Lompat ke isi

Invasi Mongol ke Kwarezmia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 10 Januari 2024 03.11 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Add 3 books for Wikipedia:Pemastian (20240109)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Invasi Mongol ke Kwarezmia
Bagian dari invasi Mongol ke Asia Tengah dan Persia

Pusat Kekaisaran Khwarezmia dan Khanat Mongol di Asia pada kurun 1215, lima tahun sebelum Mongol melancarkan invasi ke Kharezmia
Tanggal1219–1221
LokasiAsia Tengah, Iran Raya
Hasil Kemenangan Mongol
Perubahan
wilayah
Wilayah Khwarezmia dikuasai Mongol
Pihak terlibat
Kekaisaran Mongol Kekaisaran Khwarezmia
Tokoh dan pemimpin
Pasukan
Prajurit penjaga benteng
Kekuatan

Perkiraan:

  • 75,000
  • 100,000
  • 120,000
  • 150,000
  • 700,000
  • 800,000

Perkiraan:

  • 40,000
  • 200,000
  • 400,000
Korban
Tidak diketahui Sekitar 10-15 juta orang[1]

Invasi Mongol ke Kwarezmia (bahasa Persia: حمله مغول به خوارزمشاهیان) berlangsung tiga tahun, antara tahun 1219 hingga 1221,[2] yang dilancarkan pasukan Kekaisaran Mongol di bawah pimpinan Jenghis Khan atas wilayah Kekaisaran Kwarezmia di Asia Tengah. Invasi tersebut menandai selesainya penaklukan Mongol di Asia Tengah dan dimulainya penaklukan Mongol atas Persia.

Kedua pihak yang berperang adalah dua kerajaan yang belum lama terbentuk. Dinasti Khwarezmia, yang berasal dari wilayah Khwarezmia, tumbuh membesar dan menggantikan Kekaisaran Seljuk pada akhir tahun 1100-an dan awal tahun 1200-an; dan di saat hampir bersamaan, Jenghis Khan berhasil menyatukan bangsa Mongol dan menaklukkan dinasti Xia Barat. Hubungan kedua kerajaan merenggang setelah terjadi provokasi diplomatik, terutama pasca eksekusi seorang diplomat senior Mongol oleh Kharezmsyah ʿAlāuddīn Muhammed II. Jenghis Khan mengerahkan sekitar 90.000 dan 200.000 prajurit untuk menyerbu Kharezmia. Syah Muhammad II, yang menyadari bahwa pasukannya kalah jumlah dan tersebar di berbagai wilayah, memutuskan untuk menempatkan kota-kotanya secara individual untuk menghambat pasukan Mongol. Namun, Mongol mampu mengisolasi dukungan atas Khwarezmia dan dengan cepat menaklukkan kota-kota Transoxianan seperti Bukhara, Samarkand, dan Gurganj. Jenghis dan putra bungsunya Tolui kemudian bergerak ke Khorasan dan menghancurkan Herat, Nishapur, dan Merv. Sementara itu, Syah Muhammad II terpaksa melarikan diri dari pengejaran jenderal Mongol Subutai dan Jebe, dan meninggal di sebuah pulau di Laut Kaspia setelah tidak berhasil mencapai benteng kota yang mendukungnya. Putra dan pewarisnya Jalaluddin Mingburnu berhasil mengerahkan kekuatan besar, mengalahkan seorang jenderal Mongol pada Pertempuran Parwan, namun pasukan ini dikalahkan oleh Jenghis pada Pertempuran Indus beberapa bulan kemudian.

Setelah menghabisi sisa-sisa pasukan Kharezmia, Jenghis terpaksa kembali ke wilayahnya untuk berperang melawan Dinasti Jin pada tahun 1223. Penaklukan wilayah Kwarezmia, di kemudian hari, menjadi basis bagi serangan bangsa Mongol atas Georgia dan wilayah Persia lainnya. Kampanye Mongol atas wilayah Kharezmia merupakan momen penting dalam pertumbuhan Kekaisaran Mongol keluar dari wilaya-wilayah yang dipengaruhi tradisi Cina (sinisisasi).

