Kuda Renggong
Kuda Renggong merupakan salah satu seni pertunjukan Rakyat yang berasal dari Sumedang. Kata "renggong" di dalam kesenian ini merupakan metatesis dari kata ronggeng yaitu kamonesan (bahasa Sunda untuk "ketrampilan") cara berjalan kuda yang telah dilatih untuk menari mengikuti irama musik terutama kendang, yang biasanya dipakai sebagai media tunggangan dalam arak-arakan anak sunat.
Sejarah
Menurut tuturan beberapa seniman, Kuda Renggong muncul pertama kali dari desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang. Di dalam perkembangannya Kuda Renggong mengalami perkembangan yang cukup baik, sehingga tersebar ke berbagai desa di beberapa kecamatan di luar Kecamatan Buah Dua. Dewasa ini, Kuda Renggong menyebar juga ke daerah lainnya di luar Kabupaten Sumedang.
Bentuk kesenian
Sebagai seni pertunjukan rakyat yang berbentuk seni helaran (pawai, karnaval), Kuda Renggong telah berkembang dilihat dari pilihan bentuk kudanya yang tegap dan kuat, asesoris kuda dan perlengkapan musik pengiring, para penari, dll., dan semakin hari semakin semarak dengan pelbagai kreasi para senimannya. Hal ini tercatat dalam setiap festival Kuda Renggong yang diadakan setiap tahunnya. Akhirnya Kuda Renggong menjadi seni pertunjukan khas Kabupaten Sumedang. Kuda Renggong kini telah menjadi komoditi pariwisata yang dikenal secara nasional dan internasional.
Dalam pertunjukannya, Kuda Renggong memiliki dua kategori bentuk pertunjukan, antara lain meliputi pertunjukan Kuda Renggong di desa dan pada festival.
Pertunjukan di pemukiman
Pertunjukan Kuda Renggong dilaksanakan setelah anak sunat selesai diupacarai dan diberi doa, lalu dengan berpakaian wayang tokoh Gatotkaca, pangeran pakaian khas sunda dengan ciri menggunakan bendo(sejenis topi mirip blangkon, putri kerajaan penunggang perempuan di dandani layaknya putri raja ada juga pakaian yang mewakilkan budaya baru seperti peri bersayaplayaknya dongeng dari negri barat, dinaikan ke atas kuda Renggong lalu diarak meninggalkan rumahnya berkeliling, mengelilingi desa.
Musik pengiring dengan penuh semangat mengiringi sambung menyambung dengan tembang-tembang yang dipilih, antara lain Kaleked, Mojang Geulis, Rayak-rayak, Ole-ole Bandung, Kembang Beureum, Kembang Gadung, Jisamsu, dll. Sepanjang jalan Kuda Renggong bergerak menari dikelilingi oleh sejumlah orang yang terdiri dari anak-anak, juga remaja desa, bahkan orang-orang tua mengikuti irama musik yang semakin lama semakin meriah. Panas dan terik matahari seakan-akan tak menyurutkan mereka untuk terus bergerak menari dan bersorak sorai memeriahkan anak sunat. Kadangkala diselingi dengan ekspose Kuda Renggong menari, semakin terampil Kuda Renggong tersebut penonton semakin bersorak dan bertepuk tangan. Seringkali juga para penonton yang akan kaul dipersilahkan ikut menari.
Setelah berkeliling desa, rombongan Kuda Renggong kembali ke rumah anak sunat, biasanya dengan lagu Pileuleuyan (perpisahan). Lagu tersebut dapat dilantunkan dalam bentuk instrumentalia atau dinyanyikan. Ketika anak sunat selesai diturunkan dari Kuda Renggong, biasanya dilanjutkan dengan acara saweran (menaburkan uang logam dan beras putih) yang menjadi acara yang ditunggu-tunggu, terutama oleh anak-anak desa.
