Fatimah az-Zahra
Per WP:GELARISLAM, artikel ini menggunakan kata-kata yang berlebihan dan hiperbolis tanpa memberikan informasi yang jelas. |
Nama dalam bahasa asli | (ar) فَاطِمَةُ الزَّهْرَاء |
---|---|
Biografi | |
Kelahiran | 604 ↔ 604 Makkah |
Kematian | 14 Desember 632 (28 tahun) Madinah (Arab Saudi) |
Tempat pemakaman | Jannatul Baqi Galat: Kedua parameter tahun harus terisi! |
Data pribadi | |
Agama | Islam |
Kegiatan | |
Pekerjaan | penyair |
Keluarga | |
Pasangan nikah | Ali bin Abi Thalib |
Anak | Ummi Kultsum binti Ali, Hasan bin Ali, Muhsin bin Ali, Zainab binti Ali, Husain bin Ali |
Orang tua | Muhammad , Khadijah binti Khuwailid |
Saudara | Ummu Kultsum binti Muhammad, Ruqayyah binti Muhammad, Zainab binti Muhammad, Ibrahim bin Muhammad, Qasim bin Muhammad dan Abd-Allah bin Muhammad |
Fatimah binti Muhammad (bahasa Arab: فَاطِمَة ٱبْنَت مُحَمَّد, translit. Fāṭimah binti Muḥammad, IPA: [ˈfaːtˤima b.nat muˈħammad]; 606/614 - 632) merupakan putri bungsu Nabi Muhammad dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadijah.
Keluarga
[sunting | sunting sumber]Orang tua dan saudara
[sunting | sunting sumber]Sayyidah Fatimah az-Zahra lahir lima tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad. Ia merupakan anak perempuan termuda dari Nabi Muhammad. Berdasarkan nasabnya, namanya adalah Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Keluarga Fatimah az-Zahra merupakan keturunan dari bani Hasyim dan suku Quraisy.[1]
Sayyidah Fatimah az-Zahra merupakan anak perempuan keempat dari pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah binti Khuwailid. Ia memiliki tiga kakak perempuan yaitu Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Fatimah az-Zahra juga memiliki dua saudara laki-laki sekandung, tetapi keduanya meninggal ketika masih kecil. Nama kedua saudaranya yang wafat ini adalah Qasim dan Ibrahim. Selain itu, ia memiliki seorang saudara angkat yang diadopsi oleh ayahnya. Nama saudara angkat ini ialah Zaid bin Haritsah, yang kelak menjadi Hawariyyun daripada Baginda Nabi Muhammad.[2]
Kelahiran Sayyidatina Fatimah az-Zahra bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui. Dengan kecerdasan akalnya, baginda mampu memecahkan persoalan yang hampir menjadikan peperangan diantara kabilah-kabilah yang ada di Makkah.[3]
Kelahiran sayyidah Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan memberikan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya adalah Ummu Abiha (Ibu dari ayahnya).[butuh rujukan]
Ia putri yang mirip dengan ayahnya, Ia tumbuh dewasa dan ketika menginjak usia 5 tahun terjadi peristiwa besar terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan ia juga menyaksikan kaum kafir melancarkan gangguan kepada ayahnya, sampai cobaan yang berat dengan meninggal ibunya Khadijah. Ia sangat pun sedih dengan kematian ibunya.[butuh rujukan]
Rasulullah sangat menyayangi sayyidah Fatimah. Setelah Rasulullah bepergian ia lebih dulu menemui Fatimah sebelum menemui istri istrinya. Aisyah berkata,”Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fatimah, jika ia datang mengunjungi Rasulullah, Rasulullah berdiri lalu menciumnya dan menyambut dengan hangat, begitu juga sebaliknya yang diperbuat Fatimah bila Rasulullah datang mengunjunginya.”[butuh rujukan]
Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas mimbar: ”Sungguh Fatimah bagian dariku, siapa yang membuatnya marah berarti membuat aku marah”. Dan dalam riwayat lain disebutkan, ”Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila ia diganggu dan aku merasa sakit jika ia disakiti.”.[4]
