Lokomotif NIS 107: Perbedaan antara revisi
Fierly V.T (bicara | kontrib) |
Fierly V.T (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 5: | Baris 5: | ||
|powertype =[[Uap]] |
|powertype =[[Uap]] |
||
|serialnumber =NIS 107 |
|serialnumber =NIS 107 |
||
|fueltype = |
|fueltype =[[Kayu jati]], [[Batu bara]] |
||
|gauge =1.435 mm |
|gauge =1.435 mm |
||
|builder =[[Hanomag]], [[Jerman]] |
|builder =[[Hanomag]], [[Jerman]] |
||
|railroad =[[Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij]] |
|railroad =[[Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij]] |
||
|builddate = |
|builddate =1901 |
||
|totalproduction =2 (sebagai NIS 106 dan 107) |
|totalproduction =2 (sebagai NIS 106 dan NIS 107) |
||
||whytetype =0-6-0RT |
||whytetype =0-6-0RT |
||
|aarwheels =C |
|aarwheels =C |
||
Baris 25: | Baris 25: | ||
|notes |
|notes |
||
}} |
}} |
||
Lokomotif '''NIS 107''' adalah salah satu [[lokomotif uap]] tertua di [[Indonesia]] yang dioperasikan oleh perusahaan kereta api [[swasta]] Hindia Belanda, [[Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij]]. Lokomotif ini diproduksi oleh [[Hanomag]], [[Jerman]] dan merupakan lokomotif dengan lebar sepur 1.435 mm. |
'''Lokomotif''' '''NIS 107''' adalah salah satu [[lokomotif uap]] tertua di [[Indonesia]] yang dioperasikan oleh perusahaan kereta api [[swasta]] Hindia Belanda, [[Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij]]. Lokomotif ini diproduksi oleh [[Hanomag]], [[Jerman]] dan merupakan lokomotif dengan lebar sepur 1.435 mm. |
||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
Setelah sukses membangun [[jalur kereta api Brumbung-Gundih]], [[jalur kereta api Gundih-Solo Balapan|Gundih-Solo Balapan]], dan [[jalur kereta api Kutoarjo-Purwosari|Solo Balapan-Yogyakarta]] sejauh 166 km serta [[jalur kereta api Secang-Kedungjati|Kedungjati-Ambarawa]] sejauh 37 km dan semuanya memiliki lebar sepur 1.435 mm, perusahaan NIS mengembangkan [[trem uap]] di [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Di wilayah Kesultanan, banyak tumbuh [[Daftar pabrik gula di Indonesia|pabrik gula]] yang menginginkan adanya jalur kereta api untuk pengangkutan gula. Untuk itulah, pihak pabrik gula mengajukan [[konsesi]] izin pembangunan jalur yang mengintegrasikan seluruh pabrik gula tersebut. |
Setelah sukses membangun [[jalur kereta api Brumbung-Gundih]], [[jalur kereta api Gundih-Solo Balapan|Gundih-Solo Balapan]], dan [[jalur kereta api Kutoarjo-Purwosari|Solo Balapan-Yogyakarta]] sejauh 166 km serta [[jalur kereta api Secang-Kedungjati|Kedungjati-Ambarawa]] sejauh 37 km dan semuanya memiliki lebar sepur 1.435 mm, perusahaan NIS mengembangkan [[trem uap]] di [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Di wilayah Kesultanan, banyak tumbuh [[Daftar pabrik gula di Indonesia|pabrik gula]] yang menginginkan adanya jalur kereta api untuk pengangkutan gula. Untuk itulah, pihak pabrik gula mengajukan [[konsesi]] izin pembangunan jalur yang mengintegrasikan seluruh pabrik gula tersebut. |
||
Untuk memenuhi permintaan dari para pemilik PG tersebut, NIS membangun [[jalur kereta api Yogyakarta-Palbapang]] (25 km) mulai tahun |
Untuk memenuhi permintaan dari para pemilik PG tersebut, NIS membangun [[jalur kereta api Yogyakarta-Palbapang]] (25 km) mulai tahun 1895, lalu membangun [[jalur kereta api Palbapang-Sewugalur|Palbapang-Sewugalur]] (3 km) mulai beroperasi mulai tahun 1916. Selain itu dibangun pula [[jalur kereta api Ngabean-Pundong]] (27 km) dan dibuka tahun 1919. |
||
Agar memenuhi kebutuhan akan transportasi rel tersebut, NIS mengimpor tiga buah lokomotif, NIS 105, 106, dan 107 dari pabrik [[Hanomag]]. Lokomotif NIS 106-107 yang bertipe C2-Lt ini dioperasikan di jalur dengan lebar sepur 1.435 mm, sedangkan NIS 105 tetap di lebar sepur 1.067 mm dan hanya beroperasi di daerah [[Demak]]. |
