Lompat ke isi

Deuterokanonika: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 13: Baris 13:


===Pengaruh Vulgata===
===Pengaruh Vulgata===
[[Hieronimus]] dalam prolognya<ref>[http://www.thelatinlibrary.com/bible/prologi.shtml ''Prolog-prolog St. Hieronimus'', naskah Latin]</ref> menyebutkan sebuah kanon yang tanpa kitab-kitab deuterokanonika, kecuali kitab [[Barukh]].<ref>Dalam ''Prolog-prolog'', Hieronimus menyebutkan satu per satu karya deuterokanonika dan apokrif sebagai kitab-kitab apokrif atau "tidak terdapat dalam kanon" kecuali kitab ''Doa Manasye'' dan ''Barukh''. Dia menyebutkan kitab ''Barukh'' dalam [http://www.bombaxo.com/blog/?p=233 ''Prolog Kitab Yeremia''] dan memberi catatan bahwa kitab itu tidak dibaca maupun dimiliki umat Ibrani, namun tidak secara eksplisit menyebutnya apokrif atau "tidak terdapat dalam kanon". Karena beberapa pendahulu memasukkan Barukh sebagai bagian dari Yeremia, maka dapat difahami bahwa Hieronimus menganggap Barukh sebagai bagian dari kitab Yeremia pada saat menyebutkan satu per satu kitab-kitab kanon dalam ''Prologus Galeatus''nya.</ref> Sekalipun demikian, [[Vulgata]] Hieronimus memasukkan kitab-kitab deuterokanonika serta apokrif. Dia mengaanggap kitab-kitab tersebut sebagai Kitab Suci dan mengutip kalimat-kalimat dari kitab-kitab itu sekalipun dia menyebutkan bahwa kitab-kitab itu "tidak terdapat dalam kanon". Dalam prolognya untuk kitab Yudit, tanpa menggunakan kata kanon, dia menyebutkan bahwa Yudit dianggap sebagai Kitab Suci oleh [[Konsili Nicea Pertama]].<ref>[http://www.bombaxo.com/blog/?p=224 Prolog Hieronimus untuk kitab Yudit]</ref> Dalam balasannya kepada Rufinus, dengan gigih dia membela bagian-bagian deuterokanonika dari kitab Daniel sekalipun orang-orang Yahudi pada zaman itu tidak melakukan hal itu:

:Dosa apakah yang telah kuperbuat jikalau aku mengikuti penilaian gereja-gereja? Namun barang siapa yang menuduh aku mengikuti keberatan-keberatan bahwa orang-orang Ibrani lazimnya menolak [[Riwayat Susana]], [[Nyanyian Tiga Anak Suci]], dan riwayat [[Baal dan Naga]], yang tidak terdapat dalam gulungan kitab Ibrani, membuktikan bahwa dia hanyalah seorang penjilat yang dungu. Karena aku tidak mengikuti pandangan-pandangan pribadiku sendiri, melainkan keterangan-keterangan bahwa mereka [orang-orang Yahudi] lazimnya menentang kita. (''Terhadap Rufinus'', 11:33 [[[402]] Masehi]).

Dengan demikian Hieronimus mengakui prinsip yang digunakan untuk menerapkan kanon &mdash;penilaian Gereja, bukannya penilaiannya sendiri atau pun penilaian orang-orang Yahudi.

Vulgata juga penting sebagai tolok ukur kanon dalam hal kitab-kitab manakah yang kanonik. ketika [[Konsili Trente]] menyusun daftar kitab-kitab yang termasuk dalam kanon, konsili ini mengkualifikasikan kitab-kitab "seluruhnya beserta semua bagiannya, sebagaimana yang biasa dibacakan dalam Gereja Katolik, dan sebagaimana yang terdapat dalam edisi Vulgata Latin Kuno".<ref>[http://www.bible-researcher.com/trent1.html Kanon-kanon dan dekrit-dekrit Konsili Trente, Sesi keempat], 1546</ref>