Pertunjukan festival
Pertunjukan Kuda Renggong di Festival Kuda Renggong berbeda dengan pertunjukan keliling yang biasa dilakukan di desa-desa. Pertunjukan Kuda Renggong di festival Kuda Renggong, setiap tahunnya menunjukan peningkatan, baik jumlah peserta dari berbagai desa, juga peningkatan media pertunjukannya, asesorisnya, musiknya, dll. Sebagai catatan pengamatan, pertunjukan Kuda Renggong dalam sebuah festival biasanya para peserta lengkap dengan rombongannya masing-masing yang mewakili desa atau kecamatan se-Kabupaten Sumedang dikumpulkan di area awal keberangkatan, biasanya di jalan raya depan kantor Bupati, kemudian dilepas satu persatu mengelilingi rute jalan yang telah ditentukan panitia (Diparda Sumedang). Sementara pengamat yang bertindak sebagai Juri disiapkan menilai pada titik-titik jalan tertentu yang akan dilalui rombongan Kuda Renggong.
Dari beberapa pertunjukan yang ditampilkan tampak upaya kreasi masing-masing rombongan, yang paling menonjol adalah adanya penambahan jumlah Kuda Renggong (rata-rata dua bahkan empat), pakaian anak sunat tidak lagi hanya tokoh Wayang Gatotkaca, tetapi dilengkapi dengan anak putri yang berpakaian seperti putri Cinderella dalam dongeng-dongeng Barat. Penambahan asesoris Kuda, dengan berbagai warna dan payet-payet yang meriah keemasan, payung-payung kebesaran, tarian para pengiring yang ditata, musik pengiring yang berbeda-beda, tidak lagi Kendang Penca, tetapi Bajidoran, Tanjidor, Dangdutan, dll. Demikian juga dengan lagu-lagunya, selain yang biasa mereka bawakan di desanya masing-masing, sering ditambahkan dengan lagu-lagu dangdutan yang sedang popular, seperti Goyang Dombret, Pemuda Idaman, Mimpi Buruk, dll. Setelah berkeliling kembali ke titik keberangkatan.
Perkembangan
Dari dua bentuk pertunjukan Kuda Renggong, jelas muncul musik pengiring yang berbeda. Musik pengiring Kuda Renggong di desa-desa, biasanya cukup sederhana, karena umumnya keterbatasan kemampuan untuk memiliki alat-alat musik (waditra) yang baik. Umumnya terdiri dari kendang, bedug, goong, trompet, genjring kemprang, ketuk, dan kecrek. Ditambah dengan pembawa alat-alat suara (speaker toa, ampli sederhana, mike sederhana). Sementara musik pengiring Kuda Renggong di dalam festival, biasanya berlomba lebih "canggih" dengan penambahan peralatan musik terompet, Bass, keyboard organ, simbal, drum, tamtam, dll. Juga di dalam alat-alat suaranya.
Makna
Makna yang secara simbolis berdasarkan beberapa keterangan yang berhasil dihimpun, diantaranya
- Makna spiritual: semangat yang dimunculkan adalah merupakan rangkaian upacara inisiasi (pendewasaan) dari seorang anak laki-laki yang disunat. Kekuatan Kuda Renggong yang tampil akan membekas di sanubari anak sunat, juga pemakaian kostum tokoh wayang Gatotkaca yang dikenal sebagai figur pahlawan;
- Makna interaksi antar mahluk Tuhan: kesadaan para pelatih Kuda Renggong dalam memperlakukan kudanya, tidak semata-mata seperti layaknya pada binatang peliharaan, tetapi memiliki kecenderungan memanjakan bahkan memposisikan kuda sebagai mahluk Tuhan yang dimanjakan, baik dari pemilihan, makanannya, perawatannya, pakaiannya, dan lain-lain;
- Makna teatrikal: pada saat-saat tertentu di kala Kuda Renggong bergerak ke atas seperti berdiri lalu di bawahnya juru latih bermain silat, kemudian menari dan bersilat bersama. Tampak teatrikal karena posisi kuda yang lebih tampak berwibawa dan mempesona. Atraksi ini merupakan sajian yang langka, karena tidak semua Kuda Renggong, mampu melakukannya;
- Makna universal: sejak zaman manusia mengenal binatang kuda, telah menjadi bagian dalam hidup manusia di pelbagai bangsa di pelbagai tempat di dunia. Bahkan kuda banyak dijadikan simbol-simbol, kekuatan dan kejantanan, kepahlawanan, kewibawaan dan lain-lain.
Sumber rujukan
- Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung.