Lompat ke isi

Tapai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tapai singkong dan ketan.

Tapai dalam bahasa maduranya adalah tapai beuh (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan.[1] Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan tapai singkong[1]. Bila dibuat dari ketan hitam maupun ketan putih, hasilnya disebut "tapai pulut" atau "tapai ketan".[1] Dalam proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis mikroorganisme seperti Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus sp., dan lain-lain.[1]. Tapai hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket[1] Umumnya, tapai diproduksi oleh industri kecil dan menengah sebagai kudapan atau hidangan pencuci mulut[1].

Pembuatan tapai

Tapai ketan dari Kuningan yang dibungkus daun jambu air.

Dalam pembuatan tapai ketan, beras ketan perlu dimasak dan dikukus terlebih dahulu sebelum dibubuhi ragi[2]. Campuran tersebut ditutup dengan daun dan diinkubasi pada suhu 25-30 °C selama 2-4 hari sehingga menghasilkan alkohol dan teksturnya lebih lembut[2].

Untuk membuat tapai singkong, kulit singkong harus dibuang terlebih dahulu[1]. Singkong dicuci lalu dikukus dan ditempatkan pada keranjang bambu yang dilapisi daun pisang[1]. Ragi disebar pada singkong dan lapisan daun pisang yang digunakan sebagai alas dan penutup[1]. Keranjang tersebut kemudian diperam pada suhu 28 – 30 °C selama 2 – 3 hari[1].

Selain rasanya yang manis dan aroma yang memikat, tapai juga dibuat dengan beberapa warna berbeda.[1] Warna tersebut tidak berasal dari pewarna buatan yang berbahaya, melainkan berasal dari pewarna alami.[1] Untuk membuat tapai ketan berwarna merah, digunakan angkak, pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus. Sedangkan tapai ketan warna hijau dibuat menggunakan ekstrak daun pandan. [1]

Pembuatan tapai memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar singkong atau ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang berlangsung dengan baik[2]. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tapai. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tapai bisa menyebabkan kegagalan fermentasi.[2] Air yang digunakan juga harus bersih[1]; menggunakan air hujan bisa mengakibatkan tapai tidak berhasil dibuat.

Pengaruh konsumsi tapai bagi kesehatan

Keunggulan tapai

Fermentasi tapai dapat meningkatkan kandungan Vitamin B1 (tiamina) hingga tiga kali lipat[3]. Vitamin ini diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi dengan baik. [3] Karena mengandung berbagai macam bakteri “baik” yang aman dikonsumsi, tapai dapat digolongkan sebagai sumber probiotik bagi tubuh.[4] Cairan tapai dan tapai ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu juta per mililiter atau gramnya.[4] Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek menyehatkan tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat.[4] Kelebihan lain dari tapai adalah kemampuannya tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh.[4] Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus[4]. Toksik ini banyak kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-hari, seperti kecap. Konsumsi tapai dalam batas normal diharapkan dapat mereduksi aflatoksin tersebut.[4] Di beberapa negara tropis yang mengkonsumsi singkong sebagai karbohidrat utama, penduduknya rentan menderita anemia[4]. Hal ini dikarenakan singkong mengandung sianida yang bersifat toksik dalam tubuh manusia.[4]. Konsumsi tapai dapat mencegah terjadinya anemia karena mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya mampu menghasilkan vitamin B12[5]

Kelemahan tapai

Konsumsi tapai yang berlebihan dapat menimbulkan infeksi pada darah dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu, beberapa jenis bakteri yang digunakan dalam pembuatan tapai berpotensi menyebabkan penyakit pada orang-orang dengan sistem imun yang terlalu lemah seperti anak-anak balita, kaum lanjut usia, atau penderita HIV3. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, konsumsi tapai perlu dilakukan secara terkendali dan pembuatannya serta penyimpanannya pun dilakukan dengan higienis.[2]

Istilah tapai di berbagai daerah

Sebagian besar tapai yang ada di Indonesia dibuat dari fermentasi beras ketan (Oryza sativa glutinosa) atau singkong (Manihot esculenta). Masyarakat Jawa Barat lebih mengenal tapai singkong dengan sebutan peuyeum, sedangkan masyarakat Jawa Timur lebih sering menyebutnya tape telo.[2] Tapai juga dikenal di kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Makanan ini memiliki nama lokal yang berbeda–beda di setiap negara; contohnya tapai pulut (Malaysia), basi binubran (Filipina), chao (Kamboja), lao-chao atau chiu niang (Cina), dan khao-mak (Thailand).[1]

Produk olahan tapai

Selain dapat dikonsumsi secara langsung, tapai dapat dijadikan olahan lain atau dicampur dengan makanan dan minuman lainnya. Contohnya: tapai pulut untuk campuran cendol dan es campur, atau dapat juga diolah kembali menjadi wajik dan dodol. Sedangkan tapai singkong selain bisa dijadikan campuran cendol, es campur atau es doger, dapat pula diolah menjadi makanan gorengan rondo royal (tapai goreng), colenak, dll.

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o (Inggris)Gandjar, I. 2003. Tapai from cassava and cereals. Di dalam: First International Symposium and Workshop on Insight into the World of Indigenous Fermented Foods for Technology Development and Food Safety; Bangkok, 13 – 17 Apr 2003. hlm 1-10.
  2. ^ a b c d e f (Inggris)Djien KS (1972). "Tapai fermentation" (PDF). Appl Microbiol. 23 (5): 976–978. 
  3. ^ a b (Inggris):Cronk TC, Steinkraus KH, Hackler LR, Mattick LR. (1977). "Indonesian tape ketan fermentation" (PDF). Appl Microbiol. 33 (5): 1067–73. 
  4. ^ a b c d e f g h (Inggris)Cereda MP, Takahashi M. 1994. Cassava waste : Their Characterization, and Uses, and Treatment in Brazil. Di dalam: Dufour D, O’Brien GM, Best R, editor. International Meeting on Cassava Flour and Starch : Progress in Research and Development; Cali, 11-15 Jan 1994. Cali: Centro Internacional de Agricultura Tropical. hlm 221-232.
  5. ^ (Inggris)Sahlin P. 1999. Fermentation as a method of food processing. [thesis]. Lund: Department of Applied Nutrition and Food Chemistry, Lund University.

Pranala luar

Buku resep Wikibooks memiliki artikel mengenai