Kota Kotamobagu
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Kota Kotamobagu | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Berkas:Paris-Supermarket-dan-Tugu-Kotamobagu.jpg | |
Motto: Mototompiaan Mototabian bo Mototanoban | |
Koordinat: 0°44′N 124°19′E / 0.73°N 124.32°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Utara |
Tanggal berdiri | 2 Januari 2007 |
Dasar hukum | Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Ir. Hj. Tatong Bara |
• Wakil Bupati | Drs. Jainuddin Damopolii |
Luas | |
• Total | 184,33 km2 (7,117 sq mi) |
Populasi | |
• Total | 108,794 |
• Kepadatan | 5,9/km2 (15/sq mi) |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0434 |
Kode Kemendagri | 71.74 |
DAU | Rp. 311.773.832.000.- |
Situs web | http://www.kotamobagukota.go.id/ |
Kota Kotamobagu adalah salah satu kota di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Kota ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari 2007.
Jumlah penduduk dari hasil registrasi pada tahun 2012, yaitu sebesar 108.794 yang terdiri dari penduduk laki-laki 55.415 dan penduduk perempuan 53.379
Sumber pendapatan utama kota ini adalah padi dan jagung.
PDRB Kota Kotamobagu atas dasar harga konstan 2000=100 pada tahun 2011 adalah sebesar Rp. 506,39,- Milliar dan sektor jasa memberikan konstribusi terbesar dalam PDRB Kota Kotamobagu
Sejarah
Kota Kotamobagu merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bolaang Mongondow yang bertujuan untuk memajukan daerah, membangun kesejahteraan rakyat, memudahkan pelayanan, dan memobilisasi pembangunan bagi terciptanya kesejahteraan serta kemakmuran rakyat totabuan. Desa Bolaang terletak di tepi pantai utara yang pada abad 17 sampai akhir abad 19 menjadi tempat kedudukan istana raja, sedangkan desa Mongondow terletak sekitar 2 km selatan Kotamobagu. Nama Bolaang berasal dari kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut. Bolaang atau golaang dapat pula berarti menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap, sedangkan Mongondow dari kata ‘momondow’ yang berarti berseru tanda kemenangan.
Penduduk asli wilayah Bolaang Mongondow berasal dari keturunan Gumalangit dan Tendeduata serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat, yang awalnya tinggal di gunung Komasaan (Bintauna). Pada abad ke 8-9, mereka menyebar ke timur di tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli', Ginolantungan sampai ke pedalaman tudu in Passi, tudu in Lolayan, tudu in Sia', tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow dan lain-lain.
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh seorang Bogani (laki-laki atau perempuan) yang dipilih dari anggota kelompok dengan persyaratan : memiliki kemampuan fisik (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan musuh. Mokodoludut adalah punu’ Molantud yang diangkat berdasarkan kesepakatan seluruh bogani. Mokodoludut tercatat sebagai raja (datu yang pertama). Sejak Tompunu’on pertama sampai ketujuh, keadaan masyarakat semakin maju dengan adanya pengaruh luar (bangsa asing). Perubahan total mulai terlihat sejak Tadohe menjadi Tompunu’on, akibat pengaruh pedagang Belanda diubah istilah Tompunu’on menjadi Datu (Raja). Tadohe dikenal seorang Datu yang cakap, sistem bercocok tanam diatur dengan mulai dikenalnya padi, jagung dan kelapa yang dibawa bangsa Spanyol pada masa pemerintahan Mokodompit (ayah Tadohe). Tadohe melakukan penggolongan dalam masyarakat, yaitu pemerintahan (Kinalang) dan rakyat (Paloko’). Paloko’ harus patuh dan menunjang tugas Kinalang, sedangkan Kinalang mengangkat tingkat penghidupan Paloko’ melalui pembangunan di segala bidang, sedangkan kepala desa dipilih oleh rakyat.
Pada zaman pemerintahan raja Corenelius Manoppo, raja ke-16 (1832), agama Islam masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Gorontalo yang dibawa oleh Syarif Aloewi yang kawin dengan putri raja tahun 1866. Karena keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar penduduk memeluk agama Islam dan turut memengaruhi perkembangan kebudayaan dalam beberapa segi kehidupan masyarakat. Pada tanggal 1 Januari 1901, Belanda dibawa pimpinan Controleur Anton Cornelius Veenhuizen bersama pasukannya secara paksa bahkan kekerasan berusaha masuk Bolaang Mongondow melalui Minahasa, setelah usaha mereka melalui laut tidak berhasil dan ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Riedel Manuel Manoppo dengan kedudukan istana raja di desa Bolaang. Raja Riedel Manuel Manoppo tidak mau menerima campur tangan pemerintahan oleh Belanda, maka Belanda melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja dan mendirikan komalig (istana raja) di Kotobangon pada tahun 1901. Pada tahun 1904, dilakukan perhitungan penduduk Bolaang Mongondow dan berjumlah 41.417 jiwa.