===Istilah yang digunakan di luar Gereja Katolik===
===Istilah yang digunakan di luar Gereja Katolik===
Penggunaan kata apokrifa ([[Bahasa Yunani]]: tersembunyi) untuk naskah-naskah tersebut, meskipun tanpa maksud menghina, diartikan sebahagian pihak bahwa tulisan-tulisan yang dipertanyakan tersebut tidak boleh dimasukkan ke dalam [[Kanon Alkitab]]. Klasifikasi semacam ini mengelompokkan kitab-kitab tersebut bersama beberapa kitab [[injil]] dan kitab-kitab [[Perjanjian Baru]] [[apokrif]] lainnya. ''Style Manual for the Society of Biblical Literature'' merekomendasikan penggunaan istilah ''literatur deuterokanonika'' bukannya ''Apokrifa'' dalam tulisan akademis.
Penggunaan kata apokrifa ([[Bahasa Yunani]]: tersembunyi) untuk naskah-naskah tersebut, meskipun tanpa maksud menghina, diartikan sebahagian pihak bahwa tulisan-tulisan yang dipertanyakan tersebut tidak boleh dimasukkan ke dalam [[Kanon Alkitab]]. Klasifikasi semacam ini mengelompokkan kitab-kitab tersebut bersama beberapa kitab [[injil]] dan kitab-kitab [[Perjanjian Baru]] [[apokrif]] lainnya. ''Style Manual for the Society of Biblical Literature'' merekomendasikan penggunaan istilah ''literatur deuterokanonika'' bukannya ''Apokrifa'' dalam tulisan akademis.

Revisi per 6 Oktober 2007 15.13

Kitab-kitab Deuterokanonika dalam Alkitab adalah kitab-kitab yang dipandang sebagai bagian yang kanonik dari Perjanjian Lama Kristiani oleh Gereja Katolik Roma dan Kristianitas Timur akan tetapi tidak terdapat dalam Alkitab Ibrani, yang kerap dipandang protokanonik. Perbedaan ini telah menimbulkan perdebatan dalam Gereja awal mengenai apakah kitab-kitab tersebut dapat dibacakan dalam gedung-gedung Gereja dan karena itu dapat diklasifikasikan sebagai naskah-naskah yang kanonik.

Kata deuterokanonika berasal dari Bahasa Yunani yang artinya 'termasuk kanon kedua'. Etimologi kata ini membingungkan, namun mengindikasikan keragu-raguan dalam penerimaan kitab-kitab tersebut ke dalam kanon oleh beberapa pihak. Perlu dicermati bahwa istilah tersebut tidak berarti non-kanonik; sekalipun istilah tersebut kadang-kadang digunakan sebagai eufemisme untuk menyebut kitab-kitab Apokrif.

Umat Kristiani Protestan biasanya tidak menggolongkan kitab apapun sebagai kitab "deuterokanonika"; kitab-kitab itu mereka keluarkan dari Alkitab, atau mengelompokkannya dalam bagian tersendiri yang disebut Apokrif. Kemiripan makna antara istilah-istilah yang berbeda ini menimbulkan kebingungan antara deuterokanonika Katolik Roma dan Ortodoks dengan naskah-naskah yang dianggap non-kanonik oleh satu atau kedua kelompok umat Kristiani tersebut.

Katolik

Istilah Deuterokanonika pertama kali digunakan pada tahun 1566 oleh orang-orang Kristen yang sebelumnya beragama Yahudi dan teolog Katolik Sixtus dari Siena untuk menyebut naskah-naskah Kitab Suci Perjanjian Lama yang kanonisitasnya ditetapkan bagi umat Katolik oleh Konsili Trente, namun telah dikeluarkan dari beberapa kanon terdahulu, teristimewa di Timur. Penerimaan akan ketab-kitab tersebut di antara umat Kristiani awal tidaklah universal, namun konsili-konsili regional di Barat menerbitkan kanon-kanon resmi yang memasukkan kitab-kitab tersebut sejak abad ke-4 dan ke-5.[1]

