Lompat ke isi

Kepercayaan tradisional di Sulawesi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 4 Maret 2023 02.23 oleh BuntuKonye (bicara | kontrib) (Daerah dan waktu penyebaran: Perbaikan kesalahan ketik)
Upacara pemakaman di suku toraja

Animisme di Pulau Sulawesi mengacuh pada Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja "Aluk Todolo" yang merupakan kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.

Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan.Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.

Sejarah

Awal mula animisme di Pulau Sulawesi berasal dari Aluk Todolo, keyakinan, dan ajaran hidup orang Toraja terdahulu, mereka meyakini bahwa "Orang Toraja berasal dari Langit". Tidak hanya manusia saja, tetapi juga kerbau, ayam, kapas, hujan, besi, bisa, dan padi sebagai unsur dasar dari alam ini, dibuat dan diturunkan dari langit. Adalah Datu' Laukku yang dianggap sebagai nenek moyang manusia. Ia dibuat langsung oleh Sang Pencipta yang disebut Puang Matua, dari bahan emas murni, dengan perantaraan Sauan Sibarrung.

Datu' Laukku beserta keturunannnya tetap hidup di langit hingga beberapa generasi, dan dari keturunannya itu yang pertama kali diturunkan ke bumi adalah Pong Bura Langi. Di bumi, Pong Bura Langi kemudian memiliki keturunan yang pertama dan disebut Pong Mula Tau. Pong Mula Tau inilah yang dianggap dan disebut sebagai manusia pertama.

Namun menurut orang Toraja, Pong Bura Langi bukanlah satu-satunya yang turun dari langit. Beberapa keturunan Datu' Laukku lainnya juga turun ke Bumi. Di antara yang turun dari langit adalah Puang Soloara di Sesean, Puang Tamboro Langi (Sawerigading) di Kandora, dan Puang Ri Kesu di Gunung Kesu. Mereka ini disebut tomanurun di langi’ yang artinya adalah orang yang turun dari langit. Kali ini Toraja tidak sendirian menganut kepercayaan tomanurun di Langi. Suku-suku lain yang mendiami wilayah seputaran semenanjung Sulawesi Selatan juga percaya adanya tomanurung di langi’, hanya saja mengenai tempat kedatangannya sangat bervariasi.[1]

Kepercayaan awal

Upacara kematian Toraja.

Kepercayaan Aluk Todolo ini bersumber dari dua ajaran utama yaitu aluk 7777 (aluk sanda pitunna) dan aluk serba seratus (sanda saratu'). Aluk Sanda Pitunna (aluk 7777) merupakan sistem religi yang diyakini oleh orang Toraja sebagai aluk yang diturunkan dari langit bersama-sama dengan umat manusia. Oleh karena itu, Aluk Sanda Pitunna adalah aluk tertua dan menyebar secara luas di Toraja. Sementara itu, Aluk Sanda Saratu' datang kemudian, namun Aluk Sanda Saratu' hanya berkembang didaerah Tallu Lembangna.

Aluk Sanda Pitunna bersumber dari ajaran agama (sukaran aluk) yang meliputi upacara (aluk), larangan (pemali), kebenaran umum (sangka') dan kejadian sesuai dengan alurnya (salunna). Aluk sendiri meliputi upacara yang terdiri atas tiga pucuk dan empat tumbuni (aluk tallu lolona, a'pa' pentaunina). Disebut tiga aluk karena ia meliputi upacara yang menyangkut aluk tau atau manusia.[2][3]

Aluk Todolo atau Alukta adalah aturan tata hidup yang telah dimiliki sejak zaman dahulu oleh masyarakat Suku Toraja, Sulawesi Selatan. Aturan tata hidup tersebut berkenaan dengan sistem pemerintahan, sistem kemasyarakatan dan sistem kepercayaan. Dalam hal kepercayaan, penduduk Suku Toraja percaya kepada Sang Pencipta, yang disebut dengan istilah Puang Matua. Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, sang pencipta ini. Di dalam menjalankan ritualnya, Aluk Todolo memiliki dua macam upacara yaitu upacara berduka disebut Rambu Solo' dan Rambu Tuka sebagai upacara kegembiraan. Upacara Rambu Solo' meliputi tujuh tahapan, yaitu Rapasan, Barata Kendek, Todi Balang, Todi Rondon, Todi Sangoloi, Di Silli, Todi Tanaan. Serta upacara Rambu Tuka juga meliputi tujuh tahapan diantaranya Tananan Bua, Tokonang Tedong, Surasang Tallang, Remesan Para, Tangkeuan Suru, Kapuran Pangguan.

Aluk Todolo sendiri menjadi tali pengikat masyarakat Toraja yang begitu kuat, bahkan menjadi landasan kesatuan sang torayan yang sangat kokoh sehingga ke manapun orang Toraja pergi, mereka akan selalu teringat dengan kampung halaman, dan rindu untuk kembali kesana. Ikatan batin yang begitu kokoh tentu saja adalah buah-buah hasil dari tempaan Aluk Todolo itu. Karena itu memprihatinkan bila aluk todolo kini nyaris lenyap diterpa arus dunia modern.

