Lompat ke isi

Cicero: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
BP21Danang (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: BP2014
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:CiceroBust.jpg|thumb|240px|Cicero ketika berumur lebih kurang 60 tahun]]
[[Berkas:CiceroBust.jpg|thumb|240px|Cicero ketika berumur lebih kurang 60 tahun]]


'''Cicero''' atau '''Marcus Tullius Cicero''' (di Inggris dijuluki ''Tully'') adalah [[filsuf]], [[orator]] yang memiliki keterampilan handal dalam [[retorika]], [[pengacara]], [[penulis]], dan [[negarawan]] [[Romawi kuno]] yang umumnya dianggap sebagai ahli pidato [[bahasa Latin|Latin]] dan ahli gaya [[prosa]].<ref name="Ens">{{id}}Hassan Shadily & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 2 (CES-HAM). Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, hal. 668</ref><ref name="Rowe et al"></ref><ref name="britannica">{{en}} [http://www.britannica.com/EBchecked/topic/117565/Marcus-Tullius-Cicero| Encyclopedia Britannica : Marcus Tullius Cicero]</ref><ref name="the">{{en}} Jacob E. Safra; James E. Goulka., The New Encyclopǽdia Brittanica Vol. 3 Micropǽdia. London: Enciclopǽdia Britannica, Inc, 1997, hal. 313-315</ref> Cicero merupakan tokoh besar mazhab [[filsafat]] [[Stoikisme]] yang populer pada abad 4SM (Sebelum Masehi) sampai abad 2M (Masehi), dan Cicero merupakan salah satu tokoh pada periode akhir yang lebih terkenal dengan sebuatan Stoikisme [[Romawi]].<ref name="Audi">{{en}} Robert Audi., The Cambridge Dictionary of Philosophy, Edinburg: Cambridge University Press, 1995, Hal. 123-124</ref> Selain itu, ia dan pemikirannya juga dianggap dekat dengan aliran [[Plato]]nisme dan [[Epikureanisme]].<ref name="Rowe et al"></ref> Pemikiran Cicero banyak dirujuk dalam pemikiran [[hukum]] dan tata negara, serta pemikiran filsafat lainnya.<ref name="Audi"/> Salah satunya adalah [[David Hume]] di abad 18.<ref name="Audi"></ref> Cicero dikenal sebagai negarawan yang berusaha menegakkan prinsip-prinsip [[republik]] dalam perang [[sipil]], kegagalannya menyebabkan perang sipil yang menghancurkan [[Republik Romawi]].<ref name="britannica"/> Tulisan-tulisannya meliputi buku retorika, pidato, risalah filsafat dan politik, dan [[surat]]-surat.<ref name="britannica"/>
'''Cicero''' atau '''Marcus Tullius Cicero''' (di Inggris dijuluki "Tully") adalah [[filsuf]], [[orator]] yang memiliki keterampilan handal dalam [[retorika]], [[pengacara]], [[penulis]], dan [[negarawan]] [[Romawi kuno]] yang umumnya dianggap sebagai ahli pidato [[bahasa Latin|Latin]] dan ahli gaya [[prosa]].<ref name="Ens">{{id}}Hassan Shadily & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 2 (CES-HAM). Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, hal. 668</ref><ref name="Rowe et al"></ref><ref name="britannica">{{en}} [http://www.britannica.com/EBchecked/topic/117565/Marcus-Tullius-Cicero| Encyclopedia Britannica : Marcus Tullius Cicero]</ref><ref name="the">{{en}} Jacob E. Safra; James E. Goulka., The New Encyclopǽdia Brittanica Vol. 3 Micropǽdia. London: Enciclopǽdia Britannica, Inc, 1997, hal. 313-315</ref> Cicero merupakan tokoh besar mazhab [[filsafat]] [[Stoikisme]] yang populer pada abad 4SM (Sebelum Masehi) sampai abad 2M (Masehi), dan Cicero merupakan salah satu tokoh pada periode akhir yang lebih terkenal dengan sebuatan Stoikisme [[Romawi]].<ref name="Audi">{{en}} Robert Audi., The Cambridge Dictionary of Philosophy, Edinburg: Cambridge University Press, 1995, Hal. 123-124</ref> Selain itu, ia dan pemikirannya juga dianggap dekat dengan aliran [[Plato]]nisme dan [[Epikureanisme]].<ref name="Rowe et al"></ref> Pemikiran Cicero banyak dirujuk dalam pemikiran [[hukum]] dan tata negara, serta pemikiran filsafat lainnya.<ref name="Audi"/> Salah satunya adalah [[David Hume]] di abad 18.<ref name="Audi"></ref> Cicero dikenal sebagai negarawan yang berusaha menegakkan prinsip-prinsip [[republik]] dalam perang [[sipil]], kegagalannya menyebabkan perang sipil yang menghancurkan [[Republik Romawi]].<ref name="britannica"/> Tulisan-tulisannya meliputi buku retorika, pidato, risalah filsafat dan politik, dan [[surat]]-surat.<ref name="britannica"/>