Latar Belakang

Pada akhir abad kedua belas, kekuatan dominan di Asia Tengah dipegang oleh khanat Kara-Khitan yang didirikan oleh Yelü Dashi pada tahun 1130an. Pada dasarnya secara nominal Khwarezmia dan Kara-Khanid merupakan negeri vasal bagi Kara-Khitan, namun dalam praktiknya, karena populasi dan wilayah yang luas, kedua kerajaan ini diizinkan beroperasi hampir secara mandiri.[3] Dari dua pengikut utama ini, kaum Kara-Khanid jauh lebih bergengsi; mereka telah memerintah wilayah tersebut selama dua abad dan menguasai kota-kota terkaya di wilayah tersebut, seperti Bukhara, Samarkand, Tashkent dan Fergana. Sebagai perbandingan, Kwarazm hanya memiliki satu kota besar di Urgench, dan baru muncul pada tahun 1150 di bawah pemerintahan Il-Arslan.[3]

Namun, dengan memudarnya Kekaisaran Seljuk pasca kematian Ahmad Sanjar pada tahun 1154, kaum Khwarezmia dapat memanfaatkan keadaan; putra Il-Arslan, Tekish, mampu merebut kota-kota besar seperti Nishapur dan Merv di wilayah terdekat Khorāsān, hingga akhirnya mendeklarasikan diri sebagai penguasa penuh pada tahun 1189.[4] Tekish kemudian bersekutu dengan Khalifah Abbasiyah Al-Nashir dan menggulingkan penguasa Seljuk terakhir, Toghrul III, pada tahun 1194, dan selanjutnya merebut kesultanan Hamadan.[5] Tekish kini menguasai wilayah luas yang membentang dari Hamadan di barat hingga Nishapur di timur. Dengan kekuatan itu Tekish mengancam perang atas Kekhalifahan Abasiyah, hingga Khalifah Al-Nashir dengan terpaksa menerima Tekish sebagai Sultan Iran dan Khorasan pada tahun 1198.[4]

Ekspansi pesat dari wilayah yang sekarang disebut Kekaisaran Kwarezmia mengguncang stabilitas Kara-Khitan sebagai penguasa di wilayah itu. Pada awal abad ke-13, Kara-Khitan semakin terdesak dengan dimulainya ekspansi Jenghis Khan yang menyatukan suku-suku nomaden di Transoksiana.[6]

Kekaisaran Khwarezmia (1190–1220)

ʿAlāuddīn Muhammed II menjadi kwarezmsyah setelah ayahnya Tekish meninggal pada tahun 1200. Meskipun awal pemerintahannya mengalami masalah, yaitu konflik dengan Ghurid di Afghanistan, ia mengikuti kebijakan ekspansionis pendahulunya dengan menaklukkan Kara-Khanid dan merebut kota-kota mereka, termasuk Bukhara.[7] Pada tahun 1211, Kuchlug, seorang pangeran dari Naiman, berhasil merebut kerajaan Kara-Khitan dari ayah mertuanya Yelü Zhilugu dengan bantuan Khwarezmia, namun Kuchlug terasing dari rakyatnya karena isu anti-Muslim.[8] Saat pasukan Mongol yang dipimpin oleh Jebe memburunya, Kuchlug melarikan diri; sementara itu Muhammad II mampu memikat simpati penduduk Balochistan dan Makran serta mendapatkan kesetiaan dari Eldiguzid.[7]

Setelah kekalahan Kuchlug, yang menjadi musuh Mongol dan Kharezmia, hubungan antara bangsa Mongol dengan Khwarezmia pada awalnya kuat. Namun, Syah Muhammad II mulai khawatir dengan perkembangan Kekaisaran Mongol yang cepat. Penulis sejarah al-Nasawi mengaitkan perubahan sikap ini dengan kenangan Syah terhadap kekuatan dan kecepatan pasukan Mongol (Pertempuran Sungan Irghiz) yang telah membuatnya khawatir.[9] Syah juga semakin sombong dan mulai terlibat dalam perselisihan dengan Khalifah Al-Nasir, dan bahkan sempat mengancam Bagdad dengan pasukannya namun terpaksa mundur karena dihalau badai salju Pegunungan Zagros.[10] Beberapa sejarahwan berspekulasi bahwa khalifah mencoba bersekutu dengan Jenghis Khan, terutama setelah hubungan Mongol-Khwarezmia memburuk, adapun para sejarawan Mongol bersikukuh bahwa Jenghis pada saat itu tidak berniat menyerang Kekaisaran Kwarezmia dan hanya tertarik dengan kerjasama perdagangan dan bahkan kemungkinan aliansi. [11] Fakta bahwa Jenghis Khan sudah sibuk dalam perang melawan Jin di Tiongkok dan juga harus menghadapi pemberontakan Hoi-yin Irgen di Siberia pada tahun 1216, mendukung pendapat para sejarahwan Mongol.[12]

