunyai sebuah bandara nasional, yaitu Bandara Mutiara.

Transportasi Darat

Jembatan di Palu pada tahun 1930-an

Transportasi darat di kota Palu meliputi transportasi tradisional dan modern.

  • Angkutan kota

Di kota Palu sedikitnya telah beroperasi 800 minibus angkutan kota (angkot) yang menjadi komuter utama di kota ini. Jumlah angkot di kota ini sering kali dianggap terlalu banyak mengingat kota ini hanya membutuhkan sekitar 500 angkot. Hal ini berarti terdapat 2 angkot untuk seorang komuter. Biaya Rp. 4.000,- untuk orang dewasa dan Rp. 3.000,- untuk pelajar. Uniknya, meskipun trayek angkot telah ditetapkan, setiap angkot dapat saja mengantar penumpang ke mana saja sepanjang sopir angkot berkenan. Satu hal lagi yang unik adalah angkot tersebut disebut sebagai "Taksi" oleh penduduk setempat. Warna angkot ini juga hanya 1, yaitu warna biru tua.

  • Bus

Moda bus hanya digunakan untuk transportasi dalam skala besar dan tidak bersifat publik di dalam kota. Moda ini digunakan untuk mengangkut penumpang antar kota dalam maupun lintas propinsi.

  • Taksi

Taksi adalah komuter paling eksklusif di kota ini. Untuk menunjukkan perbedaan dengan 'taksi' angkot, maka penduduk setempat menggunakan kata "argo" (taksi argo) untuk menyebut komuter ini yang mengacu pada argometer yang melengkapi setiap taksi.

  • Ojeg

Ojeg adalah moda transportasi alternatif di kota ini. Sama seperti di kota-kota lainnya, ojeg merupakan 'taksi motor' yang selalu siap mengantar penumpang langsung ke tujuannya dengan tarif yang sesuai dengan jarak tempuh tujuannya. Bila di kota-kota lain para tukang ojeg menggunakan seragam, maka di kota ini Anda mungkin akan kesulitan untuk menemukannya karena tidak adanya baju seragam bagi para tukang ojek. Namun, Anda bisa menemukannya di sudut-sudut perempatan jalan atau mereka akan menawarkan jasanya langsung jika melewati Anda yang terlihat sedang menunggu di tepi jalan.

  • Dokar dan becak

Moda transportasi tradisional ini masih dapat dijumpai di beberapa wilayah kota ini. Namun, wilayah peredarannya dibatasi agar tidak memasuki pusat kota dan hanya terbatas untuk mengangkut penumpang dan barang di sekitar lokasi pasar-pasar tradisional.

Gempa 2004

Pada tanggal 24 Desember 2004 pukul 04.10 WITA, gempa berkekuatan 6,2 pada Skala Richter mengguncang Palu. Pusat gempa terjadi di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Donggala, 16 km arah tenggara Palu tepatnya di sekitar air panas Desa Bora,

di kedalaman 30 km. Gempa itu berada pada 1°03′ LS - 119°99′ BT. Warga 

panik dan langsung mengungsi karena takut kemungkinan adanya tsunami seperti yang terjadi di Aceh.

Sebagian dari mereka melarikan diri ke perbukitan dan pegunungan. 

Akibatnya, satu orang meninggal, empat orang cedera dan 177 bangunan rusak.Warga Sekitar Biromaru Malah Mengungsi didekat tempat pusat gempa.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e Pemerintah Kota Palu. (2009). Palu Kota Dua Wajah. Palu: CACDS.
  2. ^ a b c Kompas.com. (27 Februari 2012). Palu Bisa Menjadi Pusat Budaya Sulawesi. Diakses pada 4 Juni 2014 11:21 dari http://oase.kompas.com/read/2012/02/27/16481582/Palu.Bisa.Menjadi.Pusat.Budaya.Sulawesi
  3. ^ palukota.bps.go.id Pertumbuhan dan Total Penduduk. Diakses pada 23 Januari 2012.
  4. ^ "Jumlah Keanggotaan DPRD 2009-2014 menurut Partai Politik dan Jenis Kelamin", Situs resmi BPS Sulawesi Tengah
  5. ^ Kompas.com. (19 Januari 2011). Palu Bakal Punya Masjid Terapung. Diakses pada 4 Juni 2014 11:47 dari http://regional.kompas.com/read/2011/01/19/20054943/Palu.Bakal.Punya.Masjid.Terapung
  6. ^ Kompas.com. (1 Januari 2014). Asam Pedas Kaledo Khas Palu. Diakses pada 4 Juni 2014 11:56 dari http://travel.kompas.com/read/2014/01/01/0928497/Asam.Pedas.Kaledo.Khas.Palu.

Pranala luar