Baris 15: Baris 15:
===Karya-karya Cicero===
===Karya-karya Cicero===
Cicero merupakan pembaru [[bahasa Latin]] terbesar di zamannya.<ref name="Ens"/> Karya filsafatnya sangat terkenal dan berpengaruh, di antaranya adalah yang tertuang dalam pidato-pidatonya yang berjumlah 57 tulisan, selain 17 fragmen lain.<ref name="Ens"/> Kemudian karya-karya filsafat, retorika, dan surat-surat tercatat berjumlah ± 800 buah dan tersimpan baik hingga saat ini.<ref name="Ens"/><ref name="Edw">{{en}} Paul Edwards., The Encyclopedia of Philosophy Vol.1,2 (Complete an Unbridged. New York: Macmillan Publishing Co., hal. 113-114</ref> Pada sumber lain tercatat bahwa pada Juli 43SM, lebih dari 900 tulisan diselamatkan, 835 ditulis oleh Cicero sendiri, 416 dialamatkan kepada sahabatnya, seorang [[ksatria]] bernama Pomponius Atticus, dan 419 kepada 94 orang lain, baik kerabat maupun kenalannya.<ref name="the"/> Beberapa surat tidak dapat dilacak, salah satunya suratnya kepada [[Pompeius]] yang disebutkan dalam ''Pro Sulla'' dan ''Pro Plancio'' yang merupakan surat berisi konspirasi Lucius Sergius Catilina.<ref name="the"/>
Cicero merupakan pembaru [[bahasa Latin]] terbesar di zamannya.<ref name="Ens"/> Karya filsafatnya sangat terkenal dan berpengaruh, di antaranya adalah yang tertuang dalam pidato-pidatonya yang berjumlah 57 tulisan, selain 17 fragmen lain.<ref name="Ens"/> Kemudian karya-karya filsafat, retorika, dan surat-surat tercatat berjumlah ± 800 buah dan tersimpan baik hingga saat ini.<ref name="Ens"/><ref name="Edw">{{en}} Paul Edwards., The Encyclopedia of Philosophy Vol.1,2 (Complete an Unbridged. New York: Macmillan Publishing Co., hal. 113-114</ref> Pada sumber lain tercatat bahwa pada Juli 43SM, lebih dari 900 tulisan diselamatkan, 835 ditulis oleh Cicero sendiri, 416 dialamatkan kepada sahabatnya, seorang [[ksatria]] bernama Pomponius Atticus, dan 419 kepada 94 orang lain, baik kerabat maupun kenalannya.<ref name="the"/> Beberapa surat tidak dapat dilacak, salah satunya suratnya kepada [[Pompeius]] yang disebutkan dalam ''Pro Sulla'' dan ''Pro Plancio'' yang merupakan surat berisi konspirasi Lucius Sergius Catilina.<ref name="the"/>
Terdapat empat koleksi surat-surat Cicero yang dialamatkan kepada Atticus dalam 16 buku, kepada kenalan dan saudaranya yang berjumlah 16 buku, kepada [[Markus Yunius Brutus|Brutus]] yang berjumlah 3 buku, dan kepada saudaranya berjudul ''Ad Quintum Fratem''.<ref name="the"/>
Kemudian, terdapat juga empat koleksi surat-surat Cicero yang dialamatkan kepada Atticus dalam 16 buku, kepada kenalan dan saudaranya yang berjumlah 16 buku, kepada [[Markus Yunius Brutus|Brutus]] yang berjumlah 3 buku, dan kepada saudaranya berjudul ''Ad Quintum Fratem''.<ref name="the"/>
Selain karya-karya tentang filsafat dan tulisan yang terkait politik, Cicero sebagai [[penyair]] diketahui menerbitkan [[puisi]]-puisi berbahasa Latin, di antaranya adalah: [[epos]] berjudul ''De Consulatu Suo'' (Inggris: On His Consulship) dan ''De Temproribus Suis'' (Inggris: On His Life and Times), karya yang dipakainya untuk mengritik kekunoan tradisi penyembahan masyarakat Romawi kala itu.ref name="the"/> Cicero sendiri menolak untuk disebut sebagai salah satu tokoh dari aliran-aliran seni kala itu, yaitu kelompok orang-orang Asia yang rata-rata kaya, dan tampil berlebihan, atau kelompok yang diwakili oleh Quintus Hortensius, atau mereka yang menyebut diri sebagai ''Atticist'', misalnya [[Julius Caesar]] dan [[Markus Yunius Brutus|Brutus]].<ref name="the"/> Adapun karya bergenre [[humor]] yang ditulis Cicero dengan prinsip [[Stoikisme]]nya berjudul ''Pro Murena'' sebuah karya yang mendiskreditkan Cato yang berpihak kepada para pengacara yang menyerang Clodia, karya tersebut terdapat dalam pidato berjudul Pro Caelio yang dibawakan Cicero pada 4 April tahun 56SM.<ref name="the"/><ref name="leen">{{en}} Leen, Anne. "Clodia Oppugnatrix: The Domus Motif in Cicero's Pro Caelio." The Classical Journal 96. No. 2. (December, 2000- January, 2001): hal. 141–162</ref>
Selain karya-karya tentang filsafat dan tulisan yang terkait politik, sebagai [[penyair]], Cicero diketahui menerbitkan [[puisi]]-puisi berbahasa Latin, di antaranya adalah: [[epos]] berjudul ''de Consulatu Suo'' (Inggris: ''On His Consulship'') dan ''de Temproribus Suis'' (Inggris: ''On His Life and Times''), yang merupakan tulisan yang dipakainya untuk mengritik kekunoan tradisi penyembahan masyarakat Romawi pada zamannya.<ref name="the"/> Cicero sendiri menolak untuk disebut sebagai salah satu tokoh dari salah satu aliran-aliran seni kala itu, yaitu kelompok orang-orang Asia yang rata-rata kaya dan tampil secara berlebihan, atau kelompok yang diwakili oleh Quintus Hortensius, atau mereka yang menyebut diri sebagai ''Atticist'', misalnya [[Julius Caesar]] dan [[Markus Yunius Brutus|Brutus]].<ref name="the"/> Adapun karya bergenre [[Komedi|humor]] yang ditulis Cicero yang memuat prinsip-prinsip [[Stoikisme]]nya berjudul ''Pro Murena'', yang merupakan sebuah karya yang mendiskreditkan Cato yang berpihak kepada para pengacara yang menyerang Clodia.ref name="the"/> Karya tersebut termuat dalam pidato berjudul Pro Caelio yang dibawakan Cicero pada 4 April tahun 56SM.<ref name="the"/><ref name="leen">{{en}} Leen, Anne. "Clodia Oppugnatrix: The Domus Motif in Cicero's Pro Caelio." The Classical Journal 96. No. 2. (December, 2000- January, 2001): hal. 141–162</ref>


===Pribadi dan Karya Filsafat===
===Pribadi dan Karya Filsafat===
Cicero menyebut dirinya seorang filsuf Akademi (Platonis).<ref name="the"/> Namun hal tersebut diragukan oleh banyak pihak karena karya-karyanya yang kontradiktif dan tidak murni.<ref name="the"/> Dalam hal [[etika]], Cicero cenderung memakai prinsip dogmatis Stoikisme yang sangat dipengaruhi [[Socrates]].<ref name="the"/> Dalam beragama, Cicero dapat dikatakan nyaris agnostik, walaupun dia memiliki pengalaman religius mendalam, yaitu ketika ia berkunjung ke Eleusis, pada saat kemaitan saudarinya tahun 45SM.<ref name="the"/> Sebagai penulis, ia biasanya menulis sebagai seorang ateis, kecuali dalam karyanya yang berjudul ''Somnium Scipionis'' (mimpi-mimpi Scipio) berisi luapan perasaan religius, tepatnya terdapat pada bagian akhir De Republica.<ref name="the"/>
Cicero menyebut dirinya seorang filsuf Akademi (Platonis).<ref name="the"/> Namun hal tersebut diragukan oleh banyak pihak karena karya-karyanya yang kontradiktif dan tidak murni.<ref name="the"/> Dalam hal [[etika]], Cicero cenderung memakai prinsip dogmatis Stoikisme yang sangat dipengaruhi [[Socrates]].<ref name="the"/> Dalam beragama, Cicero dapat dikatakan nyaris agnostik, walaupun dia memiliki pengalaman religius mendalam, yaitu ketika ia berkunjung ke Eleusis, pada saat kemaitan saudarinya tahun 45SM.<ref name="the"/> Sebagai penulis, ia biasanya menulis sebagai seorang ateis, kecuali dalam karyanya yang berjudul ''Somnium Scipionis'' (mimpi-mimpi Scipio) berisi luapan perasaan religius, tepatnya terdapat pada bagian akhir ''de Republica''.<ref name="the"/>