Sayyidah Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa baginda. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena dan tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata, "Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia".[butuh rujukan]
Pernikahan
[sunting | sunting sumber]Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Fatimah az-Zahra menikah pada usia 18 tahun dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.[1] Pernikahan antara keduanya diadakan setahun setelah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan pengikutnya hijrah ke Madinah. Nabi Muhammad sebagai ayah dari Fatimah az-Zahra menyetujui pernikahan ini karena adanya hubungan kekerabatan dan hubungan sosial dengan keluarga dari Ali bin Abi Thalib RA. Ayah dari Sayyidina Ali adalah Abu Thalib yang merupakan paman dari Nabi Muhammad. Nabi Muhammad hidup dalam asuhan pamannya ini. Ketika pamannya telah wafat, Ali diasuh oleh Nabi Muhammad. Jadi Nabi Muhammad sudah menganggap Ali seperti anaknya sendiri.[5]
Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim diketahui bahwa Fatimah az-Zahra pernah hampir mengalami poligami. Periwayatan hadis ini berasal dari al-Miswar bin Makhramah. Keterangan dalam hadis ini menyebutkan larangan Nabi Muhammad kepada Ali bin Abi Thalib untuk melakukan poligami dengan Juwairiyah binti Abu Jahal. Nabi Muhammad menyampaikan hal ini di atas mimbar. Ia memulai dengan menyebutkan latar belakang dari peristiwa ini. Di atas mimbar, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa usulan pernikahan antara Ali bin Abi Thalib dengan Juwairiyah binti Abu Jahal merupakan usulan dan permintaan dari keluarga Hisyam bin al-Mughirah. Nabi Muhammad dengan tegas tidak mengizinkan hal ini dengan ucapan yang jelas yang diulanginya sebanyak tiga kali. Nabi Muhammad menyatakan bahwa Fatimah az-Zahra merupakan anak kandungnya, yang berarti menyusahkan dan menyakiti perasaannya sama dengan menyusahkan dan menyakiti perasaan Nabi Muhammad.[6]
Keturunan
[sunting | sunting sumber]Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Dari pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra dikaruniai 4 orang anak, 2 putra dan 2 putri. 2 putra yaitu Hasan dan Husain. Sedangkan kedua putrinya yaitu Zainab dan Ummu Kultsum. Hasan dan Husain sangat disayangi oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Waalihi Wassalam. Sebenarnya ada satu lagi anak Fatimah Az Zahra bernama Muhsin, tetapi Muhsin meninggal dunia karena wafat ketika masih kecil.[7]
Klaim keturunan diberikan oleh Dinasti Fatimiyah kepada Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Pendiri dinasti ini adalah Abdullah bin Mahdi yang merupakan cucu dari Imam Syiah yang ketujuh, Ismail bin Ja'far al-Sadiq.
Dari keturunannyalah, Ahlul bait Nabi Muhammad berlanjut. Umar bin Khatab juga disebutkan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Semua anak dari perempuan bernasab kepada ayah mereka, kecuali yang dilahirkan Fathimah. Akulah ayah mereka”. [8]
Perjuangan
[sunting | sunting sumber]Pertempuran Uhud
[sunting | sunting sumber]Pada saat Pertempuran Uhud, Fatimah az-Zahra turut ikut serta dengan para perempuan lainnya. Mereka ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan prajurit selama pertempuran. Tugas ini antara lain membantu mengangkat air, memberi minum dan merawat prajurit yang terluka.[9]
Wafat
[sunting | sunting sumber]Fatimah az-Zahra wafat pada usia 27 tahun. Ia meninggal dunia dengan jarak waktu enam bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad.[10]
Terdapat satu hadits shahih berkenaan dengan wafatnya Fatimah Az-Zahra.
Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah menceritakan kepada mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad berkata, telah menceritakan kepada kami Ayahku dari Urwah bin Az Zubair dari Aisyah berkata, "Ketika Rasulullah ﷺ sakit, beliau memanggil putrinya, Fatimah lalu beliau membisikkan sesuatu kepadanya dan ia pun menangis. Kemudian beliau membisikkan sesuatu lalu ia tertawa. Aku pun bertanya akan hal itu; ia menjawab, "Aku menangis karena beliau memberitahuku bahwasanya beliau akan meninggal. Kemudian beliau memberitahuku bahwasanya aku adalah keluarganya yang pertama kali menyusul beliau, aku pun tertawa."[11]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Mursi 2020, hlm. 450.
- ^ Nasution, Syamruddin (2013). Sejarah Peradaban Islam (PDF). Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau. hlm. 32. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-08-07. Diakses tanggal 2022-03-03.
- ^ "Mengenal Fatimah Az Zahra Putri Tersayang Rasulullah". Republika Online. 2017-04-20. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-27. Diakses tanggal 2023-02-27.
- ^ Edidarmo, Toto (Mei 2015). Pendidikan Agama Islam Akidah Akhlak Madrasah Aliyah Kelas XI. Semarang: PT. Karya Toha Putra. hlm. 82. ISBN 978-602-7718-94-4.
- ^ Katimin 2017, hlm. 101.
- ^ Adawiyah, Robi’atul (2019). Reformasi Hukum Keluarga Islam dan Implikasinya Terhadap Hak-hak Perempuan dalam Hukum Perkawinan Indonesia dan Malaysia (PDF). Cirebon: Penerbit Nusa Litera Inspirasi. hlm. 70. ISBN 978-602-5668-88-3. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-01-21. Diakses tanggal 2022-03-03.
- ^ Maharani, Berliana Intan. "Kisah Pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah Putri Rasulullah". detikhikmah. Diakses tanggal 2024-01-27.
- ^ Katimin 2017, hlm. 140.
- ^ Zubaidah, Siti. Pemikiran Fatima Mernissi tentang Kedudukan Wanita dalam Islam (PDF). Medan: CV. Widya Puspita. hlm. 60. ISBN 978-602-51022-8-8. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-03-03. Diakses tanggal 2022-03-03.
- ^ Mursi 2020, hlm. 452.
- ^ Musnad Ahmad nomor 25210
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Katimin (2017). Politik Islam: Studi tentang Azas, Pemikiran, dan Praktik dalam Sejarah Politik Umat Islam (PDF). Medan: Perdana Publishing. ISBN 978-602-6462-73-2. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-02-26. Diakses tanggal 2022-03-03.
- Mursi, Muhammad Sa'id (2020). Ihsan, Muhammad, ed. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-900-0.
Bibliografi
[sunting | sunting sumber]- Abbas, Hassan (2021). The prophet's heir: The life of Ali ibn Abi Talib. Yale University Press. ISBN 9780300252057.
- Madelung, Wilferd (1997). The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate. Cambridge University Press. ISBN 0-521-64696-0.
- Khetia, Vinay (2013). Fatima as a motif of contention and suffering in Islamic sources (Tesis). Concordia University. https://spectrum.library.concordia.ca/976817/.
- Aslan, Reza (2011). No god but God: The origins, evolution, and future of Islam. Random House. ISBN 9780812982442.
- Ernst, Carl (2003). Following Muhammad: Rethinking Islam in the contemporary world. Chapel Hill: University of North Carolina Press. ISBN 9780807875803.
- Rogerson, Barnaby (2006). The heirs of the prophet Muhammad: And the roots of the Sunni-Shia schism. Abacus. ISBN 9780349117577.
- Hazleton, Lesley (2009). After the prophet: The epic story of the Shia-Sunni split in Islam. Knopf Doubleday Publishing Group. ISBN 9780385532099.
