Pertempuran Uhud
Pertempuran Uhud | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Muslim-Quraisy | |||||||
Nabi Muhammad dan Tentara Muslim di Perang Uhud | |||||||
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
Muslim Madinah | Quraisy Mekah | ||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Muhammad Ali bin Abi Thalib Hamzah bin Abdul-Muththalib † Mush'ab bin Umair † Abdullah bin Jubair † [1] Mundzir bin Amr [1] Zubair bin Awwam [1] Ubadah bin ash-Shamit[2] |
Abu Sufyan Hindun binti Utbah Ikrimah bin Abu Jahal Khalid bin Walid | ||||||
Kekuatan | |||||||
700 infanteri, 2 kavaleri |
3,000 infanteri, 200 kavaleri[3] | ||||||
Korban | |||||||
75 | 27 |
Pertempuran Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy pada tanggal 23 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badar. Tentara Islam berjumlah 700 orang sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Tentara Islam dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW sedangkan tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan. Disebut Pertempuran Uhud karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil.
Pendahuluan
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Rasulullah menempatkan pasukan Islam di kaki bukit Uhud di bagian barat. Tentara Islam berada dalam formasi yang kompak dengan panjang front kurang lebih 1.000 yard. Sayap kanan berada di kaki bukit Uhud sedangkan sayap kiri berada di kaki bukit Ainain (tinggi 40 kaki, panjang 500 kaki). Sayap kanan Muslim aman karena terlindungi oleh bukit Uhud, sedangkan sayap kiri berada dalam bahaya karena musuh bisa memutari bukit Ainain dan menyerang dari belakang. Untuk mengatasi hal ini, Rasulullah menempatkan 50 pemanah di Ainain dibawah pimpinan Abdullah bin Jubair dengan perintah yang sangat tegas dan jelas yaitu "Gunakan panahmu terhadap kavaleri musuh. Jauhkan kavaleri dari belakang kita. Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. jangan sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung; jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami."
Di belakang pasukan Islam terdapat 14 wanita yang bertugas memberi air bagi yang haus, membawa yang terluka keluar dari pertempuran, dan mengobati luka tersebut. Di antara wanita ini adalah Fatimah, putri rasulullah yang juga istri Ali, sedangkan rasulullah sendiri berada di sayap kiri.
Posisi pasukan Islam bertujuan untuk mengeksploitasi kelebihan pasukan Islam yaitu keberanian dan keahlian bertempur. Selain itu juga meniadakan keuntungan musuh yaitu jumlah dan kavaleri (kuda pasukan Islam hanya 2, salah satunya milik Rasulullah). Abu Sufyan tentu lebih memilih pertempuran terbuka di mana dia bisa bermanuver ke bagian samping dan belakang tentara Islam dan mengerahkan seluruh tentaranya untuk mengepung pasukan tersebut. Tetapi Rasulullah menetralisir hal ini dan memaksa Abu Sufyan bertempur di front yang terbatas di mana infanteri dan kavalerinya tidak terlalu berguna. Juga patut dicatat bahwa tentara Islam sebetulnya menghadap Madinah dan bagian belakangnya menghadap bukit Uhud, jalan ke Madinah terbuka bagi tentara kafir.
Tentara Quraish berkemah satu mil di selatan bukit Uhud. Abu Sufyan mengelompokkan pasukan ini menjadi infantri di bagian tengah dan dua sayap kavaleri di samping. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, masing-masing berkekuatan 100 orang. Amr bin Ash ditunjuk sebagai panglima bagi kedua sayap tetapi tugasnya terutama untuk koordinasi. Abu Sufyan juga menempatkan 100 pemanah di barisan terdepan. Bendera Quraisy dibawa oleh Thalhah bin Abi Thalhah.