Sebagai seorang [[filsuf]], Cicero mulai serius menulis karya-karya [[filsafat]]nya pada tahun 54SM.<ref name="the"/> Karya awalnya berjudul ''De Republica'' dan diikuti ''De Legibus'' pada tahun 52SM.<ref name="the"/> Tulisan tersebut berisi tafsiran tentang sejarah [[Romawi]] yang diteropong dengan sudut pandang teori politik [[Yunani]].<ref name="the"/>
Sebagai seorang [[filsuf]], Cicero mulai serius menulis karya-karya [[filsafat]]nya pada tahun 54SM.<ref name="the"/> Karya awalnya berjudul ''de Republica'' dan diikuti ''de Legibus'' pada tahun 52SM.<ref name="the"/> Tulisan tersebut berisi tafsiran tentang sejarah [[Romawi]] yang diteropong dengan sudut pandang teori politik [[Yunani]].<ref name="the"/>
Dalam kondisi politik yang carut-marut dan yang membuat setiap orang menderita, yaitu ketika [[Perang Sosial (91–88 SM)|perang sipil]] terjadi, perang yang juga merenggut nyawa saudari tercintanya, Tullia<ref name="the"/>), Cicero mencurahkan seluruh energinya demi menghibur diri atas duka dengan aktivitas menulis secara radikal.<ref name="Long"></ref> Banyak karya yang ia selesaikan selama dua tahun masa kehilangan tersebut, di antaranya ialah:<ref name="Long"/>
Dalam kondisi politik yang carut-marut dan yang membuat setiap orang menderita, yaitu ketika [[Perang Sosial (91–88 SM)|perang sipil]] terjadi, perang yang juga merenggut nyawa saudari tercintanya, Tullia<ref name="the"/>), Cicero mencurahkan seluruh energinya demi menghibur diri atas duka dengan aktivitas menulis secara radikal.<ref name="Long"></ref> Banyak karya yang ia selesaikan selama dua tahun masa kehilangan tersebut, di antaranya ialah:<ref name="Long"/>
* ''De Academia'';
* ''de Academia'';
* ''De Fibinus'';
* ''de Fibinus'';
* ''De Tusculan Disputations'';
* ''de Tusculan Disputations'';
* ''De Natura Deorum'';
* ''de Natura Deorum'';
* ''De Divinatione'';
* ''de Divinatione'';
* ''De Fato'';
* ''de Fato'';
* ''De Officiis''; dan
* ''de Officiis''; dan
* ''De Amicitia''.
* ''de Amicitia''.


Kecuali karyanya yang berjudul ''de Officiis'', Cicero tidak pernah mengklaim bahwa tulisan-tulisannya merupakan tulisan otentik dari dirinya, dalam suratnya kepada Atticus, ia mengatakan, "Karya-karyaku merupakan transkrip, aku secara sederhana hanya menyumbang kata-kata, aku mencukupkan diri dengan hal itu".<ref name="the"/> Tujuan Cicero adalah menyediakan [[ensiklopedi]] [[filsafat]] bagi Romawi, negara yang ia cintai.<ref name="the"/> Bentuk yang ia pakai merupakan dialog dengan gaya yang lebih dekat kepada [[Aristoteles]] daripada [[Plato]].<ref name="the"/>
Kecuali karyanya yang berjudul ''de Officiis'', Cicero tidak pernah mengklaim bahwa tulisan-tulisannya merupakan tulisan otentik dari dirinya, dalam suratnya kepada Atticus, ia mengatakan, "Karya-karyaku merupakan transkrip, aku secara sederhana hanya menyumbang kata-kata, dan aku mencukupkan diri dengan hal itu".<ref name="the"/> Tujuan Cicero adalah menyediakan [[ensiklopedi]] [[filsafat]] bagi Romawi, negara yang ia cintai.<ref name="the"/> Bentuk yang ia pakai merupakan dialog dengan gaya yang lebih dekat kepada [[Aristoteles]] daripada [[Plato]].<ref name="the"/>


[[Berkas:Marcus Tullius Cicero.jpg|thumb|240px|'''Marcus Tullius Cicero''', sebuah patung marmer di Museum Capitoline, Roma]]
[[Berkas:Marcus Tullius Cicero.jpg|thumb|240px|'''Marcus Tullius Cicero''', sebuah patung marmer di Museum Capitoline, Roma]]
Secara personal, Cicero adalah orang yang sangat cerdas dalam bernalar, bahkan mampu memakai peristiwa-peristiwa dalam hidupnya sebagai pemacu karya-karya filsafatnya.<ref name="Long"></ref> Bukan hanya alasan personal yang membuat ia merampungkan sejumlah karya, namun kutipan dari ''De Natura'' berikut mewakili keprihatinannya<ref name="Long"></ref>,
Secara personal, Cicero adalah orang yang sangat cerdas dalam bernalar, bahkan mampu memakai peristiwa-peristiwa dalam hidupnya sebagai pemacu karya-karya filsafatnya.<ref name="Long"></ref> Bukan hanya alasan personal yang membuat ia merampungkan sejumlah karya, namun kutipan dari ''de Natura'' berikut mewakili keprihatinannya<ref name="Long"></ref>,


{{Cquote|Jika ada yang terheran-heran mengapa aku mempercayakan setiap refleksi menjadi tulisan pada tahap hidup saya ini, aku dapat menjawabnya secara sederhana.<ref name="Long"></ref> Tanpa aktivitas publik yang aku tanggung (jabatan atau tugas resmi kemasyarakatan), dan dalam situasi politik diktatorial yang tak terelakkan, aku berpikir bahwa tindakan patriotisme dengan menjelaskan secara rinci filsafat kepada para sesama warga negara sebagai tindakan evaluasi yang sungguh-sungguh kepada negara terhormat dan suci, yaitu demi sebuah ekspresi subjek (warga negara) yang luhur melalui literatur Latin.|4=[[Cicero]]}}
{{Cquote|Jika ada yang terheran-heran mengapa aku mempercayakan setiap refleksi menjadi tulisan pada tahap hidup saya ini, aku dapat menjawabnya secara sederhana.<ref name="Long"></ref> Tanpa aktivitas publik yang aku tanggung (jabatan atau tugas resmi kemasyarakatan), dan dalam situasi politik diktatorial yang tak terelakkan, aku berpikir bahwa tindakan patriotisme dengan menjelaskan secara rinci filsafat kepada para sesama warga negara sebagai tindakan evaluasi yang sungguh-sungguh kepada negara terhormat dan suci, yaitu demi sebuah ekspresi subjek (warga negara) yang luhur melalui literatur Latin.|4=[[Cicero]]}}