Pada tahun 1218, Jenghis Khan mengirim rombongan besar pedagang Mongol ke Kwarezmia. Nampaknya sebagian besar elit Mongol telah berinvestasi dalam ekspedisi tersebut, dan dengan demikian banyak kepentingan pribadi akan kesuksesan rombongan pedagang ini. Namun, Inalchuq, gubernur kota Otrar di Kwarezmia, merampas barang dagangan Mongol dan mengeksekusi anggotanya atas tuduhan spionase.[13] Validitas tuduhan itu masih diperdebatkan, begitu pula keterlibatan Syah; Namun yang pasti, ia menolak tuntutan Khan agar Inalchuq dihukum, bahkan sampai membunuh seorang utusan Mongol yang dikirim untuk diplomasi dan mempermalukan dua utusan lainnya. Sikap ini dipandang sebagai penghinaan besar terhadap Mongol, karena pada dasarnya seorang duta "sama suci dan tidak dapat diganggu gugat" seperti Khan Agung sendiri.[14] Maka Jenghis Khan meninggalkan pertempuran melawan Bangsa Jin dengan hanya menyisakan pasukan kecil untuk mengejarnya, dan segera mengumpulkan pasukan besar untuk menyerang Kwarezmia.[15]

Linimasa Pertempuran

Invasi Jenghis Khan ke Asia Tengah pada tahun 1216-1224

Syah ʿAlāuddīn Muhammed II dan para penasihatnya berasumsi bahwa bangsa Mongol akan menyerbu melalui Gerbang Dzungarian, jalur pegunungan alami di antara Kerajaan Khara-Khitan dan Khwarezmia. Salah satu pilihan bagi pertahanan Khwarezmia adalah maju ke luar kota Syr Darya dan memblokir Gerbang Dzungarian, mengingat Jenghis Khan akan memerlukan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan pasukannya di Mongolia dan maju melewati celah tersebut setelah musim dingin berlalu.[16]

Pasukan Mongol di bawah pimpinan Chagatai dan Ogedei segera turun ke Otrar dari Pegunungan Altai di utara atau Gerbang Dzungarian dan memulai Pengepungan Otrar. Rasyiduddin menyatakan bahwa Otrar memiliki 20.000 garnisun sementara Juvayni mengklaim 60.000 (terdiri atas penunggang kuda dan milisi), meskipun catatan ini harus diperlakukan dengan hati-hati dan mungkin dilebih-lebihkan berdasarkan urutan besarnya mengingat ukuran kota.[17]

Tidak seperti kebanyakan kota lainnya, Otrar tidak terpancing dalam pertempuran kecil, dan gubernurnya juga tidak mengerahkan pasukannya ke medan perang untuk dihancurkan oleh pasukan Mongol yang jumlahnya lebih banyak. Sebaliknya garnisun Otrar tetap bertahan di balik tembok kota dan bertahan dengan gigih. Pengepungan berlangsung selama lima bulan tanpa hasil, sampai seorang pengkhianat di dalam tembok (bernama Qaracha) membuka gerbang kota bagi pasukan Mongol, maka pasukan Chagatai dan Ogedei dengan leluasa menyerbu ke dalam benteng kota dan membantai sebagian besar garnisun Otrar.[18] Benteng tersebut, yang menampung sepersepuluh garnisun tersisa, masih bertahan selama satu bulan kemudian dan hanya jatuh setelah menimbulkan banyak korban dari pihak Mongol. Inalchuq bertahan hingga akhir, bahkan naik ke puncak benteng di saat-saat terakhir pengepungan untuk melemparkan ubin ke arah pasukan Mongol yang mendekat dan membunuh banyak dari mereka dalam pertempuran jarak dekat. Jenghis Khan memerintahkan untuk membunuh para penduduk, memperbudak sisanya, dan mengeksekusi Inalchuq.[19] [20]

