Lompat ke isi

Panji Margono: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Kongco-pribumi-R-Panji-Margono.-Foto.Chris -230x300.jpg|jmpl|Rupang Raden Panji Margono di altar Klenteng [[Gie Yong Bio]]]]
[[Berkas:Kongco-pribumi-R-Panji-Margono.-Foto.Chris -230x300.jpg|jmpl|Rupang Raden Panji Margono di altar Klenteng [[Gie Yong Bio]]]]
Raden Mas [[Panji Margono]] (wafat: 1751M) adalah seorang keturunan trah Panji [[Lasem]] dan merupakan salah satu dari [[Pahlawan]] [[Lasem]] dalam pertempuran melawan [[VOC]] yang biasa dikenal dengan [[Perang Kuning]] serta [[Perang Gada Balik]]. Beliau merupakan putra dari seorang [[Adipati]] [[Lasem]] bernama Tejakusuma V (Raden Panji Sasongko). Beliau dikenal juga dengan nama samaran [[Tan Pan Ciang]] saat bersama laskar Tionghoa Lasem melawan Kompeni.
'''Raden Mas Panji Margono''' (wafat: 1750 M) adalah seorang keturunan trah Panji [[Lasem]] dan merupakan salah satu dari [[Pahlawan]] [[Lasem]] dalam pertempuran melawan [[VOC]] yang biasa dikenal dengan [[Perang Kuning]]. Ia adalah putra dari seorang [[Adipati]] [[Lasem]] bernama Tejakusuma V (Raden Panji Sasongko). Pada saat perang kuning, ia menggunakan nama samaran [[Tan Pan Ciang]] dan dicatat dalam [[Babad Tanah Jawi]] sebagai ''Encik Macan''.<ref name=panji>R. Panji Kamzah. "''Kitab Carita Sajarah Lasem''". Ditulis ulang oleh R. Panji Karsono tahun 1920. Diunduh pada [http://pesisirantimur.blogspot.com/2012/04/perang-kuningperang-cinaperang-lasem.html Perang Kuning/Perang Cina/Perang Lasem].</ref><ref name=pusat>Pusat Studi Sejarah & Budaya Maritim Universitas Diponegoro. 2003. "''Menggali Warisan Sejarah untuk Pengembangan Objek Wisata. Rembang: Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang.</ref>


Bersama [[Chen Huang Er Xian Sheng|Raden Ngabehi Widyadiningrat (Oei Ing Kiat) dan Tan Kee Wie]], mereka bertiga mengangkat senjata untuk melawan pasukan Belanda yang saat itu menjajah Indonesia saat [[Perang Kuning]]. Namun, Tan Kee Wie gugur di selat Mandalika, bersama dengan Oei Ing Kiat dan Kiai [[Ali Badawi]] saat [[Perang Gada Balik]]. Meskipun perlawanannya melawan Belanda tidak berhasil menumpas penjajah sepenuhnya, kisah heroiknya membuat Yayasan Tri Murti Lasem menghormati Raden Panji Margono dalam bentuk kongco di kelenteng [[Gie Yong Bio]].<ref>Endro Catur. 1 Januari 2009. [http://endrocn.com/2009/01/01/trilogi-lasem-cu-an-kiong-saksi-sejarah-yang-tetap-tegar/ Trilogi Lasem: Cu An Kiong, Saksi Sejarah yang Tetap Tegar].</ref>
Bersama [[Chen Huang Er Xian Sheng|Raden Ngabehi Widyadiningrat (Oei Ing Kiat) dan Tan Kee Wie]], mereka bertiga mengangkat senjata untuk melawan pasukan [[VOC]] dalam peperangan yang dikenal dengan nama [[Perang Kuning]]. Tan Kee Wie akhirnya gugur di selat Mandalika pada tahun 1742, sementara Raden Panji Margono dan Mayor Oei Ing Kiat gugur pada tahun 1750. Meskipun kalah dalam perang melawan Belanda, kisah heroik ketiganya dimonumenkan dalam bentuk Kelenteng [[Gie Yong Bio]] yang dibangun oleh warga Tionghoa Lasem pada tahun 1780.<ref name=panji/><ref>Endro Catur. 1 Januari 2009. [http://endrocn.com/2009/01/01/trilogi-lasem-cu-an-kiong-saksi-sejarah-yang-tetap-tegar/ Trilogi Lasem: Cu An Kiong, Saksi Sejarah yang Tetap Tegar].</ref> Pada saat menjelang wafat, ia berpesan agar istri dan anaknya yang masih bayi (Raden [[Panji Witono]]) diungsikan ke Dukuh Narukan, Desa Dorokandang.

Saat beliau wafat, istri dan anaknya yang masih bayi (Raden [[Panji Witono]]) diungsikan ke dukuh Narukan, desa Dorokandang.