- Fitzpatrick, Coeli; Walker, Adam Hani (2014). Muhammad in history, thought, and culture: An encyclopaedia of the Prophet of God. ABC-CLIO. ISBN 9781610691772.
- Muir, William (1891). The caliphate: Its rise, decline, and fall: From original sources. Religious Tract Society.
- Vaglieri, Veccia (2021). "Fatima". Encyclopaedia of Islam (edisi ke-Second). Brill Reference Online.
- Bodley, R.V.C. (1946). The messenger; the life of Mohammed. Doubleday & Company, inc.
- Ruffle, Karen (2012). "May Fatimah gather our tears: The mystical and intercessory powers of Fatimah Al-Zahra in Indo-Persian, Shii devotional literature and performance". Comparative Studies of South Asia, Africa and the Middle East. 30 (3): 386–397. doi:10.1215/1089201X-2010-021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-20. Diakses tanggal 2022-02-28.
- Nasr, Seyyed Hossein; Afsaruddin, Asma (2021). "Ali". Encyclopædia Britannica.
- Günther, Sebastian (2005). Ideas, images, and methods of portrayal: Insights into classical Arabic literature and Islam. Brill. ISBN 9789004143258.
- Sajjadi, Sadeq (2021). "Fadak". Encyclopaedia Islamica. Brill Reference Online.
- The Editors of Encyclopaedia, ed. (2021). "Fatimah". Encyclopedia Britannica.
- Meri, Josef W. (2006). Medieval Islamic civilization: An encyclopedia. Routledge. ISBN 978-0415966900. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-18. Diakses tanggal 2022-02-23.
- Jafri, S.H.M (1979). Origins and early development of Shia Islam. London: Longman.
- Bowering, Gerhard, ed. (2013). "Ali b. Abi Talib". The Princeton encyclopedia of Islamic political thought. Princeton University Press. ISBN 9780691134840.
- Ruffle, Karen (2011). "May you learn from their model: The exemplary father-daughter relationship of Mohammad and Fatima in South Asian Shiʿism" (PDF). Journal of Persianate Studies. 4: 12–29. doi:10.1163/187471611X568267. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-10-30. Diakses tanggal 2022-02-23.
- Momen, Moojan (1985). An introduction to Shi'i Islam. Yale University Press. ISBN 9780853982005.
- Kelen, Betty (1975). Muhammad: The messenger of God. T. Nelson. ISBN 9780929093123.
- de-Gaia, Susan (2018). Encyclopedia of women in world religions. ABC-CLIO. ISBN 9781440848506. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-18. Diakses tanggal 2022-02-28.
- McAuliffe, Jane Dammen, ed. (2002). "Fatima". Encyclopaedia of the Quran. 2. ISBN 978-90-04-11465-4.
- Ahmed, Shahab (1998). "Ibn Taymiyyah and the Satanic Verses". Studia Islamica. 87 (87): 67–124. doi:10.2307/1595926. JSTOR 1595926.
- Nashat, Guity (1983). Women and revolution in Iran. Westview Press. ISBN 9780865319318.
- Glassé, Cyril (2001). The new encyclopedia of Islam. AltaMira Press. ISBN 9780759101890.
- Hazleton, Lesley (2013). The first Muslim: The story of Muhammad. Atlantic Books Ltd. ISBN 9781782392316.
- Campo, Juan Eduardo, ed. (2009). "Ahl al-Bayt". Encyclopedia Of Islam. Infobase Publishing. ISBN 9781438126968.
- Mavani, Hamid (2013). Religious authority and political thought in Twelver Shi'ism: From Ali to post-Khomeini. Routledge. ISBN 9780415624404.
- Ayoub, Mahmoud M. (2011). Redemptive suffering in Islam: A study of the devotional aspects of Ashura in Twelver Shi'ism. Walter de Gruyter. ISBN 9783110803310.