Setelah jatuhnya Otrar, pasukan Mongol masuk lebih dalam ke wilayah Khwarezmia dan satu per satu berhasil merebut kota Bukhara, Samarkand, dan Gurganji. Jatuhnya Gurganji (Kunya-Urgench), ibukota Khwarezmia, pasca Pengepungan Gurganj pada 1221, menandai akhir Dinasti Kharezmia.

Upaya Terakhir Kharezmia

Pasca kekalahan Khwarezmia dan kematian Syah ʿAlāuddīn Muhammed II, pangeran Jalāluddīn Mingburnu mengambil alih kekuasaan dan mencoba mengumpulkan sisa-sisa tentara Khwarezmid di selatan Afghanistan, dekat perbatasan India, dan mendatangkan banyak kesulitan bagi Mongol. Jenghis Khan pun mengirim pasukan untuk memburu Jalāluddīn. Saat kedua belah pihak pun akhirnya bertemu pada bulan September 1221 di kota Parwan, pertempuran berhasil dimenangkan pasukan Jalāluddīn. Kekalahan ini jelas memalukan dan membuat Jenghis Khan mengumpulkan seluruh pasukannnya untuk menyerang Khwarezmia. Ketika akhirnya pasukan Mongol berhasil mengalahkan pasukan Khwarezmia dalam pertempuran di Sungai Indus, Jalāluddīn melarikan diri ke India dan kembali mengumpulkan kekuatan dari sana.

Jalāluddīn Mankburni kemudian membawa seluruh pasukannya ke utara untuk menyebrangi Khurasan dan tiba di wilayah Azerbaijan pada tahun 1225.[21] Dari sana pasukan Khwarezmia mulai menginvasi wilayah timur Kesultanan Seljuk Rum. Untuk menahan serangan Khwarezmia, Sultan Kayqubad beraliansi dengan al-Malik al-Asyraf dari Dinasti Ayubiyah yang menjadi emir di Syria; dan aliansi ini berhasil mengalahkan pasukan Khwarezmia dalam pertempuran di Mecidiye (dekat kota Erzincan) pada 10 Agustus 1230. Dalam pelariannya di pegunungan Sivan, Syah Jalaluddin meninggal setahun kemudian di tangan suku Kurdi. Khwarezmia punah selamanya.[21][22]

Keberhasilan Jalāluddīn mengalahkan Mongol di Parwan, sisa-sisa pendukung Khwarazmia di Transoksiana melakukan beberapa pemberontakan. Kush Tegin Pahlawan memimpin pemberontakan di Merv dan berhasil merebut kota itu. Kush Tegin terus melancarkan perlawanan dan berhasil menyerang Bukhara. Orang-orang di Herat juga memberontak dan menyingkirkan gubernur yang diangkat Mongol. Seorang pemimpin pemberontakan bernama Muhammad dari Marghani dua kali menyerang kamp Jenghis Khan yang berada di Baghlan dan pulang dengan membawa hasil jarahan. Jenghis Khan menanggapi pemberontakan ini dengan menarik pasukan besar Ögedei Khan kembali ke Ghazni,[23] lalu menunjuk Yelü Ahai untuk memulihkan kedaulatan Mongol di Samarkand dan Bukhara. Yelu Ahai berhasil memulihkan ketertiban di kota-kota yang dikuasai para pemberontak pada tahun 1223.[24]

Pasca Perang

Setelah kekalahan Kekaisaran Kwarazmian, Jenghis Khan mengumpulkan pasukannya di Persia dan Armenia untuk kembali ke stepa Mongolia. Atas saran Subutai, pasukan Mongol dipecah menjadi dua kekuatan. Jenghis Khan memimpin pasukan utama dalam serangan melalui Afghanistan dan India utara menuju Mongolia, sementara 20.000 (dua batalion) pasukan lainnya menuju Kaukasus untuk menyerang Rusia, Armenia dan Azerbaijan di bawah jenderal Jebe dan Subutai.