Di akhir hidupnya, Cicero dalam bidang etika mengkritik tradisi doktrin [[Epikuros]], [[Stoikisme]], dan Peripatetik (pengikut [[Aristoteles]]) dalam karya ''On Ends'', yang bicara tentang pandangan mereka terhadap kematian, penderitaan, dan emosi yang tidak masuk akal.<ref name="Audi"></ref> Kemudian dalam pandangan tentang kebahagiaan, Cicero menulisnya dalam karya ''Tusculan Disputations''.<ref name="Audi"></ref> Pada masa akhir hidupnya dalam karya ''On Duties'', Cicero berpijak pada prinsip Stoa.<ref name="Audi"></ref>
Di akhir masa hidupnya, Cicero dalam bidang [[etika]] mengkritik tradisi doktrin [[Epikuros]], [[Stoikisme]], dan Peripatetik (pengikut [[Aristoteles]]) dalam karya ''On Ends'', yang bicara tentang pandangan mereka terhadap kematian, penderitaan, dan emosi yang tidak masuk akal.<ref name="Audi"></ref> Kemudian dalam pandangan tentang kebahagiaan, Cicero menulisnya dalam karya ''Tusculan Disputations''.<ref name="Audi"></ref> Pada masa akhir hidupnya dalam karya ''On Duties'', Cicero berpijak pada prinsip Stoa.<ref name="Audi"></ref>


===Karir Politik===
===Karir Politik===
Baris 46: Baris 46:
Sebagai ''praetor'' (satu tingkat di bawah [[Konsul Romawi|konsul]]), Cicero menyuarakan [[pidato]] politiknya pertama kali pada tahun 66SM dalam rangka melawan [[Catullus]] dan kepemimpinan Optimates yang merupakan orang konservatif di dewan senat Romawi, ia berunding dengan perintah Pompeius dalam rangka melawan [[Mitharades]], raja [[Pontus]].<ref name="the"/> Kedekatan Cicero dengan Pompeius menimbulkan kebencian Marcus Licinius Crassusm namun justru menjadikannya semakin populer sehingga pada tahun 63 ia diangkat sebagai konsul.<ref name="the"/>
Sebagai ''praetor'' (satu tingkat di bawah [[Konsul Romawi|konsul]]), Cicero menyuarakan [[pidato]] politiknya pertama kali pada tahun 66SM dalam rangka melawan [[Catullus]] dan kepemimpinan Optimates yang merupakan orang konservatif di dewan senat Romawi, ia berunding dengan perintah Pompeius dalam rangka melawan [[Mitharades]], raja [[Pontus]].<ref name="the"/> Kedekatan Cicero dengan Pompeius menimbulkan kebencian Marcus Licinius Crassusm namun justru menjadikannya semakin populer sehingga pada tahun 63 ia diangkat sebagai konsul.<ref name="the"/>


Sebagai konsul, prestasi Cicero semakin melejit dengan prestasinya menggagalkan komplotan Lucius Sergius Catilina yang melakukan konspirasi menggulingkan Republik Romawi dengan maksud menggantinya dengan sistem [[aristokrasi]].<ref name="Ens"/><ref name="Cataline2007book">{{cite book| last = Winningham| first = Brandon| title = Catiline| date = March 19, 2007| origyear = 2007| publisher = iUniverse, Inc. | isbn = 978-0-595-42416-0}}</ref> Setelah [[Julius Caesar]] meninggal pada tahun 44SM, Cicero memihak [[Augustus|Octavianus]] melawan [[Markus Antonius|Antonius]] dengan pidato-pidatonya yang tajam, antara lain "Phillipacea".<ref name="Ens"/> Setelah terbentuk sebuah pemerintahan dengan tiga orang kuat di dalamnya (triumvirs: tritunggal)<ref name="britann">[http://www.britannica.com/EBchecked/topic/336835/Marcus-Aemilius-Lepidus| Biografi Marcus Aemilius Lepidus] diakses 23 Juni 2014</ref>, bersama Marcus Aemilius Lepidus, Antonius menuntut Cicero bunuh dengan cara dipenggal.<ref name="Ens"/> Walapun Cicero melarikan diri, namun tetap berhasil dibunuh dalam pelariannya.<ref name="Ens"/>
Sebagai konsul, prestasi Cicero semakin melejit karena prestasinya menggagalkan komplotan Lucius Sergius Catilina yang melakukan konspirasi menggulingkan Republik Romawi dengan maksud menggantinya dengan sistem [[aristokrasi]].<ref name="Ens"/><ref name="Cataline2007book">{{cite book| last = Winningham| first = Brandon| title = Catiline| date = March 19, 2007| origyear = 2007| publisher = iUniverse, Inc. | isbn = 978-0-595-42416-0}}</ref> Setelah [[Julius Caesar]] meninggal pada tahun 44SM, Cicero memihak [[Augustus|Octavianus]] melawan [[Markus Antonius|Antonius]] dengan pidato-pidatonya yang tajam, antara lain "Phillipacea".<ref name="Ens"/> Setelah terbentuk sebuah pemerintahan dengan tiga orang kuat di dalamnya yang dijuluki ''triumvirs''<ref name="britann">[http://www.britannica.com/EBchecked/topic/336835/Marcus-Aemilius-Lepidus| Biografi Marcus Aemilius Lepidus] diakses 23 Juni 2014</ref>, bersama Marcus Aemilius Lepidus, Antonius menuntut Cicero bunuh dengan cara dipenggal.<ref name="Ens"/> Walapun Cicero melarikan diri, namun tetap berhasil dibunuh dalam pelariannya.<ref name="Ens"/>