Pada tahun 1906, melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja Bolaang Mongondow, W. Dunnebier mengusahakan pembukaan Sekolah Rakyat dengan tiga kelas yang dikelola oleh zending di beberapa desa; yakni : desa Nanasi, Nonapan, Mariri Lama, Kotobangon, Moyag, Pontodon, Pasi, Popo Mongondow, Otam, Motoboi Besar, Kopandakan, Poyowa Kecil dan Pobundayan dengan total murid sebanyak 1.605 orang, sedangkan pengajarnya didatangkan dari Minahasa. Pada tahun 1937 dibuka di Kotamobagu sebuah sekolah Gubernemen, yaitu Vervolg School (sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung lepasan sekolah rakyat 3 tahun.
Ibukota Bolaang Mongondow sebelumnya terletak disalah satu tempat di kaki gunung Sia’ dekat Popo Mongondow dengan nama Kotabaru. Karena tempat itu kurang strategis sebagai tempat kedudukan controleur, maka diusahakan pemindahan ke Kotamobagu dan peresmiannya diadakan pada bulan April 1911 oleh Controleur F. Junius yang bertugas tahun 1910-1915. Pada tahun 1911 didirikan sebuah rumah sakit di ibukota yang baru Kotamobagu. Rakyat mulai mengenal pengobatan modern, namun ada juga yang masih mempertahankan dan melestarikan pengobatan tradisional melalui tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat dan sampai sekarang dibudayakan secara konvensional.
Sejak semula, masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam cara kehidupan bergotong royong yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai sekarang ini, yaitu : Pogogutat (potolu adi’), Tonggolipu’, Posad (mokidulu). Tujuan kehidupan bergotong royong ini sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda. Penduduk pedalaman yang memerlukan garam atau hasil hutan, akan meninggalkan desanya masuk hutan mencari damar atau ke pesisir pantai memasak garam (modapug) dan mencari ikan. Dalam mencari rezeki itu, sering mereka tinggal agak lama di pesisir, maka disamping masak garam mereka juga membuka kebun. Tanah yang mereka tempati itulah yang disebut Totabuan yang dapat diartikan sebagai tempat mencari nafkah. Bila ada tamu yang bertandang pada masa kerajaan, biasanya disuguhi sirih pinang, tamu pria atau wanita terutama orang tua. Sirih pinang diletakkan dalam kabela' (dari kebiasaan ini diciptakan tari kabela sebagai tari penjemput tamu). Tamu terhormat terutama pejabat di jemput dengan upacara adat. Tarian Kabela sampai saat ini tetap lestari di bumi Totabuan. Tarian yang ada di Bolaang Mongondow cukup beragam diantaranya tarian tradisional yang terdiri dari Tari Tayo, Tari Joke', Tari Mosau, Tari Rongko atau Tari Ragai, Tari Tuitan; juga tarian kreasi baru seperti Tari Kabela, Tari Kalibombang, Tari Pomamaan, Tari Monugal, Tari Mokoyut, Tari Kikoyog dan Tari Mokosambe. Upacara monibi terakhir diadakan pada tahun 1939 di desa Kotobangon (tempat kedudukan istana raja) dan di desa Matali (tempat pemakaman raja dan keturunannya). Transmigran ke Bolaang Mongondow pertama kali datang pada tahun 1963 dengan jumlah 1.549 jiwa (349 KK) & ditempatkan di Desa Werdhi Agung. Para transmigran berikutnya ditempatkan di desa Kembang Mertha (1964), Mopuya (1972/1975), Mopugad (1973/1975), Tumokang (1971/1972), Sangkub (1981/1982), Onggunai (1983/1984), Torosik (1983/1984) dan Pusian/Serasi 1992/1993). lengkapnya lihat hal. 90. Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Bolaang Mongondow menjadi bagian wilayah Propinsi Sulawesi yang berpusat di Makassar, kemudian tahun 1953 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1953 Sulawesi Utara dijadikan sebagai daerah otonom tingkat I. Bolaang Mongondow dipisahkan menjadi daerah otonom tingkat II mulai tanggal 23 Maret 1954, sejak saat itu Bolaang mongondow resmi menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan PP No.24 Tahun 1954. Atas dasar itulah, mengapa setiap tanggal 23 Maret seluruh rakyat Bolaang Mongondow selalu merayakannya sebagai HUT Kabupaten Bolaang Mongondow.
Luas Wilayah
Kota Kotamobagu mencakup wilayah daratan dan kepulauan yang memiliki daratan seluas 184.33 km2.