Rute yang diambil oleh Mongol dalam ekspansi Asia dan Eropa Timur.

Kehancuran Kekaisaran Khwarezmia menentukan masa depan kawasan, baik bagi dunia Islam maupun Eropa Timur.[25] Wilayah ini terbukti menjadi batu loncatan penting bagi bangsa Mongol untuk menginvasi Kievan Rus dan Polandia pada masa pemerintahan putra Jenghis, Ögedei, dan kampanye selanjutnya membawa pasukan Mongol hingga ke Hongaria dan Laut Baltik. Bagi dunia Islam, kehancuran Khwarezmia menjadi pintu bagi jatuhnya Irak, Turki, dan Suriah oleh khan Mongol berikutnya.

Perang dengan Khwarezmia juga memunculkan pertanyaan penting mengenai suksesi. Jenghis Khan tidak lagi muda ketika perang dimulai, dan keempat putranya adalah para pejuang yang tangguh dan masing-masing memiliki kelompok pengikut setia. Persaingan antar saudara mencapai puncaknya selama pengepungan Urgench, dan Jenghis Khan terpaksa bergantung pada putra ketiganya, Ögedei, untuk mengakhiri pertempuran. Setelah kehancuran Urgench, Jenghis Khan secara resmi memilih Ögedei sebagai penggantinya, dan ia juga memutuskan bahwa para khan di masa depan akan menjadi keturunan langsung dari penguasa sebelumnya. Meskipun Jenghis Khan telah mencoba menetapkan kebijakan, namun itu tidak dapat menghindari pertempuran antara para penerusnya di kemudian hari.

Jochi, yang tidak menerima keputusan ayahnya, menarik diri dari pasukan Mongol dan pindah ke utara. Dia bahkan menolak menemui ayahnya saat dipanggil.[26] Memang benar, pada saat kematiannya, Jenghis Khan sedang mempertimbangkan untuk menyerang putranya yang memberontak. Kepahitan peristiwa ini diwarisi para putra Jochi, khususnya Batu dan Berke Khan (dari Golden Horde), yang akan menaklukkan Kievan Rus. [27] Ketika Mamluk di Mesir berhasil menimpakan kekalahan terburuk dalam sejarah bangsa Mongol pada Pertempuran Ain Jalut di tahun 1260, Hulagu Khan, salah satu cucu Jenghis Khan dari putranya Tolui, yang telah menjarah Bagdad pada tahun 1258, tidak mampu melawan saat sepupunya, Berke Khan (yang telah masuk Islam), berbalik membela Islam dan menyerang Hulagu Khan di Transkaukasus. Inilah kali pertama keturunan Mongol berperang melawan Mongol pasca ditinggal Jenghis Khan,[28] yang benih-benih perselisihannya sudah muncul sejak konflik dengan Khwarezmia.[29]