==Pemikiran Cicero==
==Pemikiran Cicero==
===Cicero sebagai Negarawan===
===Cicero sebagai Negarawan===
Pemikiran Cicero tentang bagaimana menjadi seorang negarawan yang baik tercermin dalam [[orasi]]-orasinya yang tidak berpusat pada sekadar pengetahuan berpidato, melainkan tentang bagaimana menjadi seorang orator terbaik, yang mampu memberikan rasa aman kepada rakyat, dan memalui orasinya ia dapat menyatukan rakyat.<ref name="Rowe et al"></ref> Karya ''de Oratore'', oleh karena itu menjadi landasan gagasan ''de Re Publica'', dan ''de Legibus''.<ref name="Rowe et al"></ref> Dialog yang ada dalam karya itu merepresentasikan Phillipus sebagai pencemooh otoritas senat dan tanggung jawab atas dekade perang eksternal dan sipil yang terjadi kemudian.<ref name="Rowe et al"></ref> Bagi Cicero, pidato harus didedikasikan sebagai alat untuk pelayanan [[publik]].<ref name="Rowe et al"></ref> Cicero memang negarawan yang sangat berbakti, dalam ''de Re Publica'', kata Cicero kepada saudaranya, adalah "tentang kondisi terbaik dari sebuah kota dan warga negara yang paling baik".<ref name="Rowe et al"></ref> Cicero banyak sekali bicara tentang [[demokrasi]], [[keadilan]] [[rakyat]], [[hukum]] [[alam]] sebagai acuan perilaku kepentingan [[manusia]].<ref name="Rowe et al"></ref> Bagi Cicero etika warga negara sama pentingnya dengan sistem politik.<ref name="Rowe et al"/> Kelangsungan sistem [[politik]] akan tergantung pada etika politik: negarawan memelihara kota dengan keputusan yang bijaksana dan contoh [[moral]].<ref name="Rowe et al"></ref>
Cicero sebagai negarawan tampak dalam tujuan-tujuannya dalam karya-karyanya.<ref name="Rowe et al"></ref>
Bagi Cicero, [[orasi]] tidak berpusat pada pengetahuan berpidato, melainkan tentang bagaimana menjadi orator terbaik, yang mampu memberikan rasa aman kepada rakyat, bahkan dapat menyatukan rakyat.<ref name="Rowe et al"></ref> ''De Oratore'' karena itu menjadi landasan gagasan ''de Re Publica'', dan de Legibus<!--apa semua orang dapat mengerti arti-arti ini?-->.<ref name="Rowe et al"></ref> Dialog yang ada dalam karya itu merepresentasikan Phillipus sebagai pencemooh otoritas senat dan tanggung jawab atas dekade perang eksternal dan sipil yang terjadi kemudian.<ref name="Rowe et al"></ref> Bagi Cicero, pidato harus didedikasikan sebagai alat untuk pelayanan [[publik]].<ref name="Rowe et al"></ref> Cicero memang negarawan yang sangat berbakti, dalam ''de Re Publica'', kata Cicero kepada saudaranya, adalah "tentang kondisi terbaik dari sebuah kota dan warga negara yang paling baik".<ref name="Rowe et al"></ref> Cicero banyak sekali bicara tentang [[demokrasi]], [[keadilan]] [[rakyat]], [[hukum]] [[alam]] sebagai acuan perilaku kepentingan [[manusia]].<ref name="Rowe et al"></ref> Bagi Cicero etika warga negara sama pentingnya dengan sistem politik.<ref name="Rowe et al"/> Kelangsungan sistem [[politik]] akan tergantung pada etika politik: negarawan memelihara kota dengan keputusan yang bijaksana dan contoh [[moral]].<ref name="Rowe et al"></ref>


Bagi Cicero, menjadi negarawan yang [[patriot]]is adalah segala-galanya, bahkan ganjarannya adalah surga.<ref name="Rowe et al"></ref> Tugas politik bagi Cicero adalah suci, yang dibebankan Tuhan kepada manusia, seperti ditulis Cicero dalam dialog kepada Scipo Africanus, kakeknya<ref name="Rowe et al"></ref>,
Bagi Cicero, menjadi negarawan yang [[patriot]]is adalah segala-galanya, bahkan ganjarannya adalah surga.<ref name="Rowe et al"></ref> Tugas politik bagi Cicero adalah suci, yang dibebankan Tuhan kepada manusia, seperti ditulis Cicero dalam dialog kepada Scipo Africanus, kakeknya<ref name="Rowe et al"></ref>,
Baris 60: Baris 59:


===Cicero dan Etika [[Stoikisme|Stoa]]===
===Cicero dan Etika [[Stoikisme|Stoa]]===
Karya Cicero dengan pengaruh terlama dan terpenting adalah ''de Officiis'', yaitu tulisan dengan semangat [[Stoikisme]], yang banyak membahas tentang perhatiannya sepanjang periode krisis personal manusia dan krisis politik.<ref name="Rowe et al"></ref> Menurut Cicero, bahaya bagi masyarakat jika [[ambisi]] pribadi dan individu yang sangat mendominasi kehidupan mereka.<ref name="Rowe et al"></ref> Dalam hal ini, manusia perlu menyadari bahwa sebuah pelayanan publik akan terlaksana dengan baik jika kepentingan pribadi ditekan sedemikian rupa sehingga kepentingan publik menjadi yang utama.<ref name="Rowe et al"></ref> Tulisan terkenal Cicero berjudul ''de Officiis'' memuat semangat Stoikisme tentang etika ''katekontik'', yaitu tindakan yang tepat dan terbaik didasari kesadaran terdalam manusia akan tugas kebaikan yang melekat padanya dalam menunaikan tanggung jawab diri demi kebaikan masyarakat.<ref name="Rowe et al"></ref> Terdapat tugas sosial yang melekat dalam setiap warga negara.<ref name="Rowe et al"></ref> Dalam peristiwa konflik, Cicero menetapkan sebuah prosedur,
Karya Cicero yang membawa pengaruh terlama dan terpenting adalah ''de Officiis'', yaitu tulisan dengan semangat [[Stoikisme]], yang banyak membahas tentang perhatiannya sepanjang periode krisis personal manusia dan krisis politik.<ref name="Rowe et al"></ref> Menurut Cicero, bahaya bagi masyarakat adalah jika [[ambisi]] pribadi sangat mendominasi kehidupan mereka.<ref name="Rowe et al"></ref> Dalam hal ini, manusia perlu menyadari bahwa sebuah pelayanan publik akan terlaksana dengan baik jika kepentingan pribadi ditekan sedemikian rupa sehingga kepentingan publik menjadi yang utama.<ref name="Rowe et al"></ref> Tulisan terkenal Cicero berjudul ''de Officiis'' memuat semangat Stoikisme tentang etika ''katekontik'', yaitu tindakan yang tepat dan terbaik didasari kesadaran terdalam manusia akan tugas kebaikan yang melekat padanya dalam menunaikan tanggung jawab diri demi kebaikan masyarakat.<ref name="Rowe et al"></ref> Terdapat tugas sosial yang melekat dalam setiap warga negara.<ref name="Rowe et al"></ref> Dalam peristiwa konflik, Cicero menetapkan sebuah prosedur,
{{Cquote|Orang yang mengambil sesuatu dari orang lain dan meningkatkan keuntungannya sendiri dengan mengorbankan keuntungan orang lain lebih buruk daripada kematian, daripada kemiskinan, daripada penderitaan yang mungkin menimpa tubuh atau hak milik eksternal lainnya.<ref name="Rowe et al"></ref> Alam dengan hukumnya menetapkan bahwa seorang manusia harus mau mempertimbangkan kepentingan orang lain, siapapun ia, dengan alasan mendasar yakni karena ia adalah manusia.<ref name="Rowe et al"></ref> |4=[[Cicero]] dalam de Officiis}}
{{Cquote|Orang yang mengambil sesuatu dari orang lain dan meningkatkan keuntungannya sendiri dengan mengorbankan keuntungan orang lain lebih buruk daripada kematian, daripada kemiskinan, daripada penderitaan yang mungkin menimpa tubuh atau hak milik eksternal lainnya.<ref name="Rowe et al"></ref> Alam dengan hukumnya menetapkan bahwa seorang manusia harus bersedia mempertimbangkan kepentingan orang lain, siapapun ia, dengan alasan mendasar yakni karena ia adalah manusia.<ref name="Rowe et al"></ref> |4=[[Cicero]] dalam de Officiis}}


