Pakistan Indonesia
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Padang, Medan, Jakarta, Semarang, dan Surabaya | |
Bahasa | |
Terutama: Gujarati • Indonesia Juga: Urdu • Sindhi • Punjabi • Pashtun • Arab • bahasa daerah lainnya di Indonesia | |
Agama | |
Islam | |
Kelompok etnik terkait | |
India-Indonesia • Bangsa Arya • Orang Punjabi • Orang Gujarati • Orang Sindhi |
Suku Pakistan-Indonesia atau Pakistani-Indonesia (Urdu: انڈونیشیا میں پاکستانی) adalah penduduk Indonesia yang memiliki keturunan etnis Pakistan yang menetap di Indonesia dan atau etnis Pakistan asli yang telah menikah dengan gadis pribumi Indonesia sehingga mempunyai keturunan Pakistan-Indonesia. Suku Pakistan-Indonesia biasa dikenal dengan sebutan Khoja, Koja, Kujo, dan Tambol. Orang Koja umumnya berasal dari daerah Cutch, Kathiawar, dan Gujarat, India yang beragama Islam tetapi mereka lebih memilih Pakistan daripada India karena faktor agama. Mereka berasal dari kasta Ksatria. Pada mulanya Bangsa Pakistan pergi ke Indonesia untuk keperluan berdagang dan menyebarkan agama Islam, tetapi lama-kelamaan justru betah dan memilih tinggal dan berkeluarga di Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Moor bersama dengan suku Arab-Indonesia dan suku India-Indonesia. Tapi seperti kaum etnis Tionghoa, Arab, dan India, tidaklah sedikit kaum Pakistan-Indonesia yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.
Sejarah Kedatangan
- Abad ke-11
Masa ini adalah masa kedatangan para datuk dari Walisongo yang dipelopori oleh keluarga besar Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, Ia besama putra-putra berdakwah jauh ke seluruh pelosok Asia Tenggara hingga Nusantara dengan strategi utama menyebarluaskan Islam melalui pernikahan dengan penduduk setempat utamanya dari kalangan istana-istana Hindu.
- Tahun 1880-an
Pada tahun 1877 pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara mulai dibangun secara modern, selanjutnya KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij), sebuah perusahaan pelayaran Belanda dioperasikan tahun 1888 dengan rute Eropa–Hindia Belanda, sehingga memungkinkan orang-orang dari India, Pakistan, Arab Yaman atau Arab Mesir, melakukan migrasi ke Nusantara secara berangsur-angsur mulai tahun 1870 hingga setelah tahun 1888. Gelombang kedatangan suku Pakistan dengan berbondong-bondong ke Nusantara sekitar tahun 1880-an. Tidak seperti Syeh Jamaluddin Akbar dengan strategi menyebarkan agama Islam dengan menikahi penduduk setempat, pada abad ini strategi menyebarkan Islam sambil berdagang di Nusantara. Kaum pendatang ini tidak banyak melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi-Nusantara, tetapi sebagian juga melakukan kawin campur dengan penduduk pribumi-Nusantara.
Perkembangan di Indonesia
Komunitas warga Pakistan-Indonesia kebanyakan bermukim di kota Semarang Jawa Tengah. Pada awalnya terkonsentrasi di kawasan Pekojan dan Petolongan, namun kini juga tersebar di kawasan sekitar Jl. Mt. Haryono (Mataram) bagian utara kota Semarang, yakni di Jeruk Kingkit, Bonarum, Wotprau, Suburan, Pandean, Progo, Pemali, dan Pesanggrahan. Saat ini etnis Koja sudah banyak yang menyebar kedaerah lain di Indonesia contohnya Jakarta, Solo, Surabaya, Kalimantan bahkan sampai Papua. Mereka memiliki tradisi tersendiri setiap Lebaran, hari-hari besar Islam, dan pernikahan. Karena kedatangan etnis Pakistan-Indonesia pada awalnya sebagai pedagang, maka mereka meneruskan pekerjaan dan keahliannya tersebut untuk berdagang sampai sekarang. Perdagangann yang mereka geluti adalah di bidang optik, konveksi (kain), arloji, electrik, dan rempah-rempah. Hal ini bisa di temukan di daerah sekitar jalan MT. Haryono dan Kawasan Perdagangan Johar. Perdagangan tersebut mereka wariskan secara turun temurun kepada anak-anaknya, hal ini bertujuan agar usaha yang mereka miliki tetap berjalan.