Pengaruh Septuaginta

Pengaruh Vulgata

Hieronimus dalam prolognya[2] menyebutkan sebuah kanon yang tanpa kitab-kitab deuterokanonika, kecuali kitab Barukh.[3] Sekalipun demikian, Vulgata Hieronimus memasukkan kitab-kitab deuterokanonika serta apokrif. Dia mengaanggap kitab-kitab tersebut sebagai Kitab Suci dan mengutip kalimat-kalimat dari kitab-kitab itu sekalipun dia menyebutkan bahwa kitab-kitab itu "tidak terdapat dalam kanon". Dalam prolognya untuk kitab Yudit, tanpa menggunakan kata kanon, dia menyebutkan bahwa Yudit dianggap sebagai Kitab Suci oleh Konsili Nicea Pertama.[4] Dalam balasannya kepada Rufinus, dengan gigih dia membela bagian-bagian deuterokanonika dari kitab Daniel sekalipun orang-orang Yahudi pada zaman itu tidak melakukan hal itu:

Dosa apakah yang telah kuperbuat jikalau aku mengikuti penilaian gereja-gereja? Namun barang siapa yang menuduh aku mengikuti keberatan-keberatan bahwa orang-orang Ibrani lazimnya menolak Riwayat Susana, Nyanyian Tiga Anak Suci, dan riwayat Baal dan Naga, yang tidak terdapat dalam gulungan kitab Ibrani, membuktikan bahwa dia hanyalah seorang penjilat yang dungu. Karena aku tidak mengikuti pandangan-pandangan pribadiku sendiri, melainkan keterangan-keterangan bahwa mereka [orang-orang Yahudi] lazimnya menentang kita. (Terhadap Rufinus, 11:33 [[[402]] Masehi]).

Dengan demikian Hieronimus mengakui prinsip yang digunakan untuk menerapkan kanon —penilaian Gereja, bukannya penilaiannya sendiri atau pun penilaian orang-orang Yahudi.

Vulgata juga penting sebagai tolok ukur kanon dalam hal kitab-kitab manakah yang kanonik. ketika Konsili Trente menyusun daftar kitab-kitab yang termasuk dalam kanon, konsili ini mengkualifikasikan kitab-kitab "seluruhnya beserta semua bagiannya, sebagaimana yang biasa dibacakan dalam Gereja Katolik, dan sebagaimana yang terdapat dalam edisi Vulgata Latin Kuno".[5]

Istilah yang digunakan di luar Gereja Katolik

Penggunaan kata apokrifa (Bahasa Yunani: tersembunyi) untuk naskah-naskah tersebut, meskipun tanpa maksud menghina, diartikan sebahagian pihak bahwa tulisan-tulisan yang dipertanyakan tersebut tidak boleh dimasukkan ke dalam Kanon Alkitab. Klasifikasi semacam ini mengelompokkan kitab-kitab tersebut bersama beberapa kitab injil dan kitab-kitab Perjanjian Baru apokrif lainnya. Style Manual for the Society of Biblical Literature merekomendasikan penggunaan istilah literatur deuterokanonika bukannya Apokrifa dalam tulisan akademis.

Di luar Katolisisme Romawi, istilah deuterokanonika kadang-kagna digunakan sebagai analogi untuk menyebut kitab-kitab yang dimasukkan dalam Perjanjian Lama oleh Gereja Ortodoks Timur, dan Gereja Ortodoks Oriental, namun tidak menjadi bagian dari Tanakh Yahudi, atau pun Perjanjian Lama Protestan. Di kalangan Ortodoks, istilah ini difahami bahwa kitab-kitab tersebut ditulis sesudah Alkitab Ibrani.

Dalam Alkitab Amharik yang dipergunakan dalam Gereja Ortodoks Ethiopia (salah satu Gereja Ortodoks Oriental), kitab-kitab Perjanjian Lama tersebut tetap terdaftar sebagai kitab-kitab yang kanonik, namun tidak demikian halnya dalam Gereja-Gereja lain, kitab-kitab tersebut kerap disisihkan ke dalam bagian terpisah. Selain kitab-kitab yang disebutkan di atas, terdapat pula kitab-kitab yang dianggap kanonik hanya oleh Gereja Ethiophia, yakni Henok (I Henokh) dan Kufale (Yobel). Seklipun demikian, "Kitab-Kitab Makabe" dalam Alkitab mereka seluruhnya berbeda dari kitab-kitab Makabe yang digunakan oleh Gereja lain, tidak ada persamaan kecuali judulnya.

