Sindur: Perbedaan antara revisi
BP52Nurdin (bicara | kontrib) ←Membuat halaman berisi '{{taxobox |regnum = Plantae |unranked_divisio = Angiosperms |unranked_classis = Eudicots |unranked_ordo = Rosids |ordo = Fabales |familia = Fabac...' Tag: BP2014 |
BP52Nurdin (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{taxobox |
{{taxobox |
||
|image = [[File:Sindur.png|200px]] |
|||
|regnum = [[Plant]]ae |
|regnum = [[Plant]]ae |
||
|unranked_divisio = [[Angiosperms]] |
|unranked_divisio = [[Angiosperms]] |
Revisi per 28 Juni 2014 16.01
Sindur | |
---|---|
Berkas:Sindur.png | |
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
(tanpa takson): | |
Ordo: | |
Famili: | |
Tribus: | |
Genus: | Sindora
|
Sindur (Lat.: Sindora wallichii Graham ex Benth.) adalah tumbuhan liat di hutan-hutan primer dataran rendah di Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya, pada ketinggian 10 - 100 meter di atas permukaan laut.[1] Termasuk dalam keluarga Caesalpiniaceae.[1] Pohon sindur memiliki ketinggian 20 - 45 m, dengan diameter 60 cm, dan batang bebas cabang 15 - 20 m.[2] Kulit batang berwarna coklat tua.[2] Daunnya majemuk, menyirip genap yang terdiri atas 3 - 7 pasang anak daun yang berbentuk jorong memanjang.[1] Perbungaan berupa malai, terdapat pada bagian ketiak daun.[1] Buahnya berbentuk polong bulat atau bulat telur gepeng dan pada permukaannya dilengkapi penonjolan seperti duri-duri berwarna hitam kecoklatan.[2] Sindur dapat pula tumbuh baik pada ketinggian 260 meter diatas permukaan laut, seperti terlihat dalam koleksi Kebun Raya Bogor.[2] Umumnya jenis ini tumbuh secara berkelompok atau tersebar dalam hutan asli dan menyukai tanah-tanah liat atau berpasir.[1][2] Bagian teras kayu berwarna coklat tua sampai hitam.[1] Kayunya mempunyai berat jenis 0,75 dan digolongkan dalam kelas kekuatan II - III dan kelas keawetan V.[1] Biasanya kayu dipakai untuk bahan bangunan rumah, papan, dinding, rangka pintu dan jendela serta perabotan rumah tangga.[2] Getahnya dapat dibuat minyak, sedangkan polongnya sering dipakai untuk obat-obatan tradisionil, yaitu untuk campuran jamu.[2]