Budaya
Kekerabatan
Pola Perkawinan
Dulu, orang-orang Koja yang ada di daerah Semarang ketika masih ada keturunan asli atau pendatang Pakistan yang kemudian menetap di daerah persinggahan melakukan perkawinan dengan orang yang masih sama keturunan Pakistan juga. Hal ini disebabkan orang-orang Koja tersebut sangat menghargai nilai-nilai kekeluargaan tradisional yang sangat kuat. Maka dari itu, kebanyakan orang Koja zaman dulu banyak yang dijodohkan oleh orang yang dituakan dengan persetujuan dari mempelai pria dan mempelai wanita. Tetapi pada perkembangan yang sekarang, masyarakat Koja sudah ada yang melakukan perkawinan campuran dengan orang-orang di luar orang Koja.
Pola Menetap
Pola menetap yang dilakukan oleh orang Koja di daerah Pekojan dan sekitarnya adalah patrilokal, dimana kehidupan setelah menikah, istri lebih memilih untuk tinggal di dalam lingkungan suami. Adanya pola yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Koja setelah menikah seorang istri mengikuti suaminya. Anggapan suami sudah menjadi kepala keluarga dan masyarakat Koja di daerah tersebut menganggap bahwa suami adalah imam atau pemimpin yang harus diikuti oleh istrinya.
Dialek
Masyarakat Koja yang bermukim di Semarang dulunya menggunakan dialek-dialek India atau Pakistan dalam berkomunikasi. Tetapi seiring bejalannya waktu, sampai generasi ke lima ini sudah tidak menggunakan dialek-dialek India atau Pakistan, mereka terpengaruh dengan bahasa Arab misalnya memanggil ayah dan ibu dengan sebutan 'abah' dan 'umi'. Disini walaupun dalam keseharian mereka sudah tidak menggunakan bahasa India atau Pakistan tetapi mereka masih melestarikannya dengan cara pada saat mereka bertemu sanak keluarga mereka, mereka masih menggunakan bahasa Pakistan sebagai alat komunikasi mereka.
Ketika mereka berkomunikasi dengan keluarga dekat bahasa Pakistan masih sering mereka gunakan misalnya nala yang berarti enak, paitan yang berarti pergi dan soru yang artinya makan.
Tradisi
Tradisi yang masih melekat hingga saat ini
Malam pacar
Malam pacar adalah malam yang dilakukan oleh keluarga dari mempelai putri, sebelum menjalankan akad nikah. Malam itu biasanya diisi dengan menghias tangan mempelai putri dengan menggunakan hena (kutek pacar). Setelah acara itu selesai dilanjutkan dengan tari-tarian oleh gadis-gadisn yang merupakan teman dari mempelai wanita. Tarian ini mempunyai makna bahwa mempelai wanita bahgia akan segera melepas masa lajangnya, tarian tersebut dilakukan di kamar mempelai wanita dan yang berada dalam kamar itu hanya para wanita saja, sedangkan laki-lakinya berada di luar rumah.
Malam pacar juga diiringi dengan acara pembacaan doa-doa islam dan pengajian yang dilangsung dipimpin oleh seorang pemuka agama.
Setelah acara malam pacar selesai dilanjutkan dengan acara ijab yang hanya dihadiri oleh keluarga mempelai pria dan para kaum laki-laki yang merupakan teman dari mempelai laki-laki hingga acara ijab selesai sedangkan mempelai wanita berada dikamar.
Khitanan Massal
Acara khitanan ini dilakukan rutin setahun sekali, acara ini juga merupakan warisan dari keturunan pakistan sehingga warga koja yang berada di Pekojan Semarang melestarikan budaya ini setiap bulan Maulid.
Lebaran
Masyarakat Koja yang berada di luar daerah Pekojan Semarang setiap lebaran menyempatkan pulang ke kampung halaman Pekojan untuk melakukan sonjo (Silaturahmi) Lebaran di kampung Pekojan, dan kemudian saat malam dilanjut sonjo (Silaturahmi)Lebaran ke Wotprau, Jerukkingkit, Suburan, Pandean, Progo, Pemali yang merupak juga daerah basis keturunan Pekojan.
Lihat pula
Etnis peranakan lain