Kondisi sebelum peperangan
Sebelum peperangan, pasukan muslimin telah menguasai seluruh jalur perdagangan yang menghubungkan Makkah dengan Syam dan Irak. Mereka melakukan pencegahan atas suku Quraisy sehingga tidak dapat melewati kedua jalur tersebut. Jalur perdagangan yang tersisa bagi suku Quraisy adalah jalur perdagangan dari Makkah ke Habasyah. Pada saat ini, pasukan muslimin juga menjadikan madinah sebagai basis aman untuk kegiatan dakwah dan pangkalan militer.[4]
Di sisi lain, pasukan musyrikin dari suku Quraisy mengumpulkan laba hasil perdagangan untuk dipakai membeli perbekalan dan senjata serta menyewa pasukan. Pengelolaanya diserahkan kepada Abu Sufyan bin Harb. Sedangkan kaum musyrikin di Madinah dan sekelilingnya sebagian besar mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslimin di Madinah. Mereka tidak ikut dalam peperangan dan memilih untuk menetap di pemukiman mereka.[5]
Di Madinah juga tidak ada lagi penduduk yang berasal dari kaum Yahudi. Ini terjadi setelah pengusiran Bani Qaynuqa akibat melanggar perjanjian damai. Kaum Yahudi di sekeliling kota Madinah memilih mengadakan perjanjian damai dengan pasukan muslimin.[6]
Jumlah pasukan
Pasukan muslimin berjumlah 700 orang yang terbagi menjadi pasukan infanteri dan pasukan kavaleri. Jumlah pasukan infanteri sebanyak 650 orang. Jumlah pasukan kavaleri sebanyak 50 orang. Sedangkan pasukan musyrikin berjumlah 3.000 orang. Sebanyak 2.900 orang berasal dari suku Quraisy dan para sekutunya. Sedangkan 100 orang lainnya berasal dari Bani Tsaqif. Sebanyak 700 orang memakai baju besi. Pasukan musyrikin dilengkapi dengan 200 ekor kuda dan 3.000 ekor unta. Pemimpinny adalah Abu Sufyan bin Harb. Para istri dari pemuka suku Quraisy turut serta dalam pasukan ini. [7]
Strategi perang
Pasukan musyrikin
Pasukan musyrikin berkumpul di perkampungan Ash-Shamghah yang berada dekat dengan kota Madinah. Pasukan ini melepaskan unta dan kuda untuk memakan rumput di ladang yanng dimiliki kaum Anshar. Setelahnya, perjalanan mereka dilanjutkan ke Al-Aqiq. Mereka kemudian singgah di bagian bawah dari gunung Uhud. Jaraknya hanya 5 mil dari kota Madinah.[8]
Pasukan musyrikin dibagi menjadi pasukan sayap kanan dan sayap kiri. Pasukan sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan pasukan sayap kiri dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal. Sementara panji perang dibawa oleh Thalhan bin Abi Thalhah dari Bani Abdul Dar. Susunan pasukan dari pasukan musyrikin adalah barisan. Keamanan barisan dilakukan oleh kavaleri dari pasukan sayap kiri dan sayap kanan.[8]
Kekalahan pasukan muslimin
Bab atau bagian ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. |
Kisah ini ditulis di surah Ali Imran ayat 140-179. Dalam ayat-ayat di surah Ali Imran, Muhammad menjelaskan kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah (ayat 141) – ujian bagi muslim mukmin dan munafik (ayat 166-167).
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar (ayat 142)? Bahkan jika Muhammad sendiri mati terbunuh, Muslim harus terus berperang (ayat 144), karena tiada seorang pun yang mati tanpa izin Allah (ayat 145). Lihatlah para nabi yang tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah (ayat 146). Para Muslim tidak boleh taat pada kafir (ayat 149), karena Allah Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut (ayat 151)." --
Ayat-ayat di atas tidak menunjukkan sebab yang sebenarnya mengapa Muhammad dan Muslim kalah perang di Uhud. Penjelasan yang lebih lengkap bisa dibaca di Hadis Sahih Bukhari, Volume 4, Buku 52, Nomor 276
Sebagaimana manusia biasa, wajar bila seseorang terlupa akan sesuatu. Begitu juga pasukan yang berjaga di atas bukit Uhud. Mereka terlupa dan akhirnya turun ke lembah untuk mengambil hak pemenang perang. Melihat banyak pasukan dari pihak Islam yang meninggalkan pos di atas bukit, Khalid bin Walid memerintahkan pasukan kafir yang tersisa untuk berbalik kembali dan menyerang pasukan Islam. Pos di atas bukit direbut oleh kafirin dan pasukan Islam yang tersisa di sana dibunuh, termasuk Hamzah paman Rasulullah.
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b c Najeebabadi, Akbar Shah, History of Islam, Vol.1, hlm. 171
- ^ Gil, Moshe (1997-02-27). Ibn Sa'd, 1(1), 147 VII(2), 113f, Baladhuri, Tarikh Tabari, 1 2960, Muqaddasi, Muthir, 25f; Ibn Hisham, 311. Cambridge University press. hlm. 119. ISBN 0521599849. Diakses tanggal 26 January 2020.
- ^ Watt (1964) p. 136
- ^ Khaththab 2019, hlm. 227.
- ^ Khaththab 2019, hlm. 228.
- ^ Khaththab 2019, hlm. 228-229.
- ^ Khaththab 2019, hlm. 229.
- ^ a b Khaththab 2019, hlm. 230.
Daftar pustaka
- Khaththab, Mahmud Syait (2019). Rasulullah Sang Panglima: Meneladani Strategi dan Kepemimpinan Nabi dalam Berperang. Sukoharjo: Pustaka Arafah. ISBN 978-602-6337-06-1.