Selanjutnya, menyikapi warisan dari keberanian tradisi Romawi dalam kemiliteran, dan warisan Yunani yang mengatakan bahwa ''doxa'' (kejayaan dan opini) adalah berbahaya dan tidak berharga, Cicero mengakomodasi keduanya dengan berkata<ref name="Rowe et al"></ref>,
Selanjutnya, menyikapi warisan dari keberanian tradisi Romawi dalam kemiliteran, dan warisan Yunani yang mengatakan bahwa ''doxa'' (kejayaan dan opini) adalah berbahaya dan tidak berharga, Cicero mengakomodasi keduanya dengan berkata<ref name="Rowe et al"></ref>,

Revisi per 26 Juni 2014 18.38

Cicero ketika berumur lebih kurang 60 tahun

Cicero atau Marcus Tullius Cicero (di Inggris dijuluki "Tully") adalah filsuf, orator yang memiliki keterampilan handal dalam retorika, pengacara, penulis, dan negarawan Romawi kuno yang umumnya dianggap sebagai ahli pidato Latin dan ahli gaya prosa.[1][2][3][4] Cicero merupakan tokoh besar mazhab filsafat Stoikisme yang populer pada abad 4SM (Sebelum Masehi) sampai abad 2M (Masehi), dan Cicero merupakan salah satu tokoh pada periode akhir yang lebih terkenal dengan sebuatan Stoikisme Romawi.[5] Selain itu, ia dan pemikirannya juga dianggap dekat dengan aliran Platonisme dan Epikureanisme.[2] Pemikiran Cicero banyak dirujuk dalam pemikiran hukum dan tata negara, serta pemikiran filsafat lainnya.[5] Salah satunya adalah David Hume di abad 18.[5] Cicero dikenal sebagai negarawan yang berusaha menegakkan prinsip-prinsip republik dalam perang sipil, kegagalannya menyebabkan perang sipil yang menghancurkan Republik Romawi.[3] Tulisan-tulisannya meliputi buku retorika, pidato, risalah filsafat dan politik, dan surat-surat.[3]


Hidup dan Karya Cicero

Latar Belakang Pendidikan

Cicero muda sedang membaca, dilukis oleh Vincenzo Foppa (fresco tahun 1464

Cicero lahir pada 3 Januari 106 SM di Arpinum (sekarang bernama Arpino), sebuah kota yang berjarak ± 70 mil sebelah tenggara Roma, Italia.[2] Ia meninggal pada 7 Desember 43 SM).[6] Ayah Cicero adalah seorang tuan tanah dan pejabat publik Romawi.[2] Oleh karena itu, Cicero dapat mengakses pendidikan di Roma, yaitu di bawah bimbingan Marcus Licinius Crassus (seorang anggota senat atau disebut Konsul tahun 95 SM), salah satu orator terbaik kala itu.[2] Sebagai seorang muda, Cicero langsung mendekatkan diri dengan aliran filsafat besar yang berkembang waktu itu: Stoikisme, Epikureanisme, dan para filsuf dari Akademi.[7] Dia belajar filsafat di bawah Epikurean Phaedrus (140-70SM); belajar Stoikisme dari Diodotus († 60SM) dan Posidonius di Rhodes, kemudian belajar di Akademi di bawah Phillo dari Larissa (160-80SM) dan Antiochus dari Ascalon di Athena.[2][4] Jadi, Cicero belajar dari empat aliran filsafat yang ada pada waktu itu.[4]

Cicero mampu mengkombinasikan ambisi filsafat retorika gaya Romawi dengan gaya Yunani.[7] Cicero kemudian belajar sembari melakukan banyak sekali aktivitas politik, hingga pada tahun 45SM pada usianya yang ke-60, filsafatnya benar-benar mencapai keluasan dan puncak kematangan.[7][5] Dengan pendampingan sepupunya, Q. Mucius Ascaevola, sang pontifex (imam) (pernah menjadi konsul tahun 117 SM), Cicero bertumbuh menjadi seorang yang menaruh hormat kepada konservatisme nilai-nilai moderat dalam politik.[2]

Karya-karya Cicero

Cicero merupakan pembaru bahasa Latin terbesar di zamannya.[1] Karya filsafatnya sangat terkenal dan berpengaruh, di antaranya adalah yang tertuang dalam pidato-pidatonya yang berjumlah 57 tulisan, selain 17 fragmen lain.[1] Kemudian karya-karya filsafat, retorika, dan surat-surat tercatat berjumlah ± 800 buah dan tersimpan baik hingga saat ini.[1][8] Pada sumber lain tercatat bahwa pada Juli 43SM, lebih dari 900 tulisan diselamatkan, 835 ditulis oleh Cicero sendiri, 416 dialamatkan kepada sahabatnya, seorang ksatria bernama Pomponius Atticus, dan 419 kepada 94 orang lain, baik kerabat maupun kenalannya.[4] Beberapa surat tidak dapat dilacak, salah satunya suratnya kepada Pompeius yang disebutkan dalam Pro Sulla dan Pro Plancio yang merupakan surat berisi konspirasi Lucius Sergius Catilina.[4] Kemudian, terdapat juga empat koleksi surat-surat Cicero yang dialamatkan kepada Atticus dalam 16 buku, kepada kenalan dan saudaranya yang berjumlah 16 buku, kepada Brutus yang berjumlah 3 buku, dan kepada saudaranya berjudul Ad Quintum Fratem.[4] Selain karya-karya tentang filsafat dan tulisan yang terkait politik, sebagai penyair, Cicero diketahui menerbitkan puisi-puisi berbahasa Latin, di antaranya adalah: epos berjudul de Consulatu Suo (Inggris: On His Consulship) dan de Temproribus Suis (Inggris: On His Life and Times), yang merupakan tulisan yang dipakainya untuk mengritik kekunoan tradisi penyembahan masyarakat Romawi pada zamannya.[4] Cicero sendiri menolak untuk disebut sebagai salah satu tokoh dari salah satu aliran-aliran seni kala itu, yaitu kelompok orang-orang Asia yang rata-rata kaya dan tampil secara berlebihan, atau kelompok yang diwakili oleh Quintus Hortensius, atau mereka yang menyebut diri sebagai Atticist, misalnya Julius Caesar dan Brutus.[4] Adapun karya bergenre humor yang ditulis Cicero yang memuat prinsip-prinsip Stoikismenya berjudul Pro Murena, yang merupakan sebuah karya yang mendiskreditkan Cato yang berpihak kepada para pengacara yang menyerang Clodia.ref name="the"/> Karya tersebut termuat dalam pidato berjudul Pro Caelio yang dibawakan Cicero pada 4 April tahun 56SM.[4][9]

Pribadi dan Karya Filsafat

Cicero menyebut dirinya seorang filsuf Akademi (Platonis).[4] Namun hal tersebut diragukan oleh banyak pihak karena karya-karyanya yang kontradiktif dan tidak murni.[4] Dalam hal etika, Cicero cenderung memakai prinsip dogmatis Stoikisme yang sangat dipengaruhi Socrates.[4] Dalam beragama, Cicero dapat dikatakan nyaris agnostik, walaupun dia memiliki pengalaman religius mendalam, yaitu ketika ia berkunjung ke Eleusis, pada saat kemaitan saudarinya tahun 45SM.[4] Sebagai penulis, ia biasanya menulis sebagai seorang ateis, kecuali dalam karyanya yang berjudul Somnium Scipionis (mimpi-mimpi Scipio) berisi luapan perasaan religius, tepatnya terdapat pada bagian akhir de Republica.[4]