Letak Geografis
Secara geografis terletak di antara 0° Lintang Utara dan membentang dari Barat ke Timur di antara 123° – 124° Bujur Timur, berbatasan dengan:
Utara | Kecamatan Bilalang, Kabupaten Bolaang Mongondow |
Timur | Kabupaten Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur |
Selatan | Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow |
Barat | Kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow |
Topografi
Kota Kotamobagu terletak di ketinggian antara 180 - 130 meter diatas permukaan laut (dpl). Posisi Kota Kotamobagu berada di sebuah lembah yang dikelilingi pegunungan dan dilewati beberapa sungai, antara lain sungai Bonodon, sungai Yoyak, dan sungai Motoboi Besar di Kotamobagu Timur; sungai Yantaton dan sungai Kopek di Kotamobagu Selatan; sungai Mongkonai dan sungai Ongkaw Mongondow di Kotamobagu Barat; sungai Bilalang, sungai Toko dan sungai Kotobangon di Kotamobagu Utara.
Pemerintahan
Pemerintahan Kota
Wilayah administrasi pemerintahan Kota Kotamobagu tahun 2013 terdiri atas 4 kecamatan, 15 desa dan 18 kelurahan. Adapun pembagian wilayah administrasi pemerintahan kecamatan, yaitu:
- Kotamobagu Utara terdiri atas:
- Kelurahan Biga
- Kelurahan Upai
- Kelurahan Genggulang
- Desa Bilalang 1
- Desa Bilalang 2
- Desa Pontodon
- Desa Sia
- Desa Pontodon Timur
- Kotamobagu Timur terdiri atas:
- Kelurahan Kotobangon
- Kelurahan Tumubui
- Kelurahan Sinindian
- Kelurahan Matali
- Kelurahan Motoboi Besar
- Kelurahan Kobo Besar
- Desa Moyag
- Desa Kobo Kecil
- Desa Moyag Tampoan
- Desa Moyag Tudulan
- Kotamobagu Selatan terdiri atas:
- Kelurahan Motoboi Kecil
- Kelurahan Mongondow
- Kelurahan Pobundayan
- Desa Poyowa Besar 1
- Desa Poyowa Besar 2
- Desa Tabang
- Desa Bungko
- Desa Kopandakan 1
- Desa Poyowa Kecil
- Kotamobagu Barat terdiri atas:
- Kelurahan Mongkonai
- Kelurahan Molinow
- Kelurahan Mogolaing
- Kelurahan Gogagoman
- Kelurahan Kotamobagu
- Kelurahan Mongkonai Barat
Kependudukan dan Tenaga Kerja
Kependudukan
Pada tahun 2012 jumlah penduduk laki-laki di Kota Kotamobagu sebanyak 55.415 atau 50,94% dan penduduk perempuan sebanyak 53.379 atau 49,06%.
Tenaga Kerja
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2009 58,39%, tahun 2010 61,82%, tahun 2011 67,02%, tahun 2012 65,07%.
Tahun 2012 , dari total 78.434 penduduk Kota Kotamobagu yang berada dalam kelompok usia kerja 15 tahun keatas, sebanyak 65,07% merupakan angkatan kerja. Dari jumlah angkatan kerja tersebut 90,58% berstatus bekerja, sedangkan sekitar 9,42% menganggur.
Pendidikan
Untuk SD tahun 2011 berjumlah 74 gedung sekolah, murid sebanyak 13.365 orang. Untuk SLTP tahun 2011 berjumlah 16 gedung sekolah, murid sebanyak 7.035 orang. Untuk SLTA tahun 2011 berjumlah 21 gedung sekolah, murid sebanyak 8.514 orang.
Kesehatan
Tahun 2012 jumlah fasilitas kesehatan terdiri dari Rumah Sakit 6 Unit, Puskesmas 5 unit, Puskesmas Pembantu 7 Unit, Puskesmas Keliling 5 Unit, Puskesmas Rawat Inap 3 Unit, Posyandu 45 Unit. Dan Angka Harapan Hidup pada tahun 2012 sebesar 72,12%.
Ekonomi
Pertanian
Pertanian tanaman pangan dengan luas panen terbesar di Kota Kotamobagu adalah tanaman Padi dengan luas lahan panen sekitar 56,68% dari total luas panen tanaman pangan di Kotamobagu, atau sekitar 8.094 Ha. Diikuti tanaman jagung dengan luas panen seitar 5.572 Ha.
Industri Pengolahan
Pada tahun 2012 jumlah perusahaan Industri pengolahan di Kota Kotamobagu sebanyak 183 perusahaan dan didukung dengan nilai investasi sekitar 65,32 Triliyun Rupiah.
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi BPS Kota Kotamobagu