Agar memenuhi kebutuhan akan transportasi rel tersebut, NIS mengimpor tiga buah lokomotif, NIS 105, 106, dan 107 dari pabrik [[Hanomag]]. Lokomotif NIS 106-107 yang bertipe C2-Lt ini dioperasikan di jalur dengan lebar sepur 1.435 mm, sedangkan NIS 105 tetap di lebar sepur 1.067 mm dan hanya beroperasi di daerah [[Demak]]. |
||
Baris 38: | Baris 38: | ||
NIS 106 dan 107 kemudian dikonversi oleh J.C. Jonker (mantan kepala [[dipo lokomotif|dipo traksi]] NIS) menjadi lokomotif [[panser]]. Konversi ini dilakukan untuk memperkuat armada tentara Belanda yang menghadapi tentara Jepang pada [[Perang Dunia II]]. Keduanya dikonversi dengan menambah lapisan baja dan mengurangi tinggi cerobong asap hingga sejajar atap kabin [[masinis]]. Anehnya lagi, karena tentara Jepang sudah masuk Jawa pada [[Maret]] [[1942]], NIS 107 baru rampung 50% sedangkan NIS 106 sama sekali tidak dikonversi! |
NIS 106 dan 107 kemudian dikonversi oleh J.C. Jonker (mantan kepala [[dipo lokomotif|dipo traksi]] NIS) menjadi lokomotif [[panser]]. Konversi ini dilakukan untuk memperkuat armada tentara Belanda yang menghadapi tentara Jepang pada [[Perang Dunia II]]. Keduanya dikonversi dengan menambah lapisan baja dan mengurangi tinggi cerobong asap hingga sejajar atap kabin [[masinis]]. Anehnya lagi, karena tentara Jepang sudah masuk Jawa pada [[Maret]] [[1942]], NIS 107 baru rampung 50% sedangkan NIS 106 sama sekali tidak dikonversi! |
||
Ketika militer Jepang ini masuk ke Jawa, lebar sepur 1.435 mm dikonversi menjadi 1.067 mm. Terakhir NIS 106 beroperasi di jalur rel dengan lebar sepur 1.067 mm di [[Pelabuhan Tanjung Emas|pelabuhan Semarang]] pada |
Ketika militer Jepang ini masuk ke Jawa, lebar sepur 1.435 mm dikonversi menjadi 1.067 mm. Terakhir NIS 106 beroperasi di jalur rel dengan lebar sepur 1.067 mm di [[Pelabuhan Tanjung Emas|pelabuhan Semarang]] pada Juli 1945 dan nasibnya tidak lagi diketahui karena dibongkar oleh tentara Jepang. |
||
Saat ini NIS 107 tersisa [[sasis]]nya yang kini menjadi monumen statis di [[SMK Negeri 2 Yogyakarta]]. Ada pula ''boiler'' milik lokomotif NIS tipe C2-Lt di monumen tersebut. Bukti lainnya bahwa jalur kereta Indonesia pernah 1.435 mm adalah ''bogie'' yang dipajang di [[Balai Yasa Manggarai]].<ref>[http://heritage.kereta-api.co.id/?p=1404 Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur: Lokomotif NIS 107]</ref> |
Saat ini NIS 107 tersisa [[sasis]]nya yang kini menjadi monumen statis di [[SMK Negeri 2 Yogyakarta]]. Ada pula ''boiler'' milik lokomotif NIS tipe C2-Lt di monumen tersebut. Bukti lainnya bahwa jalur kereta Indonesia pernah 1.435 mm adalah ''bogie'' yang dipajang di [[Balai Yasa Manggarai]].<ref>[http://heritage.kereta-api.co.id/?p=1404 Unit Pusat Pelestarian dan Desain Arsitektur: Lokomotif NIS 107]</ref> |
Revisi per 23 Juni 2015 03.59
Data teknis | |
---|---|
Sumber tenaga | Uap |
Produsen | Hanomag, Jerman |
Nomor seri | NIS 107 |
Tanggal dibuat | 1901 |
Jumlah dibuat | 2 (sebagai NIS 106 dan NIS 107) |
Spesifikasi roda | |
Notasi Whyte | 0-6-0RT |
Susunan roda AAR | C |
Klasifikasi UIC | C-2Lt |
Dimensi | |
Lebar sepur | 1.435 mm |
Diameter roda | 850 mm |
Panjang | 8.180 mm |
Lebar | 2.670 mm |
Berat | |
Berat kosong | 16,5 ton |
Bahan bakar | |
Jenis bahan bakar | Kayu jati, Batu bara |
Sistem mesin | |
Ukuran silinder | 285 mm × 440 mm |
Kinerja | |
Kecepatan maksimum | 40 km/jam |
Daya mesin | 450 hp |
Jari-jari lengkung terkecil | 170 m |
Lain-lain | |
Karier | |
Perusahaan pemilik | Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij |
Lokomotif NIS 107 adalah salah satu lokomotif uap tertua di Indonesia yang dioperasikan oleh perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda, Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. Lokomotif ini diproduksi oleh Hanomag, Jerman dan merupakan lokomotif dengan lebar sepur 1.435 mm.