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Ward, Steven R. (2009). Immortal: A Military History of Iran and Its Armed Forces. Georgetown University Press. ISBN 978-1-58901-587-6. 
  2. ^ May, Timothy (2016). The Mongol Empire: A Historical Encyclopedia. Santa-Barbara, CA: ABС-СLIO. hlm. 162. ...he (Genghis Khan) led his main army over 1,000 miles to invade the Khwarazmian Empire in 1219. Within two years, a once dynamic and powerful empire has been erased from the map and largely forgotten in history. 
  3. ^ a b Golden, Peter (2009). "Inner Asia c.1200". The Cambridge History of Inner Asia. The Chinggisid Age: 9–25. doi:10.1017/CBO9781139056045.004. ISBN 978-1-139-05604-5. 
  4. ^ a b Buniyatov, Z. M. (2015). A History of the Khorezmian State Under the Anushteginids, 1097-1231 Государство Хорезмшахов-Ануштегинидов: 1097-1231 [A History of the Khorezmian State under the Anushteginids, 1097-1231]. Diterjemahkan oleh Mustafayev, Shahin; Welsford, Thomas. Moscow: Nauka. ISBN 978-9943-357-21-1. 
  5. ^ Hasan Dani, Ahmad; et al. (1990). History of civilizations of Central Asia, vol. IV. Delhi: Unesco. hlm. 182. ISBN 81-208-1409-6. 
  6. ^ Biran, Michal (2009). "The Mongols in Central Asia from Chinggis Khan's invasion to the rise of Temür". The Cambridge History of Inner Asia. The Chinggisid Age: 47. ISBN 978-1-139-05604-5. 
  7. ^ a b Abazov, Rafis (2008). Palgrave Concise Historical Atlas of Central Asia. Palgrave Macmillan. hlm. 43. ISBN 978-1-4039-7542-3. 
  8. ^ Jackson, Peter (2009). "The Mongol Age in Eastern Inner Asia". The Cambridge History of Inner Asia. The Chinggisid Age: 26–45. doi:10.1017/CBO9781139056045.005. ISBN 978-1-139-05604-5. 
  9. ^ Al-Nasawi, Shihabuddin Muhammad (1241). Sirah al-Sultan Jalāluddīn Mingburnu [Biograpi Sultan Jalāluddīn Mingburnu] (dalam bahasa Arab). 
  10. ^ Abazov, Rafis (2008). Palgrave Concise Historical Atlas of Central Asia. Palgrave Macmillan. hlm. 43. ISBN 978-1-4039-7542-3. 
  11. ^ Hildinger, Eric (1997). Warriors of the Steppe: A Military History of Central Asia, 500 B.C. to A.D. 1700. Da Capo Press. 
  12. ^ May, Timothy (2018). "The Mongols outside Mongolia". The Mongol Empire. Edinburgh: Edinburgh University Press. hlm. 58–61. ISBN 978-0-7486-4237-3. JSTOR 10.3366/j.ctv1kz4g68.11. 
  13. ^ Leo de Hartog (2004). Genghis Khan: Conqueror of the World. Tauris Parke. hlm. 86–87. ISBN 1-86064-972-6. 
  14. ^ Juvaini, Ata-Malik (c. 1260). Tarikh Jahangushay تاریخ جهانگشای [Sejarah Para Penakluk Dunia] (dalam bahasa Persia). 1. Diterjemahkan oleh Andrew Boyle, John. 
  15. ^ May, Timothy (2018). "The Mongols outside Mongolia". The Mongol Empire. Edinburgh: Edinburgh University Press. hlm. 58–61. ISBN 978-0-7486-4237-3. JSTOR 10.3366/j.ctv1kz4g68.11. 
  16. ^ Juvayni, Rashid al-Din.
  17. ^ Sverdrup 2017, p. 148, citing Rashid Al-Din, 107, 356–362.
  18. ^ Juvayni, pp. 83–84
  19. ^ John Man (2007). Genghis Khan: Life, Death, and Resurrection. Macmillan. hlm. 163. ISBN 978-0-312-36624-7. 
  20. ^ Juvayni, p. 85
  21. ^ a b Korobeǐnikov, Dimitri Alexandrovich (2014). Byzantium and the Turks in the thirteenth century. Oxford studies in Byzantium. Oxford New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-870826-1. 
  22. ^ Muttaqin, Zaenal (2023-12-20). "Para Kesatria Padang Rumput". Medium. Diakses tanggal 2023-12-20. 
  23. ^ Saunders, J. J. (2001).
  24. ^ Sverdrup, Carl (2017).
  25. ^ Morgan, David The Mongols
  26. ^ Nicolle, David.
  27. ^ Chambers, James.
  28. ^ Bausani, A. (1969). "Religion under the Mongols". The Cambridge History of Iran. Cambridge University Press. 5: 538–549. doi:10.1017/CHOL9780521069366.008. ISBN 978-1-139-05497-3. 
  29. ^ Morgan, David The Mongols

Sumber

  • Chambers, James. The Devil's Horsemen: The Mongol Invasion of Europe, Atheneum, 1979. (ISBN 0-689-10942-3)
  • Morgan, David. The Mongols, 1986. (ISBN 0-631-17563-6)
  • Nicolle, David. The Mongol Warlords: Genghis Khan, Kublai Khan, Hulegu, Tamerlane, Brockhampton Press, 1998. (ISBN 1-85314-104-6)
  • Saunders, J.J. The History of the Mongol Conquests, Routledge & Kegan Paul Ltd, 1971. (ISBN 0-8122-1766-7)