Ortodoksi Timur

Gereja Ortodoks Timur secara tradisional memasukkan semua kitab dari Septuaginta ke dalam Perjanjian Lamanya. Perbedaan-perbedaan regional timbul karena adanya variasi-variasi yang berbeda Regional differences havedari Septuaginta, sehingga ada yang jumlah kitabnya lebih banyak dari pada yang lain.

Orang Yunani menggunakan kata Anagignoskomena untuk menamakan kitab-kitab dari Septuaginta Yunani yang tidak terdapat dalam Tanakh Ibrani. Kitab-kitab tersebut mencakup seluruh kitab deuterokanonika Katolik Romawi di atas, plus naskah-naskah berikut ini:

Seperti halnya kitab-kitab deuterokanonika Katolik, naskah-naskah tersebut diintegrasikan dengan keseluruhan Perjanjian lama, bukannya dicetak dalam bagian terpisah. Sebagian besar versi Alkitab Protestan meniadakan kitab-kitab tersebut. Umumnya diyakini bahwa Yudaisme secara resmi mengeluarkan kitab-kitab deuterokanonika dan naskah-naskah tambahan berbahasa Yunani yang ada dalam daftar di atas dari Kitab Suci mereka dalam Konsili Jamnia kira-kira tahun 100 Masehi, namun pernyataan ini juga masih dierdebatkan.[6]

Berbagai Gereja Ortodoks umumnya memasukkan naskah-naskah (yang aslinya terdapat dalam Bahasa Yunani) tersebut, dan beberapa di antaranya memasukkan Mazmur Salomo ke dalam Alkitabnya. Dalam Gereja-Gereja ini, kitab 4 Makabe kerap dimasukkan ke dalam suatu appendix, karena di dalamnya terkandung semacam tendensi ke arah faham pagan.

Dalam Gereja Ortodoks Ethiopia, salah satu denominasi dalam Ortodoksi Oriental, terdapat pula tradisi yang kuat untuk mempelajari Kitab Henokh dan Kitab Yobel. Kitab Henokh disebut-sebut di Surat Yudas dalam Perjanjian Baru (Yudas 1:14-15).

Perjanjian Baru

Istilah deuterokanonika kadang-kadang digunakan untuk menyebut antilegomena yang kanonik, yakni kitab-kitab Perjanjian Baru yang, seperti kitab-kitab deuterokanonika Perjanjian lama, tidak diterima secara universal oleh Gereja purba, namun yang kini tercakup dalam ke-27 kitab Perjanjian Baru yang diakui oleh hampir semua umat Kristiani. Kitab-kitab deuterokanonika Perjanjian Baru adalah sebagai berikut:

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Kanon Perjanjian Lama, Catholic Encyclopedia, 1913
  2. ^ Prolog-prolog St. Hieronimus, naskah Latin
  3. ^ Dalam Prolog-prolog, Hieronimus menyebutkan satu per satu karya deuterokanonika dan apokrif sebagai kitab-kitab apokrif atau "tidak terdapat dalam kanon" kecuali kitab Doa Manasye dan Barukh. Dia menyebutkan kitab Barukh dalam Prolog Kitab Yeremia dan memberi catatan bahwa kitab itu tidak dibaca maupun dimiliki umat Ibrani, namun tidak secara eksplisit menyebutnya apokrif atau "tidak terdapat dalam kanon". Karena beberapa pendahulu memasukkan Barukh sebagai bagian dari Yeremia, maka dapat difahami bahwa Hieronimus menganggap Barukh sebagai bagian dari kitab Yeremia pada saat menyebutkan satu per satu kitab-kitab kanon dalam Prologus Galeatusnya.
  4. ^ Prolog Hieronimus untuk kitab Yudit
  5. ^ Kanon-kanon dan dekrit-dekrit Konsili Trente, Sesi keempat, 1546
  6. ^ Albert C. Sundberg, Jr., "The Old Testament of the Early Church" Revisited 1997