==Silsilah Raden Panji Margono==
==Silsilah Raden Panji Margono==
Baris 14: Baris 12:
* Pangeran [[Wirabajra]] dan Pangeran [[Santibadra]]
* Pangeran [[Wirabajra]] dan Pangeran [[Santibadra]]


dari Pangeran [[Santibadra]] >< Putri Sukati menurunkan 10 putra/putri:
Pangeran [[Santibadra]] >< Putri Sukati menurunkan 10 putra/putri:
* Pangeran [[Santipuspa]]
* Pangeran [[Santipuspa]]
* [[Silastuti]] (akhirnya menikah dengan adipati dari Mataun)
* [[Silastuti]] (akhirnya menikah dengan adipati dari Mataun)
Baris 26: Baris 24:
* [[Santikusuma]] (sejak kecil ditinggal ayahnya mengabdi ke Majapahit dan diasuh Santipuspa, saat dewasa dibimbing kakeknya Sunan Bejagung dari [[Tuban]] dan diberi nama Said, kelak menjadi waliyullah yang tersohor dengan sebutan Kalijaga)
* [[Santikusuma]] (sejak kecil ditinggal ayahnya mengabdi ke Majapahit dan diasuh Santipuspa, saat dewasa dibimbing kakeknya Sunan Bejagung dari [[Tuban]] dan diberi nama Said, kelak menjadi waliyullah yang tersohor dengan sebutan Kalijaga)


silsilah dari Pangeran [[Santipuspa]] ke bawah:
Silsilah dari Pangeran [[Santipuspa]] ke bawah:
* Pangeran [[Kusumabadra]]
* Pangeran [[Kusumabadra]]
* Pangeran Santiwira ([[Ki Ageng Giring]]
* Pangeran Santiwira ([[Ki Ageng Giring]]
Baris 33: Baris 31:
* RM. Wingit (Panembahan Kajoran) dan RM. Wigit ([[Tejakusuma III]])
* RM. Wingit (Panembahan Kajoran) dan RM. Wigit ([[Tejakusuma III]])


silsilah dari RM. Wigit (Raden Panji Arya Adipati [[Tejakusuma III]]) ke bawah:
Silsilah dari RM. Wigit (Raden Panji Arya Adipati [[Tejakusuma III]]) ke bawah:
* RM. Wicaksono ([[Tejakusuma IV]])
* RM. Wicaksono ([[Tejakusuma IV]])
* R. [[Panji Sasongko]] ([[Tejakusuma V]])
* R. [[Panji Sasongko]] ([[Tejakusuma V]])
* ''R. [[Panji Margono]]'' (menolak menjadi adipati) dikenal juga dengan nama samaran [[Tan Pan Ciang]]
* ''R. [[Panji Margono]]'' (menolak menjadi adipati) dikenal juga dengan nama samaran [[Tan Pan Ciang]] dan Encik Macan

==Penghormatan oleh etnis Tionghoa==
==Penghormatan oleh etnis Tionghoa==
[[Berkas:GYB.jpg|jmpl|200px|Klenteng Gie Yong Bio di desa Babagan, Lasem]]
[[Berkas:GYB.jpg|jmpl|200px|Klenteng Gie Yong Bio di desa Babagan, Lasem]]
Masyarakat Lasem pada masa itu sangat berduka karena gugurnya Raden Panji Margono. Penduduk Tionghoa di Lasem menghormatinya dan membuat patungnya (''kimsin'') untuk diletakkan di atas altar pada kelenteng [[Gie Yong Bio]] di Lasem. Penghormatan Raden Panji Margono sebagai seorang Jawa-muslim oleh komunitas Tionghoa di Lasem dapat disebut unik di seluruh Indonesia, selain menjadi bukti persahabatan leluhur kedua komunitas.<ref name=long>Chendong Long. Editor: 王海波. 31 Maret 2012. China News Network, [http://www.chinanews.com/hr/2012/03-31/3789598.shtml 印尼拉森的庙堂文化:悠久历史充满华人气息]. {{zh}}</ref>
Saat beliau wafat, banyak masyarakat [[Lasem]] yang berduka terutama kaum Tionghoa Lasem yang amat simpatik kepada beliau walaupun beliau adalah seorang [[muslim]]-Jawa. Ini merupakan salah satu bentuk rasa toleransi dan ''tepo seliro'' yang sudah mengakar pada masyarakat [[Lasem]]. Untuk menghormati beliau, dibuatlah Rupang Raden Panji Margono yang sekarang ini ada di [[altar]] suci [[Klenteng]] [[Gie Yong Bio]] di desa [[Babagan, Lasem, Rembang|Babagan]].