Sebagai seorang filsuf, Cicero mulai serius menulis karya-karya filsafatnya pada tahun 54SM.[4] Karya awalnya berjudul de Republica dan diikuti de Legibus pada tahun 52SM.[4] Tulisan tersebut berisi tafsiran tentang sejarah Romawi yang diteropong dengan sudut pandang teori politik Yunani.[4] Dalam kondisi politik yang carut-marut dan yang membuat setiap orang menderita, yaitu ketika perang sipil terjadi, perang yang juga merenggut nyawa saudari tercintanya, Tullia[4]), Cicero mencurahkan seluruh energinya demi menghibur diri atas duka dengan aktivitas menulis secara radikal.[7] Banyak karya yang ia selesaikan selama dua tahun masa kehilangan tersebut, di antaranya ialah:[7]

  • de Academia;
  • de Fibinus;
  • de Tusculan Disputations;
  • de Natura Deorum;
  • de Divinatione;
  • de Fato;
  • de Officiis; dan
  • de Amicitia.

Kecuali karyanya yang berjudul de Officiis, Cicero tidak pernah mengklaim bahwa tulisan-tulisannya merupakan tulisan otentik dari dirinya, dalam suratnya kepada Atticus, ia mengatakan, "Karya-karyaku merupakan transkrip, aku secara sederhana hanya menyumbang kata-kata, dan aku mencukupkan diri dengan hal itu".[4] Tujuan Cicero adalah menyediakan ensiklopedi filsafat bagi Romawi, negara yang ia cintai.[4] Bentuk yang ia pakai merupakan dialog dengan gaya yang lebih dekat kepada Aristoteles daripada Plato.[4]

Marcus Tullius Cicero, sebuah patung marmer di Museum Capitoline, Roma

Secara personal, Cicero adalah orang yang sangat cerdas dalam bernalar, bahkan mampu memakai peristiwa-peristiwa dalam hidupnya sebagai pemacu karya-karya filsafatnya.[7] Bukan hanya alasan personal yang membuat ia merampungkan sejumlah karya, namun kutipan dari de Natura berikut mewakili keprihatinannya[7],

Jika ada yang terheran-heran mengapa aku mempercayakan setiap refleksi menjadi tulisan pada tahap hidup saya ini, aku dapat menjawabnya secara sederhana.[7] Tanpa aktivitas publik yang aku tanggung (jabatan atau tugas resmi kemasyarakatan), dan dalam situasi politik diktatorial yang tak terelakkan, aku berpikir bahwa tindakan patriotisme dengan menjelaskan secara rinci filsafat kepada para sesama warga negara sebagai tindakan evaluasi yang sungguh-sungguh kepada negara terhormat dan suci, yaitu demi sebuah ekspresi subjek (warga negara) yang luhur melalui literatur Latin.

— Cicero

Di akhir masa hidupnya, Cicero dalam bidang etika mengkritik tradisi doktrin Epikuros, Stoikisme, dan Peripatetik (pengikut Aristoteles) dalam karya On Ends, yang bicara tentang pandangan mereka terhadap kematian, penderitaan, dan emosi yang tidak masuk akal.[5] Kemudian dalam pandangan tentang kebahagiaan, Cicero menulisnya dalam karya Tusculan Disputations.[5] Pada masa akhir hidupnya dalam karya On Duties, Cicero berpijak pada prinsip Stoa.[5]

Karir Politik

Pada tahun 89-82SM, Cicero menjadi anggota militer di bawah Pompeius Strabo (ayah dari Pompeius) dan menunjukkan kemampuannya di pengadilan dalam pembelaannya kepada Quintius (81SM).[4] Disusul dengan kesuksesannya dalam pembelaannya kepada Sextus Roscius terkait tuduhan pembunuhan keluarga (80 atau awal 79SM), semakin mengugukuhan Cicero dalam bidang hukum kepada publik.[4] Ia kemudian bekerja sebagai petugas pemerintahan (quaestor) berkantor di Sisilia Barat.[4]

Sebagai praetor (satu tingkat di bawah konsul), Cicero menyuarakan pidato politiknya pertama kali pada tahun 66SM dalam rangka melawan Catullus dan kepemimpinan Optimates yang merupakan orang konservatif di dewan senat Romawi, ia berunding dengan perintah Pompeius dalam rangka melawan Mitharades, raja Pontus.[4] Kedekatan Cicero dengan Pompeius menimbulkan kebencian Marcus Licinius Crassusm namun justru menjadikannya semakin populer sehingga pada tahun 63 ia diangkat sebagai konsul.[4]

Sebagai konsul, prestasi Cicero semakin melejit karena prestasinya menggagalkan komplotan Lucius Sergius Catilina yang melakukan konspirasi menggulingkan Republik Romawi dengan maksud menggantinya dengan sistem aristokrasi.[1][10] Setelah Julius Caesar meninggal pada tahun 44SM, Cicero memihak Octavianus melawan Antonius dengan pidato-pidatonya yang tajam, antara lain "Phillipacea".[1] Setelah terbentuk sebuah pemerintahan dengan tiga orang kuat di dalamnya yang dijuluki triumvirs[11], bersama Marcus Aemilius Lepidus, Antonius menuntut Cicero bunuh dengan cara dipenggal.[1] Walapun Cicero melarikan diri, namun tetap berhasil dibunuh dalam pelariannya.[1]

Pemikiran Cicero

Cicero sebagai Negarawan

Pemikiran Cicero tentang bagaimana menjadi seorang negarawan yang baik tercermin dalam orasi-orasinya yang tidak berpusat pada sekadar pengetahuan berpidato, melainkan tentang bagaimana menjadi seorang orator terbaik, yang mampu memberikan rasa aman kepada rakyat, dan memalui orasinya ia dapat menyatukan rakyat.[2] Karya de Oratore, oleh karena itu menjadi landasan gagasan de Re Publica, dan de Legibus.[2] Dialog yang ada dalam karya itu merepresentasikan Phillipus sebagai pencemooh otoritas senat dan tanggung jawab atas dekade perang eksternal dan sipil yang terjadi kemudian.[2] Bagi Cicero, pidato harus didedikasikan sebagai alat untuk pelayanan publik.[2] Cicero memang negarawan yang sangat berbakti, dalam de Re Publica, kata Cicero kepada saudaranya, adalah "tentang kondisi terbaik dari sebuah kota dan warga negara yang paling baik".[2] Cicero banyak sekali bicara tentang demokrasi, keadilan rakyat, hukum alam sebagai acuan perilaku kepentingan manusia.[2] Bagi Cicero etika warga negara sama pentingnya dengan sistem politik.[2] Kelangsungan sistem politik akan tergantung pada etika politik: negarawan memelihara kota dengan keputusan yang bijaksana dan contoh moral.[2]