Sejarah
Setelah sukses membangun jalur kereta api Brumbung-Gundih, Gundih-Solo Balapan, dan Solo Balapan-Yogyakarta sejauh 166 km serta Kedungjati-Ambarawa sejauh 37 km dan semuanya memiliki lebar sepur 1.435 mm, perusahaan NIS mengembangkan trem uap di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Di wilayah Kesultanan, banyak tumbuh pabrik gula yang menginginkan adanya jalur kereta api untuk pengangkutan gula. Untuk itulah, pihak pabrik gula mengajukan konsesi izin pembangunan jalur yang mengintegrasikan seluruh pabrik gula tersebut.
Untuk memenuhi permintaan dari para pemilik PG tersebut, NIS membangun jalur kereta api Yogyakarta-Palbapang (25 km) mulai tahun 1895, lalu membangun Palbapang-Sewugalur (3 km) mulai beroperasi mulai tahun 1916. Selain itu dibangun pula jalur kereta api Ngabean-Pundong (27 km) dan dibuka tahun 1919.
Agar memenuhi kebutuhan akan transportasi rel tersebut, NIS mengimpor tiga buah lokomotif, NIS 105, 106, dan 107 dari pabrik Hanomag. Lokomotif NIS 106-107 yang bertipe C2-Lt ini dioperasikan di jalur dengan lebar sepur 1.435 mm, sedangkan NIS 105 tetap di lebar sepur 1.067 mm dan hanya beroperasi di daerah Demak.
Lokomotif tipe C2-Lt ini memiliki susunan roda 0-6-0T, dimensi silinder 285 mm × 440 mm, diameter roda penggerak 931 mm, serta berat 16,5 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga 40 km/jam dan berbahan bakar kayu jati dan batu bara.
NIS 106 dan 107 kemudian dikonversi oleh J.C. Jonker (mantan kepala dipo traksi NIS) menjadi lokomotif panser. Konversi ini dilakukan untuk memperkuat armada tentara Belanda yang menghadapi tentara Jepang pada Perang Dunia II. Keduanya dikonversi dengan menambah lapisan baja dan mengurangi tinggi cerobong asap hingga sejajar atap kabin masinis. Anehnya lagi, karena tentara Jepang sudah masuk Jawa pada Maret 1942, NIS 107 baru rampung 50% sedangkan NIS 106 sama sekali tidak dikonversi!
Ketika militer Jepang ini masuk ke Jawa, lebar sepur 1.435 mm dikonversi menjadi 1.067 mm. Terakhir NIS 106 beroperasi di jalur rel dengan lebar sepur 1.067 mm di pelabuhan Semarang pada Juli 1945 dan nasibnya tidak lagi diketahui karena dibongkar oleh tentara Jepang.
Saat ini NIS 107 tersisa sasisnya yang kini menjadi monumen statis di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Ada pula boiler milik lokomotif NIS tipe C2-Lt di monumen tersebut. Bukti lainnya bahwa jalur kereta Indonesia pernah 1.435 mm adalah bogie yang dipajang di Balai Yasa Manggarai.[1]