Lompat ke isi

Sofis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sofis adalah nama yang diberikan kepada sekelompok filsuf yang hidup dan berkarya pada zaman yang sama dengan Sokrates.[1][2] Mereka muncul pada pertengahan hingga akhir abad ke-5 SM.[3] Meskipun sezaman, kaum sofis dipandang sebagai penutup era filsafat pra-sokratik sebab Sokrates akan membawa perubahan besar di dalam filsafat Yunani.[1] Golongan sofis bukanlah suatu mazhab tersendiri, sebab para filsuf yang digolongkan sebagai sofis tidak memiliki ajaran bersama ataupun organisasi tertentu.[1][3] Karena itu, sofisme dipandang sebagai suatu gerakan dalam bidang intelektual di Yunani saat itu yang disebabkan oleh beberapa faktor yang timbul saat itu.[1]

Kemunculan kaum Sofis

[sunting | sunting sumber]

Kaum Sofis muncul pada pertengahan abad ke-5 SM.[1] Beberapa orang filsuf sofis yang terkenal tidak berasal dari Athena, namun semua nya pernah mengunjungi dan berkarya di Athena.[1] Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan munculnya kaum sofis.[1]

Perkembangan Athena

[sunting | sunting sumber]

Setelah perang dengan Persia usai pada tahun 449 SM, Athena berkembang pesat di dalam bidang politik dan ekonomi.[1][2] Perikles adalah tokoh yang berhasil memimpin Athena saat itu hingga Athena berhasil menjadi pusat seluruh Yunani.[1] Sebelumnya, filsafat dan ilmu pengetahuan lain kurang berkembang di Athena, melainkan di tempat-tempat lain.[1] Namun setelah Athena menjadi pusat politik dan ekonomi Yunani, dengan segera Athena juga menjadi pusat dalam bidang intelektual dan kultural.[1]

Kebutuhan akan pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Bersamaan dengan meningkatnya kemakmuran warga Athena, maka dirasakan juga kebutuhan di dalam bidang pendidikan.[1][2] Pendidikan yang utama pada waktu itu adalah pendidikan yang memampukan seseorang untuk berbicara dengan baik dan meyakinkan di depan umum.[1][2][4] Hal itu berkaitan dengan kemajuan di bidang politik, yakni dengan sistem demokrasi diterapkan di Athena.[1][2] Sistem demokrasi Athena menggunakan pemungutan suara terbanyak di dalam pengadilan maupun sidang umum.[1][2] Oleh karena itu, para pemuda yang merupakan calon-calon pemimpin harus dilatih untuk dapat berbicara dengan meyakinkan supaya dapat ikut serta dalam kehidupan politik.[1][2] Di sinilah kaum sofis memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut.[1][2] Kaum sofis mengajarkan ilmu-ilmu seperti matematika, astronomi, dan tata bahasa, di samping ilmu retorika yang merupakan ilmu terutama.[1] Selain memiliki murid-murid yang berasal dari kalangan atas, para sofis juga memberi ceramah-ceramah untuk rakyat.[1]

Perjumpaan dengan Berbagai Kebudayaan

[sunting | sunting sumber]

Kemajuan Athena juga mendorong perjumpaan dengan orang-orang dari pelbagai bangsa yang memiliki adat istiadat, hukum, ilmu pengetahuan, dan filsafat yang berbeda.[2] Hal itu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai etika, tradisi-tradisi, bahkan kepercayaan religius.[1] Kaum sofis banyak berbicara apakah peraturan-peraturan yang ada berdasarkan kesepakatan sosial atau adat kebiasaan saja (nomos) ataukah berdasarkan pada kodrat manusia (physis).[1] Pada umumnya, kaum sofis menyatakan bahwa kehidupan sosial tidak memiliki dasar kodrat manusia, dan merupakan kesepakatan manusiawi saja.[1]

Para filsuf Sofis

[sunting | sunting sumber]

Di dalam sejarah filsafat, dikenal beberapa nama filsuf yang termasuk di dalam kaum sofis.[5] Nama-nama tersebut adalah Protagoras dari Abdera, Xeniades dari Korintus, Gorgias dari Leontinoi, Lycophron, Prodikos dari Keos, Thrasymakos dari Chalcedon, Hippias dari Elis, dan Antiphon and Kritias dari Athena.[5] Dari beberapa nama filsuf tersebut, hanya Protagoras, Gorgias, Prodikos, Hippias, dan Antiphon, yang fragmen-fragmen tulisannya masih tersimpan sehingga pengajarannya dapat diketahui.[5] Hanya ada sedikit sekali tulisan yang berbicara mengenai Thrasymakos dan Kritias.[5] Sedangkan untuk Lycophron dan Xeniades, sama sekali tidak ada fragmen tulisan mereka yang tersimpan.[5]

Di dalam sejarah filsafat, kaum sofis sering dipandang secara negatif.[2] Misalnya saja, mengajar untuk mendapatkan uang yang banyak, menghalalkan segala cara untuk memenangkan argumentasi, serta mengajarkan relativisme.[1][2][4] Salah satu faktor yang menyebabkan hal itu adalah adanya pernyataan dari Sokrates, Plato, dan Aristoteles terhadap kaum sofis.[1] Akan tetapi, kini telah ada usaha-usaha untuk menilai kaum sofis secara positif.[1] Berikut adalah beberapa sumbangan kaum sofis terhadap perkembangan filsafat:

  1. Kaum sofis menjadikan manusia sebagai pusat pemikiran filsafatnya.[2] Tidak hanya itu, bahkan pemikiran manusia itu sendiri dijadikan tema filsafat mereka.[2] Contohnya adalah pandangan Prodikos tentang dewa-dewi sebagai proyeksi pemikiran manusia, atau pandangan Protagoras tentang proses pemikiran untuk mengenali sesuatu.[2]
  2. Kaum sofis merupakan pionir dalam hal pentingnya bahasa di dalam filsafat.[2] Hal itu terlihat dari berkembangnya retorika dan juga pentingnya pemakaian kata yang tepat.[1] Selain itu, kaum sofis juga menciptakan gaya bahasa baru untuk prosa Yunani.[butuh rujukan] Sejarawan-sejarawan Yunani yang besar seperti Herodotus dan Thukydides, amat dipengaruhi oleh mereka.[1] Kemudian etika kaum sofis juga memengaruhi dramawan-dramawan tersohor seperti Sophokles dan Euripides.[1]
  3. Kritik kaum sofis terhadap pandangan tradisional mengenai moral membuka cakrawala pemikiran baru terhadap etika rasional dan otonom.[2]
  4. Kaum sofis memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran Sokrates, Plato, dan Aristoteles.[1][2] Karena itu, secara tidak langsung, kaum sofis memberikan sumbangan besar terhadap filsafat zaman klasik dengan tiga filsuf utama tersebut.[1][2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 67-70.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 34-38.
  3. ^ a b (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 839.
  4. ^ a b (Inggris)Robert Audi, ed. 1999. "Sophist". In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press. P. 752.
  5. ^ a b c d e (Inggris)John Gibert. 2003. "The Sophists". In The Blackwell Companion to Ancient Philosophy. Christopher Shields, ed. 27-50. Malden: Blackwell.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]