Bagi Cicero, menjadi negarawan yang patriotis adalah segala-galanya, bahkan ganjarannya adalah surga.[2] Tugas politik bagi Cicero adalah suci, yang dibebankan Tuhan kepada manusia, seperti ditulis Cicero dalam dialog kepada Scipo Africanus, kakeknya[2],

Ketahuilah Africanus, jalan masuk ke surga terbuka bagi orang yang berjasa kepada negaranya, meskipun sejak anak-anak aku mengikuti jejak ayah dan engkau, dan tidak jauh dari kemasyuranmu, kini ketika ganjaran besar terungkap padaku, akan terus berjuang dengan keras

— Cicero dari Arpinum

Di sini, Cicero sebagai filsuf tampak mengeksploitasi doktrin Plato tentang keabadian jiwa untuk memperkuat cita-citanya akan pengabdian patriotis, tidak perlu risau jika seseorang mati demi kepentingan negara, sebab yang mati hanya tubuh, sedangkan jiwanya tetap abadi.[2]

Cicero dan Etika Stoa

Karya Cicero yang membawa pengaruh terlama dan terpenting adalah de Officiis, yaitu tulisan dengan semangat Stoikisme, yang banyak membahas tentang perhatiannya sepanjang periode krisis personal manusia dan krisis politik.[2] Menurut Cicero, bahaya bagi masyarakat adalah jika ambisi pribadi sangat mendominasi kehidupan mereka.[2] Dalam hal ini, manusia perlu menyadari bahwa sebuah pelayanan publik akan terlaksana dengan baik jika kepentingan pribadi ditekan sedemikian rupa sehingga kepentingan publik menjadi yang utama.[2] Tulisan terkenal Cicero berjudul de Officiis memuat semangat Stoikisme tentang etika katekontik, yaitu tindakan yang tepat dan terbaik didasari kesadaran terdalam manusia akan tugas kebaikan yang melekat padanya dalam menunaikan tanggung jawab diri demi kebaikan masyarakat.[2] Terdapat tugas sosial yang melekat dalam setiap warga negara.[2] Dalam peristiwa konflik, Cicero menetapkan sebuah prosedur,

Orang yang mengambil sesuatu dari orang lain dan meningkatkan keuntungannya sendiri dengan mengorbankan keuntungan orang lain lebih buruk daripada kematian, daripada kemiskinan, daripada penderitaan yang mungkin menimpa tubuh atau hak milik eksternal lainnya.[2] Alam dengan hukumnya menetapkan bahwa seorang manusia harus bersedia mempertimbangkan kepentingan orang lain, siapapun ia, dengan alasan mendasar yakni karena ia adalah manusia.[2]

— Cicero dalam de Officiis

Selanjutnya, menyikapi warisan dari keberanian tradisi Romawi dalam kemiliteran, dan warisan Yunani yang mengatakan bahwa doxa (kejayaan dan opini) adalah berbahaya dan tidak berharga, Cicero mengakomodasi keduanya dengan berkata[2],

Jiwa besar tampak dalam dua hal sikap: tidak memperdulikan hal-hal eksternal (kekayaan, nama baik, prestise jabatan), dalam keyakinan bahwa orang seharusnya tidak memuji, memilih, dan mengejar apa pun kecuali kehormatan dan seharusnya tidak tunduk kepada manusia, hasutan jiwa atau kekayaan

— Cicero dalam de Officiis I.66-7

Di dalam diri manusia terdapat emosi yang baik, yang disebut eupatheia (bebas dari hasrat personal), Cicero menyebut constatiae (bahasa lain dari konstitusi) yang mengatakan bahwa negara yang kokoh tidak boleh dikendalikan perilaku manusia yang berhasrat berlebih-lebihan.[12] Sepanjang ada nafsu, selalu ada keinginan yang berlebihan; sejauh ada ketakutan selalu ada alasan untuk menghindar; dan sejauh ada kesenangan, selalu ada kegembiraan.[12]

Namun kumpulan perasaan itu hanya dapat dimengerti oleh para sophis (orang yang berlaku bijaksana), yang hanya punya nalar yang lurus.[12] Menurut orang bijasana, tidak ada dorongan yang dapat dibenarkan benar dari penderitaan mental, misalnya orang yang menderita sekalipun tidak dibenarkan mencuri.[12] Seorang bijak harus menerima segala peristiwa tak terelakkan pada dirinya, dan tidak ada yang buruk secara moral dalam menyediakan sebuah sebab bagi tekanan yang ada dalam diri manusia.[12] Jadi persoalan manusia terhadap segala dorongan atau impuls bukan pada hal di luar diri, melainkan dalam dirinya sendiri.[12] Itu mengapa, ajaran tentang moral dalam Stoikisme yang dianut oleh Cicero menduduki posisi paling penting dan merupakan tindakan yang luhur.[12]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h (Indonesia)Hassan Shadily & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 2 (CES-HAM). Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, hal. 668
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z Christoper Rowe, Malcolm Schofield, Simon Harrison, and Melissa Lane., Sejarah Pemikiran Politik Yunani Romawi, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2001, Hal. 562-608
  3. ^ a b c (Inggris) Encyclopedia Britannica : Marcus Tullius Cicero
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z (Inggris) Jacob E. Safra; James E. Goulka., The New Encyclopǽdia Brittanica Vol. 3 Micropǽdia. London: Enciclopǽdia Britannica, Inc, 1997, hal. 313-315
  5. ^ a b c d e f g (Inggris) Robert Audi., The Cambridge Dictionary of Philosophy, Edinburg: Cambridge University Press, 1995, Hal. 123-124
  6. ^ (Inggris) "Cicero" (html). Diakses tanggal 2012-09-9. 
  7. ^ a b c d e f g h (Inggris)A.A Long., Hellenistic Philosophy,Los Angeles: University of California Press, 1974, Hal. 109, Hal, 229-231
  8. ^ (Inggris) Paul Edwards., The Encyclopedia of Philosophy Vol.1,2 (Complete an Unbridged. New York: Macmillan Publishing Co., hal. 113-114
  9. ^ (Inggris) Leen, Anne. "Clodia Oppugnatrix: The Domus Motif in Cicero's Pro Caelio." The Classical Journal 96. No. 2. (December, 2000- January, 2001): hal. 141–162
  10. ^ Winningham, Brandon (March 19, 2007) [2007]. Catiline. iUniverse, Inc. ISBN 978-0-595-42416-0. 
  11. ^ Biografi Marcus Aemilius Lepidus diakses 23 Juni 2014
  12. ^ a b c d e f g (Inggris) F. H. Sandbach., The Stoics, London: Bristol Classical Press, 1989, Hal. 67-68

Pranala luar

Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link FA Templat:Link GA Templat:Link FA