Lompat ke isi

Niyāma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 9 Mei 2020 06.58 oleh Alfaaluska (bicara | kontrib) (Perubahan menyesuaikan sumber yang lebih kredibel dan memperbaiki penulisan istilah bahasa Pali yang salah.)
Dalam Agama Buddha, alam semesta diatur oleh hukum alam. Pemikiran bahwa alam semesta diatur oleh Dewa Tertinggi merupakan pemikiran yang tidak dibenarkan. (Baca juga: Tuhan dalam agama Buddha)

Lima Hukum Alam atau Lima Hukum Tertib Kosmis (pañcaniyāmadhamma) adalah salah satu konsep dalam ajaran agama Buddha mengenai hukum-hukum yang bekerja di seluruh alam semesta.[1] Pañcaniyāmadhamma terdiri atas kata pañca yang artinya lima, niyāma yang artinya ketentuan atau hukum, dan dhamma yang artinya segala sesuatu. Dengan demikian, pañcaniyāmadhamma berarti lima hukum universal atau hukum segala hal.[2]

Agama Buddha tidak membenarkan bahwa alam semesta diatur oleh sesosok dewa tertinggi atau Tuhan. Pañcaniyāmadhamma merupakan hukum abadi yang bekerja dengan sendirinya. Hukum ini bekerja sebagai hukum sebab akibat dan membuat segala sesuatu bergerak sebagaimana dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu fisika, kimia, biologi, astronomi, psikologi, dan sebagainya. Bulan timbul dan tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah disebabkan oleh hukum ini.[3]

Buddha ada atau tidak ada, hukum alam akan tetap ada. (Anguttara Nikaya 3.314)

Dalam agama Buddha, kelima hukum tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Utuniyāma, hukum kepastian atau keteraturan musim.
  2. Bijaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan biji.
  3. Kammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kamma.
  4. Cittaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kesadaran.
  5. Dhammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan dhamma.

Lima Hukum Alam

Utuniyāma

Hukum ini merupakan hukum kepastian atau keteraturan musim. Hukum ini mengatur kepastian pergantian musim dan perubahan-perubahan temperatur di alam semesta.

Bijaniyāma

Hukum ini merupakan hukum kepastian atau keteraturan biji. Hukum ini mengatur kehidupan tumbuh-tumbuhan, yaitu biji-biji tertentu akan menghasilkan tanaman atau buah tertentu; buah-buah tertentu memiliki citarasa tertentu dan lain-lain. Contoh lainnya adalah perkembangan hewan atau tumbuhan, mutasi gen manusia, pembuahan, pertumbuhan biji menjadi tumbuhan, pembentukan janin, pertumbuhan sel, dan sebagainya.

Kammaniyāma

Hukum ini merupakan hukum kepastian atau keteraturan perbuatan (kamma). Hukum ini memastikan bahwa kamma baik akan menghasilkan kebahagiaan, sedangkan kamma tidak baik akan menghasilkan penderitaan. Perbuatan bisa dilakukan melalui pikiran, ucapan, dan tindakan.

Cittaniyāma

Hukum ini merupakan hukum kepastian atau keteraturan kesadaran. Hukum ini mengatur kepastian kemunculan dan kelenyapan kesadaran (citta).

Dhammaniyāma

Hukum ini merupakan hukum kepastian atau keteraturan fenomena (dhamma). Hukum ini mengatur fenomena-fenomena lain yang tidak termasuk di empat hukum di atas. Contohnya kejadian bumi bergetar saat Bodhisatta Gotama lahir, turunnya hujan panas dan dingin untuk memandikan Bodhisatta Gotama ketika terlahir di dunia, dan munculnya gempa bumi yang dahsyat ketika Sang Buddha mengambil keputusan untuk memasuki nibbāna.[4]

Contoh Peristiwa

Dengan begitu, selain hukum kamma (kammaniyāma), terdapat empat hukum lainnya yang berlaku di dunia ini. Menurut agama Buddha, merupakan hal yang tidak wajar jika menyatakan bahwa suatu kejadian disebabkan hanya karena satu hal. Biasanya suatu kejadian terjadi karena banyak hal yang mendukung, contoh peristiwanya adalah seseorang yang tertimpa bencana alam. Hal tersebut tidak sepenuhnya karena akibat karma buruk (kammaniyāma) orang tersebut. Pemikiran bahwa suatu kejadian seluruhnya karena hukum karma adalah kesalahan fatal dalam pandangan seseorang.

Ada kondisi seperti banjir (utuniyāma) yang mendukung dan kondisi-kondisi lainnya dari hukum-hukum lainnya. Kelima hukum alam ini saling berhubungan dan dapat saling memengaruhi satu sama lain. Contohnya, ketika manusia sudah semakin jahat dan tidak menyayangi alam (kammaniyāma), maka akan terjadi perubahan pada alam. Hujan tidak akan turun pada musimnya (utuniyāma), cuaca buruk (utuniyāma), tumbuhan mati (bijaniyāma), terjadi bencana alam (utuniyāma), hingga batin menjadi tidak tenang (cittaniyāma).

Referensi

  1. ^ Hansen, Upa. Sasanasena Seng (September 2008). Ikhtisar Ajaran Buddha. Yogyakata: Insight Vidyasena Production. 
  2. ^ Nasiman, Nurwito (2017). Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 175. ISBN 978-602-427-074-2. 
  3. ^ Nasiman, Nurwito (2017). Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Kelas 10. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 176. ISBN 978-602-427-074-2. 
  4. ^ Kheminda, Ashin (2020). Kamma: Pusaran Kelahiran & Kematian Tanpa Awal. Jakarta: Dhammavihari Buddhist Studies. hlm. 46.