==Lihat pula==
==Lihat pula==
*[[Chen Huang Er Xian Sheng]]
*[[Chen Huang Er Xian Sheng]]
*[[Perang Kuning]]


==Referensi==
==Referensi==

Revisi per 8 September 2014 00.40

Rupang Raden Panji Margono di altar Klenteng Gie Yong Bio

Raden Mas Panji Margono (wafat: 1750 M) adalah seorang keturunan trah Panji Lasem dan merupakan salah satu dari Pahlawan Lasem dalam pertempuran melawan VOC yang biasa dikenal dengan Perang Kuning. Ia adalah putra dari seorang Adipati Lasem bernama Tejakusuma V (Raden Panji Sasongko). Pada saat perang kuning, ia menggunakan nama samaran Tan Pan Ciang dan dicatat dalam Babad Tanah Jawi sebagai Encik Macan.[1][2]

Bersama Raden Ngabehi Widyadiningrat (Oei Ing Kiat) dan Tan Kee Wie, mereka bertiga mengangkat senjata untuk melawan pasukan VOC dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Kuning. Tan Kee Wie akhirnya gugur di selat Mandalika pada tahun 1742, sementara Raden Panji Margono dan Mayor Oei Ing Kiat gugur pada tahun 1750. Meskipun kalah dalam perang melawan Belanda, kisah heroik ketiganya dimonumenkan dalam bentuk Kelenteng Gie Yong Bio yang dibangun oleh warga Tionghoa Lasem pada tahun 1780.[1][3] Pada saat menjelang wafat, ia berpesan agar istri dan anaknya yang masih bayi (Raden Panji Witono) diungsikan ke Dukuh Narukan, Desa Dorokandang.

Silsilah Raden Panji Margono

Silsilah Pangeran Santibadra mulai dari Dewi Indu:

Pangeran Santibadra >< Putri Sukati menurunkan 10 putra/putri:

  • Pangeran Santipuspa
  • Silastuti (akhirnya menikah dengan adipati dari Mataun)
  • Santiwira (akhirnya menjadi Ki Ageng mBedhog, cikal bakal Desa mBedgog Pamotan)
  • Sulantari (akhirnya menikah dengan Tumenggung Pamotan)
  • Sulanjari (akhirnya menikah dengan Ki Ageng Ngataka, cikal bakal Desa Karangasem dan Gedhug)
  • Silarukmi (akhirnya menikah dengan Ki Demang Ngadhem)
  • Santiyoga (mendapat julukan Ki Ageng ngGada, menjadi Bintara Dhang Puhawang membantu kakaknya (Santipuspa), serta menjadi salah satu pimpinan Prajurit Pathol dan mengepalai pathol-pathol dari Nggada sampai Sarang)
  • Santidharma (akhirnya menjadi Demang di daerah Bakaran (Juwana) dan menurunkan pembesar-pembesar di Juwana dan Jakenan Pati)
  • Silagati (akhirnya menikah dengan Ki Ageng Sutisna dari Criwik, menurunkan pembesar-pembesar di bumi Argasoka)
  • Santikusuma (sejak kecil ditinggal ayahnya mengabdi ke Majapahit dan diasuh Santipuspa, saat dewasa dibimbing kakeknya Sunan Bejagung dari Tuban dan diberi nama Said, kelak menjadi waliyullah yang tersohor dengan sebutan Kalijaga)

Silsilah dari Pangeran Santipuspa ke bawah:

Silsilah dari RM. Wigit (Raden Panji Arya Adipati Tejakusuma III) ke bawah:

Penghormatan oleh etnis Tionghoa

Klenteng Gie Yong Bio di desa Babagan, Lasem

Masyarakat Lasem pada masa itu sangat berduka karena gugurnya Raden Panji Margono. Penduduk Tionghoa di Lasem menghormatinya dan membuat patungnya (kimsin) untuk diletakkan di atas altar pada kelenteng Gie Yong Bio di Lasem. Penghormatan Raden Panji Margono sebagai seorang Jawa-muslim oleh komunitas Tionghoa di Lasem dapat disebut unik di seluruh Indonesia, selain menjadi bukti persahabatan leluhur kedua komunitas.[4]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b R. Panji Kamzah. "Kitab Carita Sajarah Lasem". Ditulis ulang oleh R. Panji Karsono tahun 1920. Diunduh pada Perang Kuning/Perang Cina/Perang Lasem.
  2. ^ Pusat Studi Sejarah & Budaya Maritim Universitas Diponegoro. 2003. "Menggali Warisan Sejarah untuk Pengembangan Objek Wisata. Rembang: Kantor Pariwisata Kabupaten Rembang.
  3. ^ Endro Catur. 1 Januari 2009. Trilogi Lasem: Cu An Kiong, Saksi Sejarah yang Tetap Tegar.
  4. ^ Chendong Long. Editor: 王海波. 31 Maret 2012. China News Network, 印尼拉森的庙堂文化:悠久历史充满华人气息.