Pokok ajaran

Pokok-okok ajaran animisme di Sulawesi hampir keseluruhan mengacu pada ajaran Aluk Todolo, Puang Matua menciptakan segala isi bumi ini pertama-tama dengan menciptakan delapan Makhluk di atas langit melalui tempayan yang disebut Saun Sibarrung, yang menurut mitos ajarannya berbunyi: "Berangkatlah sang pencipta ke sebelah barat mengambil sebakul emas dan kembali membawa bakulnya itu dan dimasukkannya kedalam sebuah tempayan yang dinamakan Saun Sibarrung dan kemudian dihembusnya Saun Sibarrung itu lalu terciptalah delapan macam nenek makhluk dari dalamnya dan masing–masing diberi nama:

  • Datu' La Ukku', yaitu Nenek dari Manusia
  • Merrante, yaitu Nenek dari Racun
  • La Ungku', yaitu Nenek dari Kapas
  • Irako, yaitu Nenek dari Besi
  • Menturini, yaitu Nenek dari Kerbau
  • Pong Pirik–Pirik, yaitu Nenek dari Hujan
  • Lamemme, yaitu Nenek dari Padi
  • Menturiri, yaitu Nenek dari Ayam"

Setelah Puang Matua menciptakan kedelapan mahluk terseut maka kepada Nenek Manusia yaitu Datu’ La Ukku’ diberikan kepadanya satu aturan atau ketentuan setelah Puang Matua menikahkannya dengan To Tabang Tua yang juga diciptakan oleh Puang Matua. Aturan itulah yang kemudian dinamakan sukaran aluk yang kelak diikuti oleh keturunan Datu' La Ukku' bernama Pong Mula Tau sebagai manusia pertama yang turun dari langit membawa sukaran aluk.[2]

Sebelum kata Toraja digunakan untuk nama suatu negeri yang sekarang dinamakan Toraja, sebenarnya dahulu negeri tersebut adalah negeri yang berdiri sendiri yang dinamai "Tondok Lepongan Bulan Tana Matari’ Allo" yang artinya adalah negeri yang pemerintahan dan kemasyarakatannya berketuhanan yang merupakan kesatuan yang bulat bentuknya bagaikan bundaran bulan/ matahari.

Nama Lepongan Bulan atau Matari' Allo adalah bersumber dari terbentuknya negeri ini dalam suatu kesatuan tata masyarakat yang terbentuk berdasarkan:

  • Persekutuan berdasarkan suatu ajaran Agama / Keyakinan yang sama yang dinamakan Aluk Todolo, mempergunakan suatu aturan yang bersumber / berpancar dari suatu sumber yaitu "Marinding Banua Puang" yang dikenal dengan Aluk Pitung Sa'bu Pitu Ratu' Pitung Pulo Pitu atau Aluk Sanda Pitunna (Aluk 7777)
  • Beberapa Daerah Adat yang mempergunakan satu Aturan Dasar Adat dan Budaya yang bersumber dari satu Aturan.
  • Dibentuk oleh satu suku bangsa Toraja

Aluk Sanda Pitunna (Aluk 7777) di dalamnya mencakup:

  • Aturan hidup dan kehidupan manusia (etika dan etiket)
  • Aturan Pemujaan kepada Puang Matua (Tuhan Yang Maha Esa)
  • Aturan persahabatan dengan alam semesta untuk menjaga harmonisasi
  • Aturan menyembah kepada Tolendu' Membali Puang/Todolo (Arwah leluhur)

Daerah dan waktu penyebaran

Abad ke III - X

Abad ke X - XVII

Abad ke XVII - XVIII

Abad ke XVIII- XX (Penyebaran terakhir)

Tokoh

  • I Maddaung Loloada
  • Bala Nirow Lolobua
  • Markus Rantelino
  • Andi Tjella' Daeng Mattemmu
  • Theodorus Endei
  • La Toawani Daeng Siabang

Pranala

[4] [5] [6] [7]

Referensi

  1. ^ Saransi, Ahmad (2003). Tradisi Masyarakat di Sulawesi Selatan. Makassar: Lamacca Press. hlm. 25. 
  2. ^ a b Toraja Culture: Aluk Todolo Agama Purba Suku Toraja Diarsipkan 2019-03-22 di Wayback Machine.. 13 November 2013. Diakses 22 Maret 2019.
  3. ^ Tangdilintin, L.T. (2001). Toraja dan Kebudayaannya. Makassar: Yayasan Baruga Nusantara. hlm. 67. 
  4. ^ Konsep ketuhanan
  5. ^ Animisme: Agama Orang Suku yang Buta Aksara
  6. ^ Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
  7. ^ Sejarah kebudayaan Sulawesi